Peristiwa Rengasdengklok
Akhir tahun 1944 kedudukan Jepang sudah sangat terdesak dalam perang Asia Pasifik. Keadaan lebih parah lagi
setelah pasukan sekutu di bawah komando Amerika Serikat berhasil menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima pada
tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Akibat peristiwa tersebut, kekuatan Jepang makin
lemah. Kepastian berita kekalahan Jepang terjawab ketika tanggal 15 Agustus 1945 dini hari, Sekutu mengumumkan
bahwa Jepang sudah menyerah tanpa syarat dan perang telah berakhir. Berita tersebut diterima melalui siaran radio di
Jakarta oleh para pemuda yang termasuk orang-orang Menteng Raya 31 seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Wikana,
dan lainnya.
Penyerahan Jepang kepada Sekutu menghadapkan para pemimpin Indonesia pada masalah yang cukup berat.
Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan (vacuum of power). Jepang masih tetap berkuasa atas Indonesia meskipun
telah menyerah, sementara pasukan Sekutu yang akan menggantikan mereka belum datang. Adanya kekosongan
kekuasaan menyebabkan munculnya konflik antara golongan muda dan golongan tua mengenai masalah kemerdekaan
Indonesia.
Sebelumnya, telah terjadi pertemuan di Saigon (Vietnam) tanggal 9 Agustus 1945 pukul 11.40 waktu setempat
kepada para pemimpin bangsa Indonesia (Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Dr. Radjiman Wediodiningrat), Jenderal
Besar Terauchi menyampaikan hal-hal berikut:
1) Pemerintah Jepang memutuskan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
2) Untuk melaksanakan kemerdekaan dibentuk PPKI sebagai pengganti BPUPKI.
3) Pelaksanaan kemerdekaan segera dilakukan setelah persiapan selesai dilakukan dan secara berangsur-angsur dari
Pulau Jawa, baru disusul oleh pulau lainnya.
4) Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
5) Pada tanggal 7 Agustus 1945 diumumkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau
Docuritsu Junbi Inkai. PPKI diketuai Ir. Soekarno dan wakil ketuanya Drs. Moh. Hatta.
Golongan muda pada saat itu menginginkan agar proklamasi kemerdekaan segera dikumandangkan. Mereka itu
antara lain Sukarni, B.M Diah, Yusuf Kunto, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik, dan Chaerul Saleh. Sedangkan
golongan tua menginginkan proklamasi kemerdekaan harus dirapatkan dulu dengan anggota PPKI(janji merdeka 24
Agustus 1945). Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr. Buntaran, Dr.
Syamsi dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Golongan muda kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga
Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB. Rapat tersebut dipimpin oleh
Chaerul Saleh yang menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan
Indonesia adalah hal dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Segala ikatan,
hubungan dan janji kemerdekaan harus diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan perundingan dengan Ir. Soekarno dan
Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi.
Langkah selanjutnya malam itu juga sekitar jam 22.00 WIB Wikana dan Darwis mewakili kelompok muda
mendesak Soekarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya lepas dari Jepang.
Ternyata usaha tersebut gagal. Soekarno tetap tidak mau memproklamasikan kemerdekaan. Kuatnya pendirian Ir.
Soekarno untuk tidak memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat PPKI menyebabkan golongan muda berpikir
bahwa golongan tua mendapat pengaruh dari Jepang. Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di Jalan Cikini 71
Jakarta pada pukul 24.00 WIB menjelang tanggal 16 Agustus 1945. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok. Rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta harus diamankan dari
pengaruh Jepang. Tujuan para pemuda mengamankan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok antara lain:
a. agar kedua tokoh tersebut tidak terpengaruh Jepang, dan
b. mendesak keduanya supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan
dengan Jepang.
2. Peristiwa Rengasdengklok
Pada tanggal 16 Agustus 1945 pagi, Soekarno - Hatta beserta ibu Fatmawati dan Guntur Soekarno tidak dapat
ditemukan di Jakarta. Mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, di antaranya Sukarni, Yusuf Kunto, dan
Syudanco Singgih, pada malam harinya ke garnisun PETA (Pembela Tanah Air) di Rengasdengklok, sebuah kota kecil
yang terletak sebelah Utara Karawang. Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno Hatta,
didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat
sejak keduanya melakukan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil, sehingga dapat
dilakukan deteksi dengan mudah setiap gerakan tentara Jepang yang menuju Rengasdengklok, baik dari arah Jakarta,
Bandung, atau Jawa Tengah. Rengasdengklok adalah tempat kedudukancudan (kompi) tentara Peta. Tujuan peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh keinginan. pemuda yang mendesak golongan tua untuk segera memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia. Pemuda membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok agar tidak terpengaruh oleh Jepang.
Setelah melalui perdebatan dan di tengah-tengahi Ahmad Soebardjo, menjelang malam hari, kedua tokoh itu akhirnya
kembali ke Jakarta. Rombongan Soekarno–Hatta sampai di Jakarta pada pukul 23.30 waktu Jawa zaman Jepang (pukul
23.00 WIB).Mr. Ahmad Subardjo dan Yusuf Kunto, mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan
secepat mungkin. Untuk tercapainya maksud tersebut, Soekarno Hatta harus segera dibawa ke Jakarta. Ia memberi
jaminan bahwa pada tanggal 17 Agustus1945 selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB Soekarno – Hatta sudah
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan nyawanya sebagai jaminan. Akhirnya Subeno sebagai komandan kompi
Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno Hatta ke Jakarta.
Persamaan BPUPKI dan PPKI
1. Sama-sama merupakan organisasi bentukan Jepang
2. Dibentuk ketika kondisi Jepang semakin terpuruk.
3. Dibentuk dalam rangka mewujudkan keinginan janji Koiso untuk memberikan kemerdekaan bagi negara Indonesia.
4. Maksud sebenarnya Jepang membentuk keduanya hanya untuk menarik simpati rakyat Indonesia, mendapat
dukungan dari rakyat Indonesia sehingga tidak akan muncul perlawanan dari rakyat Indonesia.