Anda di halaman 1dari 14

HUKUM ADAT

“SUKU MINANGKABAU”

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

SURABAYA

28 Oktober 2020

Disusun oleh :

Antonius Ardian Prasetyo - 02051200030

Brandon Soekresno - 02051200031

Ivana Cindi Lydia Wuwung - 02051200021

Noufal Satrya Widjajanto - 02051200024

Maria Helena - 02051200016

Presilia Tangriawan - 02051200045

Stefanny Candra Garciella - 02051200018


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

​ Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mengetahui berbagai macam


budaya-budaya yang ada di negara kita. Negara Indonesia memiliki beragam pulau, suku, ras,
dan budaya yang perlu diketahui dan dikenal oleh masyarakat Indonesia. Suku di Indonesia
sangat beragam, beberapa macam contohnya, yaitu seperti suku Dayak, Betawi, Aceh,
Baduy, Lampung, Minangkabau, dan masih banyak lagi. Artinya walaupun kita
berbeda-beda, tetapi kita sebagai warga negara Indonesia tetap menjadi suatu kesatuan agar
masyarakat dapat memahami arti toleransi antar suku satu dengan suku yang lain sehingga
tidak menimbulkan perpecahan maupun perseteruan antar suku. Pengetahuan tentang
kebudayaan akan memperkuat rasa nasionalisme kita sebagai warga negara Indonesia yang
baik.

Di setiap negara pasti memiliki budaya yang berbeda-beda, sebagai masyarakat kita
tidak ada salahnya untuk mempelajari budaya-budaya yang ada, itu juga dapat menambah
wawasan dan menjadi tolak ukur untuk kita masing-masing agar dapat mengetahui lebih
banyak lagi perbedaan-perbedaan dan mendapatkan hal-hal baru yang belum kita ketahui
sebelumnya. Mempelajari juga memiliki berbagai manfaat, salah satunya dapat menjadi bekal
dalam beradaptasi dan bergaul dengan masyarakat sekitar.

1.2 Rumusan Masalah

➔ Apa saja Filosofi yang terdapat dalam suku Minang?


➔ Bahasa apa yang dipakai oleh suku Minang?
➔ Bagaimana tata cara dalam perkawinan adat Minang?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui dan mempelajari tentang adat istiadat dan tata cara kegiatan yang
ada di dalam suku Minangkabau
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Hukum Adat

A. Pengertian Umum Adat

Negara Indonesia adalah negara yang bersifat multikulturalisme. Hal ini tergambar
dari jumlah pulau, beragam suku, agama, serta beraneka macam budaya yang ada di
dalamnya. Setiap daerah pasti memiliki berbagai macam adat. Adat berarti gagasan
kebudayaan yang di dalamnya terdapat kandungan nilai-nilai norma, kebiasaan, dan juga
nilai-nilai budaya yang dilakukan secara terus-menerus serta diikuti oleh masyarakat dalam
daerah tersebut. Apabila suatu adat dilanggar/tidak dilaksanakan oleh masyarakat yang ada
dalam lingkungan tersebut, maka dapat terjadi kekacauan dan dapat muncul sanksi tak tertulis
kepada pelaku yang dianggap menyimpang dan tidak mentaati aturan yang berlaku.

● Kebudayaan dalam suatu daerah

Budaya memiliki cara hidup yang berkembang mengikuti zaman dari generasi ke
generasi secara turun-temurun yang berisikan beberapa orang dan membentuk suatu
kelompok. Terbentuknya suatu budaya dikarenakan adanya unsur-unsur yang menjadi dasar,
seperti halnya sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, dan karya
seni dari masyarakat di daerah tersebut.

Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski menyatakan bahwa segala


sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan dari masyarakat itu
sendiri, hal ini disebut sebagai ​Cultural-Determinism​. Sedangkan menurut Herskovits,
kebudayaan itu sebagai sesuatu yang turun temurun dari generasi ke genarasi, yang diseut
superorganic​. Pendapat ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki hubungan erat dengan
kebudayaan.

● Asal-usul suku Minangkabau

Kata Minangkabau berasal dari kata “manang” yang berarti menang dan kabau
berasal dari kata “kabau” yang berarti kerbau. Kata Minangkabau memiliki kisah di mana
kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh Raja Adityawarman ditaklukan oleh pasukan
kerajaan Majapahit. Budaya Minangkabau dipahamkan dengan keberadaan penduduk dan
masyarakat yang menganutnya, sehingga disebut sebagai kawasan budaya Minangkabau.
Kawasan tersebut memiliki budaya yang luas dan tidak dibatasi oleh batasan sebuah provinsi,
yang membuat kawasan budaya Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif
Sumatera Barat.

Minangkabau pula dipahamkan sebagai nama dari sebuah suku, yaitu suku
Minangkabau. Dimana suku tersebut memiliki daerah, bahasa, dan penduduknya sendiri.
Selain itu, Minangkabau juga dipahami sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu, yang
berpusat di Pagaruyung. Kerajaan tersebut sering juga disebut sebagai kerajaan Pagaruyung,
dengan masa pemerintahan yang cukup lama, dan pernah mengirimkan utusan-utusan ke
negeri Cina.

● Bendera Marawa

Bendera Marawa Kebesaran Alam Minangkabau (Tiga warna) memiliki sebuah


makna, dimana setiap warna-warna tersebut mempunyai arti sendiri begitupun dengan tiang
bendera Marawa. Marawa juga merupakan lambang atau pencerminan wilayah Adat Luhak
Nan Tigo.

❏ Tiang : Melambangkan mambasuik dari bumi, artinya suara yang harus


didengarkan adalah suara yang harus datang dari bawah atau suara itu adalah
suara rakyat kecil lalu dimusyawarahkan bersama-sama.
❏ Hitam : Melambangkan tahan tapo serta mempunyai akal dan budi dengan
kebesaran Luhak Limopuluah. Jika acara di laksanakan di wilayah adat Luhak
Limopuluah (airnyo manih, ikannyo banyak dan buminyo tawar), maka
marawanya berwarna hitam sebelah luar, warna daerah Limopuluah Koto
adalah biru.
❏ Merah : Melambangkan keberanian punya raso jo pareso dengan kebesaran
Luhak Agam. Jika acara di wilayah Luhak Agam (airnyo karuah, ikannya lia
dan buminya hangat) maka marawa berwarna merah sebelah luar. warna
daerah Agam adalah merah (sirah)
❏ Kuning : Melambangkan keagungan, punya undang-undang dan hukum
dengan kebesaran Luhak Tanah datar. Jika acara di wilayah Luhak Tanah
datar (airnyo janiah, ikannyo jinak dan buminya dingin)., maka marawanya
berwarna kuning sebelah luar, warna daerah Tanah datar adalah kuning

Tata cara pemakaian Bendera Marawang:

Dipakai atau dipasang ketika acara nasional atau acara daerah serta acara keagamaan,
seperti Peringatan 17 Agustus dan hari nasional lainnya, peringatan hari besar Islam (Idul
fitri, Idul Adha, Isra’ Mi’raj, Maulid nabi, 1 Muharram). Dipakai atau dipasang saat
pelantikan/pengambilan sumpah pejabat nasional dan daerah atau penyambutan terhadap
pejabat Internasional, nasional maupun daerah yang datang berkunjung saat berada di
Sumatera Barat atau ranah minang.

Marawa dengan tiga warna akan dipasang di gerbang pada bagian kiri dan kanan,
dimana tempat upacara pelantikan pejabat diadakan, dan marawa yang mendampingi
merupakan marawa berwarna satu, berwarna dua yang diambil dari marawa kebesaran alam
Minangkabau.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan

Minangkabau adalah suku yang sangat kompleks, Hampir semua aspek kehidupan,
sosial, ekonomi, budaya, agama diatur dengan jelas. Norma adat yang berlaku di masyarakat
biasanya diajarkan oleh orang tua, mamak, dan penghulu dalam bentuk pepatah dan petitih,
setiap orang harus selalu saling mengingatkan dan mengajarkan orang terdekatnya untuk
selalu berada dalam garisan dan ketentuan adat Minangkabau.

Minangkabau yang memiliki dua alur, adat dan agama, menurut seorang pemimpin
harus bisa menjalankan dan dapat mematuhi aturan yang ada atau yang telah lahir. Seorang
pemimpin akan bisa memakmurkan kesejahteraan rakyatnya. Adanya kekuasaan berawal
dari sebuah kesepakatan, maka pemimpin akan menanamkan ilmu musyawarah untuk
melaksanakan undang-undang. Masyarakat Minangkabau memiliki perundang-undangan,
yakni agama dan adat yang bersumber dari kitab Allah SWT dan alam. Semuanya memiliki
alur keteladanan dan pendidikan. Oleh karena itu kehidupan di Minangkabau bersifat nyata
dan benar, orang Minangkabau akan berpikir sebelum bertindak adalah adanya sebuah
hukum/aturan akan menjadi panutan bagi orang Minangkabau.

Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh suku Minangkabau :

1. Memiliki kesenian yang beragam


2. Penganut Islam yang taat
3. Memiliki jiwa perantau
4. Tali persaudaraan yang kuat
5. Sangat egaliter dan demokratis
6. Menganut sistem matrilineal

1. FILOSOFI
❏ Alam takambang manjadi guru​ → merupakan suatu adagium yang mengajak
masyarakat Minangkabau untuk selalu menuntut ilmu
❏ Adat basandi syarak, syarak basandi kitabbullah​, syarak → adat harus
bersendi syariat, syariat bersendi kitab Allah SWT
❏ Dima Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung​ → memahami posisi dalam
kehidupan sosial. Dimanapun kita berada kita perlu memahami dan mengikuti
kebiasaan setempat, sebagai tanda hormat, tanpa melupakan jati diri sebagai
orang minangkabau
❏ Adat nan sabana adat → ​takdir, atau kehendak dari Allah yang bersifat tetap
dan tidak pernah berubah.
2. BAHASA

Suku Minang adalah salah satu suku besar yang tersebar di Indonesia.
Kebiasan orang Minang merantau membuat mereka mudah ditemukan di mana pun.
Orang Minang sangat mudah dikenali paling tidak dari logat saat mengucapkan bahasa
Minang.

Bahasa Minangkabau atau Baso Minang adalah salah satu anak cabang dari bahasa
Austronesia yang dipakai di wilayah Sumatera Barat, bagian barat provinsi Riau. Secara
historis, daerah sebar tutur Bahasa Minangkabau meliputi bekas wilayah kekuasaan Kerajaan
Pagaruyung yang berpusat di Batusangkar, Sumatera Barat. Batas-batasnya biasa dinyatakan
dalam ungkapan Minang berikut ini:

Dari Sikilang Aia Bangih

hingga Taratak Aia Hitam.

Dari Durian Ditakuak Rajo

hingga Sialang Balantak Basi.

Sikilang Aia Bangih adalah batas utara, sekarang di daerah Pasaman Barat, berbatasan
dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu. Durian Ditakuak
Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi. Yang terakhir, Sialang Balantak Basi
adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau sekarang.

Bahasa Minangkabau juga menjadi bahasa lingua franca di kawasan pantai barat
Sumatera Utara, bahkan menjangkau jauh hingga pesisir barat Aceh. Di Aceh, penutur bahasa
ini disebut sebagai Aneuk Jamee. Selain itu, bahasa Minangkabau juga dituturkan oleh
masyarakat Negeri Sembilan, Malaysia yang nenek moyangnya merupakan pendatang asal
ranah Minang sejak berabad-abad silam.

Untuk komunikasi antar penutur bahasa Minangkabau yang sedemikian beragam ini,
akhirnya di pergunakanlah dialek Padang sebagai bahasa baku Minangkabau atau disebut
Baso Padang atau Baso Urang Awak. Bahasa Minangkabau dialek Padang inilah yang
menjadi acuan baku (standar) dalam menguasai bahasa Minangkabau

Dialek bahasa Minangkabau sangat bervariasi, bahkan antar kampung yang


dipisahkan oleh sungai sekalipun sudah mempunyai dialek yang berbeda. Perbedaan terbesar
adalah dialek yang dituturkan di kawasan Pesisir Selatan dan dialek di wilayah Muko-Muko,
Bengkulu

Contoh perbedaan dialek :

Bahasa Indonesia/Bahasa Melayu : Apa katanya kepadamu ?


Bahasa Minangkabau “baku” : A keceknyo jo kau ?

Mandahiling Kuti Anyie : Apo kecek o ko gau ?

Padang Panjang : Apo keceknyo ka kau ?

Pariaman : A kate e bakeh kau ?

Ludai : A kecek o ka rau ?

Sungai Batang : Ea janyo ke kau ?

Kurai : A jano kale gau ?

Kuranji : Apo kecek e ka kau ?

➢ Panggilan/Sebutan

➔ Uda/Uni

Uda/Uni adalah panggilan yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat


Minang, Uda digunakan untuk laki-laki yang umurnya lebih tua atau
sederhananya berarti abang. Dan Uni untuk panggilan perempuan atau
sederhananya kakak.

➔ Awak/Denai

Awak/Denai adalah berarti saya, sebagai kata untuk menyebut diri


sendiri jika tidak menggunakan nama

➔ Kama, Dima, Manga, Sia

Kama berarti kemana, Dima berarti dimana, Manga berarti ngapain,


dan Sia berarti siapa

➢ Kalimat untuk menawar

➔ Bara ko ni/da ? (berapa harganya bang/kak?)


➔ kuranglah, maha bana (kurangi dong, terlalu mahal)
➔ awak niyo sagiko (saya mau harganya segini)
➔ awak samo awak jan maha-maha bana (sesama kita jangan mahal-mahal dong).
➢ Kalimat yang digunakan saat di tempat makan

➔ Minum apo? (minum apa?)


➔ Teh angek (teh panas)
➔ labiahan ladonyo ni (tolong dikasih lebih sambelnya)
➔ bungkui ciek (satu dibungkus)

➢ Ungkapan lain-lainnya dalam bahasa Minang dan artinya

➔ tarimokasih (terimakasih)
➔ alah makan? (sudah makan?)
➔ salamaik pagi (selamat pagi)
➔ elok-elok (hati-hati)
➔ rancak bana (bagus)
➔ lamak bana (sangat enak)
➔ basobok awak lah (ketemu yuk)
➔ apo kaba (apa kabar)
➔ pai ka sinan (ingin ke sana)
➔ siko se da (di sini saja)
➔ lapa (lapar)
➔ gadang bana (sangat besar)

3. KEKELUARGAAN

Suku bangsa Minangkabau merupakan suku bangsa yang cukup unik di


Indonesia dengan masyarakatnya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal.
Prinsip kekerabatan masyarakat ini (​matrilineal descent)​ yang mengatur hubungan
kekerabatan melalui garis ibu. Dengan prinsip ini, seorang anak akan mengambil suku
ibunya. Garis turunan ini juga mempunyai arti pada penerusan harta warisan, di mana
seorang anak akan memperoleh warisan menurut garis ibu. Warisan yang dimaksud
adalah berupa harta peninggalan yang sudah turun-temurun menurut garis ibu. Secara
lebih luas, harta warisan (pusaka) dapat dikelompokkan dua macam, yaitu pusaka
tinggi dan pusaka rendah. Pusaka tinggi adalah harta yang diwarisi dari ibu secara
turun-temurun, sedangkan pusaka rendah adalah warisan dari hasil usaha ibu dan bapak
selama mereka terikat perkawinan.

Konsekuensi dari sistem pewarisan pusaka tinggi, setiap warisan akan jatuh pada anak
perempuan, anak laki-laki tidak mempunyai hak memiliki, tetapi hanya mengusahakan.
Sedangkan anak perempuan mempunyai hak memiliki sampai diwariskan pula kepada
anaknya. Seorang laki-laki hanya boleh mengambil sebagian dari hasil harta warisan
sesuai dengan usahanya dan sama sekali tidak dapat mewariskan kepada anaknya.
Kalau ia meninggal, maka harta itu akan kembali pada ibunya atau kepada adik
perempuan dan kemenakannya.

Dalam dalam sistem kekerabatan matrilineal, satu rumah gadang dihuni oleh satu
keluarga. Rumah ini berfungsi untuk kegiatan-kegiatan adat dan tempat tinggal.
Keluarga yang mendiami rumah gadang adalah orang-orang yang seketurunan yang
dinamakan saparuik (dari satu perut) atau setail darah menurut garis keturunan ibu. Ibu,
anak laki-laki dan anak perempuan dari ibu, saudara laki-laki ibu, saudara perempuan
ibu, serta anak-anaknya, atau cucu ibu dari anak perempuannya disebut saparuik,
karena semua mengikuti ibunya. Sedangkah ayah (suami ibu) tidak termasuk keluarga
di rumah gadang istrinya, akan tetapi menjadi anggota keluarga dari paruik rumah
gadang tempat ia dilahirkan (ibunya).

4. ADAT PERKAWINAN

Perkawinan pada hakekatnya adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan
perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang kekal dan bahagia. Bagi masyarakat
Minangkabau yang beragama Islam, perkawinan dilakukan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang No. 1/1947 tentang Perkawinan. Ragam perkawinan masyarakat adat
Minangkabau ada dua, yaitu perkawinan ideal (perkawinan antara keluarga dekat, seperti
anak dari kemenakan) dan kawin pantang (perkawinan yang tidak dapat dilakukan seperti
anak seibu atau seayah).

Perkawinan dalam suku Minangkabau juga tentunya berbeda dengan suku yang lain,
dalam adat Minangkabau adat perkawinan memiliki beberapa adat dan tata tertib yang wajib
dipatuhi dan diikuti bagi pasutri yang ingin menikah.

● Kedua calon mempelai harus beragama Islam.


● Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali
persukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain.
● Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan
keluarga kedua belah pihak.
● Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat
menjamin kehidupan keluarganya.

Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat diatas dianggap


perkawinan sumbang, atau perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat Minang.
Selain dari itu masih ada tata krama dan upacara adat dan ketentuan agama Islam yang harus
dipenuhi seperti tatakrama jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah,
baralek gadang, jalang manjalang dan sebagainya. Tata krama dan upacara adat perkawinan
ini pun tidak mungkin diremehkan karena semua orang Minang menganggap bahwa
“Perkawinan itu sesuatu yang agung”, yang kini diyakini hanya “sekali” seumur hidup.
● Wanita Minang harus membeli pria Minang untuk dijadikan calon suami.

Dalam adat ini calon mempelai wanita membeli calon mempelai pria dengan
harga yang disepakati oleh keluarga calon pengantin pria, disini keluarga dari calon
mempelai wanita juga harus berbesar hati untuk membiayai seluruh keperluan dalam
prosesi pernikahan. Semakin tinggi pendidikan seorang pria Minang akan semakin
tinggi nilai jualnya. Dalam adat ini apabila pendidikan dari calon mempelai pria
semakin tinggi maka harga yang harus dibayarkan oleh keluarga calon mempelai
wanita juga semakin tinggi. Harga yang diberikan oleh keluarga pengantin pria juga
harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi calon mempelai wanita.

● Prosesi adat pernikahan yang sangat panjang

Meskipun adat Minang dikenal adat yang tergolong “ribet” namun dari sini
kita bisa menilai bahwa adat Minang sangat kaya akan adat istiadatnya.

Tata cara adat perkawinan di Minangkabau :

1. MARESEK

Maresek merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara


pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu matrilineal,
pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang
membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan. Pada awalnya beberapa wanita yang
berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah pemuda yang dituju berminat untuk
menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi bisa berlangsung beberapa kali perundingan
sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga.

2. MAMINANG/BATIMBANG TANDO (BERTUKAR TANDA)

Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk
meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai
simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini melibatkan
orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon
mempelai wanita datang membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano atau kampia
(tas yang terbuat dari daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria.
Selain itu juga membawa hantaran kue-kue dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal
pertemuan mengandung makna dan harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak
akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat
selamanya. Kemudian dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar
tanda). Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain
adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara
penjemputan calon mempelai pria.
3. MAHANTA SIRIAH/MINTA IZIN

Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang rencana pernikahan
kepada mamak-mamak-nya, saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah
berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai
wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih.
Calon mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (sekarang
digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk ritual ini
mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan dan
mohon doa untuk rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang didatangi akan
memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.

4. BABAKO-BABAKI

Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan
kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya
berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai
macam hantaran. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai
kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan
calon mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah
dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi, calon
mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para tetua
memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke rumahnya
diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.

5. MALAM BAINAI

Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke
kuku-kuku calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah.
Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai
wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi keharuman tujuh macam
kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai, dan kursi
untuk calon mempelai. Calon mempelai wanita dengan baju tokah dan bersunting rendah
dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik
dengan memercikkan air harum tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua orang tua.
Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.

6. MANJAPUIK MARAPULAI

Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan
menurut adat Minangkabau. Calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke rumah calon
pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga dibarengi pemberian
gelar pusaka kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa. Lazimnya pihak
keluarga calon pengantin wanita harus membawa sirih lengkap dalam cerana yang
menandakan kehadiran mereka yang penuh tata krama (beradat), pakaian pengantin pria
lengkap, nasi kuning singgang ayam, lauk-pauk, kue-kue serta buah-buahan. Untuk daerah
pesisir Sumatera Barat biasanya juga menyertakan payung kuning, tombak, pedang serta
uang jemputan atau uang hilang. Rombongan utusan dari keluarga calon mempelai wanita
menjemput calon mempelai pria sambil membawa perlengkapan. Setelah prosesi
sambah-mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan, barang-barang diserahkan. Calon
pengantin pria beserta rombongan diarak menuju kediaman calon mempelai wanita.

7. PENYAMBUTAN DI RUMAH ANAK DARO

Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon mempelai wanita
lazimnya merupakan momen meriah dan besar. Diiringi bunyi musik tradisional khas Minang
yakni talempong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat timbal balik yang terdiri
dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut para dara berpakaian adat yang
menyuguhkan sirih. Sirih dalam carano adat lengkap, payung kuning keemasan, beras
kuning, kain jajakan putih merupakan perlengkapan yang biasanya digunakan. Keluarga
mempelai wanita memayungi calon mempelai pria disambut dengan tari Gelombang Adat
Timbal Balik. Berikutnya, barisan dara menyambut rombongan dengan persembahan sirih
lengkap. Para sesepuh wanita menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum
memasuki pintu rumah, kaki calon mempelai pria diperciki air sebagai lambang mensucikan,
lalu berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya akad.

8. TRADISI USAI AKAD NIKAH

Ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan setelah akad nikah. Yaitu
memulang tanda, mengumumkan gelar pengantin pria, mengadu kening, mengeruk nasi
kuning dan bermain coki.

● Mamulangkan Tando, Setelah resmi sebagai suami istri, maka tanda yang
diberikan sebagai ikatan janji sewaktu lamaran dikembalikan oleh kedua belah
pihak.
● Malewakan Gala Marapulai, Mengumumkan gelar untuk pengantin pria. Gelar
ini sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan yang disandang mempelai pria.
Lazimnya diumumkan langsung oleh ninik mamak kaumnya.
● Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening, Pasangan mempelai dipimpin oleh
para sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka satu sama lain. Kedua
mempelai didudukkan saling berhadapan dan wajah keduanya dipisahkan dengan
sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu kening pengantin
akan saling bersentuhan.
● Mangaruak Nasi Kuniang, Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerjasama
antara suami isri harus selalu saling menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali
dengan kedua pengantin berebut mengambil daging ayam yang tersembunyi di
dalam nasi kuning.
● Bamain Coki, Coki adalah permainan tradisional Ranah Minang. Yakni
semacam permainan catur yang dilakukan oleh dua orang, papan permainan
menyerupai halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai bisa saling
meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta kemesraan,

3.2 Notulen

Dari

Tanya :

Jawab :
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Masyarakat Minangkabau adalah suatu kelompok etnis yang menjunjung tinggi adat-adatnya
maka dari itu kita harus mempelajari adat-adatnya seperti cara berpakaian , bahasa ,
pernikahan , keluargaan maka dari itu kita harus mempelajari banyak adat-adat yang ada
disini itu

4.2 Penutup

Dengan demikian makalah ini, maka kami berharap dengan ini informasi yang
disampaikan dapat menjelaskan mengenai Suku Minangkabau.

Jika ada kekurangan dalam makalah ini kami ucapkan permintaan maaf, sekian dan
terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai