Anda di halaman 1dari 5

ANTROPOLOGI SOSIAL

KEBUDAYAAN MINANGKABAU
Identifikasi, Bentuk Desa, Mata Pencaharian, Sistem Kekerabatan, Sistem Kemasyarakatan, Religi,
Modernisasi dan Akulturasi, dan Masalah Pembangunan

Dosen pengampu : Drs. Wisroni,M.Pd


Disusun oleh : ARYA AFDAL HAMDANI
NIM : 23005048

Departement Pendidikan Non Formal


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang
KEBUDAYAAN MINANGKABAU
1. Identifikasi
Istilah kebudayaan merupakan tejemahan dari istilah culture dari Bahasa Inggris. Kata
culture berasa dari bahasa latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menunjuk pada
pengolahan tanah, perawatan dan pengembangan tanaman dan ternak. Kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai
anggota masyarakat. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berkaitan.
Seni dan Tari: Tari-tarian tradisional seperti Tari Piring, Tari Silek, dan Tari Randai adalah
bagian penting dari seni dan budaya Minangkabau. Seni ukir dan seni lukis juga memiliki peran
penting dalam budaya ini, dengan motif geometris dan flora yang khas. Musik: Alat musik
tradisional Minangkabau seperti saluang (suling), talempong (semacam gendang), dan rabab (alat
musik gesek) digunakan dalam berbagai pertunjukan dan upacara adat. Kuliner: Masakan
Minangkabau terkenal dengan rasa pedasnya dan penggunaan bumbu yang kaya. Makanan
khasnya termasuk rendang (masakan daging rendang), nasi padang, sate padang, dan banyak
hidangan lainnya. Bahasa: Bahasa Minangkabau adalah bahasa resmi di Sumatra Barat dan
merupakan bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari oleh suku Minangkabau.

2. Bentuk Desa

Desa-desa di daerah Minangkabau disebut nagari, kadang-kadang terdiri dari bagian


utama, yaitu: Nagari yaitu daerah kediaman ulama sebagai pusat sebuah desa. Letaknya dalam
sebuah desa, biasanya ditentukan oleh adanya : sebuah masjid, sebuah balai adat dan sebuah pasar.
Balai adat dipergunakan untuk sidang-sidang adat. Taratak ialah bagian desa yang berupa hutan
dan ladang. Kadang-kadang juga dihuni, tetapi hanya selama mengerjakan tanah ladang saja.
Rumah-rumah adat Minangkabau disebut rumah gadang, yaitu terdiri dari rumah-rumah panggung
yang memanjang menurut jumlah ruangannya (biasanya ganjil). Secara melebar dibagi atas didieh.
Sebuah rumah gadang biasanya mempunyai 3 didieh. Satu didieh digunakan sebagai bilik (ruang
tidur) yang dibatasi oleh 4 dinding.

3. Mata Pencaharian
Dalam segi ekologis, wilayah Sumatra barat dibentuk oleh bukit-bukit, lembah, dan
pegunungan serta dataran rendah yang kebanyakan diisi oleh muara sungai, yang dilengkapi
dengan laut lepas pantai yang mengarah ke Samudra Indonesia. Dengan kondisi ekologis ini,
masyarakat minang mempunyai profesi mayoritas yakni nelayan, petani, dan pedagang.
Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan lazimnya bertempat tinggal di pesisir pantai. Mata
pencaharian utamanya ialah dengan menangkap ikan untuk kemudian dijual kembali maupun
dinikmati hasilnya sendiri.
Lalu, sebagian besar orang minang pula dengan bekerja sebagai petani. Meskipun wilayah
Sumatra barat memiliki lahan pertanian hanya 13% dari seluruh wilayah, orang yang bekerja
sebagai petani kian meningkat tiap periodenya. Hingga menurut data tercatat, mata pencaharian
masyarakat Sumatra barat ialah 51% pertanian dan 49% non pertanian. Kategori non pertanian
dapat digambarkan seperti pada sektor perdagangan, pada bidang industri dan jasa, dan masih
banyak lainnya. Terakhir adalah pedagang atau wiraswasta. Masyarakat di ranah minangkabau ini
memiliki jiwa pedagang yang cukup tinggi, persentase para pedagang yang berasal maupun
berjualan di daerah minang dapat dikatakan berada di angka yang cukup tinggi kedua setelah
petani.
4. Sistem Kekerabatan
Minangkabau menganut system matrilineal. Sistem matrilineal yang dipakai sebagai
penarikan garis keturunan menurut garis keturunan ibu membuat perempuan di dalam masyarakat
Minangkabau semakin menduduki tempat yang khas. Matrilineal berasal dari dua kata yaitu matri
dan lineal. Matri berarti ibu dan lineal berarti garis, jadi matrilineal garis keturunan berdasarkan
dari pihak ibu. Alisyahbana (dalam Muqtafi, 2015: 14) mengatakan bahwa ciri system matrilineal
di Minangkabau adalah keturunan dihitung dari keturunan ibu. Keadaan sosial budaya
Minangkabau, menempatkan perempuan pada kedudukan tertinggi. Perempuan Minangkabau
adalah orang yang mandiri. Perempuan Minangkabau memiliki basis pengawasan, basis moral,
mengayomi tidak hanya keluarga tetapi juga kaumnya. Menurut M. Radjab (dalam Muqtafi, 2015:
16) Sistem kekerabatan matrilineal terdiri atas delapan ciri: (1)Keturunan yang dihitung
berdasarkan garis keturunan ibu. (2) Sebuah suku terbentuk menurut garis keturunan ibu. (3) Setiap
orang diharuskan kawin dengan orang di luar sukunya (eksogami). (4) Pembalasan dendam yang
merupakan suatu kewajiban bagi seluruh kaum. (5) Kekuasaan di dalam suku, menurut teorinya
terletak pada tangan ibu. (6) Pemegang kekuasaan adalah saudara laki-laki ibu (mamak). (7)
Perkawinan bersifat matrilokal, dimana suami tinggal di rumah istrinya . (8) Harta dan pusaka
diwariskan dari mamak kepada kemenakannya yaitu saudara laki-laki dari ibu kepada anak-anak
dari saudara perempuan.

5. Sistem Kemasyarakatan

Masyarakat suku Minangkabau tidak mengenal organisasi masyarakat lainnya yang bersifat
adat kecuali kelompok kekerabatan: paruik, kampueng dan suku. Karena itu instruksi/praturan
pemerintah, soal administrasi pedesaan, sering disalurkan kepada penduduk desa melalui panghulu
sukunya dan panghulu andiko. Sebuah suku dengan panghulu aukunya juga dibantu oleh seorang
dubalang dan manti yang tugasnya menjaga keamanan suku. Ada suatu masyarakat yang panghulu
sukunya dipilih, dan ada juga yang hanya menjadi hak suatu keluarga tertentu saja, kalau keluarga
itu telah habis, baru pindah kepada keluarga lainnya. Stratifikasi sosial masyarakat Minangkabau
pada daerah tertentu (terutama Padang Pariaman) masih mengenal 3 tingkatan, yaitu

1) Golongan bangsawan memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dan sering mendapat
kemudahan dalam segala urusan, misalnya : memperolah uang jemputan yang tinggi jika
menikah, boleh tidak memberi belanja kepada isterinya dan anaknya, memperoleh gelar
kebangsawanan juga.
2) Golongan orang biasa adalah orang-orang yang datang kemudian dan tidak terikat dengan
orang asal, tetapi mereka bisa memiliki tanah dan rumah sendiri dengan cara membeli.
3) Golongan terendah adalah orang-orang yang datang kemudian dan menumpang pada keluarga-
keluarga yang lebih dulu datang dengan jalan menghambakan diri. Oleh karena itu golongan
ini menduduku kelas yang terbawah.

6. Religi
Pada prinsipnya orang Minangkabau menganut agama Islam. Maka bila ada orang
Minangkabau yang tidak memeluk agama Islam adalah suatu keganjilan yang mengherankan,
walaupun kenyataannya ada sebagian yang tidak patuh menjalankan syari’at-syari’atnya.
Disampung meyakini kebenaran ajaran-ajaran Islam, sebagian dari mereka masih percaya adanya
hal-hal bersifat takhayul dan magis, misalnya: hantu-hantu jahat, kuntilanak, tenung (menggasing)
dsb. Untuk menolak kejahatan makhluk halus itu orang biasanya pergi ke dukun. Dahulu ada
upacara selamatan yang bermacam-macam, seperti : tabuik (peringatan Hasan Husein), khitan,
katam mengaji, dan upacara dalam rangka lingkaran hidup manusia dari lahir sampai mati.
Misalnya : kekah, tedak siten, selamatan kematian pada hari ke-7 sampai dengan hari ke-100.

7. Modernisasi dan Akulturasi

Di era globalisasi yang didukung perkembangan teknologi, alat transportasi dan ilmu
pengetahuan seseorang di suatu wilayah dapat mengetahui segala jenis informasi yang tersebar di
dunia luar dengan cepat dan mudah. Globalisasi dimaknai sebagai dunia satu atap atau dunia batas.
Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau dan berkembang di seluruh kawasan
berikut daerah perantauan Minangkabau. Budaya ini merupakan salah satu dari dua kebudayaan
besar di Nusantara yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter,
demokratis, dan sintetik, yang menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni budaya
Jawa yang bersifat feodal dan sinkretik. Bendi adalah kendaraan tradisional yang banyak
digunakan pada masa lampau, dengan kuda sebagai penarik utamanya. Di jaman sekarang
kendaraan serupa bisa ditemukan pada delman yang biasa digunakan di beberapa tempat di
Minangkabau. Kusir, atau pengemudi Bendi ini akan mengantarkan para pengunjung yang ingin
berkeliling kota yang ada di Minangkabau dan menikmatinya keindahan kota dengan santai.

8. Masalah Masalah Pembangunan

Minangkabau, seperti banyak daerah di Indonesia, menghadapi berbagai masalah dalam


pembangunan dan perkembangan sosial-ekonomi. Beberapa masalah pembangunan yang umum
dihadapi di wilayah Minangkabau meliputi:

 Kemiskinan: Salah satu tantangan utama di Minangkabau adalah tingginya tingkat


kemiskinan di beberapa wilayah. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kemiskinan
termasuk keterbatasan akses ke pendidikan, peluang pekerjaan yang terbatas, serta
ketergantungan pada sektor pertanian.
 Kesenjangan Ekonomi: Kesenjangan ekonomi antara wilayah perkotaan dan pedesaan di
Minangkabau masih signifikan. Pertumbuhan ekonomi lebih cepat terjadi di perkotaan,
sementara di pedesaan masih ada tantangan terkait akses ke infrastruktur, sumber daya, dan
peluang ekonomi.
 Infrastruktur: Meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan infrastruktur di Minangkabau,
beberapa wilayah masih mengalami keterbatasan akses ke jaringan jalan yang baik, air
bersih, dan layanan publik lainnya. Ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan
mobilitas penduduk.

Anda mungkin juga menyukai