Anda di halaman 1dari 4

Pendidikan Sangat Berpengaruh Terhadap

Penigkatan Kualitas Hidup


Suku Anak Dalam

ABSTRAK
Tulisan sangatlah penting untuk segala makhluk hidup di dunia ini salah satunya yaitu kita
sebagai manusia yang di kasih nalar dan pikiran untuk meningkatkan kesejahteraan manusia itu
sendiri. Tulisan dapat mensupport kehidupan seseorang maupun kategori orang.

Dalam konteks universal pengajaran meliputi segala kategori dan salah satunya suku anak dalam,
mereka sangatlah membutuhkan pengajaran yang cocok untuk dapat meningkatkan
kesejahteraannya dalam menjalani kehidupan.

Pendidikan analisis data yang dilakukan secara literatur ditemukan sebagian persoalan mengenai
minimnya pengajaran di tingkat suku anak dalam. Dari hasil analisis tersebut di harapkan supaya
pemerintah dapat menciptakan pengajaran yang mengarah terhadap pengaplikasian pengajaran di
daerah pelosok suku anak dalam. Kata Kunci : Tulisan, Suku Pendidikan Dalam, dan
Kesejahteraan.

PENDAHULUAN
Indonesia sangatlah kaya akan kebiasaan, banyak sekali etnik-etnik kebiasaan dalam format
kategori-kategori tertentu, mereka bertempat tinggal dipelosok-pelosok kota modern. Mereka
hidup di antara rerimbunan pohon-pohon besar, Sehingga mereka kerap disebut Orang
Rimba.Disamping mempunyai kebiasaan leluhur yang sangat banyak dan unik, Orang rimba juga
mempunyai sebagian keterbatasan salahsatunya pengajaran yang minim. Minimnya
pengaplikasian pengajaran di pelosok ini memungkinkan terjadinya kesenjangan pengajaran
sehingga memunculkan tertinggalnya Orang Rimba dalam dunia pengajaran.Tulisan yaitu salah
satu komponen dari hak asasi manusia yang semestinya terpenuhi, kecuali menjadi komponen
dari hak asasi manusia, pengajaran juga yaitu salah satu elemen penting dimana suatu kesuksesan
dan kemajuan Negara di ukur oleh seperti apa pengajaran di Negara tersebut.Oleh karena itu
tiap-tiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh kans belajar sebaik-baiknya
dengan didorong oleh sarana dan prasarana yang cocok. Sehingga dimanapun mereka berada
semestinya dapat dijangkau oleh fasilitas pengajaran yang cocok sebagai hak-hak asasi bagi
mereka.

TUJUAN
Tujuan pembuatan artikel ilmiah ini yaitu untuk menggunakan, mengoptimalkan, dan
memperkenalkan seputar dunia pengajaran dikalangan pelosok-pelsokok suku pedalaman.
Kecuali, pengajaran sangat penting untuk mereka di masa kini dan dimasa yang akan datang,
pengajaran mempunyai sifatnya kongkret dalam kehidupan sehari-hari.
Kecuali itu dengan berkembangnya dunia pengajaran di kalangan suku anak dalam, mereka
dapat meminimalisir degredasi ekosistem di hutan dengan bekal pengajaran yang dikasih.
Mengajak segala warga masyarakat untuk mempunyai bekal pengajaran yang cocok sehingga
segala mayarakat dapat menjaga hidup dan hidup sejahtera terbebas dari kesenjangan pengajaran
yang memunculkan kesenjangan hidup.

PEMBAHASAN I
Indonesia yaitu salah satu Negara yang mempunyai ribuan suku bangsa yang beraneka variasi.
Masing-masing daerah saling memberi pengaruh dan diberi pengaruh oleh kebu dayaan daerah
lain atau kebudayaan yang berasal dari luar. Salah satu kebudayaan tersebut yaitu Suku
Pendidikan Dalam. Suku Pendidikan Dalam terdapat di daerah Jambi dan Sumatera Selatan.

Suku Pendidikan Dalam belum terlalu dikenal oleh masyarakat Indonesia karena Suku
Pendidikan Dalam sudah sangat langka dan mereka tinggal di daerah-daerah terpencil yang jauh
dari jangkauan orang-orang. Suku Pendidikan Dalam disebut juga Suku Kubu tau Orang Rimba.

Menurut kebiasaan verbal suku Pendidikan Dalam yaitu orang Malau sesat yang lari ke hutan
rimba disekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duapuluh. Mereka kemudian dinbmakan
Moyang Segayo.

Buah kemasyarakatan mereka , hidup mereka secara nomaden atau tak menetap dan
mendasarkan hidupnya pada berburu dan meramu, sedangkan diantara mereka sudah banyak
yang sudah mempunyai lahan karet maupun pertanian lanilla.

PEMBAHASAN II
Orang Rimba yaitu sebutan lain untuk Suku Pendidikan Dalam yang tinggal di pedalaman rimba.
Istilah “Orang Rimba” dianggap orang rimba sendiri lebih cocok dengan kehidupan mereka yang
tinggal di rimba dan “tak mau” keluar dari hutan. Ketidakmauan mereka keluar dari hutan ini
terkait erat dengan dunia mereka yang menganggap bahwa hutan yaitu daerah hidup dan rumah
mereka sejak dulu (Butet Manurung, 2007).

Kawasan ini mayoritas Orang Rimba menghuni tiga daerah terpisah disekitar Taman Nasional
Bukit Dua Belas (TNBD) Provinsi Jambi, yaitu sekitar TNBD 30, TNBD 12 (Keduanya di
wilayah utara Jambi) dan sepanjang jalan lintas Sumatra (Metode Selatan Jambi).

Ketiga wilayah ini diyakini Orang Rimba sebagai daerah tinggal leluhur mereka dulu. Diwilayah
ini kini sedang digalakan program konversi hutan, salah satunya untuk melindungi keberadaan
Orang Rimba (Lucky Ayu Wulandari, 2009).

PEMBAHASAN III
Hidup nomaden dan semi nomaden (bermigrasi-pindah) di dalam hutan luas, daerah para dewa-
dewa, jin, dan setan mereka juga ikut tinggal di kolong dedaunan yang sama.
Mereka mencukupi kebutuhan hidup dari hasil alam. Alam yaitu segala-galanya bagi mereka.
Merekalah ilustrasi kehidupan manusia di zaman meramu dan berburu ratusan malah ribuan
tahun lalu, yang masih kasat tampak oleh mata. Buah barter malah masih tetap mewarnai
kehidupan ekonomi Orang Rimba ini.

Walau sesekali mereka berjualan hasil hutan di desa-desa pinggir hutan, dan menerima sedikit
uang. Teladan Se-kuno apa saja manusia peninggalan pra-sejarah ini. Kita semestinya
menyadarinya, bahwa mereka tetap komponen dari keluarga besar bangsa Indonesia (Butet
Manurung, 2007).

Orang Rimba yang tak mengetahui baca tulis dan hitung-berhitung ini malah tak luput dari
beratnya cobaan hidup. Mereka yang mencintai hutan, mengasihi, dan merawat peninggalan
leluhur tersebut. Sudah pernah tahu, bahwa manusia yang hidup dalam dimensi waktu yang
berbeda di pinggir hutan. Sebab merusak alam dan hutan mereka.

Hutan yaitu rumah dan sumber penghidupan orang rimba. Mereka sangat memahami bahwa
bumi menyediakan makanan cukup untuk kebutuhan tiap-tiap orang, namun bukan untuk
keserakahannya. Kecuali itu pula, mereka menyatu dengan hutan dalam tatanan kearifan lokal.

Ironisnya, wilayah hutan yang menjadi permukiman orang rimba secara turun-temurun
dibolehkan dibabat. Inilah negara yang pada satu sisi mendewakan secara berlebihan penanam
modal, namun pada sisi lain memperbolehkan dengan penuh kesadaran orang rimba
terpinggirkan, malah tercerabut dari akar tradisinya via pembabatan hutan yang sungguh ironis
dilakukan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.

PEMBAHASAN IV
Tidak jujur dikatakan bahwa perlindungan terhadap orang rimba di negeri ini hanya cantik di
atas kertas, namun miskin, sangat miskin, dalam implementasi. Sebagai figur, via Keputusan
Presiden Nomor 111 Tahun 1999, sebutan suku terasing diubah menjadi kelompok sosial adat
terpencil.

Sudah hanya itu. Buah benderang tersurat dalam sejumlah tata tertib positif seputar pengakuan
dari pemerintah akan keberadaan kelompok sosial adat terpencil, termasuk pengakuan atas hak
sosial dan ekonomi, termasuk pengakuan terhadap perlindungan kebiasaan dan adat istiadat
kelompok sosial adat terpencil. Pengakuan dan perlindungan itu tersebar mulai undang-undang
agraria sampai undang-undang tata ruang.

Orang Rimba yang lugu dan polos itu. Bertahan hidup di hutan, berburu, mencintai alam, dan
humanisme. Pada awalnya, para individu Suku Pendidikan Dalam cenderung mempunyai
pandangan atau persepsi negatif terhadap pengajaran formal.

Fenomena tersebut terkait dengan ajaran dari orang tua, temenggung (kepala suku), dan malah
nenekmoyang mereka yang mengasumsikan bahwa pengajaran yang diterima darisekolah
bukanlah sebuah kegiatan yang semestinya untuk dilakukan.
Alasannya,dengan mengikuti kegiatan belajar di sekolah, karenanya waktu mereka
untukmelakukan kegiatan seperti berhutan menjadi tersisihkan, sehingga label yangkemudian
timbul yaitu mereka akan meninggal karena tak dapat memenuhikebutuhan hidup mereka dari
berhutan. Tulisan formal atau menimba ilmu yaitu salah satu fenomena yang relatif baru bagi
individu Suku Pendidikan Dalam.

Sebelumnya, mereka tak pernah dikenalkan adanya istilah pengajaran maupun istilah menimba
ilmu. Buah yang dikenalkan oleh Edmund Husserl, bahwa fenomenologi berkonsentrasi pada
bagaimana orang mengalami fenomena tertentu,

menyelidiki bagaimana individu mengkonstruksikan makna dari sebuah pengalaman yang


mereka alami dan bagaimana makna yang ditangkap oleh individu tersebut dapat memicu
terbentuknya makna kategori atau malah membentuk pemahaman baru pada kebudayaan tertentu
(Vandersteop dan Johnston, 2009:206).

PEMBAHASAN V
Buah dalam hal ini yaitu kemunculan pengetahuan baru dari pengalaman individu Suku
Pendidikan Dalam mengenai pengajaran yang diperolehnya, serta menciptakan sebagian
pandangan yang berhasil dimaknai oleh individu Suku Pendidikan Dalam. Persepsi awal dari
Suku Pendidikan Dalam terhadap pengajaran yang terbentuk cenderung negatif.

Contoh, seiring dengan terus dilakukannya sosialisasi oleh pemerintah seputar pentingnya
pengajaran serta adanya elemen penyokong internal (cita-cita hidup) dalam diri individu Suku
Pendidikan Dalam, sebagian individu Suku Pendidikan Dalam cenderung menjadi lebih aktif
untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Buah, pemerintah membangun Sekolah Dasar
khusus bagi Suku Pendidikan Dalam.

Persepsi individu Suku Pendidikan Dalam terhadap pengajaran formal yang pada awalnya
menganggap bahwa pengajaran yaitu ajaran yang tak benar, dalam perkembangannya cenderung
mulai mengalami perubahan, dan malah Suku Pendidikan Dalam sudah menimba ilmu dan
menempati rumah yang disediakan oleh pemerintah.

Sehingga, individu Suku Pendidikan Dalam cenderung memaknai pengajaran dan menimba ilmu
sebagai salah satu hal yang menyenangkan sekaligus menguntungkan.Fenomena paling tampak
terkait dengan konstruksi makna pengajaran bagi individu Suku Pendidikan Dalam yaitu bahwa
dengan mengikuti pelajaran di sekolah mereka mempunyai ilustrasi seputar cita-cita hidup.

Sekiranya tersebut mengindikasikan adanya perubahan dalam memahami makna pengajaran


formal yang diterima oleh individu Suku Pendidikan Dalam.

Anda mungkin juga menyukai