Anda di halaman 1dari 13

NILAI-NILAI GOTONG ROYONG PADA TRADISI BAHAUL DALAM

MASYARAKAT BANJAR DI DESA ANDHIKA


SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS
1
Bambang Subiyakto, 1 Syaharuddin*, dan 2Gazali Rahman
1
Pendidikan IPS FKIP Universitas Lambung Mangkurat
2
SMK Farmasi Banjarmasin
Jl. Brigjen H. Hasan Basry Banjarmasin
*
e-mail: syahar@unlam.ac.id

Abstract: The purpose of this research is to describe the values of gotong royong in Banjarese society in
Andhika village that has “a bahaul” tradition. Thus, the values of gotong royong have significance to
social studies education as the learning source. This research used the qualitative approach, which the
data collection were through interview, observation, and document study. The data was analized by using
data reduction, display the data and verification or conclusions. The data verification is through these
following steps, namely, extended observation, triangulation, and discussion with the colleagues. The
results of the study show the values of Gotong royong in bahaul tradition are seen in these activities;
taturukan, pangayuan, pangawahan, and lalawatan. The activities have a significant impact in Social
Studies Education. The significant impact could be seen on the values in “bahaul” such as solidarity,
tolerance and caring to a society. Thus, this study is able to enrich the source of Social Studies Education
in the school.

Keywords: Gotong royong, bahaul tradition, banjarese society, social studies education.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai gotong royong dalam masyarakat
Banjar di desa Andhika pada acara bahaul dan signifikansinya dalam pembelajaran IPS di sekolah
sebagai sumber belajar. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data
melalui wawancara, observasi dan studi dokumen. Data dianalisis melalui reduksi data, penyajian data
dan verifikasi/kesimpulan. Keabsahan data melalui perpanjangan waktu pengamatan, triangulasi, dan
cek-cek anggota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gotong royong dalam bahaul tampak pada
aktivitas taturukan, pangayuan, pangawahan dan lalawatan. Aktivitas tersebut memiliki signifikansi
dalam pendidikan IPS karena aktivitas bahaul memiliki nilai solidaritas, toleransi, dan peduli sosial
sehingga memperkaya sumber belajar IPS di sekolah.

Kata-kata Kunci: gotong royong, bahaul, masyarakat Banjar dan Pendidikan IPS

PENDAHULUAN hidup sendiri; pada hakekatnya manusia


Dalam hal pernyataan bahwa masyarakat bergantung pada sesamanya; seseorang
Indonesia adalah masyarakat yang berjiwa berusaha untuk sedapat mungkin memelihara
gotong royong nampak tak terbantahkan. hubungan baik dengan sesamanya; dan
Dalam hal ini Collette (1987:3) misalnya seseorang selalu berusaha untuk berkompromi,
menyatakan bahwa “gotong royong telah berbuat sama dan bersama dengan sesamanya
berurat berakar dalam kehidupan masyarakat dalam komunitas, terdorong oleh jiwa sama
Indonesia dan merupakan pranata asli paling tinggi sama rendah. Ia membagi beberapa
penting dalam pembangunan masyarakat”. bentuk gotong royong di perdesaan, yakni
Lebih detail bahkan Koentjaraningrat mewujud dalam kegiatan kematian;
(2002:62) menyatakan gotong royong memperbaiki atap rumah dan menggali sumur;
dilakukan atas dasar bahwa manusia tidak bisa dalam pesta perkawinan; dan dalam hal
153
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 2, OKTOBER 2016

mengerjakan kepentingan umum, seperti (Soekanto, 2006:22) mengartikan masyarakat


memperbaiki jembatan atau jalan yang rusak. sebagai orang-orang yang hidup bersama
Hal serupa dikatakan Nur, Bulkis, & Hamka menghasilkan kebudayaan dan mereka
(2003 dala3m Kusumastuti, 2015) bahwa mempunyai kesamaan wilayah, identitas,
masyarakat Indonesia dalam mengelola kebiasaan, nilai, tradisi, sikap dan rasa
infrastruktur (seperti jembatan dan jalan) persatuan yang diikat oleh kesamaan.
dilakukan dalam bentuk gotong royong baik Di sisi lain, telah terjadinya pergeseran
dalam bentuk ide, tenaga, maupun dana. terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan
Koentjaraningrat (1998:155) berbangsa dan bernegara. Pergeseran sistem
menegaskan bahwa dalam kehidupan modern nilai ini sangat tampak dalam kehidupan
tolong menolong tidak akan pernah hilang masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan
karena setiap manusia pasti memiliki sahabat- terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai
sahabat karib, kerabat dekat dan teman-teman solidaritas sosial, musyawarah mufakat,
yang merupakan kelompok primernya. Jiwa kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa
gotong royong tidak terbatas pada kelompok malu, dan cinta tanah air dirasakan semakin
primer saja dan karena itu bisa dipertahankan memudar (Kemendiknas, 2010).
dalam kehidupan modern. Bintarto (Fasya, Rendahnya sikap kohesi sosial,
1987: 2) menegaskan bahwa kesadaran warga menurunnya sikap tolong menolong, dan
desa untuk terlibat aktif karena mereka menguatnya sikap individualis di negeri ini
menyadari tidak bisa hidup sendiri tanpa yang tampak dalam berbagai aspek kehidupan
perlindungan masyarakatnya dan lingkungan masyarakat, menjadikan kajian tentang budaya
alam sekitarnya. Warga desa menyadari bahwa suatu masyarakat menjadi penting.
manusia pada hakikatnya tergantung dalam Memudarnya nilai gotong royong terjadi
segala aspek kehidupannya dengan sesamanya. apabila rasa kebersamaan mulai menurun dan
Masyarakat Banjar desa Andhika yang setiap pekerjaan tidak lagi bersifat sukarela,
menjalankan tradisi bahaul yang identik bahkan hanya dinilai dengan materi atau uang
dengan budaya gotong royong adalah (Bintari dan Darmawan, 2016: 59). Bahaul
masyarakat yang hidup bersama menghasilkan pada masyarakat Banjar desa Adhika
kebudayaan, kebiasaan, nilai dan tradisi. Ada merupakan budaya yang mengedepankan nilai-
banyak tradisi gotong royong di negeri ini, nilai gotong-royong.
diantaranya tradisi mapalus di Minahasa Menurut Daud (1997: 9), oang Banjar
(Suman, dkk., 2012), momosat di Bolaang identik dengan Islam. Islam menjadi ciri orang
Mangondow dan sambatan di Yogyakarta Banjar. Dalam tradisi bahaul terdapat unsur-
(Fajarini, 2014: 124). Akan halnya pada unsur budaya lokal yang identik dengan yang
masyarakat nelayan di Bulutui dan Pulai Nain masih dipertahankan dan dianggap bagian
di Sulawesi Utara, sebagaimana yang yang tidak terpisahkan dari kesatuan ritus
digambarkan oleh Wardiat (2016: 145) bahwa tersebut. Misalnya hitungan hari pertama
pranata sosial yang mereka namakan sampai seratus (manurun tanah sampai
Kerukunan Warga dan Persatuan berfungsi manyaratus). Hitungan yang sama untuk
untuk kegiatan hajatan dan kedukaan yang upacara kematian orang Bukit (istilah untuk
juga identik dengan gotong royong dan orang Dayak di wilayah Pegunungan Meratus
solidaritas. Dalam kaitan ini, Soemardjan Kalimantan Selatan). Dalam konteks ini maka
154
BAMBANG SUBIYAKTO, SYAHARUDDIN & GAZALI RAHMAN│NILAI-NILAI GOTONG...

telah terjadi proses akulturasi dan asimilasi the social studies are basic in social
(Koentjaraningrat, 2001:155). education, in preparing functioning
Bahaul adalah peringatan setahun citizens with requisite knowledge, skills,
and attitude that enable each to grow
kematian seseorang yang dalam personally in living well with others, and
pelaksanaannya mendapat bantuan keluarga in contributing to the ongoing culture.
dan tetangga. Bahaul adalah ekspresi
penghormatan pada arwah orang yang telah Kedua pendapat di atas menjelaskan
meninggal dunia. Bahaul bertujuan agar bahwa pendidikan IPS sangat berkaitan
keluarga, kerabat, sahabat dan orang-orang dengan kajian sosial yakni bagaimana
yang dicintainya dapat menerima kematiannya seseorang hidup bersama dalam suatu
sebagai sesuatu yang normal. komunitas. Bahaul, dalam pelaksanaannya
Bahaul yang dimaksud dalam penelitian sebagai suatu kegiatan yang dibangun atas
ini adalah bahaul dari seorang kakek, nenek, dasar kebersamaan, memiliki relevansi dalam
ayah, ibu, dan saudara kandung, yang telah kajian Pendidikan IPS dan berpotensi terhadap
meninggal dunia setahun atau beberapa tahun pembentukan karakter bangsa (nation and
silam. Bahaul disebut juga acara baarwah character building).
yang dilakukan secara rutin setahun sekali
bertepatan dengan hari atau malam meninggal METODE PENELITIAN
dunianya seseorang (Usman, 2008:65). Pada Penelitian ini menggunakan pendekatan
kegiatan tersebut, kerabat dan keluarga besar kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena
serta tetangga terdekat akan memberikan bermaksud untuk mendeskripsikan fenomena
bantuan sejak awal hingga akhir. Bahaul sosial pada aktivitas bahaul dalam masyarakat
dilaksanakan tepat tanggal kematian seseorang Banjar desa Andhika. Pengumpulan data
menurut kalender Hijriyah, misalnya keluarga dilakukan melalui wawancara, pengamatan
besar Mendiang Musa bin Sabran dan studi dokumen. Observasi dalam
memperingati bahaul 25 Safar, mendiang penelitian ini dilakukan secara langsung ketika
Hambali bin Musa 30 Rajab dan mendiang acara bahaul. Sedangkan wawancara
Salimin 10 Syaban. dilakukan melalui komunikasi lisan dalam
Gotong royong sebagai sebuah tradisi bentuk terstruktur, semi terstruktur, dan tidak
masyarakat Indonesia yang tampak pada terstruktur terhadap subyek penelitian tentang
kegiatan bahaul dalam masyarakat Banjar di aktivitas bahaul. Sedangkan dokumen
desa Andhika memiliki fungsi strategis dalam berusaha menggali informasi dari berbagai
pembentukan karakter bangsa khususnya catatan-catatan penting yang dimiliki dan
pengembangan sikap solidaristas sosial ditemukan dari para subyek penelitian.
melalui pembelajaran IPS di sekolah. Social Menurut Wibisono (2013:90), penentuan
studies are concerned with the study of subjek secara purposif disebut sampling
humans as they relate to each other and the pendapat pakar. Peneliti melakukan
word, and with the processes they use to wawancara dengan beberapa orang tokoh
facilitate the relationship (Schuncke, 1988: penting yang dianggap memahami tujuan
4). Hal sama juga ditegaskan oleh Gross, R.E. penelitian, diantaranya Kepala Desa, Ulama
et al.(1978, 3), bahwa: Desa, dan Tatuha Kampung (orang tua yang
dihormati di kampung). Teknik analisis data

155
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 2, OKTOBER 2016

mengikuti model Miles and Huberman (1992: lebih utama, misalnya ada acara perkawinan,
20) yang diawali dengan reduksi data (data mauludan (peringatan kelahiran Nabi
reduction), penyajian data (data display) dan Muhammad SAW), batasmiyah atau juga
verifikasi/kesimpulan pengajian. Jika bertepatan bulan Ramadhan,
(verification/conclution). Data yang telah maka bahaul dilaksanakan satu jam sebelum
dikumpulkan direduksi berdasarkan tujuan salat Maghrib. Bahaul tahun pertama sampai
penelitian, yakni aktivitas bahaul masyarakat tahun ketiga dianggap penting, berikutnya
Banjar desa Andhika yang sarat dengan nilai- boleh dilakukan dengan bahaul jama sesudah
nilai gotong royong. Penyajian data Idul Fitri.
berdasarkan temuan yang diperoleh, yakni Persiapan selanjutnya adalah
aktivitas bapapulutan (sumbangan uang), musyawarah keluarga membicarakan
pangayuan (kelompok pencari kayu bakar), pembiayaan. Kegiatannya dilakukan seminggu
pengawahan (kelompok tukang memasak) atau tiga hari sebelum bahaul dilakukan.
dan lalawatan (kelompok peracik bumbu) Pembiayaan terutama akan ditanggung oleh
merupakan aktvitas gotong royong yang semua ahli waris almarhum dengan cara
memiliki signifikansi terhadap pembelajaran bataturukan (urunan). Anggota keluarga selain
IPS untuk dijadikan sumber belajar. Verifikasi ahli waris biasanya juga turut urunan berupa
data melalui teknik triangulasi sehingga uang atau barang secara suka rela. Pada bahaul
diperoleh kesimpulan tentang aktivitas bahaul almarhum Musa para ahli warisnya adalah
yang lekat dalam bapapulutan, pangayuan, Hamdan, Fatani, Raudah, Thaibah, Fahmi,
pengawahan dan lalawatan dan sarat dengan Yasir, Rafi’i Hamdi dan Juairiyah. Pada
nilai-nilai gotong royong. Keabsahan data bahaul pertamanya tahun 2015 disepakati
dilakukan dengan melakukan triangulasi, cek- besaran taturukan bagi setiap putra almarhum
cek anggota, dan perpanjangan waktu RP Rp. 1.000.000,-. Disepakati pula bahwa
penelitian (Creswell, 1998:201-203). Fatani sebagai Kepala Gawi (pimpinan
pekerja) sekaligus akan “menghandel”
HASIL DAN PEMBAHASAN berbagai keperluan tak terduga dan mendesak.
Acara bahaul biasanya berlangsung dua Deskripsi tahap persiapan ini menunjukan
tahap, yakni tahap persiapan dan tahap adanya hubungan batin yang alami dalam satu
pelaksanaan. keluarga yang menurut konsepsi Tonnies
Tahap Persiapan (Soekanto, 2013:132) sebagai paguyuban
Persiapan dimulai dari menentukan (gemeinschaft), yakni bentuk kehidupan
tanggal pelaksanaan menurut kalender bersama yang anggota-anggotanya diikat oleh
hijriyah. Tanggal pelaksanaan bahaul bagi hubungan batin yang murni, bersifat alamiah
almarhum Musa adalah 25 Safar, almarhum dan kekal.
Hambali 30 Rajab, dan almarhum Salimin 10 Besarnya dana yang disediakan akan
Syaban (Wawancara dengan warga, 5 Agustus mencerminkan meriah atau tidaknya bahaul.
2016). Pelaksanaan bahaul tidak harus sesuai Masyarakat setempat beranggapan bahaul
tanggal kematian, melainkan boleh sebelum tidak meriah jika dihadiri kurang dari 40
atau sesudahnya. Hal ini terjadi atas orang. Sebaliknya dikatakan meriah jika
pertimbangan kemungkinan bersamaan dengan dihadiri lebih dari 160 orang, yang berarti
acara lain di desa Andhika yang dianggap bahaul ini membutuhkan pembiayaan yang
156
BAMBANG SUBIYAKTO, SYAHARUDDIN & GAZALI RAHMAN│NILAI-NILAI GOTONG...

besar serta banyak tenaga. Besarnya biaya oleh mengundang orang dari luar desa selain kaum
Muhtarom (2002:63) bahaul disebutnya kerabat dan para tetangga. Keluarga ini
sebagai “tradisi mahal.” Meskipun demikian, memiliki alasan menyelenggarakan bahaul
bagi masyarakat Andhika, bahaul merupakan secara meriah, yaitu 1) sebagai bahaul pertama
perbuatan kebaikan yang utama untuk bagi almarhum Musa; 2) almarhum Musa
dilaksanakan, baik yang sederhana maupun seorang ulama dan pedagang pakaian; 3)
meriah. almarhum Musa tergolong orang berada di
Bagi keluarga almarhum Musa, desanya; 4) mengundang banyak orang berarti
taturukan yang terkumpul sebesar Rp banyak pula orang yang mendoakannya; 5)
8.000.000,- dipandang cukup untuk waktu pelaksanaan tidak berbenturan dengan
melaksanakan bahaul secara meriah. Dengan acara lain.
dana sebesar itu, keluarga ini dapat

Gambar 1. Pembagian tugas pada acara bahaul

Persiapan berikut adalah pengadaan Pangayuan ini tidak menentu, tergantung


kayu bakar dari kelompok pencari kayu bakar siapa yang bersedia bergabung. Jumlahnya
atau bubuhan pangayuan dipimpin Ahmad bisa antara 4-5 orang bahkan bisa sampai
Ismail alias Mail Batang. Mempersiapkan puluhan orang. Mereka merupakan orang-
kayu bakar guna keperluan masak-memasak orang dewasa dengan tubuh atletis. Di dalam
pada berbagai acara di desa menjadi pekerjaan aktivitas bubuhan pangayuan ini terefleksikan
“spesial” Mail Batang. Ia sudah memulai nilai gotong royong sebagai nilai yang
pekerjaan ini sejak usia 17 tahun. Kayu yang menjadi latar belakang sikap tolong menolong
akan dijadikan kayu bakar adalah dari pohon antar warga desa sebagaimana dikemukakan
karet yang tidak produktif dan berusia di atas Koentjaraningrat (2001:62).
30 tahun. Kayu dari pohon karet dianggap Mail Batang sebagai pimpinan bubuhan
yang terbaik sebagai kayu bakar dibandingkan pangayuan mempunyai kemampuan
pohon kayu lainnya seperti pohon jingah, menebang pohon dengan menggunakan
palipisan, asam, hambawang, dan kariwaya gergaji elektrik (chainsaw). Selain pohon
yang kadang juga digunakan oleh penduduk karet, turut dicari dan ditebang juga pohon
setempat. Jumlah anggota Bubuhan kelapa. pohon ini terutama akan dimanfaatkan
157
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 2, OKTOBER 2016

bagian pucuk pohon yang paling lembut merupakan sarana bagi warga desa
disebut umbut nyiur, untuk dijadikan sayur menjalankan peranan (role) dalam kelompok.
sebagai hidangan khas saat bahaul. Adapun Warga desa menyadari ketergantungan pada
bagian yang kerasnya dimanfaatkan untuk komunitasnya dalam memenuhi kebutuhan
penghubung tepi sungai kecil. fisik dan psikis. Secara psikis bila individu
Selain bubuhan Pengayuan ada pula dihinggapi rasa ketakutan maka komunitasnya
kelompok lain yang disebut bubuhan mampu memberi rasa aman dan perlindungan.
pangawahan. Baik bubuhan pangayuan Kebutuhan manusia terdiri atas kebutuhan
maupun bubuhan pangawahan beranggotakan dasar fisiologis, kebutuhan rasa aman,
para lelaki dewasa yang umum dinilai kebutuhan cinta dan rasa memiliki, kebutuhan
memiliki fisik yang kokoh. Hal ini terkaitan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
dengan tugas atau apa yang mereka kerjakan Kerja bubuhan pangayuan maupun
secara suka rela dan bergotong royong adalah bubuhan pangawahan merupakan kerja
pekerjaan berat, memerlukan tenaga yang kuat bersama secara suka rela, namun kebutuhan
dan prima. Pada bubuhan pangawahan tugas mereka seperti konsumsi disediakan oleh yang
utamanya memasak berbagai keperluan empunya hajat bahaul. Koentjaraningrat
bahaul dalam jumlah yang besar, seperti (2002: 62) menyebut faktor-faktor yang
menanak nasi, air dan jenis masakan lainnya. melatarbelakangi kegotongroyongan semacam
Sebagaimana bubuhan pangayuan, pada ini adalah kesadaran sebagai manusia yang
bubuhan pangawahan lazimnya dilakukan tidak bisa hidup sendiri, manusia sebagai
oleh orang yang relatif selalu sama dari waktu pribadi hanya unsur kecil dalam alam semesta.
ke waktu. Bahkan lazim terjadi yang menjadi Manusia bergantung pada sesamanya, manusia
anggota dari kedua bubuhan itu diwariskan berusaha membina hubungan baik dengan
kepada anak atau keluarga dari kalangan sesamanya dan seseorang berusaha
mereka sendiri. Oleh Bintarto (Fasya, 1987) berkompromi dengan komunitasnya.
fenomena seperti ini merupakan ciri Sairin (2002:62) menyebut faktor
masyarakat desa, yakni adat istiadat dan sebagaimana uraikan di atas sebagai
kaidah-kaidah yang diwarisi dari satu generasi resiprositas, yakni bentuk pertukaran timbal
ke generasi berikutnya. balik antar individu atau antar kelompok.
Gotong royong bagi warga desa adalah Terjadi pada masyarakat dalam bentuk
sentimen komunitas. Menurut Soekanto sumbangan, hadiah, gotong royong dan lain-
(2013:75), kerja gotong royong adalah lain. Sahlins (Sairin, 2002:62) menyebutnya
kerjasama tradisional (traditional cooperation) resiprositas negatif ketika prinsip
dengan seperasaan, sepenanggungan dan kekeluargaan dan kesetiakawanan dijadikan
saling memerlukan sebagai sentimen landasan. Antara yang membantu dan pemilik
komunitasnya. Bila ikut serta secara aktif hajat bahaul saling menghargai terhadap
dalam kegiatan gotong royong, warga desa tenaga yang dikeluarkan dengan menyediakan
merasa sebagai bagian dari komunitas atau sekedar makan siang. Koentjaraningrat (2002:
mengidentifikasi diri sebagai warga desa. 5) menyatakan bahwa pemilik rumah dapat
Ucapan yang sering dilontarkan, , “gawian meminta bantuan kepada tetangganya dengan
bubuhan kita jua!” (kerja bersama untuk kita). memberi sekedar pengganti makan siang.
Keterlibatan dalam kerja gotong royong
158
BAMBANG SUBIYAKTO, SYAHARUDDIN & GAZALI RAHMAN│NILAI-NILAI GOTONG...

Unsur lain pada bahaul yang meriah ketiga, memarut kelapa dan merajang umbut
adalah adanya bubuhan lalawatan. Bubuhan nyiur. Oleh karena sekarang yang diterima
lalawan merupakan kelompok yang kelompok ketiga sudah berupa parutan kelapa,
beranggotakan para ibu rumah tangga tetangga maka tugasnya tinggal lagi memeras parutan
dan anggota keluarga. Yang menjadi tugas itu menjadikannya santan.
utama mereka adalah mempersiapkan berbagai Menurut Sjarifuddin (1980:65), peserta
bahan masakan berupa sayuran, rempah- bagagarumutan atau balalawatan adalah pria,
rempah, ikan, ayam, atau daging dan wanita dan anak-anak. Jumlahnya antara 20
sebagainya termasuk berbagai bumbunya sampai dengan 50 orang. Keberadaan anak-
sebelum diserahkan kepada bubuhan anak diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan
pangawahan yang akan memasaknya. Mereka ringan, seperti mengambil kayu bakar,
biasanya membawa sendiri peralatan dapur mencuci peralatan makan dan pekerjaan-
seperti pisau, parutan kelapa, perahan santan, pekerjaan yang sesuai kemampuan mereka.
dan sebagainya. Hal ini mengedukasi anak-anak tentang
Sekarang ini pekerjaan untuk memarut pentingnya saling menolong dan bergotong
kelapa misalnya telah dipermudah karena royong.
tidak lagi dilakukan oleh anggota bubuhan Tugas kepala gawi dan keluarga
lalawatan, melainkan oleh si pemilik hajat menyediakan peralatan memasak dan
bahaul telah diupahkan kepada jasa pemilik perlengkapan makan. Sejak orang tuanya
mesin pemarut kelapa elektrik yang ada di masih hidup, peralatan-peralatan itu
pasar Kraton Rantau. Di samping menghemat dikumpulkan dan dimiliki sebagai asset
tenaga hal ini juga menghemat waktu karena keluarga.
jumlah kelapa yang diparut dalam acara Kerja teknis memasak oleh bubuhan
bahaul meriah bisa sangat banyak. Kecuali itu, pengawahan, yakni mengaduk nasi, menuang
sekarang ini yang turut memudahkan air ke kawah (wajan besar), menakar beras dan
pekerjaan bubuhan lalawatan adalah ayam memasukkan beras ke kawah dikerjakan
yang akan dijadikan sajian sudah dalam Jauhari dan pembantunya. Tuan rumah dan
bentuk yang siap dimasak, karena sudah bersih warga desa khawatir jika pengawahan tidak
dan sudah terpotong-potong sejak dibeli di dilakukan oleh Jauhari dan kawan-kawan
pasar. maka nasi terasa tidak enak. Tuan rumah dan
Sebagaimana pada bubuhan pangayuan warga desa percaya bila Jauhari dan kawan-
dan pangawahan, bagi bubuhan lalawatan kawan mampu memasak sesuai standar nasi
juga disedikan konsumsi. Bubuhan lalawatan enak.
ini mempunyai anggota yang cukup banyak. Jauhari (wawancara, 10 September
Untuk acara bahaul meriah, jumlah mereka 2016) menjelaskan mengenai rahasia
bisa mencapai 15 sampai 20 orang perempuan memasak yang enak adalah mengikuti tahapan
dewasa. Pada dasarnya bubuhan lalawatan sebagai berikut: 1) mencuci beras di sungai; 2)
terbagi dalam tiga kelompok besar. Kelompok air untuk memasak nasi harus mendidih
pertama, mempunyai tugas utama seperti terlebih dahulu; 3) jumlah takaran beras yang
mengolah ayam potong, daging sapi atau ikan. dimasak sebanding dengan besarnya kawah
Kelompok kedua, bertugas mengolah bawang (tungku besar); 4) nyala kayu api selalu dalam
dan rempah-rempah untuk bumbu. Kelompok keadaan stabil; dan 5) menggunakan beras
159
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 2, OKTOBER 2016

jenis lokal kualitas terbaik seperti Mutiara, perempuan tidak wajib. Bila memilih bahaul
Sirang, Pandak, Siam Kupang dan Siam secara sederhana cukup mengundang kaum
kuning. pria tetangga terdekat. Pilihan keluarga kepala
Gotong royong dalam rangka gawi memeriahkan acara bahaul pertama.
mensukseskan acara bahaul termasuk jenis Warga desa adalah homo religius yang
gotong royong tolong menolong. menyadari ketidakberdayaan di hadapan
Koentjaraningrat (2002:59) menyebut istilah Tuhan yang Maha Kuasa. Warga desa tidak
njurung wujud gotong royong tolong bisa berbuat banyak terhadap orang
menolong antara kaum kerabat dan tetangga dicintainya yang kini berada di alam baka.
terdekat untuk meyelenggarakan pesta Hanya dengan memohon belas kasih Tuhan
perkawinan, sunatan dan upacara adat seputar maka orang-orang yang dicintai bisa
daur hidup: hamil, melahirkan, pemberian diselamatkan. Itulah fungsi acara bahaul.
nama dan kematian. Kerja bersama Fungsi yang menghubungkan alam manusia
pangayuan, pangawahan dan lalawatan dengan yang maha keramat (Alfisyah, tt: 6).
selaras dengan njurung gotong royong antara Agama berfungsi kultural fungsional
kaum kerabat dan tetangga terdekat seputar dimana sesuatu yang duniawi atau empiris
daur hidup. Acara bahaul adalah upacara tunduk pada transenden atau akhirat (Daeng,
seputar daur hidup, yakni puncak upacara 2000:181). Jadi, nilai gotong royong di dalam
kematian. Soekanto (2013:67) menyebut kegiatan bubuhan pangayuan, pangawahan
gotong royong sebagai kerjasama tradisional dan lalawatan pada dasarnya adalah bentuk
(traditional cooperation) dengan nama gugur kesadaran warga desa sebagai homo religius.
gunung dan sambat sinambat untuk tolong Gotong royong dalam rangka mensukseskan
menolong. acara bahaul.
Bila dipandang dari sudut Budaya Baik kaum perempuan maupun kaum
Banjar maka gotong royong bubuhan pria, susunan acara sama, yakni membaca
pangayuan, pangawahan dan lalawatan surah yasin, tahlil dan doa bahaul. Bahaul
disebut bagagarumutan (Sjarifuddin kaum perempuan bisa dipimpin oleh ketua
(1980:27). Warga desa Andhika menyebutnya handil yasinan jumatan (yasinan bergilir
balalawatan. Istilah bagagarumutan, setiap jumat) kaum perempuan RT setempat.
balalawatan, bababantuan atau batatulungan Bisa juga anggota keluarga kepala gawi,
artinya sama yakni berkumpul mengerjakan perempuan atau pria, yang dipandang layak
suatu pekerjaan yang dikerjakan bersama atau dan mumpuni dalam ilmu-ilmu keagamaan.
disederhanakan tolong menolong. Agama Islam adalah ciri Masyarakat
Tahap Pelaksanaan Banjar (Daud,1997:9). Menurut Daeng
Sesudah Ashar undangan dari (2000:181), masyarakat yang kuat
kalangan wanita tetangga terdekat mulai mempertahankan tradisinya menjadikan
datang, sebagian bubuhan lalawatan dan ibu- agama sentral dalam kehidupannya. Upacara-
ibu yang tidak terlibat gotong royong upacara yang dilakukan sesuai dengan tata
balalawatan. Undangan bahaul bagi kaum kelakuan yang baku atau menifestasi perilaku
wanita lazimnya hanya barasal dari tetangga, dari agama. Dalam acara bahaul bisa diamati:
tidak ada yang berasal dari luar desa seperti (1) Upacara baarwah (memperingati kematian
pada kalangan pria. Bahaul untuk kaum seseorang) sampai dengan bahaul adalah
160
BAMBANG SUBIYAKTO, SYAHARUDDIN & GAZALI RAHMAN│NILAI-NILAI GOTONG...

perwujudan rasa cinta kepada orang yang jongkok. Posisi jongkok menunjukkan sikap
meninggal dunia; (2) Doa-doa yang hormat pada undangan.
dipanjatkan adalah “hadiah” bagi kedamaian Setelah Maghrib, bubuhan pangawahan
almarhum hidup di dunia barunya; (3) dan lalawatan hadir lagi. Mamanasi
Hidangan yang dinikmati undangan berbuah (menghangatkan) makanan yang bakal
pahala bagi almarhum. Surah yasin dan tahlil disajikan untuk bubuhan lalakian. Mengaduk
dibaca badaraw (suara nyaring secara nasi dengan pangayuh dan mengatur nyala api
bersamaan) (Asmani, 2007:351). Membaca jangan terlalu besar agar tidak gosong.
dengan suara nyaring secara bersamaan adalah Sebagian mereka menuang sayur ke mangkok
cara efektif untuk menanamkan jiwa tauhid dan opor ayam ke piring. Makanan penutup
dalam kesempatan suasana haru membuat berupa buah-buahan yang diperoleh dari desa
orang menjadi sentimental (tersentuh Andhika.
perasaan) dan sugestif (mudah memahami Sebelum tahun 70-an, sebagaimana
suatu pengajaran). Tradisi bahaul adalah axis diutarakan Akhmad Gazali Usman
mundi (poros dunia) yang mempertemukan (wawancara, 15 September 2016) bahaul
dunia manusia, dunia tuhan dan dunia arwah. hanya untuk kaum pria bubuhan lalakian
Kuntowijoyo (Alfisyah, tt:3) menyebut dimulai dari salat Maghrib berjamaah. Mereka
beberapa fungsi agama: (1) Agama memberi berkumpul 15-30 menit sebelum adzan
support berupa hiburan dan rekonsiliasi. Maghrib. Para undangan salat Maghrib
Hiburan secara psikis bagi keluarga yang berjamaah di rumah pengundang dilanjutkan
ditinggalkan. Rekonsiliasi atau pertemuan membaca surah yasin, tahlil dan doa bahaul.
sosial dalam bentuk gotong royong dan acara Sebelum Isya, para undangan disuguhi segelas
bahaul; (2) Memberi hubungan transenden kopi/teh hangat dan kue. Selesai Isya
dalam bentuk persembahyangan yang berjamaah, hidangan utama disajikan.
memberi rasa aman dan identitas. Memasuki tahun 80-an, kebiasaan bahaul
Melaksanakan bahaul memberi identitas sejak Maghrib mulai ditinggalkan. Alasannya
bahwa mereka Muslim yang baik dan bukan karena salat Maghrib dilaksanakan berjamaah
anak durhaka; (3) Agama mensakralkan norma di rumah penyelenggara bahaul menyebabkan
dan nilai masyarakat menjaga dominasi tujuan musala atau mesjid tidak ada jamaahnya, dan
dan disiplin kelompok; (4) Agama berfungsi itu dipandang sebagai perbuatan dosa. Setelah
sebagai kritik sosial, norma-norma yang sudah Isya, para undangan telah memenuhi ruangan.
melembaga bisa ditinjau ulang; (5) Agama Asap dari parapin tempat membakar dupa
menyadarkan warga desa tentang siapa atau kemenyan menebar aroma harum. Tidak
dirinya; (6) Berfungsi terkait tingkat ada makna filosofis atau simbol tertentu.
kematangan seseorang (maturation function). Sekadar tanda hormat dan upaya tuan rumah
Di dapur bubuhan lalawatan bakakaut membuat para undangan merasa nyaman.
(memasukkan nasi ke wadah yang lebih Ulama desa Muhammad Noor duduk di
besar), gangan umbut nyiur ke mangkok dan tawing halat (dinding pembatas ruang depan
opor ayam ke piring. Selesai doa bahaul dengan kamar). Tidak ada aturan tertulis
dibacakan, hidangan dibagikan oleh beberapa tentang siapa yang berhak duduk di tawing
orang bubuhan lalawatan. Petugas membagi halat. Faktanya, yang duduk di situ adalah
hidangan secara beranting dalam posisi ulama desa yang memimpin acara, sesepuh
161
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 2, OKTOBER 2016

desa (tetuha desa), tokoh masyarakat, Ketua balik antar individu atau antar kelompok.
RT, kepala desa (pambakal) dan kepala gawi. Resiprositas terjadi dalam kehidupan
Intinya tawing halat tempat duduk bagi orang bermasyarakat, misalnya saling menyumbang
penting dan dihormati di desa. ketika ada acara hajatan, saling memberi
Doa bahaul selesai dibacakan. Petugas hadiah, bergotong royong dan lain-lain
surung sintak (penyalur makanan) (Koentjaraningrat, 2000:62). Menurut Sairin
membagikan hidangan. Lalawatan tetap siaga (2002:42) hal ini dapat terjadi bila struktur
di dapur. Mengingat ini acara keagamaan masyarakat bersifat egaliter yang ditandai
idealnya tidak bercampur perempuan dan laki- dengan rendahnya tingkat struktur sosial dan
laki sesuai tuntunan syariat Islam. Petugas kekuasaan terdistribusi secara merata di
surung sintak mengumpulkan peralatan kalangan warganya. Struktur masyarakat
makan, memungut sisa-sisa makanan yang seperti ini memberi kemudahan bagi warga
berhamburan kemudian membawanya ke untuk menempatkan diri dalam kategori sosial
dapur untuk dipilah oleh bubuhan lalawatan. yang sama ketika kontak resiprositas terjadi.
Selesai makan, para undangan bercengkrama Gotong Royong pada Acara Bahaul sebagai
sambil merokok dan menikmati sajian cuci Sumber Pembelajaran IPS
mulut. Berlangsung sekitar 15-30 menit Tujuan Pembelajaran IPS diantaranya
sebelum salah seorang tetuha kampung adalah agar anak didik memiliki komitmen
(sesepuh desa), ulama desa, atau yang dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
dihormati di desa mengucapkan kata (Sapriya, 2012:94). Sikap ini penting dimiliki
terimakasih dan beranjak dari tempat oleh seseorang ketika sebuah kenyataan bahwa
duduknya. Kepala gawi berdiri di depan pintu masyarakat telah mulai kehilangan nilai-nilai
rumah menyalami para undangan mengantar sosialnya. Pembelajaran IPS di sekolah
mereka pulang. Khusus untuk ulama desa, dengan mengintegrasikan nilai-nilai lokal,
salaman disertai amplop putih tertutup. seperti tradisi bahaul di desa Andhika
Sembari bercanda, ulama desa bilang, “kada memiliki peluang terhadap internalisasi nilai-
usah !” (tidak perlu). Kepala gawi menimpali, nilai gotong royong bagi peserta didik
“pakai nukar rokok !” (untuk beli rokok). sehingga berpotensi terhadap pembentukan
Acara bahaul telah selesai, bubuhan karakter bangsa. Karakter gotong royong atau
lalawatan dan pangawahan pulang ke rumah sikap kemampuan bekerjasama dalam tim
membawa bingkisan dari kapala gawi. merupakan kekuatan untuk membangun daya
Bingkisan biasanya berisi satu wadah nasi, saing bangsa di era global.
sepiring lauk dan semangkuk sayur. Bingkisan Griffin dan McGaw (2012: 36)
atau Barakat sebagai simbol tanda menjelaskan bahwa pada abad 21 diperlukan
terimakasih tuan rumah atas kerja gotong keterampilan bekerjasama dalam tim
royong bubuhan lalawatan dan pengawahan. (collaboration) untuk mencapai tujuan
Sembari mereka beranjak pulang, ucapan bersama. Nilai-nilai gotong royong dalam
terimakasih disampaikan secara terbuka oleh tradisi bahaul identik dengan sikap
kepala gawi “tarimakasih jangan jara !”. bekerjasama yang diperlukan bangsa ini dalam
(terimakasih, jangan jera !). menghadapi era persaingan global. Melalui
Dalam gotong royong tidak dipungkiri integrasi nilai-nilai budaya lokal bahaul ke
adanya resiprositas yakni pertukaran timbal dalam materi pendidikan IPS maka sikap
162
BAMBANG SUBIYAKTO, SYAHARUDDIN & GAZALI RAHMAN│NILAI-NILAI GOTONG...

gotong royong sebagai jatidiri bangsa the processes they use to facilitate the
Indonesia akan tetap bertahan. relationship. Hal sama juga ditegaskan oleh
Kajian tentang gotong royong pada Gross, R.E. et al.(1978, 3), bahwa Pendidikan
tradisi bahaul adalah kajian tentang nilai-nilai. IPS berfungsi mempersiapkan warga negara
Nilai berarti “harga” yang apabila kata nilai dalam kehidupan bersama dalam pelestarian
dihubungkan dengan suatu obyek atau budaya.
dipersepsi dari suatu sudut pandang tertentu, Bahaul, dalam pelaksanaannya sebagai
nilai atau “harga” yang terkandung di suatu kegiatan yang dibangun atas dasar
dalamnya memiliki tafsiran bermacam- kebersamaan dan solidaritas, memiliki
macam. Ada harga menurut ekonomi, relevansi dalam kajian Pendidikan IPS dan
psikologi, sosiologi, antropologi, politik, berpotensi terhadap pembentukan karakter
maupun agama (Mulyana, 2011: 7). bangsa (nation and character building). Acara
Nilai menurut Rokeach sebagaimana bahaul masyarakat Banjar desa Andhika
dikutip Komalasari (2009: 59) adalah suatu memberikan gambaran peran masing-masing
keyakinan abadi (an enduring belief) yang kelompok, baik kelompok pengayuan,
menjadi rujukan bagi cara bertingkah laku pangawahan dan lalawatan yang diawali
atau tujuan akhir eksistensi (mode of conduct dengan bataturukan, yakni kegiatan dengan
or and-state of existence) yang merupakan mengumpulkan anggota keluarga untuk
preferensi tentang konsepsi yang lebih baik menghitung jumlah dana yang dibutuhkan
(that is personally or socially preferable). pada acara bahaul sekaligus menentukan
Pembelajaran IPS yang powerful adalah jumlah sumbangan masing-masing orang.
berbasis nilai (value based) sehingga menggali Peran masing-masing kelompok tersebut
nilai-nilai gotong royong dalam aktivitas identik dengan sikap gotong royong,
bahaul adalah sebuah keniscayaan. Aktivitas kerjasama, dan solidaritas yang merupakan
bahaul yang identik dengan nilai-nilai gotong- diantara inti dalam pembelajaran IPS di
royong dalam konteks pembelajaran IPS maka sekolah. Pembelajaran IPS yang powerful
memiliki relevansi dengan konsep expanding adalah materi yang dikembangkan berbasis
community approach, yakni menggali materi nilai (value based) (NCSS, 1994) sehingga
pelajaran yang dimulai dari lingkungan memiliki makna bagi peserta didik. Acara
terdekat dan seterusnya makin menjauh (Kim, bahaul memperlihatkan peran kelompok
J., 2015). Pendekatan ini dalam pembelajaran pangayuhan, pangawahan dan lalawatan yang
IPS akan berdampak terhadap kebermaknaan diawali dengan batuturukan yang identik
bagi peserta didik karena materi yang diterima dengan sikap gotong royong yang merupakan
bukan sesuatu yang asing baginya. nilai budaya asli bangsa Indonesia. Pewarisan
Kajian IPS berkaitan dengan bagaimana terhadap aktivitas tersebut melalui
menjalin hubungan dengan sesama dalam pembelajaran IPS di sekolah memiliki fungsi
kehidupan sosial. Kajian tentang cara-cara strategis terhadap pembentukan karakter dan
berkomunikasi untuk menyelesaikan berbagai jatidiri bangsa (nationa and character
persoalan sosial, seperti dikatakan oleh building).
Schuncke, (1988: 4), social studies are
concerned with the study of humans as they
relate to each other and the world, and with
163
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 31, NOMOR 2, OKTOBER 2016

PENUTUP Bintari, P.N. dan Darmawan, C. (2016). Peran


Simpulan Pemuda sebagai Penerus Tradisi
Pertama, gotong royong dalam bahaul Sambatan dalam Rangka Pembentukan
pada masyarakat Banjar desa Andhika masih Karakter Gotong Royong. JPIS, Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial, 25(1): 57-76.
lestari meskipun sudah tampak gejala menurun Collette, Nat J. (1987). Kebudayaan dan
akibat perkembangan zaman. Sisi kepraktisan Pembangunan: Sebuah Pendekatan
melalui jasa katering mulai menggeser peran terhadap Antropologi Terapan Ilmu
para bubuhan pangayuhan, pangawahan dan Pengetahuan Sosial di Indonesia.
lalawatan disamping pewaris yang ketiga Jakarta: Yayasan Obor.
Creswell, J.W. (1998). Qualitative Inquary
peran itu semakin langka. Mulai dari tahap and Research Design: Choosing Among
persiapan (bapupulutan) sampai pelaksanaan Five Tradition.Thousand Oaks. London,
(pangayuhan, pangawahan dan lalawatan) new Delhi: Sage Publication.
menggambarkan sikap gotong royong dan Daeng, H.J. (2000). Manusia, Kebudayaan
sikap empati dalam tradisi bahaul masyarakat dan lingkungan Tinjauan Antropologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Banjar desa Andhika. Sikap tersebut Daud, A. (1997). Islam dan Masyarakat
merupakan kekuatan dalam membangun Banjar. Jakarta, PT Grafindo.
bangsa di era persaingan global ketika pada Fajarini, U. (2014). Peranan Kearifan Lokal
saat yang sama menggajalanya individualisme. dalam Pendidikan Karakter. Sosio
Kedua, tradisi bahaul yang membentuk Didaktika, 1(2): 123-130.
Fasya, G.K. Gotong Royong Dalam
sikap gotong royong selaras dengan tujuan Kehidupan Masyarakat. Prisma, 3.
Pendidikan IPS di sekolah, yakni membentuk Griffin, Patrick dan McGaw, Barry. (2012).
warga negara yang baik, yang ditunjukkan Assesment and Teaching of 21st Century
dengan kemampuan bekerjasama, peduli Skills. New York: Springer Science and
sosial, dan sikap empati terhadap sesama. Business Media.
Gross, R. E. dkk. (1978). Social Studies For
Melestarikan sikap tersebut melalui Our Times. New York: Jjohnn Wiley
Pendidikan IPS memiliki signifikansi terhadap and Sons. Inc.
proses pembentukan karakter bangsa di tengah Kemendiknas. (2010). “Desain Induk
semakin meluasnya sikap ketidakpedulian Pembangunan Karakter bangsa Tahun
sosial. Peran bubuhan pangayuan, 2010-2025”.
Kim, J. (2015). Research on the Impact of the
pangawahan dan lalawatan dalam tradisi Expanding Communities Approach in
bahaul pada masyarakat Banjar desa Andhika South Korea: Focused on Elementary
tampaknya masih relevan dalam konteks Social Studies Curriculum. The Journal
pembentukan jatidiri bangsa. of Social Studies Education,4: 67-68.
Koentjaraningrat. (1998). Sejarah Teori
Antropologi. Jakarta: UI Press.
DAFTAR RUJUKAN Koentjaraningrat. (2001). Pengantar
Alfisyah, dkk. tt. Kearifan Religi Masyarakat Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta.
Banjar Pahuluan. Penelitian FKIP Koentjaraningrat. (2002). Kebudayaan
UNLAM Banjarmasin. Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Asmani, J.M. (2007). Fiqh Sosial K.H. Sahal Gramedia Utama.
Mahfudh Konsep dan Implementasi. Komalasari, K. (2009). Pendidikan
Surabaya: Khalista. Kewarganegaraan Berbasis Nilai
Asy’ari, S.I. (1993). Sosiologi Desa dan Kota. Kearifan Lokal untuk Menghadapi
Surabaya: Usaha Nasional.

164
BAMBANG SUBIYAKTO, SYAHARUDDIN & GAZALI RAHMAN│NILAI-NILAI GOTONG...

Tantangan Global. Jurnal Civicus, Sjarifuddin. Dkk. (1980). Sistem Gotong


13(2). royong Dalam Masyarakat Pedesaan
Miles, M.B dan Huberman, A.M. (1992). Kalimantan Selatan. Proyek
Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Inventarisasi dan Dokumentasi
Press. Kebudayaan Daerah Kalimantan
Kusumastuti, A. (2015). Modal Sosial dan Selatan.
Mekanisme Adaptasi Masyarakat Soekanto, S. (2013). Sosiologi Suatu
Pedesaan dalam Pengelolaan dan pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Pembangunan Infrastruktur Masyarakat. Turang, T.I. dkk. 2012. Kajian Peran Mapalus
Jurnal Sosiologi, 20(1) 81-97. Dalam Pemberdayaan Masyarakat di
Muhtarom, Z. (2010). Islam di Jawa Dalam Kota Tomohon. Wacana, 15(4).
Perspektif Santri dan Abangan. Jakarta: Usman, A.G. (2008). Upacara Tradisional
Salemba. Upacara Kematian Daerah Kalimantan
Mulyana, R. (2011). Mengartikulasikan Selatan. Jakarta: Jarahnitra.
Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Wardiat, D. (2016). Dinamika Nilai Gotong
National Council for Social Studies (NCSS). Royong dalam Pranata Sosial
(1994). Curriculum Standar for Social Masyarakat Nelayan: Studi Kasus
Studies: Expectations of excellence. Masyarakat Bulutui dan Pulau Nain,
Washington DC: NCSS. Sulawesi Utara. Jurnal Masyarakat &
Sairin,S. (2002). Pengantar Sosiologi Budaya, 18(1): 133-145.
Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wibisono, D. (2013). Panduan Penyusunan
Sapriya. 2012.Pendidikan IPS. Bandung: Skripsi, Tesis dan Disertasi:
Remaja Rosda Karya. Yogyakarta: Andi Offset.
Schuncke, G.M. (1988). Elementary Social
Studies: Knowing, Doing, Caring. New
York: Macmillan Publishing Company.

165

Anda mungkin juga menyukai