Anda di halaman 1dari 4

Aktivitas Etnis Madura di Jember Masa Kolonial

Sejak dibukanya banyak perkebunan di wilayah Jember maka berpengaruh juga pada
tingkat migrasi orang-orang etnis Madura yang meningkat tajam, apalagi dengan iming-iming
pemerintah Belanda yang menjanjikan tanah garapan bagi siapapun warga Madura yang
berhasil mengajak keluarganya bekerja di Jember. Hal ini tentu membuat etnis Madura
menjadi etnis yang dominan di wilayah Jember selain etnis asli yakni etnis Jawa.
Di wilayah perantauan yang tentunya memiliki banyak perbedaan baik secara
geografis maupun kondisi sosialnya dengan wilayah asli Madura, orang-orang etnis Madura
melakukan adaptasi dengan baik sehingga dapat bertahan lama bahkan hingga kini masih
menjadi separuh dari total jumlah warga Jember yang juga berisi banyak etnis tak hanya
Jawa. Di masa kolonial adaptasi tersebut dilakukan dengan cara bekerja sesuai dengan
keseharian warga Madura yang dikenal ulet dan pekerja keras.
Sejak tahun 1870-an banyak orang-orang etnis Madura yang memilih pindah dan
menetap di kota Jember.1 Sebagian besar bekerja menjadi buruh di perkebunan tembakau
milik pemerintah kolonial, namun tidak hanya pekerja laki-laki yang dibutuhkan untuk
membabat hutan tetapi juga pekerja wanita dan anak-anak yang diperlukan tenaganya untuk
bekerja di gudang dalam hal peragian dan pengepakan tembakau kering. Sementara upah
yang mereka dapatkan setiap harinya adalah 25 hingga 30 sen. 2 Selain menjadi pekerja tetap
di beberapa perkebunan yang baru di buka, sebagian dari mereka juga bekerja sebagai tenaga
kerja harian. Ada juga yang menjadi pekerja temporer, dalam hal ini mereka akan
meninggalkan rumahnya setelah tidak ada pekerjaan di sawah atau tegalan untuk kemudian
bekerja di perkebunan Jember lalu pulang apabila masa panen sudah tiba.
Sementara aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang etnis Madura yang bekerja di
sektor perkebunan gula, mereka diharuskan untuk melakukan beberapa kegiatan seperti
penanaman dan panen, pengangkutan tebu dari lading ke pabrik, penggilingan dan
pengangkutan hasil bumi dari pabrik ke pelabuhan laut, dan melakukan perawatan pada alat-
alat yang digunakan dalam proses perkebunan.3 Semua kegiatan tersebut dilakukan oleh
mereka dengan giat setiap harinya, oleh sebab itu juga pemerintah kolonial menanggap lebih
mudah dan menguntungkan untuk memanggil pekerja dari wilayah Madura.
Selain menjalankan kegiatan sehari-hari sebagai buruh di perkebunan milik
pemerintah, orang-orang etnis Madura di wilayah Jember juga dikenal senang dengan dunia

1
Nurhadi Sasmita, “Menjadi Kota Definitif : Jember Abad 19 – 20”, Jurnal Humaniora, 2019, hlm 125.
2
Nawiyanto, “Terbentuknya Ekonomi Perkebunan di Kawasan Jember”, 2018, hlm 54.
3
Ibid, hlm 116.
kesenian. Meski tinggal di daerah perantauan, mereka tetap menjaga dan tidak pernah
meninggalkan identitas asli dari budayanya, bahkan turut membawa dan mengenalkannya
pada masyarakat asli di perantauannya. Dalam hal kesenian, masyarakat etnis Madura di
Jember sering menggelar acara ludruk Madura yang memiliki keunikan tersendiri, untuk
sekadar hiburan melepas penat serta melestarikan kebudayaan.4 Selain ludruk mereka juga
gemar sekali melihat pertunjukan Hadrah yang berisikan nilai-nilai islami, hal ini terjadi
sebab kehidupan dan nilai-nilai keagamaan Islam sangat dekat dengan kehidupan orang-
orang etnis Madura serta merupakan kesenian dari pesantren yang menjadi orientasi dari
pendidikan utama masyarakat Madura. Lalu selain kesenian dalam wujud pagelaran hadrah,
etnis Madura di Jember juga suka sekali mendengarkan acara pengajian yang memberikan
banyak wejangan-wejangan tentang Islam yang menurut mereka kegiatan ini sangat
bermanfaat untuk mendapatkan pedoman-pedoman dalam menjalani hidup, serta dapat
bertemu juga dengan para kyai atau ustadz yang biasa mereka sebut dengan istilah “Lorah
atau Gus” sebab mereka menganggap seorang ustadz yang memiliki banyak ilmu mengenai
agamanya dan dekat dengan Tuhan yang mereka yakini sehingga dapat mendatangkan berkah
bagi kehidupan.
Dalam menjalankan semua aktivitas kesehariannya, tentu orang-orang etnis Madura
tidak bisa dilepaskan dari hubungan sosialnya dengan etnis-etnis lainnya yang juga berada di
wilayah Jember. Hubungan sosial yang terjadi antara etnis Madura dengan warga lokal
Jember melalui proses-proses interaksi yang dilakukan terjadi setiap harinya sebab mereka
tinggal di wilayah yang sama. Etnis Madura banyak bermukim di wilayah Jember bagian
utara, mereka hidup berkelompok yang didasarkan pada unsur genologis yang disebut dengan
pola pemukiman “taneyan lanjang”.5 Interaksi etnis Madura dengan etnis Jawa dalam
kesehariannya pada akhirnya memunculkan budaya Pandalungan meski sebenarnya budaya
tersebut lahir dari kedudukan kasta yang berbeda dari kedua etnis pada masa penjajahan.
Selain menjalin hubungan sosial dengan warga lokal dari Jember atau yang sebagian besar
etnis Jawa, orang-orang etnis Madura juga melakukan interaksi dengan etnis lainnya yang
juga menjadi pendatang di Jember diantaranya adalah etnis Tionghoa dan Arab. Mereka juga
sering melakukan gotong royong dalam kegiatan seni seperti dalam kesenian Barongsai dan
Liang Liong banyak masyarakat etnis Madura yang turut menjadi penari hingga pemusiknya.
Begitu juga dengan etnis Arab yang turut dibantu pada saat melakukan penggarapan kesenian
Gambus yang banyak digelar di wilayah Kendang Kempul dan Janger.6
4
Christanto P, Raharjo, “Pendhalungan : Sebuah ‘Periuk Besar’ Masyarakat Multikultural”, 2017, hlm 4.
5
Ibid, hlm 6.
6
Ibid, hlm 7.
Daftar Pustaka
Christanto P, Raharjo. 2017. Pendhalungan : Sebuah ‘Periuk Besar’ Masyarakat
Multikultural. Kemendikbud.
Nawiyanto. 2018. Terbentuknya Ekonomi Perkebunan di Kawasan Jember. LaksBang
PRESSindo: Yogyakarta.

Nurhadi Sasmita. 2019. Menjadi Kota Definitif : Jember Abad 19 – 20. Jurnal Humaniora.
Vol. 1, No. 2. Universitas Negeri Jember.

Anda mungkin juga menyukai