ANAK MUDA
Anak muda saat ini seolah banyak mendapatkan doktrin dari kebudayaan
luar negeri. Hal ini tentu terjadi akibat akses mudah yang Mereka dapatkan dari
media sosial atau teknologi lainnya. Mereka menganggap bahwa budaya luar jauh
lebih menarik untuk dipelajari dan didalami. Lain halnya dengan budaya
Indonesia yang kerap dianggap biasa saja atau membosankan. Akhirnya, banyak
anak muda yang mulai melupakan budaya dari bangsanya sendiri. Mungkin
beberapa orang hanya tahu mengenai budaya daerahnya tanpa tahu budaya dari
daerah lain. Ketidaktahuan generasi muda terhadap budaya yang berkembang di
negaranya sendiri akhirnya membuat mereka kesulitan dalam beradaptasi di
lingkungan baru. Mereka yang terlalu fokus dengan budaya luar, mulai tidak bisa
mentoleransi adanya budaya lain dalam hidupnya, meski itu merupakan budaya
negaranya sendiri. Bahkan mereka bisa mentoleransi adanya perbedaan budaya
yang berkembang di dunia, namun tidak bisa mentoleransi adanya budaya yang
berkembang di negaranya sendiri.
- Sebagai contoh nyata atas kasus perbedaan budaya ada di Indonesia bisa
dirasakan ketika seseorang memasuki bangku sekolah atau bangku
perkuliahan. Kebanyakan orang memilih untuk melanjutkan
pendidikannya di tempat lain di luar wilayah aslinya. Misalnya saja warga
Nusa Tenggara, orang Sumatra, atau orang Kalimantan memilih berkuliah
di pulau Jawa. Pasti ada banyak sekali hal yang berubah dari kehidupan di
tempat aslinya. Baik itu dari segi kebiasaan, bahasa, tingkah laku, dan
lainnya. Perbedaan itu bisa membuat seseorang mudah beradaptasi, atau
bahkan sulit untuk beradaptasi. Orang kerap menyebutnya dengan culture
shock. Mereka yang seolah mulai lupa atau bahkan tidak pernah mau
mempelajari budaya dari tempat yang akan dikunjunginya, pasti akan
merasa kesulitan untuk menempatkan diri. Bahkan hal serupa juga bisa
terjadi pada warga lokal yang wilayahnya didatangi oleh orang dari
provinsi lain. Ketika dirinya tidak tahu ilmu dasar dari bersosialisasi, pasti
hal tersebut bisa menjadi jalan timbulnya diskriminasi. Dasar ilmu dalam
bersosialisasi adalah memahami tempat kita berada, tempat orang berasal,
dan bagaimana budaya yang dipegang oleh orang tersebut. Hal ini lebih
mengarah pada etika seseorang dalam menanggapi orang baru. Sayangnya
etika ini sudah tidak berlaku saat ini. Keberagaman budaya Indonesia yang
seharusnya bisa menjadi jembatan pemersatu bagi bangsanya seolah tidak
berarti saat ini. Bahkan beberapa anak muda bisa cepat akrab dengan
orang lain karena adanya budaya dari luar negeri. Misalnya saja
pembahasan mengenai K-Pop atau drama Korea yang terkesan lebih
kekinian jika dibandingkan dengan pembahasan mengenai tarian atau adat
suatu daerah.
- Intoleransi atas kebudayaan lokal juga pernah terjadi beberapa kali di
Indonesia. Berdasarkan informasi yang dikutip dari laman tempo.co,
Indonesia sempat mengalami konflik yang dipicu oleh keberagaman
budaya. Budaya bukan hanya tentang bahasa, seni, atau adat istiadat, tetapi
juga etnis. Seperti yang diketahui bersama, bahwa di Indonesia juga
terdapat etnis Tionghoa. Etnis ini sudah hidup, berkembang, dan menjadi
satu kesatuan dengan bangsa ini sejak puluhan tahun silam. Masyarakat
keturunan Indonesia dan Tionghoa kerap disapa dengan Chindo. Meski
sempat melewati fase penjarahan di tahun 1998, namun masyarakat
keturunan Tionghoa sudah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia.
Sayangnya hingga saat ini, masih banyak orang belum bisa menerima
bahwa masyarakat Tionghoa merupakan bagian dari masyarakat Indonesia,
dan etnis mereka bukan merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia.
Meski sudah terbilang sebagai tragedi lama, namun aksi demonstrasi di
tahun 1998 masih menyisakan luka dan ingatan pedih bagi masyarakat
Tionghoa di Indonesia. Orang-orang tidak bisa menerima masyarakat
Tionghoa maupun kebudayaan Tionghoa dalam kehidupannya, tetapi
mereka seolah bersikap tenang dan dengan senang hati mengakui bahwa
kebudayaan dari negara lain layak berada di sekelilingnya. Konflik antara
masyarakat pribumi dengan masyarakat keturunan Arab-Indonesia jauh
lebih sedikit jika dibandingkan dengan konflik yang terjadi antara
masyarakat pribumi dengan masyarakat China-Indonesia. Orang bisa
menganggap orang keturunan Indonesia-Korea, Indonesia-Jepang, dan
Indonesia dengan negara lainnya sebagai bentuk keanekaragaman
kebudayaan, tetapi tidak negara yang satu ini. Alasannya hanya karena
mereka menyukai budaya atau segala hal yang ada di negara-negara
tersebut.
Agar anak tidak mudah melupakan setiap hal yang telah dipelajarinya
berkaitan dengan kebudayaan untuk menjunjung nilai kebudayaan, perlu adanya
sosialisasi lebih mendalam atau pembelajaran lebih banyak (bahkan hingga ke
bangku perkuliahan). Orang tua, pemerintah, maupun instansi lainnya harus bisa
bekerja sama untuk melahirkan generasi yang peduli akan bangsanya, peduli akan
keberagaman di bangsanya, dan mencintai keberagaman yang ada di bangsanya.
Berusaha untuk membuat mereka menjadi sosok yang bisa mentoleransi setiap
perbedaan yang ada di sekitarnya. Memberi pemahaman bahwa mempelajari
kebudayaan luar negeri bukan sebuah hal yang salah, tetapi mereka harus lebih
mendahulukan budaya bangsanya, agar kebudayaan yang menjadi cerminan
bangsa dan representasi kebiasaan manusia ini tidak hilang begitu saja.