Samin community and they are often found residing in villages in the region
Bojonegoro and Ngawi East Java Province. As for the region of Central Java
scattered in Blora regency, Pati and Kudus. Samin community actually are ethnic
Javanese, but because they have ways of life and even different traditions with the
Java community Samin community regarded as a separate ethnicity.
Masyarakat Samin masih banyak dijumpai dan mereka bertempat tinggal di desa-
desa dalam wilayah Kabupaten Bojonegoro dan Ngawi Propinsi Jawa Timur. Sedangkan
untuk wilayah Jawa Tengah tersebar di Kabupaten Blora, Pati dan Kudus. Masyarakat
Samin sebenarnya adalah etnis Jawa namun karena mereka memiliki tata cara kehidupan
bahkan tradisi yang berbeda dengan masyarakat Jawa maka masyarakat Samin dianggap
sebagai etnis tersendiri.
The founder is the teachings of Samin Surosentiko Saminisme who was born
in Blora in 1859. The original name is R Samin Surosentiko Kohar which is a
subsidiary of R Surowidjoyo and grandson of RM Sumoroto Brotodiningrat which
is the ruling regent in the year 1802-1826. R Surowidjoyo since childhood
environment was educated at the palace with all its luxuries. But in his heart,
resistance arises because people know the misery of Dutch colonialism. Surowidjoyo
left the palace and formed youth groups called Tiyang Sami Amin. This led youth
group perform a variety of robbery against the Dutch accomplices and distribute
the proceeds to the poor.
Pencetus ajaran Saminisme adalah Samin Surosentiko yang lahir di Blora pada
tahun 1859. Nama asli Samin Surosentiko adalah R Kohar yang merupakan anak dari R
Surowidjoyo dan cucu dari RM Brotodiningrat yang merupakan Bupati Sumoroto yang
berkuasa pada tahun 1802-1826. R Surowidjoyo sejak kecil dididik di lingkungan keraton
dengan segala kemewahan. Namun dalam hatinya timbul perlawanan karena mengetahui
rakyatnya sengsara oleh penjajahan Belanda. Pada tahun 1840, R. Surowidjoyo
meninggalkan keraton dan membentuk kelompok pemuda yang dinamakan Tiyang Sami
Amin. Kelompok pemuda yang dipimpinnya ini melakukan berbagai perampokan
terhadap antek-antek Belanda dan membagikan hasilnya kepada orang miskin.
Tahun 1859 lahirlah R Kohar yang kemudian melanjutkan perjuangan ayahnya
dan memakai nama Samin Surosentiko atau Samin Anom. Berbagai ajaran yang
menyimpang dari kehidupan wajar etnis Jawa dan pembangkangan terhadap segala
kebijakan penjajah Belanda terus disebarluaskan kepada para pengikutnya. Pada tanggal
8 Nopember 1907, Samin Surosentiko ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Digul.
Empat puluh hari sebelum penangkapan itu, Samin Surosentiko memproklamirkan
dirinya sebagai Raja Tanah Jawa. Pada tahun 1914, Samin Surosentiko meninggal dalam
pengasingannya.
Sepeninggal Samin Surosentiko, kepemimpinan Samin diwariskan kepada Suro
Kidin dan Mbah Engkrek. Suro Kidin adalah menantu Samin Surosentiko, sedangkan
Mbah Engkrek adalah salah seorang murid setia Samin Surosentiko. Pola kepemimpinan
pada masa ini tidak lagi bersifat sentralistik namun lebih bergantung pada pemimpin
lokal di masing-masing wilayah.
Generasi berikutnya adalah Surokarto Kamidin, anak dari Suro Kidin. Surokarto
Kamidin merupakan pemimpin Samin generasi ke-3 dan menetap di Dusun Jepang.
Surokarto Kamidin memegang kepemimpinan pada masa peralihan pendudukan Belanda
dan Jepang hingga pada masa kemerdekaan. Pada tahun 1986, Surokarto Kamidin
meninggal dunia dan kepemimpinan Samin di Dusun Jepang digantikan oleh anaknya,
Hardjo Kardi hingga saat ini.
Masyarakat Samin sebagai salah satu kelompok etnik yang ada di Indonesia tentu
memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Di usia yang sudah
satu abad lebih ini masyarakat Samin sudah mengalami perubahan pada pranata sosial
dan kebudayaan yang selama ini mereka anut. Tradisi Saminisme sekarang sudah
berubah, artinya Saminisme sudah bukan lagi menjadi kebanggaan dalam struktur sosial
diamana mereka hidup. Apabila ditinjau dari sistem nilai, Saminisme sudah tidak lagi
menjadi aturan dalam pluralitas nilai yang berada di tengah-tengah mereka.
Masyarakat Samin dengan berbagai tradisi dan budayanya serta memiliki ciri-ciri
yang diungkapkan oleh Barth, bisa dikatakan salah satu kelompok etnik yang ada di
Indonesia. Bahkan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah telah mengakui masyarakat Samin
ini sebagai salah satu kelompok etnik yang ada di Jawa Tengah dari empat etnik yang
ada. Komunitas Samin ialah sekelompok orang yang mengikuti ajaran Samin Surosentiko
yang muncul pada masa kolonial Belanda. Pada masa lalu masyarakat Samin dapat
diidentifikasikan sebagai masyarakat yang ingin membebaskan dirinya dari ikatan tradisi
besar yang dikuasai oleh elit penguasa.
Modernisasi dalam lingkup masyarakat tradisional akan menimbulkan implikasi
terhadap masyarakat tersebut. Masyarakat tradisional bagaimanapun masih menjunjung
tinggi nilai-nilai yang diwarisi secara turun temurun dari nenek moyangnya dulu. Karena
itu kelompok masyarakat seperti ini telah memiliki pola budaya tertentu, sedangkan
modernisasi tentu akan membawa pola budaya baru bagi masyarakat tersebut yang
mungkin berbeda dengan norma serta nilai yang lama.
Tradisi Sambatan
Salah satu taradisi turun temurun yang diwariskan dari nenek moyang adalah taradisi
“sambatan”. “Sambatan” merupakan suatu sistem gotong royong di kampung dengan
cara menggerakkan tenaga kerja secara masal yang berasal dari warga kampung itu
sendiri untuk membantu keluarga yang sedang tertimpa musibah atau sedang
mengerjakan sesuatu, seperti membangun rumah, menanam serta memanen padi dan
menyelenggarakan pesta pernikahan.
Semangat bergotong royong berupa sambatan, melibatkan warga beramai-ramai
membantu warga lainnya yang sedang punya gawe. Mereka ikut memperbaiki, bahkan
mendirikan rumah tanpa mengharap imbalan apa pun. Budaya sambatan – dengan muatan
sikap simpati dan empati- itu merupakan bagian dari budaya adiluhung masyarakat Jawa,
dan terasa manfaatnya bagi masyarakat yang kurang mampu.
Sambatan dilakukan oleh warga kampung tersebut dengan sukarela tanpa
mengharapkan upah atas pekerjaaannya itu karena didasari oleh asas principle of
reciprocity, yaitu siapa yang membantu tetangganya yang membutuhkan maka suatu saat
pasti ia akan dibantu ketika sedang membutuhkan. Selain itu sambatan juga dilandasi
oleh falsafah hidup sapa nandur kabecikan, mesti bakal ngunduh (siapa menanam
kebaikan pasti akan memetik hasilnya).
Seiring perkembangan jaman, terdapat pergeseran sistem gotong royong dengan
sambatan menjadi sistem upah. Dalam bidang pertanian nampak jelas terjadi pergeseran
itu. Sekarang ini warga masyarakat Samin yang terlibat dalam tandur (menanam padi)
dan derep (memanen padi) diberi upah oleh pemilik atau petani penggarap sawah.
Pergeseran sistem sambatan dalam pertanian tidak terlepas dari tuntutan hidup di zaman
moderen ini, di mana lapangan kerja semakin sempit dan kebutuhan hidup makin tinggi.
Warga masyarakat yang dulunya murni bergotong royong menggarap sawah kini
menjadikan sawah sebagai lapangan pekerjaan. Warga yang terlibat dalam menggarap
sawah itu disebut dengan buruh tani. Sebenarnya tidak hanya terjadi di bidang pertanian
saja perubahan sistem sambatan. Dalam membangun rumah misalnya kini jarang sekali
warga yang membangun dengan sambatan. Sewaktu membangun rumah, sekarang ini
biasanya diserahkan kepada tukang atau orang yang memiliki pengalaman dalam
membangun rumah. Maka muncullah istilah tukang kayu, tukang batu dan laden tukang
(pembantu atau asisten tukang). Tukang kayu adalah orang yang diupah untuk menangani
konstruksi bangunan dengan bahan kayu. Tukang batu khusus menangani konstruksi
yang berbahan batu bata. Adakalanya tukang batu merangkap menjadi tukang kayu atau
sebaliknya. Adapun laden tukang biasanya membantu tugas secara umum dari tukang
kayu dan tukang batu. Masing-masing tukang itu saling melengkapi satu sama lain dalam
pekerjaan membangun rumah.
Pergeseran pelaksanaan sambatan juga terjadi dalam bidang yang lain, walaupun
pergeserannya tidak drastis. Misalnya dalam penyelenggaraan pernikahan. Dalam
penyelenggaraan pernikahan biasanya orang yang membantu pelaksanaan pernikahan
diberi upah oleh orang yang punya hajatan. Tukang masak, tukang cuci peralatan makan
dan minum dalam pesta pernikahan, tukang rias pengantin dan tukang dekorasi
singgasana penganten biasanya akan diberi upah dalam jumlah tertentu. Namun warga
yang rewang atau membantu secara umum tidak diberi upah. Adanya pergeseran
pelaksanaan sambatan membawa dampak positif bagi masyarakat. Dengan adanya
peralihan sambatan ke sistem upah, maka secara langsung akan menyediakan lapangan
kerja atau tambahan penghasilan bagi warga yang membutuhkan.
Dengan masuknya teknologi modern dan banyaknya warga Samin yang mengadu nasib
ke perkotaan setelah mereka kembali ke kampung tersebut membawa dampak yang
sangat besar. Dari tadinya yang lugu dan gaptek sekarang banyak yang menjadi mengerti
Teknologi Informatika terutama internet, facebook,dll setelah ilmu tersebut di dapat dari
mereka yang kuliah di perkotaan. Bahkan sebagian warga ada yang mulai membuka
warnet di daerah tersebut.
Setelah mereka mengenal teknologi dan mengetahui bagaimana kehidupan luar
yang cenderung egoisme, maka sebagian warga samin banyak yang berpikiran kalau
tradisi sambatan itu merugikan karena bekerja tanpa diberi upah. Luruhnya tradisi
sambatan tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh sebagian warga daerah tersebut yang
merantau dan melanjutkan sekolah ke jenjang Perguruan Tinggi yang berada di
perkotaan.
Tetapi tradisi sambatan tersebut tidak sepenuhnya luntur dan hilang, masih ada
sebagian daerah yang keukeuh dengan tradisi tersebut, terutama di daerah lereng
pegunungan Kendeng yang berada di perbatasan daerah Kabupaten Blora. Sehingga
memberikan asumsi bahwa akibat dari masuknya teknologi informasi memberikan
dampak positif yaitu menjadikan masyarakat daerah tersebut mengetahui perkembangan
serta kemajuan teknologi. Di sisi lain dampak teknologi informasi secara perlahan
mengakibatkan budaya sambatan itu luntur karena semua pekerjaan dihitung untung dan
ruginya.
judul Buku : Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin kabupaten Blora
Jawa Tengah
Penulis : Dra. Titi Mumfangati, dkk
Penerbit : Jarahnitra, 2004, Yogyakarta
Halaman : xiii + 164
astroatmodjo (2003) film dokumenter mas Arto di Studio 12 Ungaran hasil diskusi hasil
KKL (Kuliah Kerja Lapangan)
Generasi berikutnya adalah Surokarto Kamidin, anak dari Suro Kidin. The next
generation is Surokarto Kamidin, son of Suro Kidin. Surokarto Kamidin
merupakan pemimpin Samin generasi ke-3 dan menetap di Dusun Jepang.
Surokarto Kamidin is the leader of the 3rd generation Samin and settled in the
hamlet of Japan. Surokarto Kamidin memegang kepemimpinan pada masa
peralihan pendudukan Belanda dan Jepang hingga pada masa kemerdekaan.
Surokarto Kamidin holds leadership in the interim period the Dutch and Japanese
occupation until the time of Independence. Pada tahun 1986, Surokarto Kamidin
meninggal dunia dan kepemimpinan Samin di Dusun Jepang digantikan oleh
anaknya, Hardjo Kardi hingga saat ini. In 1986, Surokarto Kamidin Samin died
and leadership in Japan was replaced by his son Hamlet, Hardjo Kardi today.
Masyarakat Samin sebagai salah satu kelompok etnik yang ada di Indonesia tentu
memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Samin
community as one of the ethnic groups in Indonesia would have cultural values that
are different from other communities. Di usia yang sudah satu abad lebih ini
masyarakat Samin sudah mengalami perubahan pada pranata sosial dan
kebudayaan yang selama ini mereka anut. At age who have one more this century
Samin community has experienced changes in social institutions and culture that so
far they have adopted. Tradisi Saminisme sekarang sudah berubah, artinya
Saminisme sudah bukan lagi menjadi kebanggaan dalam struktur sosial diamana
mereka hidup. Saminisme traditions have changed, meaning Saminisme was no
longer a pride in their social structure diamana life. Apabila ditinjau dari sistem
nilai, Saminisme sudah tidak lagi menjadi aturan dalam pluralitas nilai yang
berada di tengah-tengah mereka. When viewed from a value system, Saminisme is
no longer a rule in the plurality of values that are in the midst of them.
Masyarakat Samin dengan berbagai tradisi dan budayanya serta memiliki ciri-ciri
yang diungkapkan oleh Barth, bisa dikatakan salah satu kelompok etnik yang ada
di Indonesia. Samin community with various traditions and cultures as well as
having the characteristics described by Barth, one can say that there are ethnic
groups in Indonesia. Bahkan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah telah mengakui
masyarakat Samin ini sebagai salah satu kelompok etnik yang ada di Jawa Tengah
dari empat etnik yang ada. Even the Central Java Provincial Government has
recognized this Samin community as one of the ethnic groups in Central Java from
four ethnic exist. Komunitas Samin ialah sekelompok orang yang mengikuti ajaran
Samin Surosentiko yang muncul pada masa kolonial Belanda. Samin community is
a group of people who follow the teachings Surosentiko Samin that appears on the
Dutch colonial period. Pada masa lalu masyarakat Samin dapat diidentifikasikan
sebagai masyarakat yang ingin membebaskan dirinya dari ikatan tradisi besar yang
dikuasai oleh elit penguasa. In the past Samin community can be identified as
people who want to free themselves from the bonds of tradition which is controlled
by the ruling elite.
Modernisasi dalam lingkup masyarakat tradisional akan menimbulkan implikasi
terhadap masyarakat tersebut. Modernization within the scope of traditional society
will lead to implications for the community. Masyarakat tradisional bagaimanapun
masih menjunjung tinggi nilai-nilai yang diwarisi secara turun temurun dari nenek
moyangnya dulu. The traditional community however still upholding the values
inherited from generation to generation of his fathers first. Karena itu kelompok
masyarakat seperti ini telah memiliki pola budaya tertentu, sedangkan modernisasi
tentu akan membawa pola budaya baru bagi masyarakat tersebut yang mungkin
berbeda dengan norma serta nilai yang lama. Therefore, community groups like
this have a certain cultural patterns, while modernization will certainly bring new
cultural patterns for the community that might be different from the old norms and
values.
Salah satu taradisi turun temurun yang diwariskan dari nenek moyang adalah
taradisi “sambatan”. One of the hereditary taradisi inherited from our ancestors is
taradisi "splice". “Sambatan” merupakan suatu sistem gotong royong di kampung
dengan cara menggerakkan tenaga kerja secara masal yang berasal dari warga
kampung itu sendiri untuk membantu keluarga yang sedang tertimpa musibah atau
sedang mengerjakan sesuatu, seperti membangun rumah, menanam serta memanen
padi dan menyelenggarakan pesta pernikahan. "Splice" is a system of mutual aid in
the village of labor by moving en masse from the villagers themselves to assist
families hit by natural disasters or are working on something, like building a house,
planting and harvesting rice and organize weddings.
Pergeseran pelaksanaan sambatan juga terjadi dalam bidang yang lain, walaupun
pergeserannya tidak drastis. Implementation of the splice shift also occurred in
other fields, although the shift is not drastic. Misalnya dalam penyelenggaraan
pernikahan. For example in the administration of marriage. Dalam
penyelenggaraan pernikahan biasanya orang yang membantu pelaksanaan
pernikahan diberi upah oleh orang yang punya hajatan. In organizing a wedding
are usually people who assist in the implementation wedding paid by people who
have a celebration. Tukang masak, tukang cuci peralatan makan dan minum dalam
pesta pernikahan, tukang rias pengantin dan tukang dekorasi singgasana penganten
biasanya akan diberi upah dalam jumlah tertentu. Cook, washerwoman eating
utensils and drinking in weddings, bridal makeup artisans and craftsmen throne
wedding decorations will normally be given a certain amount of wages. Namun
warga yang rewang atau membantu secara umum tidak diberi upah. But residents
who Rewang or help in general were not given wages. Adanya pergeseran
pelaksanaan sambatan membawa dampak positif bagi masyarakat. The shift of the
implementation of splice a positive impact on society. Dengan adanya peralihan
sambatan ke sistem upah, maka secara langsung akan menyediakan lapangan kerja
atau tambahan penghasilan bagi warga yang membutuhkan. With the transition
splice to the wage system, it will directly provide jobs or additional income for
residents in need.
Dengan masuknya teknologi modern dan banyaknya warga Samin yang mengadu
nasib ke perkotaan setelah mereka kembali ke kampung tersebut membawa
dampak yang sangat besar. With the influx of modern technology and the many
residents who complain Samin fate to urban areas after their return to the village
carrying a very big impact. Dari tadinya yang lugu dan gaptek sekarang banyak
yang menjadi mengerti Teknologi Informatika terutama internet, facebook,dll
setelah ilmu tersebut di dapat dari mereka yang kuliah di perkotaan. From gaptek
was innocent and now many are getting to understand Information Technology,
especially Internet, facebook, etc. after the science is in the can from those who
study in urban areas. Bahkan sebagian warga ada yang mulai membuka warnet di
daerah tersebut. Even some people there who began to open cafes in the area.
Tetapi tradisi sambatan tersebut tidak sepenuhnya luntur dan hilang, masih ada
sebagian daerah yang keukeuh dengan tradisi tersebut, terutama di daerah lereng
pegunungan Kendeng yang berada di perbatasan daerah Kabupaten Blora. But
tradition is not entirely splice fade and disappear, there are still some areas that
keukeuh with that tradition, especially in the mountainous slopes Kendeng located
in Blora regency borders. Sehingga memberikan asumsi bahwa akibat dari
masuknya teknologi informasi memberikan dampak positif yaitu menjadikan
masyarakat daerah tersebut mengetahui perkembangan serta kemajuan teknologi.
So that gives the assumption that the result of the influx of information technology
that is making a positive impact on local communities that know the development
and advancement of technology. Di sisi lain dampak teknologi informasi secara
perlahan mengakibatkan budaya sambatan itu luntur karena semua pekerjaan
dihitung untung dan ruginya. On the other hand the impact of information
technology is slowly resulting splice culture faded because all of the work calculated
the advantages and disadvantages.
Kabupaten Pati, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah
Pati. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Rembang di timur,
Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan di selatan, serta Kabupaten Kudus dan
Kabupaten Jepara di barat.
Sejarah Pati
Sejarah Kabupaten Pati berpangkal tolak dari beberapa gambar yang terdapat pada
Lambang Daerah Kabupaten Pati yang sudah disahkan dalam Peraturan Daerah No. 1
Tahun 1971 yaitu Gambar yang berupa: “keris rambut pinutung dan kuluk kanigara”.
Menurut cerita rakyat dari mulut ke mulut yang terdapat juga pada kitab Babat Pati dan
kitab Babat lainnya dua pusaka yaitu “keris rambut pinutung dan kuluk kanigara”
merupakan lambang kekuasan dan kekuatan yang juga merupakan simbul kesatuan dan
persatuan.
Barangsiapa yang memiliki dua pusaka tersebut, akan mampu menguasai dan berkuasa
memerintah di Pulau Jawa. Adapun yang memiliki dua pusaka tersebut adalah Raden
Sukmayana penggede Majasemi andalan Kadipaten Carangsoka.
Kevakuman Pemerintahan di Pulau Jawa
Menjelang akhir abad ke XIII sekitar tahun 1292 Masehi di Pulau Jawa vakum penguasa
pemerintahan yang berwibawa. Kerajaan Pajajaran mulai runtuh, Kerajaan Singasari
surut, sedang Kerajaan Majapahit belum berdiri.
Di Pantai utara Pulau Jawa Tengah sekitar Gunung Muria bagian Timur muncul penguasa
lokal yang mengangkat dirinya sebagai adipati, wilayah kekuasaannya disebut kadipaten.
Ada dua penguasa lokal di wilayah itu yaitu. 1. Penguasa Kadipaten Paranggaruda,
Adipatinya bernama Yudhapati, wilayah kekuasaannya meliputi sungai Juwana ke
selatan, sampai pegunungan Gamping Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten
Grobogan. Mempunyai putra bernama Raden Jasari. 2. Penguasa Kadipaten Carangsoka,
Adipatinya bernama: Puspa Andungjaya, wilayah kekuasaannya meliputi utara sungai
Juwana sampai pantai Utara Jawa Tengah bagian timur. Adipati Carangsoka mempunyai
seorang putri bernama Rara Rayungwulan
Kadipaten Carangsoka dan Paranggaruda Berbesanan
Kedua Kadipaten tersebut hidup rukun dan damai, saling menghormati dan saling
menghargai untuk melestarikan kerukunan dan memperkuat tali persaudaraan, Kedua
adipati tersebut bersepakat untuk mengawinkan putra dan putrinya itu. Utusan Adipati
Paranggaruda untuk meminang Rara Rayungwulan telah diterima, namun calon
mempelai putri minta bebana agar pada saat pahargyan boja wiwaha daup (resepsi)
dimeriahkan dengan pagelaran wayang dengan dalang kondang yang bernama
“Sapanyana”.
Adipati Yudhapati merasa dipermalukan, emosi tak dapat dikendalikan lagi. Sekaligus
menyatakan permusuhan terhadap Adipati Carangsoka. Dan peperangan tidak dapat
dielakkan. Raden Sukmayana dari Kadipaten Carangsoka mempimpin prajurit
Carangsoka, mengalami luka parah dan kemudian wafat. Raden Kembangjaya (adik
kandung Raden Sukmayana) meneruskan peperangan. Dengan dibantu oleh Dalang
Sapanyana, dan yang menggunakan kedua pusaka itu dapat menghancurkan prajurit
Paranggaruda. Adipati Paranggaruda, Yudhapati dan putera lelakinya gugur dalam
palagan membela kehormatan dan gengsinya.
Oleh Adipati Carangsoka, karena jasanya Raden Kembangjaya dikawinkan dengan Rara
Rayungwulan kemudian diangkat menjadi pengganti Carangsoka. Sedang dalang
Sapanyana diangkat menjadi patihnya dengan nama ” Singasari “.
Kadipaten Pesantenan
Untuk mengatur pemerintahan yang semakin luas wilayahnya ke bagian selatan, Adipati
Raden Kembangjaya memindahkan pusat pemerintahannya dari Carangsoka ke Desa
Kemiri dengan mengganti nama ” Kadipaten Pesantenan dengan gelar ” Adipati
Jayakusuma di Pesantenan.
Adipati Jayakusuma hanya mempunyai seorang putra tunggal yaitu ” Raden Tambra “.
Setelah ayahnya wafat, Raden Tambra diangkat menjadi Adipati Pesantenan, dengan
gelar ” Adipati Tambranegara “. Dalam menjalankan tugas pemerintahan Adipati
Tambranegara bertindak arif dan bijaksana. Menjadi songsong agung yang sangat
memperhatikan nasib rakyatnya, serta menjadi pengayom bagi hamba sahayanya.
Kehidupan rakyatnya penuh dengan kerukunan, kedamaian, ketenangan dan
kesejahteraannya semakin meningkat.
Kabupaten Pati
Raja Jayanegara dari Majapahit mengakui wilayah kekuasaan para Adipati itu dengan
memberi status sebagai tanah predikan, dengan syarat bahwa para Adipati itu setiap tahun
harus menyerahkan Upeti berupa bunga.
Bahwa Adipati Raden Tambranegara juga hadir dalam pisuwanan agung di Majapahit itu
terdapat juga dalam Kitab Babad Pati, yang disusun oleh K.M. Sosrosumarto dan
S.Dibyasudira, diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh Dandanggula pada : 12 yang lengkapnya berbunyi :
….. Tan alami pajajaran kendhih, keratonnya ing tanah Jawa angalih Majapahite, ingkang
jumeneng ratu, Brawijaya ingkang kapih kalih, ya Jaka Pekik wasta, putra Jaka Suruh,
Kyai Ageng Pathi nama, Raden Tambranegara sumewa maring Keraton Majalengka.
Artinya Tidak lama kemudian Kerajaan Pajajaran kalah, Kerajaan Tanah Jawa lalu
pindah ke Majapahit, adapun yang menjadi rajanya adalah Brawijaya II, yaitu Jaka Pekik
namanya, putranya Jaka Suruh. Pada waktu itu Kyai Ageng Pati, yang bernama
Tambranegara menghadap ke Majalengka, yaitu Majapahit.
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa Raden Tambranegara Adipati Pati turut serta
hadir dalam pisowanan agung di Majapahit. Pisowanan agung yang dihadiri oleh Raden
Tambranegara ke Majapahit pada tanggal 13 Desember 1323, maka diperkirakan bahwa
pindahnya Kadipaten Pesantenan dari Desa Kemiri ke Desa Kaborongan dan menjadi
Kabupaten Pati itu pada bulan Juli dan Agustus 1323 M (Masehi). Ada tiga tanggal yang
baik pada bulan Juli dan Agustus 1323 yaitu : 3 Juli, 7 Agustus dan 14 Agustus 1323.
Hari Jadi Pati
Kemudian diadakan seminar pada tanggal 28 September 1993 di Pendopo Kabupaten Pati
yang dihadiri oleh para perwakilan lapisan masyarakat Kabupaten Pati, para guru sejarah
SMA se Kabupaten Pati, Konsultan, Dosen Fakultas Sastra dan Sejarah UNDIP
Semarang, secara musyawarah dan sepakat memutuskan bahwa pada tanggal 7 Agustus
1323 sebagai hari kepindahan Kadipaten Pesantenan di Desa Kemiri ke Desa
Kaborongan menjadi Kabupaten Pati.
Tanggai 7 Agustus 1323 sebagai HARI JADI KABUPATEN PATI telah ditetapkan
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor : 2/1994 tanggal 31 Mei 1994, sehingga
menjadi momentum Hari Jadi Kabupaten Pati dengan surya sengkala ” KRIDANE
PANEMBAH GEBYARING BUMI ” yang bermakna ” Dengan bekerja keras dan penuh
do’a kita gali Bumi Pati untuk meningkatkan kesejahteraan lahiriah dan batiniah “. Untuk
itu maka setiap tanggal 7 Agustus 1323 yang ditetapkan dan diperingati sebagai “Hari
Jadi Kabupaten Pati“.
Geografi
Sebagian besar wilayah Kabupaten Pati adalah dataran rendah. Bagian selatan
(perbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora) terdapat rangkaian
Pegunungan Kapur Utara. Bagian barat laut (perbatasan dengan Kabupaten Kudus dan
Kabupaten Jepara) berupa perbukitan. Sungai terbesar adalah Sungai Juwana, yang
bermuara di daerah Juwana.
Terdapat sungai besar yaitu Sungai Juwana. Saat musim penghujan sudah terbiasa sungai
ini meluap, sehingga pemerintah Jawa Tengah membentuk lembaga yang berfungsi
menanggulangi banjir yang bernama Jatrunseluna.
Pembagian administratif
Kabupaten Pati terdiri atas 21 kecamatan, yang dibagi lagi atas 400 desa dan 5 kelurahan.
Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Pati.
Kota-kota kecamatan lainnya yang cukup signifikan adalah Juwana dan Tayu, keduanya
merupakan kota pelabuhan yang berada di pesisir Laut Jawa, juga Kecamatan Winong.
Di daerah Margorejo terdapat mata air yang cukup besar, yang digunakan untuk kolam
renang. Nama tempat tersebut adalah Banyu Urip. Di sekitarnya terdapat perkebunan
jambu monyet (mete).
Waduk Seloromo
Di daerah Gunung Muria, yaitu di daerah Gembong, terdapat waduk yang diberi nama
Selo Romo. Waduk ini termasuk berukuran kecil, jika musim kemarau, pasti akan
dangkal. Di sekitar waduk sering dipakai sebagai area perkemahan.
Gua Wareh
Wareh merupakan suatu daerah di Desa Kedumulyo Kecamatan Sukolilo yang terletak di
lereng Pengunungan Kapur Utara. Gua Wareh memang hanya merupakan gua kecil
dengan panjang tak lebih dari seratus meter namun dari dalamnya mengalir air jernih
tanpa henti sepanjang tahun. Selain menjadi sumber mata air bagi penduduk sekitar, Gua
Wareh memiliki mitos yang sangat sakral. Air dari dalam gua ini dipercaya mampu
menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Di samping Gua Wareh masih terdapat lagi Gua Lawa yang di dalamnya terdapat
kubangan air yang sangat luas dan dalam. Di depan gua ini terdapat sebuah aliran sungai
dangkal yang diapit oleh dua tebing curam di sisinya. Semakin disusuri ke hulu, sungai
semakin terjal dengan batu-batu gunung besar yang menciptakan puluhan air tenjun kecil.
Sayang di saat musim kemarau sungai ini mengering.
Di atas Gua Wareh terdapat tebing-tebing batu kapur yang sangat terjal. Tebing-tebing ini
sering kali digunakan oleh para Pecinta Alam untuk menguji adrenalinnya. Karena itu di
daerah ini sering menjadi ajang camping dan pelatihan panjat tebing bagi para pecinta
alam dari seantero Kabupaten Pati bahkan kabupaten-kabupaten sekitarnya.
Gua, sungai, tebing dan kerasnya perbukitan kapur memberikan tantangan kepada setiap
orang yang menyukai kegiatan out bond. Selain itu setiap hari libur tempat ini selalu
ramai oleh pengunjung dari berbagai daerah di sekitarnya, apalagi untuk masuk tempat
ini tidak dipungut biaya apapun. Sayang tempat yang indah ini sedikit terganggu oleh
maraknya penambangan batu kapur dan pengambilan fosfat.
Tadah Hujan
Air terjun setinggi 75 meter di Kecamatan Sukolilo ini menjadi tempat yang
mengasyikkan bagi para muda mudi yang sedang memadu cinta. Meskipun airnya kurang
jernih dan bagian bawah air terjun kurang nyaman untuk mandi dan bermain air, namun
lokasinya yang di apit oleh tebing di kanan kirinya menimbulkan suasana yang tenang
dan romantis. Selain itu tak jauh di sebelah bawah tersedia sebuah kolam renang berair
jernih. Sayang lokasi wisata yang dikelola pemerintah desa setempat ini masih kurang
mendapat perhatian dan perawatan.
Gua Pancur
Sebuah gua besar dan panjang yang di dalamnya diairi air setinggi orang dewasa. Konon
panjangnya mencapai belasan kilometer, namun yang bisa dijelajahi dengan alat
seadanya hanyalah berkisar kurang dari satu km.
Gua yang terletak di Desa Jimbaran Kecamatan Kayen Kabupaten Pati ini pernah pernah
menjadi ajang digelarnya Raimuna Daerah Gerakan Pramuka se-Jawa Tengah pada tahun
1996. Sayang lokasi wisata yang awalnya mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten
sekarang terbengkalai.
Air Terjun Santi
Seperti nasib berbagai tempat indah lainnya di Kabupaten Pati, lokasi yang memiliki 3 air
terjun ini tidak pernah mendapat perhatian dari Pemda Pati. Namun mugkin karena itu,
ketiga air terjun yang bersembunyi di lereng Gunung Muria yang rimbun dan asri ini
memiliki nilai eksotis tersendiri. Apalagi karena letak desa Santi yang jauh dari keramain.
Jangankan oleh orang luar, orang Pati sendiri banyak yang belum mengenal daerah ini.
Perkebunan Kopi dan Bumi Perkemahan Jolong
Berlokasi di lereng Muria dengan ketinggian sekitar 1000 meter, perkebunan kopi yang
merupakan peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda dan kini di kelola oleh PTPN (PT.
Perkebunan Nasional) ini memiliki pemandangan yang menakjubkan. Selain itu masih
bisa disaksikan juga, pabrik pengolahan kopi dan berbagai peralatannya yang masih
berfungsi baik meski telah dimakan usia.
Tak cukup itu. Bagi para pecinta alam, wilayah yang termasuk dalam Kecamatan
Gembong ini bisa dijadikan salah satu rute alternatif untuk mencapai puncak-puncak
tertinggi Gunung Muria seperti Songolikur (Saptorenggo) dan Argojembangan.
Suasana akan makin istimewa bila tiba saatnya kopi berbunga. Biasanya jatuh pada
pancaroba menjelang musim hujan sehingga segarnya udara yang mulai dingin
bercampur dengan aroma bunga kopi yang begitu wangi semerbak terbawa angin. Benar-
benar membuat kita seolah berada di dunia yang belum pernah kita rasakan sebelumnya.
Bumi Perkemahan Regaloh
Berada dalam naungan Perum Perhutani, Bumi Perkemahan yang terletak di Kecamatan
Tlogowungu ini mempunyai kapasitas yang besar (mampu menampung lebih dari 4000
peserta) dan udara yang amat segar karena selain masih berada di lereng Gunung Muria,
juga lantaran rimbunnya pepohonan yang ada di Bumi Perkemhan tersebut.
Di sekitar Bumi Perkemhan kita dapat menikmati berbagai panorama seperti; Hutan
Bambu (dengan ratusan jenis koleksinya), perkebunan murbei (makanan utama ulat
sutra), Hutan Jati, pengembangbiakan lebah madu dan pengembangbiakan ulat sutra serta
pemintalan benangnya. Di dukung lagi lokasinya yang mudah untuk dijangkau.
Karena tidak mengherankan jika tempat ini menjadi salah satu Bumi Perkemahan favorite
di Kabupaten Pati selain Bumi Perkemahan Jolong.
Makam mBah Mutamakkim dan mBah Ronggo
Tempat rekreasi religius yang terletak di Desa Kajen Kecamatan Margoyoso ini tak
pernah sepi dari kunjungan para penziarah yang datang dari berbagai pelosok Kabupaten
Pati, apalagi setiap malam Jum’at. Tidak sedikit pula yang berasal dari kota-kota lain
bahkan dari luar pulau. Lokasinya yang berada di tengah-tengah komunitas santri dengan
puluhan Pondok Pesantren, semakin mengentalkan nuansa religiusnya.
mBah Mutamakkim (juga mBah Ronggo) adalah seorang Waliyullah yang teramat
dikeramatkan oleh penduduk Pati. Karenanya Haul mBah Mutamkkim yang digelar
setiap tanggal 10 bulan muharam ratusan ribu orang memadati daerah ini. Acara Haul
sendiri digelar selama satu minggu
Agrowisata
Potensi Lokasi
Keanekaragaman panorama dan tumbuhan hortikultura, tanaman perkebunan, dan
tanaman pangan. Di sepanjang lereng Gunung Muria bagian timur yang terletak di
Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gembong, Kecamatan Gunungwungkal, dan
Kecamatan Cluwak.
Wisata Air
Potensi Lokasi
Perairan budidaya ikan air tawar (tambak) seluas 185 Ha. Desa Talun.
Air Terjun Grenjengan Sewu
Keterangan Potensi Lokasi Fasilitas
Air terjun setinggi ± 75 m. Air terjun yang berada di tengah panorama alam yang
indah, kondisi masih alami dan belum digarap. Desa Jrahi Kecamatan
Gunungwungkal, ketinggian 485 m di atas permukaan laut. Jarak dari Kota Pati ± 27 Km.
Jalan beraspal dan lapisan makadam sampai di Desa Jrahi.
Sendang Tirta Marta Sani
Di kompleks tersebut juga terdapat makam Adipati Pragolo (Bupati Pati pada zaman
Kerajaan Mataram)
Pendopo: sarana pentas kesenian khas Pati Areal parkir dan jalan beraspal, jarak ± 4 Km
dari Kota Pati
Pintu Gerbang Majapahit
* Obyek wisata : Kompleks makam kuno terletak di Dukuh Domasan, Desa Prawoto
Kecamatan Sukolilo.
* Makam ini diperkirakan telah ada sejak abad ke XVI pada masa awal penyebaran
agama Islam di Indonesia.
* Ditinjau dari bentuk makam, bentuk nisan dan letak pemakaman, maka makam kuno
ini dapat disejajarkan dengan usia makam yang ada di Demak pada masa Kerajaan islam
di Demak.
* Berdasarkan namanya, Tabek berasal dari bahasa Arab dari kata tabi’a yang berarti
yang mengikuti atau pengikut. Yang dimaksud pengikut di sini adalah pengikut para
penyebar agama islam pada masa itu, yaitu para wali atau wali songo.
* Kompleks pemakaman kuno saat ini banyak dikunjungi orang karena diyakini
mempunyai hubungan dengan para wali.
Rupa-rupa