Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol. 16 No.

1 Tahun 2019 | 1-11

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan


https://journal.uny.ac.id/index.php/civics/index
1829-5789 (print)
2541-1918 (online)

Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau sebagai pembentukan karakter


kebangsaan

Fusnika a, 1*, Debora Korining Tyas b, 2


a, b, c Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan STKIP Persada Khatulistiwa Sintang
Kalimantan Barat, Indonesia
1 fusnika804@gmail.com *
*korespondensi penulis

Informasi artikel ABSTRAK


Sejarah artikel: Bangsa Indonesia pada saat ini sedang mengalami krisis identitas, dengan
Diterima : 27-12-2018 lunturnya nilai karakter kebangsaan. Penelitian ini bertujuan untuk
Revisi : 14-01-2019 memperoleh gambaran secara deskriptif tentang nilai–nilai yang
Dipublikasikan : 30-03-2019 terkandung dalam budaya lokal Kee’rja banyau yang terdapat pada
Kata kunci: masyarakat di Desa Sungai Deras. Metode penelitian menggunakan
Budaya lokal kualitatif dengan pendekatan studi kasus, pengumpulan data melalui
Karakter kebangsaan observasi, wawancara, dokumentasi. Temuan penelitian menunjukkan
Keerja Banyau bahwa budaya lokal yang disebut dengan istilah kee’rja banyau
mengandung nilai-nilai kekeluargaan, keadilan, sukarela,
tanggungjawab, sosialisasi dan persatuan dan kesatuan.
ABSTRACT
Keywords: Nowadays Indonesia nation has undergone a critical identity seen from
Local culture the deteriorate of its character values of nationality. This research aims
National character to obtain the description of values found in the local culture of Kee’rja
Keerja Banyau Banyau from the community of Desa Sungai Deras. The method of the
research is qualitative method using case study approach. The data
collected through observation, interview, and documentation. The finding
showed that the local culture so-called Kee’rja Banyau contained the
values of familiarity, justice, sincerity, responsibility, socialization, and
unity.
Copyright © 2019 Fusnika dan Debora Korining Tyas

Pendahuluan perannya sebagai makhluk sosial di dalam


Bangsa Indonesia merupakan bangsa kehidupan bermasyarakat dengan menjaga
yang besar dan bangsa yang kaya akan budaya luhur sebuah bangsa.
keberagaman yang terdiri dari beragam suku Gotong royong merupakan kearifan lokal
bangsa dengan nuansa kedaerahan yang yang berakar pada budaya bangsa Indonesia
kental, bangsa Indonesia membutuhkan dan berkembang dalam kehidupan sosial
kesamaan pandangan dalam kehidupan masyarakat secara turun temurun (Kartodijo,
kebangsaan yang memiliki karakter yang khas 1987). Gotong royong merupakan bentuk
kehidupan sebagai suatu bangsa yang dapat kerja sama masyarkat secara mufakat atas
dipandang dan dikenal oleh bangsa-bangsa dorongan kesadaran dan semangat kolektif
lain. Memiliki karakter kebangsaan untuk mengerjakan sesuatu tanpa memikirkan
merupakan hal yang sangat penting bagi suatu keuntungan bagi dirinya sendiri, melainkan
bangsa dalam mewujudkan masa depan selalu untuk kebahagiaan bersama dan
bangsa dalam pencapaian kehidupan memperingan pekerjaan (Effendi, 2013).
masyarakat yang adil dan sejahtera. Dengan Pada setiap daerah istilah budaya gotong
memiliki karakter kebangsaan diharapkan royong tentunya berbeda-beda. Kee’rja
dapat menghidupkan kembali kesadaran banyau adalah istilah lokal yang digunakan
setiap individu masyarakat untuk menyadari masyarakat di Desa Sungai Deras dan
email: journalcivics@uny.ac.id
Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

merupakan sebutan untuk kata gotong royong. banyau dari masa ke masa, yang mana
Kee’rja banyau merupakan suatu kegiatan pergeseran tersebut mengarah ke hal yang
dengan sistem gotong royong atau tolong negatif. Dikatakan mengarah ke hal yang
menolong antara sekelompok orang atau negatif karena dari setiap generasi ke generasi
seluruh anggota masyarakat untuk memenuhi budaya gotong royong semakin terpinggirkan
kebutuhan bersama yang berlandaskan pada dan mulai terlupakan oleh masyarakat, yang
rasa solidaritas dan rasa kekeluargaan. Untuk mana pada masa terdahulu budaya gotong
itu gotong royong sudah selayaknya untuk royong atau kee’rja banyau masih sangat kuat
tetap dipertahankan secara terus menerus dari dan dijaga oleh setiap individu masyarakat,
masa ke masa bagi semua lapisan masyarakat. setiap individu masyarakat masing-masing
Dari kegiatan gotong royong yang mempunyai kesadaran untuk tetap menjaga
dilaksanakan pada masyarakat lokal di tradisi gotong royong kee’rja banyau dengan
Indonesia akan memberikan dampak dan sesamanya.
manfaat bagi semua yakni adanya kerja sama Perilaku gotong royong tentunya dapat
menjadi keharusan, setara, tidak ada yang dijadikan sebagai sebuah aset yang sangat
lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah berharga dalam membangun bangsa jika tetap
(Panjaitan, 2016). Dengan bergotong royong dipelihara oleh masyarakat karena telah kita
diatas segala perbedaan yang ada, seperti ketahui bahwa gotong royong merupakan
perbedaan ras, suku, agama, peradaban, sebuah budaya yang telah ada di setiap lapisan
profesi, hak milik, kepandaian dan kehidupan masyarakat Indonesia dan di dalam
sebagainya, kebaikan bersama selalu setiap sendi-sendi aspek kehidupan bangsa.
mengedepan dan diperjuangkan bersama. Dalam hal ini, dapat kita memaknai bahwa di
Dengan bergotong royong akan dalam budaya gotong royong ini terdapat
menumbuhkan kerja sama yang menghasilkan banyak nilai-nilai yang dapat memberikan
saling pengertian dan saling membantu, kontribusi yang besar dalam membangun
dengan dominannya kerja sama maka tingkat bangsa Indonesia untuk mencapai masa depan
konflik pun berkurang. Dalam konteks kajian dan cita-cita bangsa yaitu terwujudnya
kewarganegaraan, proses gotong royong kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat.
berkaitan dengan kewarganegaraan sebagai Nilai-nilai yang terdapat dalam budaya
rasa (citizenship as feeling) (Osler & Starkey, gotong royong sangat besar peran dan
2005). Sebagai sebuah rasa, kewarganegaraan maknanya dalam sebuah kehidupan dan
berkaitan dengan ikatan antar individu lingkungan masyarakat, nilai-nilai yang
sebagai warga negara dan sebagai komunitas terdapat di dalam budaya dan kegiatan gotong
di level lokal. Kewarganegaraan sebagai royong itu sendiri diantaranya, yaitu: adanya
feeling, merupakan rasa memiliki sorang kebersamaan, kekeluargaan dan
warga negara terhadap negaranya (sense of persaudaraan, keadilan, sukarela, tanggung
belonging). Derajat rasa memiliki atau rasa jawab, tolong menolong, sosialisasi, peran
cinta terhadap bangsa dan negara bisa aktif setiap individu masyarakat serta adanya
bervariasi tiap warga negara. Dengan kegiatan persatuan dan kesatuan di dalam kehidupan
gotong royong sebagai kearifan lokal, variasi dan lingkungan masyarakat. Nilai-nilai ini
rasa cinta terhadap negara dapat ditingkatkan. merupakan bagian dari nilai-nilai karakter
Tradisi gotong royong atau dalam istilah kebangsaan. Proses kehidupan
lokal kee’rja banyau pada masyarakat Desa bermasyarakat, sangatlah penting untuk
Sungai Deras, sudah ada sejak zaman nenek menerapkan nilai-nilai yang terkandung di
moyang desa tersebut ada, hal ini terbukti dalam budaya gotong royong, dikatakan
dengan turun temurun budaya gotong royong sangat penting karena dengan masyarakat
atau kee’rja banyau dari generasi ke generasi yang mampu menerapkan satu persatu dari
di masyarakat desa tersebut. Namun, nilai-nilai yang ada maka akan tercipta suatu
walaupun terjadi proses secara turun temurun, keadaan yang kondusif dalam lingkungan
budaya gotong royong kee’rja banyau masyarakat. Selain itu juga nilai Pancasila
tersebut di setiap generasi, telah terjadi yang tertuang khususnya sila ke-3 “Persatuan
pergeseran budaya gotong royong kee’rja
2|Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan
Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

Indonesia” akan benar-benar terwujud secara Kabupaten Sintang. Subjek penelitian yang
nyata dalam masyarakat. ditetapkan sebagai sumber data dan informasi
Nilai-nilai karakter kebangsaan dalam penelitian ini adalah kepala desa Sungai
merupakan bagian yang sangat penting untuk Deras, tokoh-tokoh masyarakat, masyarakat
diimplementasikan dalam kehidupan desa (dari 7 dusun yang ada maka dari setiap
seseorang, sekelompok masyarakat bahkan dusunnya akan diambil satu orang per
dalam kehidupan berkebangsaan, dengan dusunnya sebagai perwakilan). Jumlah subjek
pengimplementasian nilai-nilai karakter penelitian sebanyak 7 orang. Subjek dipilih
tersebut kita akan menjadi bangsa yang kuat. berdasarkan proses tindakan pengolahan data
Nilai luhur yang terdapat pada budaya lokal sampai dengan data jenuh.
kee’rja banyau adalah nilai kebersamaan, Sumber data yang digunakan dalam
nilai kekeluargaan, peduli sosial dan tanggung penelitian ini adalah data primer, yaitu data
jawab. yang diperoleh dari hasil pengamatan
Gotong royong pada saat ini sudah mulai langsung di lapangan dan hasil observasi dan
terlupakan, seiring dengan perkembangan wawancara mendalam. Informan dalam
zaman dan tumbuhnya sikap individualistis penelitian ini adalah masyarakat yang
masyarakat. Banyak kalangan masyarakat berdomisili di daerah. Data sekunder, yaitu
yang sudah melupakan dan tidak menyadari data yang diperoleh dari buku-buku kajian
bahwa Indonesia merdeka karena kerja sama sosial, skripsi dan jurnal penelitian yang
dan gotong royong masyarakat terdahulu berkaitan dengan kajian penelitian ini.
melawan penjajah. Budaya gotong royong Teknik pengumpulan data dalam
dari masa ke masa dan setiap harinya semakin penelitian ini adalah teknik observasi
memudar dengan pengaruh budaya barat yang langsung, wawancara dan dokumentasi.
semakin hari semakin kuat dampak terhadap Mengumpulkan data melalui pengamatan
budaya luhur bangsa Indonesia. Pada masa ini observasi merupakan gejala-gejala yang
budaya gotong royong sudah mulai hilang tampak pada objek penelitian yang
tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat pelaksanaannya langsung pada tempat dimana
kota saja, pada masyarakat pedesaan suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang
sekalipun sudah mulai melupakan budaya terjadi yaitu pelaksanaan kegiatan gotong
gotong royong. Karakter kebangsaan dan royong yang dikenal dengan istilah kee’rja
nilai-nilai yang terdapat dalam budaya gotong banyau. Hasil wawancara peneliti dengan
royong mulai terkikis dalam kehidupan informan tentang pembentukan karakter
masyarakat Desa Sungai Deras yang kebangsaan pada budaya gotong royong
kehidupan sudah sangat majemuk dalam masyarakat desa Sungai Deras. Adapun teknik
masyarakat yang mengakibatkan mulai pengumpulan data dokumentasi berkenaan
lunturnya nilai gotong royong atau dalam dengan bentuk tulisan yang berkaitan dengan
istilah lokal dikenal dengan kee’rja banyau. pembentukan karakter pada budaya lokal
kee’rja banyau dan dokumentasi berbentuk
Metode gambar dalam dengan kegiatan gotong
Pendekatan penelitian menggunakan royong.
pendekatan kualitatif dengan studi kasus.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk Hasil dan Pembahasan
menjawab pertanyaan tentang pengalaman, Nilai-nilai yang terkandung dalam
makna dan perspektif dari sudut pandang budaya gotong royong atau dalam istilah lokal
peneliti sendiri Alasan pemilihan studi kasus kee’rja banyau di Desa Sungai Deras
dengan asumsi bahwa objek yang diteliti Kecamatan Ketungau Hilir Kabupaten
berada langsung dalam keseharian kehidupan Sintang, yaitu nilai kebersamaan dimana
masyarakat, dan menganalisisnya menjadi gotong royong mencerminkan adanya
suatu hasil penelitian yang menggambarkan kebersamaan yang tumbuh dalam lingkungan
realitas secara objektif. dan kehidupan masyarakat. Dengan
Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa diadakannya gotong royong secara aktif di
Sungai Deras Kecamatan Ketungau Hilir lingkungan masyarakat akan menumbuhkan
Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan|3
Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

kesadaran setiap individu masyarakat untuk mulai menghilang dalam kehidupan sehari-
bekerja secara bersama-sama dan membantu hari masyarakat.
orang lain atau untuk membangun fasilitas Nilai keadilan pada dasarnya gotong
yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan royong muncul karena adanya rasa saling
bersama. Rasa kebersamaan dalam setiap membutuhkan dan keinginan untuk saling
kegiatan gotong royong memang dirasakan menolong satu dengan yang lain. Karena
secara nyata oleh setiap yang mengikuti sifatnya gotong royong dilakukan secara
kegiatan. Namun berdasarkan tingkat bersama-sama, maka hasil yang diperoleh dari
partisipasi masyarakat yang masih sangat kegiatan gotong royong juga harus dinikmati
kurang, dapat dikatakan bahwa rasa secara adil dan sama rata sama rasa. Jadi hal
kebersamaan yang terdapat pada budaya ini mencerminkan bahwa di dalam gotong
gotong royong mulai hilang dan tidak royong itu adanya rasa keadilan yang dimiliki
dirasakan lagi oleh masyarakat. Pada dasarnya oleh setiap anggota masyarakat.
individu di dalam masyarkat individu Nilai Sukarela pada gotong royong
membuat penilaian tentang karakter gotong mengajarkan setiap orang untuk rela dan
royong berdasarkan berbagai faktor intrinsik ikhlas dalam melakukan berbagai hal untuk
dan ekstrinsik, misalnya dari persepsi orang lain. Rela dan ikhlas tersebut dapat
keramahan, kebaikan, kecerdasan, ambisi, berbentuk dalam hal apapun, mulai dari
keberanian, tanggung jawab, dan cinta yang berkorban waktu, tenaga, pemikiran bahkan
memengaruhi pembentukan nilai-nilai sampai kepada hal-hal yang bersifat materiel.
karakter pada individu di masyarakat. Semua hal tersebut dilakukan dengan sukarela
(Bazzini, Curtin, Joslin, Regan, & Martz, dan ikhlas demi kepentingan bersama.
2010; Beckwith, 2009; Krakowiak & Tsay- Kerelaan berarti mengesampingkan
Vogel, 2013). Teori Durkheim mengenai kebutuhan pribadi kita untuk memenuhi
solidaritas sosial yang menjadikan gotong kebutuhan bersama dengan ketulusan hati
royong sebagai sarana solidaritas di dalam (Aqib, 2012).
masyarakat. Solidaritas sosial merupakan Nilai tanggung jawab adalah hal yang
keadaan saling percaya, saling menghormati sangat penting untuk dimiliki oleh setiap
satu sama lain dan saling bertanggung jawab orang, karena dengan memiliki rasa tanggung
(Durkheim, 1964). jawab kita akan sangat disukai dan disenangi
Nilai-nilai yang terkandung dalam oleh banyak orang. Dengan memiliki rasa
budaya gotong royong selanjutnya adalah tanggung jawab kita akan menjadi orang yang
nilai kekeluargaan dan persaudaraan mudah untuk dipercayai dimana pun kita
merupakan asas penting yang banyak berada di setiap lingkungan masyarakat.
diterapkan di berbagai tempat, aspek, Warga Desa Sungai Deras memiliki rasa
organisasi dan sebagainya. Rasa kekeluargaan tanggung jawab pada setiap anggota
dan persaudaraan merupakan satuan mendasar warganya. Kesadaran akan tanggung
dari kekerabatan. Rasa kekeluargaan dan jawabnya sebagai warga masyarakat jarang
persaudaraan tidak hanya pada kelompok dilaksanakan. Rasa tanggung jawab dapat
dengan hubungan darah saja, melainkan menjadikan seseorang menjadi pribadi yang
apabila suatu kelompok masyarakat memiliki baik dalam menjalankan kehidupan sehari-
rasa solidaritas yang tinggi dan terus dipupuk, hari dalam lingkungan masyarakat. Oleh
maka akan muncul istilah rasa kekeluargaan sebab itu rasa tanggung jawab harus
dan persaudaraan antara setiap anggota ditanamkan dalam setiap individu
kelompok dalam masyarakat. Rasa masyarakat.
kekeluargaan yang secara luas tidak dapat Nilai tolong menolong dapat
dirasakan lagi dalam lingkungan masyarakat, menumbuhkan kesadaran untuk saling bahu
rasa kekeluargaan yang masih dirasakan oleh membahu untuk menolong satu dengan yang
warga hanya sebatas dalam ruang lingkup lain, sekecil apapun bentuk kontribusi yang
keluarga saja. Hal ini menunjukkan bahwa diberikan seseorang dalam kegiatan gotong
makna kekeluargaan yang terkandung dalam royong, akan selalu dapat memberikan
setiap pelaksanaan kegiatan gotong royong pertolongan dan bantuan dan manfaat untuk
4|Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan
Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

orang lain dan terlebihnya bermanfaat untuk anggota warga masyarakat maka akan tercipta
kepentingan bersama dalam masyarakat. rasa saling memahami satu dengan yang
Tolong menolong antar sesama di dalam lainnya. Suatu kelompok dapat didefinisikan
kehidupan sehari-hari masyarakat Desa sebagai memiliki kohesi sosial ketika
Sungai Deras masih tercermin, walaupun memiliki perasaan positif, berkomitmen
masih terdapat di beberapa tempat tolong mencapai tujuan bersama, berbagi pandangan
menolong masih terlaksana hanya dalam batas yang sama tentang berbagai masalah,
ruang lingkup keluarga. Tolong menolong menyelesaikan konflik secara konstruktif,
merupakan sikap yang harus ditanamkan bertanggung jawab terhadap kelompok,
dalam setiap pribadi warga masyarakat, mengambil sisi positif, dan memiliki
karena sebagai makhluk sosial manusia tidak produktivitas yang lebih besar (Beal, Cohen,
akan bisa menjalani kehidupannya tanpa Burke, & McLendon, 2003; Beckwith, 2009;
bantuan dan pertolongan dari orang lain. Carron & Brawley, 2012; Gray, 2011; Pagani,
Selanjutnya nilai yang terkandung dalam 2014; Wolbring, 2012).
budaya gotong royong adalah sosialisasi Peran aktif setiap individu dalam gotong
dimana di era modern yang serba canggih dan royong yang dilakukan secara bersama-sama
praktis ini, kehidupan masyarakat cenderung di dalam masyarakat mempunyai dampak dan
bersifat individualistis. Sehingga tampak peran yang sangat penting pengaruhnya.
tidak adanya kepedulian dengan sesama dan Dengan adanya kegiatan gotong royong yang
lingkungan sekitarnya. Dalam kegiatan dilakukan secara rutin di lingkungan
royong dapat membuat masyarakat kembali masyarakat, setiap anggota masyarakat akan
sadar jika dirinya hidup di lingkungan yang memiliki kesadaran untuk turut berperan aktif
majemuk dan sadar akan hakikat dirinya yaitu karena mereka merasa kegiatan-kegiatan yang
sebagai makhluk sosial. Gotong royong dilakukan tersebut sangat memberikan
membuat masyarakat saling mengenal dan dampak yang positif dalam hal membangun
menerima satu dengan yang lain, misalnya kebersamaan.
dengan gotong royong di lingkungan Nilai persatuan dan kesatuan yang
masyarakat akan membuat anggota terdapat pada budaya lokal gotong royong
masyarakat dan orang-orang yang memimpin merupakan kebiasaan dalam hal mengerjakan
mereka menjadi komunikatif, dan dengan suatu hal akan menciptakan rasa saling
gotong royong yang dilakukan secara terus memiliki dan menjaga akan kepentingan
menerus akan dapat menjaga kelangsungan bersama. Dengan menjaga kepentingan
proses sosialisasi di dalam kehidupan bersama di atas kepentingan sendiri akan
bermasyarakat. menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan di
Proses sosialisasi dan komunikasi dalam dalam menjalankan kehidupan di masyarakat.
lingkungan masyarakat Desa Sungai Deras Intinya dengan adanya kegiatan gotong
sudah mulai renggang dan tidak berjalan royong masyarakat mempunyai kesadaran
dengan baik, hal ini terbukti dengan semakin yang tinggi untuk saling menjaga kepentingan
banyak anggota masyarakat yang sudah tidak bersama dengan keinginan menjaga
peduli akan pentingnya tetap menjaga kebersamaan maka muncul rasa persatuan dan
komunikasi yang baik antar sesama. Peran kesatuan untuk mewujudkan keinginan secara
aktif masyarakat terkait dengan kohesi sosial bersama-sama. Pada masyarakat Desa Sungai
masyarakat, baik secara in-group maupun out- Deras diketahui bahwa persatuan dan
group. Kohesi sosial dibangun dengan kesatuan pada kehidupan lingkungan
kesadaran terhadap kelompoknya dan bermasyarakat sudah mulai tidak dirasakan
penghargaan terhadap kelompok diluar oleh anggota warga karena masih sangat
dirinya, tanpa menciptakan permusuhan kurangnya kesadaran masyarakat untuk
(Pagani, 2014). Komunikasi antar sesama melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat
merupakan hal yang sangat penting untuk membangun persatuan dan kesatuan dalam
dijaga oleh setiap individu masyarakat karena masyarakat, namun ada beberapa tempat yang
dengan komunikasi yang baik antar sesama

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan|5


Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

masih secara rutin melaksanakan kegiatan terdapat sejumlah sub-sistem budaya yang
untuk kepentingan umum warga. dimiliki oleh komunitas yang berbeda-beda,
Nilai-nilai yang terkandung dalam misalnya sub-sistem budaya untuk komunitas
budaya gotong royong, meliputi: ekonomi, komunitas regional, komunitas
kebersamaan, kekeluargaan, keadilan, sosial, dan sebagainya (Suyitno, 2015, hal.
sukarela, tanggung jawab, tolong menolong, 406).
sosialisasi, peran aktif setiap individu, Pendidikan merupakan pewarisan nilai-
persatuan dan kesatuan. Untuk rasa nilai dalam peradaban manusia. Artinya
kebersamaan, kekeluargaan, tolong pendidikan tidak akan terlepas dari pewarisan
menolong, sosialisasi, sukarela dan keadilan budaya dalam satu masyarakat. Adanya
masih tercermin dalam kehidupan keterkaitan yang erat antara pendidikan
masyarakat. Peran aktif untuk hal yang dengan kebudayaan berkenaan dengan satu
bersifat untuk kepentingan umum tidak bisa urusan yang sama, dalam hal ini ialah
digambarkan karena sudah lama tidak adanya pengembangan nilai dan tidak ada proses
kegiatan gotong royong umum, akan tetapi pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa
untuk peran aktif dalam hal gotong royong adanya masyarakat; sebaliknya tidak ada
untuk kepentingan perseorangan masih tinggi. kebudayaan dalam pengertian proses tanpa
Persatuan dan kesatuan antar kelompok dalam adanya pendidikan (Supriyoko, 2003).
lingkungan masyarakat masih terjaga. Pendidikan masyarakat sebagai bagian
Kekuatan karakter yang dimiliki oleh dari pendidikan nonformal dan informal
masyarkat setidaknya tercermin dari beberapa memegang peranan penting dalam setiap
faktor yang secara signifikan berpengaruh, pendidikan di berbagai negara. Pendidikan
yakni kekuatan emosional, interpersonal, masyarakat merupakan pendidikan yang
intelektual, dan pengekangan (Martínez-Martí dilembagakan, disengaja dan direncanakan
& Ruch, 2017). Keterkaitan kekuatan karakter oleh masyarakat dengan ciri ada tambahan,
pada masyarakat terkait dengan pemahaman alternatif dan/atau pelengkap untuk
mengenai etika dan moral individu pada pendidikan formal dalam proses pembelajaran
masyarakat. Perbedaan pemahaman mengenai seumur hidup, segala usia, durasi jangka
etika menyebabkan perbedaan nilai-nilai yang pendek, dan mengarah pada kualitas yang
tampak dalam masyarakat itu. Konsensus tidak disediakan oleh pendidikan formal
yang berkembang di antara para psikolog (Yasunaga, 2014).
bahwa apa yang benar versus yang salah harus Oleh karena itu, urgensi pendidikan
dikonseptualisasikan sebagai yang mengatur sangat penting untuk mendewasakan warga
hubungan sosial dan memfasilitasi kehidupan negara dalam menghadapi berbagai persoalan
kelompok masyarakat itu (Cohen & Morse, bangsa baik yang bersifat dari luar maupun
2014; Graham et al., 2011; Greene, 2014; dari dalam bangsa sendiri yang berupa
Haidt, 2007; Janoff-Bulman & Carnes, 2013) persoalan perbedaan yang dimiliki
Karakter Kebangsaan sangatlah penting masyarakat multikultural. Orang yang
merupakan suatu ciri khas yang dimiliki oleh memiliki karakter yang kuat dan tangguh akan
seseorang yang membedakan dirinya dengan mampu berkembang untuk lebih maju,
orang lain, setiap manusia memiliki karakter berwawasan tinggi dan memiliki masa depan
yang berbeda-beda individu yang satu dengan yang sejahtera. Namun sebaliknya begitu juga
individu yang lain. Karakter kebangsaan bagi orang-orang yang memiliki karakter
merupakan ciri khas bangsa dalam tingkah yang lemah dan buruk, mereka akan terpuruk
laku warga negaranya (Jamil, 2017). Artinya dan jauh sekali dari kata berkembang dan
bahwa suatu bangsa tergantung pada individu maju. Karakter kebangsaan terkait erat dengan
yang berkembang pada komunitasnya dalam sikap warga negara dalam memandang negara
suatu negara. Pembentukan karakter sebagai tempat hidupnya. Di dalam dimensi
kebangsaan ini tentunya melalui transformasi kewarganegaraan terdapat dimensi
pendidikan, baik secara formal, informal, kewarganegaraan sebagai rasa (citizenship as
maupun pendidikan masyarakat. Bahkan, feeling) yang menjamin rasa memiliki warga
kenyataan di dalam kehidupan masyarakat negara terhadap kebangsaannya (Osler &
6|Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan
Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

Starkey, 2005), yang tidak perlu Pelaksanaan kegiatan gotong royong


diperdebatkan karena perbedaan kultural benar-benar berdampak positif di dalam
sebagai sebuah bangsa karena merupakan membangun kehidupan bermasyarakat
keniscayaan (Latif, 2017), sebagai sebuah dibuktikan pada hasil penelitian bahwa di
bagian dari bangsa secara sosiologis yang beberapa dusun yang ada di Desa Sungai
memiliki kekhasan tersendiri yang diikat Deras masih tetap menjaga dan masih
dalam sebuah negara-bangsa (Kymlicka, melaksanakan kegiatan gotong royong yang
1995; Kymlicka & Cohen-Almagor, 2000). dalam istilah lokal disebut kee’rja banyau.
Begitu juga ketika berbicara mengenai Persatuan dan kesatuan masyarakat sangat
karakter kebangsaan, suatu bangsa yang terjaga dengan baik, berdasarkan pengakuan
memiliki dan menanamkan karakter tokoh masyarakat dan anggota warga
kebangsaan akan menjadi bangsa yang masyarakat Desa. Pada kegiatan gotong
terdepan dan akan menjadi bangsa yang royong yang berbentuk untuk kepentingan
tangguh dalam menghadapi gempuran- perseorangan masih dilaksanakan secara
gempuran dari negara lain. Bagi suatu bangsa menyeluruh oleh masyarakat desa. Banyak
yang kurang peduli akan pentingnya bentuk pelaksanaan kegiatan gotong royong
menanamkan karakter di dalam kehidupan yang masih aktif dilaksanakan oleh
kebangsaan, lambat laun bangsa tersebut akan masyarakat yang memang untuk kepentingan
menjadi bangsa yang hancur bukan karena perseorangan, di antaranya yaitu membuka
penaklukan dari bangsa lain melainkan karena ladang (nebaeh ngau nebang uma), membakar
terjadinya krisis orang-orang yang memiliki ladang (nunuu uma), nabur benih padi
karakter yang baik dengan kata lain lemahnya (nugal), nyabut rumput di ladang (e’mabau
karakter bangsa tersebut (Harahap, 2017). e’ruumput duma), nanam padi (namak padi),
Karakter kebangsaan pada budaya gotong panen padi (ngeetau padi), dan membuat
royong, meliputi tanggung jawab berdasarkan rumah (mulah e’rumah). Selain itu juga dalam
pengamatan yang lakukan, rasa tanggung bidang adat istiadat misalnya dalam
jawab setiap anggota warga masyarakat mulai pelaksanaan pernikahan dan pada saat ada
berkurang, hal tersebut membuktikan warga yang meninggal, antusias masyarakat
kurangnya tanggung jawab anggota warga untuk berpartisipasi untuk menolong warga
dalam melakukan hal-hal atau kegiatan yang yang bersangkutan masih tergolong sangat
berbentuk untuk kepentingan umum, hal tinggi. Beberapa hal tersebut merupakan
tersebut menunjukkan bahwa rasa tanggung bentuk pelaksanaan kegiatan gotong royong
jawab dan kesadaran akan dirinya sebagai dalam istilah lokal dikenal dengan kee’rja
warga masyarakat sangat kurang. Tolong banyau yang masih dilaksanakan untuk
menolong pada masyarakat mulai bersikap kepentingan perseorangan yang dilaksanakan
acuh tak acuh terhadap sesamanya, dan oleh masyarakat. Setiap pelaksanaan kegiatan
menumbuhkan sikap individualistis. Sehingga tersebut, banyak nilai-nilai yang dapat
kebiasaan tolong menolong dalam masyarakat dirasakan oleh setiap masyarakat desa yang
juga mulai terpinggirkan. Rasa keadilan pun mengikuti kegiatan terutama yaitu rasa
sudah tampak hilang, hal tersebut terbukti kebersamaan dan kekeluargaan. Dalam
dengan dalam pelaksanaan gotong royong pelaksanaan kegiatan gotong royong yang
yang untuk umum masih banyak anggota masih sangat tradisional tersebut banyak
masyarakat yang tidak peduli, hal tersebut sekali makna-makna atau nilai-nilai karakter
menunjukkan bahwa rasa keadilan mulai kebangsaan yang tertanam dalam setiap
hilang dalam masyarakat. Nilai kesatuan bentuk kegiatan yang ada, seperti rasa tolong
dapat terlihat pada partisipasi dan kesadaran menolong, kebersamaan dan kesatuan yang
masyarakat dalam mengikuti gotong royong tercipta dalam lingkungan masyarakat.
untuk kepentingan umum, menunjukkan Pelaksanaan kegiatan gotong royong yang
bahwa persatuan dan kesatuan di dalam berbentuk untuk kepentingan perseorangan
lingkungan masyarakat mulai terpecah. merupakan salah satu budaya yang unik yang
memang harus tetap dijaga dan dilaksanakan

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan|7


Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

dari waktu ke waktu oleh masyarakat. yang dilakukan dikembalikan kepada yang
Kegiatan yang masih sangat tradisional dan punya jadwal pekerjaan pada hari pelaksanaan
merupakan ciri khas yang unik tersebut sangat kegiatannya. Pelaksanaan kegiatan bedurouuk
diharapkan jangan sampai menghilang dan dilaksanakan dengan penuh rasa kekeluargaan
terpinggirkan dalam kehidupan masyarakat. dan persaudaraan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi luhur dalam kegiatan gotong
budaya kee’rja banyau sudah mulai royong pada masyarakat Desa Sungai Deras
menghilang seiring berjalannya waktu. sudah ada sejak zaman nenek moyang, hal
Menghilangnya nilai-nilai tersebut yang tersebut terbukti dengan turun temurun
merupakan sebagai suatu karakter yang sangat budaya kee’rja banyau dari generasi ke
penting untuk dimiliki dalam kehidupan generasi di masyarakat desa tersebut. Namun
bermasyarakat sangat memberikan dampak walaupun terjadi proses turun-temurunnya
yang buruk dalam kelangsungan kehidupan kee’rja banyau tersebut di setiap generasi,
masyarakat. Kee’rja banyau pada masyarakat telah terjadi pergeseran budaya kee’rja
desa merupakan suatu kegiatan dengan sistem banyau, mengarah ke hal yang negatif.
gotong royong atau tolong menolong antara Dikatakan mengarah ke hal yang negatif
sekelompok orang atau seluruh anggota karena dari setiap generasi ke generasi budaya
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gotong royong semakin terpinggirkan dan
bersama yang berlandaskan pada rasa mulai terlupakan oleh masyarakat. Pada masa
solidaritas dan rasa kekeluargaan. terdahulu budaya ini masih sangat kuat dan
Budaya lokal kee’rja banyau bagi dijaga oleh setiap individu masyarakat, setiap
masyarakat dapat dilihat dalam beberapa jenis individu masyarakat masing-masing
kegiatan, pertama, ngisieek kaeh, merupakan mempunyai kesadaran untuk tetap menjaga
kegiatan tolong menolong untuk kepentingan kee’rja banyau dengan sesamanya. Namun
umum dan juga bisa untuk kepentingan kenyataan yang terjadi sekarang di desa
perseorangan, untuk kepentingan umum tersebut tidak seperti pada masa dahulu,
misalnya kegiatan melakukan pekerjaan masyarakat di desa tersebut sudah mulai
seperti untuk mengumpulkan dana untuk bersikap acuh tak acuh dengan kepentingan
suatu kegiatan yang akan diselenggarakan bersama serta mulai menumbuhkan budaya
secara bersama-sama misalnya kegiatan individualisme di dalam kehidupannya.
gawai Dayak di desa. Untuk kepentingan Pergeseran keerja banyau disebabkan
perseorangan yaitu misalnya seseorang diantaranya karena perubahan pola budaya
mempunyai pekerjaan membangun rumah dan seperti adanya kontak dengan dunia luar,
pekerjaan tersebut dikerjakan oleh warga kemajuan teknologi, dan perubahan
masyarakat, setelah melaksanakan pekerjaan lingkungan masyarakat (Saebani, 2012).
orang yang mempunyai rumah tersebut Pergeseran keerja banyau merupakan bagian
memberikan materiel berupa uang sebagai dari perubahan sosial yang tidak dapat
ucapan terima kasih kepada warga yang telah dihindarkan. Perubahan sosial yang terjadi di
membantunya dan uang tersebut juga akan masyarakat menyangkut perubahan pola pikir,
digunakan untuk kepentingan bersama. nilai-nilai, perilaku dan hubungan antar
Kedua, bung adalah kegiatan tolong individu maupun kelompok, organisasi,
menolong yang dilakukan oleh warga kultur, kondisi geografis, kebudayaan
masyarakat untuk kepentingan perseorangan, material, komposisi penduduk, ideologi,
misalnya dalam kegiatan pertanian. Ketiga, penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
bedurouuk adalah kegiatan tolong menolong Proses perubahan sosial dapat diketahui dari
yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk ciri-cirinya yaitu: pertama, tidak ada
mengerjakan pekerjaan seseorang. Dalam masyarakat yang berhenti perkembangannya
pelaksanaannya kegiatan bedurouuk ini karena setiap masyarakat mengalami
dilakukan secara bergiliran oleh semua perubahan yang terjadi secara lambat maupun
anggota kelompok yang mengikuti kegiatan cepat. Kedua, perubahan yang terjadi pada
itu sampai semua anggota mendapat giliran lembaga kemasyrakatan tertentu akan diikuti
jadwal untuk bekerja, untuk bentuk kegiatan oleh perubahan pada lembaga-lembaga sosial
8|Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan
Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

yang lain. Ketiga, perubahan yang beauty-goodness stereotype? Journal of


berlangsung sangat cepat, biasanya Applied Social Psychology, 40(10),
menyebabkan disorganisasi karena dalam 2687–2709.
masyarakat ada proses penyesuaian diri atau https://doi.org/10.1111/j.1559-
adaptasi (Soekanto, 2009). Perubahan sosial 1816.2010.00676.x
ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan Beal, D. J., Cohen, R. R., Burke, M. J., &
kohesi sosial pada masyarakat. Pada beberapa McLendon, C. L. (2003). Cohesion and
kasus, penurunan kohesi sosial pada performance in groups: A meta-analytic
masyarakat baik di tingkat lokal maupun clarification of construct relations.
nasional terkait dengan kenyataan terkait Journal of Applied Psychology, 88(6),
dengan kepercayaan mereka yang hilang di 989–1004. https://doi.org/10.1037/0021-
lembaga-lembaga publik dan terutama di 9010.88.6.989
lembaga-lembaga politik (Pagani, 2014). pada
keerja bayaau ini, pergeseran terjadi karena Beckwith, D. C. (2009). Values of
adanya penurunan kohesi sosial akibat tidak protagonists in best pictures and
bisa beradaptasi dengan perubahan dari pola blocbusters: Implications for marketing.
solidaritas organik ke mekanik yang berjalan Psychology & Marketing, 26(5), 445–
evolutif. 469. https://doi.org/10.1002/mar
Carron, A. V, & Brawley, L. R. (2012).
Simpulan Cohesion: Conceptual and measurement
Budaya lokal keerja banyau merupakan issues. Small Group Research, 43(6),
kearifan lokal masyarakat yang menjunjung 726–743.
tinggi nilai kebersamaan, kesetaraan, saling
tolong menolong antar sesama yang terjadi Cohen, T. R., & Morse, L. (2014). Moral
secara turun temurun menjadi modal sosial character: What it is and what it does.
pengembangan karakter dan pemandu moral Research in Organizational Behavior,
kehidupan bermasyarakat. Perubahan sosial 34, 43–61.
menyebabkan pergeseran pola keerja banyau https://doi.org/10.1016/j.riob.2014.08.0
pada masyarakat. Perubahan ini memerlukan 03
adaptasi bagi masyarakat dengan tidak Durkheim, E. (1964). The division of labour
melunturkan nilai-nilai dan karakter dari in society. New York: Free Press.
kearifan lokal tersebut.
Effendi, T. N. (2013). Budaya gotong-royong
Ucapan Terima Kasih masyarakat dalam perubahan sosial saat
Terima kasih diucapkan kepada Ini. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 2(1),
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat 75–86.
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Graham, J., Nosek, B. A., Haidt, J., Iyer, R.,
Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi Koleva, S., & Ditto, P. H. (2011).
dan Pendidikan Tinggi dan kepada Sekolah Mapping the moral domain. Journal of
Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Personality and Social Psychology,
Persada Khatulistiwa Sintang atas bantuan 101(2), 366–385.
dalam penelitian ini. https://doi.org/10.1037/a0021847
Referensi Gray, C. B. (2011). Democracy where and
Aqib, Z. (2012). Pendidikan karakter di where not.(Report). Journal of Social
sekolah membangun karakter dan Sciences, 7(2), 284.
kepribadian anak. (Y. Widya, Ed.). Greene, J. (2014). Moral tribes: Emotion,
Bandung. reason, and the gap between us and
Bazzini, D., Curtin, L., Joslin, S., Regan, S., them. Penguin.
& Martz, D. (2010). Do animated disney Haidt, J. (2007). The new synthesis in moral
characters portray and promote the psychology. Science, 316(5827), 998–

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan|9


Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

1002. Latif, Y. (2017). Kebangsaan Indonesia dalam


https://doi.org/10.1126/science.1137651 pusaran globalisasi dan promordialisme.
In Seminar Nasional PKn “Penguatan
Harahap, Z. H. (2017). Pendidikan karakter
Spririt Kebangsaan di Tengah Tarikan
berbasis nilai moral dan nilai
Primordialisme dan Globalisasi” (hal.
kebangsaan. Prosiding Seminar
121–131). Semarang: UNNES.
Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Medan Tahun 2017, Martínez-Martí, M. L., & Ruch, W. (2017).
1(1), 399–402. Character strengths predict resilience
over and above positive affect, self-
Jamil, T. M. (2017). Pembangunan karakter
efficacy, optimism, social support, self-
kebangsaan pada masyarakat
esteem, and life satisfaction. Journal of
multikultural. Prosiding Seminar
Positive Psychology, 12(2), 110–119.
Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial
https://doi.org/10.1080/17439760.2016.
Universitas Negeri Medan, 1(1), 403–
1163403
407.
Osler, A., & Starkey, H. (2005). Changing
Janoff-Bulman, R., & Carnes, N. C. (2013).
citizenship. Democracy and inclusion in
Surveying the moral landscape.
education. New York, NY: Open
Personality and Social Psychology
University Press.
Review, 17(3), 219–236.
https://doi.org/10.1177/1746197906068
https://doi.org/10.1177/1088868313480
125
274
Pagani, C. (2014). Diversity and social
Kartodijo, S. (1987). Gotong royong: Saling
cohesion. Intercultural Education, 25(4),
menolong dalam pembangunan
300–311.
masyarakat Indonesia. In N. . Callette &
https://doi.org/10.1080/14675986.2014.
U. Kayam (Ed.), Kebudayaan dan
926158
pembangunan: Sebuah pendekatan
terhadap antropologi terapan di Panjaitan, M. (2016). Peradaban gotong
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor royong. Jakarta: Permata Aksara.
Indonesia. Saebani, B. A. (2012). Pengantar
Krakowiak, K. M., & Tsay-Vogel, M. (2013). antropologi. Bandung: CV. Pustaka
What makes characters’ bad behaviors Setia.
acceptable? The Effects of character Soekanto, S. (2009). Sosiologi Suatu
motivation and outcome on perceptions, Pengantar (Edisi Baru). Jakarta:
character liking, and moral Rajawali Pres.
disengagement. Mass Communication
and Society, 16(2), 179–199. Supriyoko, K. (2003). Sistem pendidikan
https://doi.org/10.1080/15205436.2012. nasional dan peran budaya dalam
690926 pembangunan berkelanjutan. In Seminar
Pembangunan Hukum Nasional VIII.
Kymlicka, W. (1995). Multicultural Denpasar.
citizenship. A liberal theory of minority
rights. Oxford: Oxford University Press. Suyitno, I. (2015). Pendekatan budaya dalam
https://doi.org/10.1177/0090591702304 pemahaman perilaku budaya etnik. In D.
001 Agung (Ed.), Contribution of History for
Social Science and Humanities. Fakultas
Kymlicka, W., & Cohen-Almagor, R. (2000). Ilmu sosial Universitas Negeri Malang.
Democracy and multiculturalism. In
Challenges to Democracy: Essays in Wolbring, G. (2012). Citizenship Education
Honour and Memory of Isaiah Berlin through an Ability Expectation and
(hal. 89–118). London: Ashgate “Ableism” Lens: The Challenge of
Publishing. Science and Technology and Disabled
People. Education Sciences, 2(4), 150–
10|Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan
Fusnika dan Deborah Korining Tyas | Nilai budaya lokal Kee’rja Banyau….

164.
https://doi.org/10.3390/educsci2030150
Yasunaga, M. (2014). Non-formal education
as a means to meet learning needs of out-
of-school children and adolescents.

Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan|11

Anda mungkin juga menyukai