Anda di halaman 1dari 17

Budaya Alam Minangkabau

Konsep Estetika Minangkabau


dan Implikasinya dalam
Kehidupan Masyarakat
Minangkabau

Dosen Pengampu:Prof. Dr. Yasnur Asri, M.Pd.

Oleh Kelompok 2:

• Maulidya Fadilah Ariska T 19045079


• Mardi Malino 18089238
• Nurma Afifa 19136089

 
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
A. Konsep Budaya Alam Minangkabau

Budaya Minangkabau adalah sebuah budaya yang


berkembang di Minangkabau serta daerah rantau Minang.
Budaya Minangkabau merupakan salah satu dari dua
kebudayaan besar di Nusantara yang sangat menonjol dan
berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis,
dan sintetik. Hal ini menjadi anti-tesis bagi kebudayaan
besar lainnya, yakni Budaya Jawa yang bersifat feodal dan
sinkretik.
B. Konsep Estetika Sistem Organisasi Masyarakat
Minangkabau

Semenjak zaman kerajaan Pagaruyung ada tiga sistem adat


yang dianut oleh suku Minangkabau yaitu :
1. Sistem Kelarasan Koto Piliang
2. Sistem Kelarasan Bodi Caniago
3. Sistem Kelarasan Panjang
1. Sistem Kelarasan Koto Piliang

Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan


oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang
adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang
dalam istilah adat disebut sebagai "menetes dari langit, bertangga naik,
berjenjang turun" Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di
daerah Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah
berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat.
2. Sistem Kelarasan Bodi Caniago

Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk


Perpatih Nan Sebatang. Sistem adatnya merupakan antitesis terhadap sistem
adat Koto Piliang dengan menganut paham demokrasi yang dalam istilah adat
disebut sebagai "yang membersit dari bumi, duduk sama rendah, berdiri sama
tinggi". Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Lima Puluh
Kota. Cirinya tampak pada lantai rumah gadang yang rata.

Peta Lareh Bodi Caniago


3. Sistem Kelarasan Panjang

Sistem ini digagas oleh adik laki-laki dari dua tokoh di atas yang
bernama Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo nan Bamego-mego. Dalam
adatnya dipantangkang pernikahan dalam negara yang sama. Sistem ini
banyak dianut oleh luhak Agam dan sekitarnya.Namun dewasa ini semua
sistem adat di atas sudah diterapkan secara bersamaan dan tidak dikotomis
lagi.
C. Konsep Estetika Bahasa Masyarakat Minangkabau

Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa


Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan
bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap
bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu,
karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya,
sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa
mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut
bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu. Selain itu dalam
masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat
berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.

Meskipun memiliki bahasa sendiri orang Minang juga


menggunakan Bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia secara
meluas. Historiografi tradisional orang Minang, Tambo Minangkabau ditulis
dalam bahasa Melayu dan merupakan bagian sastra Melayu atau sastra
Indonesia lama. Suku Minangkabau menolak penggunaan bahasa
Minangkabau untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah. Bahasa
Melayu yang dipengaruhi baik secara tata bahasa maupun kosakata
oleh bahasa Arab telah digunakan untuk pengajaran agama Islam. Pidato di
sekolah agama juga menggunakan bahasa Melayu.
Guru-guru dan penulis Minangkabau berperan
penting dalam pembinaan bahasa Melayu Tinggi.
Banyak guru-guru bahasa Melayu berasal dari
Minangkabau, dan sekolah di Bukittinggi merupakan
salah satu pusat pembentukan bahasa Melayu formal.
Dalam masa diterimanya bahasa Melayu Balai Pustaka,
orang-orang Minangkabau menjadi percaya bahwa
mereka adalah penjaga kemurnian bahasa yang
kemudian menjadi bahasa Indonesia itu.
D.Konsep Estetika Kesenian Masyarakat Minangkabau

Perubahan konsep seni tradisional Minangkabau sejalan dengan filosofi


ABS – SBK, mengadopsi nilai kosmos (alam, kitabullah ayat kauniyah yang tak
tertulis) diperkuat nilai Islam (basandi Kitabullah). Bentuk konsep sebagai seni,
tetap saja nilai utama keindahan (estetika). Estetika dalam konsep Islam
disebut dengan jamal. Jamal dilihat dua sisi mengkuti
konsep muhakah (mimesis) Aristoteles, pertama master dan kedua tiruan.
Masternya adalah keindahan dari Tuhan, dan tiruan adalah keindahan
kebudayaan seni yang diproduk manusia. Dalam konsep Islam keindahan yang
berpangkal dari Tuhan itu adalah keindahan yang Maha Indah (Allah
SWT). Inallaha jamil yuhibbu l-jamil  (Allah itu Maha Indah, ia suka dengan yang
indah). Keindahan Allah sebagai master itu disebut jamal al-tsaqafiy (keindahan
yang bersumber dari Tuhan), dan tiruannya disebut jamal al-tsaqafi (keindahan
kebudayaan).
Kebudayaan secara kategoris, ada tujuh
sistem, yakni sistem sosial, ekonomi, politik, iptek,
filasafat, seni dan religi. Posisi seni adalah satu di
antara sistem kebudayaan. Sistem seni ini dari
perspektif budaya Minangkabau sistem “tali tigo
sapilin”, kajiannya disederhanakan pada tiga
kelompok besar, yakni kelompok seni rupa,
kelompok seni gerak dan kelompok seni suara.

Bentuk seni rupa di Minang yang merupakan sub


disiplin ilmu bidang humaniora, penulis
kelompokan pula pada  tiga jenis, yakni (1) seni
lukis/ disain, (2) pahat/ sulam, dan (3) arsitektur
(fungsional, sakral dan sivil).
Seni rupa jenis arsitektur, memiliki wujud yang jelas,
pada setiap genrenya (fungsional, sakral dan sivil). Fungsional
terlihat wujud monumen (perjuangan/ politik, ekonomi dan
pemerintahan).  Sakral ada masjid, madarasah/ tempat shalat
di pinggir sungai dan turbah/ mejan ada berbentuk gobah
seperti makam syeikh Abdurrahman Batuhampar dsb. Sivil
ada bentuk gedung pusat pelayanan pemerintahan (kantor/
sekolahan), pelayanan adat (rumah gadang) dan rumah
kediaman warga/ penduduk.
Bentuk seni gerak, dapat pula dilihat dari tiga jenis,
yakni: tari, pencak dan teater/ film/ pertunjukan. Jenis
seni tari di Minang terdapat banyak wujud (tari rantak
kudo, tari barabah, tari kain, tari gelombang dsb).
Jenis pencak/ silat (atraksi bela diri) punya wujud
bergam pula, ada seni pencak alu ambek, silat lintau,
silat harimau dsb. Jenis teatre/ film/ pertunjukan
mempunyai wujud beragam pula seperti sandiwara,
tabuik, cimuntu, permainan rakyat, randai  dan atau
teater rakyat lainnya, film dokumenter dan film yang
berakar dari novel karya novelis Minang dsb.

Seperti bentuk seni gerak, maka bentuk seni suara


juga dapat dilihat dalam tiga jenis yakni: pertama
instrumental (puput batang padi, serunai, seruling
dsb), kedua vokal (vokal group,  salawat dulang,
kasidah rebana) dan ketiga sastra.
E. Implikasi Budaya dalam Masyarakat Minangkabau

Nilai-nilai budaya etnis Minangkabau yang masih dipegang erat dalam


kehidupan di daerah perantauan yaitu pertama nilai budaya merantau

Penyebab masyarakat etnis Minangkabau ketika merantau sebagian


besar memilih profesi berdagang yaitu karena adanya faktor internal
dan eksternal. Faktor internalnya penyebab etnis Minangkabau
berprofesi sebagai pedagang yaitu karena keturunan, berdagang
sebagai jiwa orang Minang, dan tingkat pendidikan perantau cendrung
rendah. Faktor eksternal penyebab etnis Minangkabau berprofesi
sebagai pedagang yaitu karena adanya induk semang yang banyak
berprofesi sebagai pedagang, solidaritas, dan berdagang merupakan
profesi yang tidak memerlukan keahlian khusus dalam bidang
akademis.
Pandangan masyarakat setempat tentang kehidupan masyarakat
etnis Minangkabau di tanah rantau terbagi dalam beberapa aspek:
Pertama interaksi, proses interaksi berjalan secara kondusif dan cukup
baik. Kedua sosialisasi, etnis minangkabau tidak jarang mengikuti
berbagai kegiatan yang diadakan di lingkungan tempat tinggal mereka.
Ketiga penyesuaiaan diri, penyesuaian diri berjalan cukup normal, ada
sedikit kesulitan proses penyesuaian orang Minang di rantau, serta
konflik kecil yang terjadi. Keempat identitas sosial, masyarakat Minang
dikenal sebagai individu yang penuh perhitungan, pandai berdagang,
serta memiliki kecakapan dalam berbicara serta gemar merantau.

Implementasi atau penerapan nilai-nilai budaya etnis Minangkabau


di tempat perantauan yaitu pertama, sistem matrilineal tidak terlalu
dipaksakan untuk diterapkan di tanah rantau, terutama dalam sistem
pernikahan yang memungkinkan untuk menggunakan sistem adat lain.
Untuk sistem pembagian warisan masih diterapkan bagi anggota
masyarakat rantau etnis Minangkabau. Kedua, Tradisi maota dilapau
masih kerap dilakukan oleh perkumpulanperkumpulan etnis
Minangkabau di tanah rantau. Ketiga, pepatah-petitih menjadi nilai
hidup bagi mereka di tanah rantau karena dinilai sebagai pedoman
untuk hidup di rantau.
Kesimpulan

Budaya Minangkabau adalah sebuah budaya yang berkembang


di Minangkabau serta daerah rantau Minang. Budaya Minangkabau
merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di Nusantara
yang sangat menonjol dan berpengaruh.Terdapat konsep estetika
didalam kehidupan masyarakat Minangkabau baik dari sistem
organisasi,bahasa,maupun kesenian pada masyarakat
Minangkabau.
Sungguah elok ruponyo bungo
Tampek hinggok buruang marpatih
Sakian materi dari kelompok duo
Maaf atas salah dan tarimokasih

Anda mungkin juga menyukai