Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dan berkomunikasi


antarsesamanya. Dalam berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Bahasa
sangat berkembang di kalangan masyaraka karena bahasa bersifat dinamis dan selalu mengikuti
perkembangan zaman. Dikalangan masyarakat saat ini, sering ditemukan pemakaian bahasa-
bahasa yangdipendekkan saat berkomunikasi. Kependekan itu disebut dengan abreviasi.Menurut
Kridalaksana (2010: 159) abreviasi adalah proses penanggalan satu ataubeberapa bagian kata atau
kombinasi kata sehingga jadilah bentuk baru yangberstatus kata, istilah lain untuk abreviasi ialah
pemendekan, sedangkan hasilprosesnya disebut kependekan.Abreviasi tidak hanya digunakan
dalam bahasa lisan, tetapi juga dalambahasa tulis.

Abreviasi dalam bahasa lisan salah satunya digunakan di lingkungansosial, seperti nama
suatu daerah yaitu LA singkatan dari Lubuak Aluang. LubuakAluang merupakan sebuah
kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman, SumatraBarat, sedangkan abreviasi dalam bahasa tulis
juga banyak digunakan salahsatunya ialah dalam media cetak. Salah satu media cetak yang
menggunakanabreviasi ialah dalam majalah.Menurut Soetimah (dalam Golung, 2015: 3) majalah
adalah terbitanberkala yang berisi artikel-artikel dan mempunyai nomor urut.

Majalah yangsifatnya umum berisi artikel-artikel dari berbagai macam bidang,


sedangkanmajalah yang sifatnya khusus, biasanya berisi artikel tentang bidang yangbersangkutan.
Di dalam majalah juga terdapat berita-berita yang bermanfaat dandapat menambah wawasan
pembaca. Menurut Jamanti (2014: 20) beritamerupakan suatu fakta atau opini aktual yang
menarik dan akurat serta dianggappenting bagi pembaca, pendengar, maupun penonton.Salah satu
majalah yang ada di Indonesia ialah majalah Tempo. Majalahberita mingguan Tempo didirikan
oleh Goenawan Mohamad dan Yusril Djalinus,dengan edisi pertamanya terbit pada 6 Maret 1971.
Tempo adalah majalah beritamingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik yang
diterbitkanoleh Tempo Media Group (https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah datangnya Orang Jawa ke Sumatera

Terjadinya arus migrasi penduduk yang deras dari pulau Jawa untuk menjadi kuli kontrak di
Sumatera berlangsung menjelang terjadinya depresi ekonomi dunia. Para penduduk miskin di
Jawa yang terutama berada di desa-desa terpencil, dibawa ke Sumatera Timur untuk di jadikan
pekerja di sejumlah perkebunan di wilayah tersebut. Selain itu pemerintah kolonial Belanda
mengubah kebijakan kolonisasi, dengan menciptakan koloni penduduk asal Jawa di perkebunan-
perkabunan yang telah mereka buat. Kebijakan kolonisasi penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa
dilatarbelakangi oleh

(1) Melaksanakan salah satu program politik etis, yaitu emigrasi untukmengurangi jumlah
penduduk pulau Jawa dan memperbaiki tarafkehidupan yang masih rendah.

(2) Pemilikan tanah yang makin sempit dipulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang cepat
telah menyebabkantaraf hidup masyarakat di pulau Jawa semakin menurun.

(3) Adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja di
daerah-daerah perkebunan dan pertambangan di luar pulau Jawa. Politik etis yang mulai
diterapkan pada tahun 1900 bertujuan mensejahterakan masyarakat petani yang telah dieksploitasi
selama dilaksanakannya culture stelsel (sistem tanam paksa). Pembukaan Onderneming
(perkebunan besar) yang dilaksanakan oleh perusahaan asing lainnya yang dilindungi oleh
Pemenritah Hindia Belanda8 Bersamaan dengan pesatnya pembukaan lahan baru untuk
perkebunan tembakau, tahun 1890-1920 adalah era dimana masuknya gelombang kuli untuk
bekerja di perkebunan tembakau swasta milik Belanda datang secara besar-besaran. Para kuli
yang disebut kuli kontrak adalah kebanyakan dari Jawa. Kebanyakan dari mereka tertipu oleh
bujukan para agen pencari kerja yang mengatakan kepada mereka bahwa Deli adalah tempat
dimana pohon yang berdaun uang (metafor dari tembakau). Dijanjikan akan kaya raya namun
kenyataannya mereka dijadikan budak. Selama puluhan tahun mereka menjalani kehidupan yang
sangat tidak manusiawi, upah yang sangat rendah, perlakuan kasar majikan

Perkembangan yang pesat dalam pembangunan perkebunan ini, karena pada masa itu Belanda
sudah mulai memasuki era imperialism modern dengan memberlakukan Undang-Undang Agraria
tahun 1870 bagi seluruh wilayah HIndia Belanda, yang menciptakan iklim kemantapan berusaha
bagi para pengusaha Belanda atau orang lainnya. Orang-orang asing berlomba menanamkan
modal ke Sumatera Timur. Oleh karena sulit mendatangkan buruh Cina dan India ke Sumatera
Timur, maka kuli kontrak didatangkan dari Jawa. Masuknya kuli kontrak asal Jawa dan China ke
Medan tentu mengubah warna daerah ini .

rayu makelar pencari tenaga kerja. Pada masa Hindi Belanda orang Jawa didatangkan dari
kampung miskin di Jawa. Awalnya “Werk” atau agen pencari “kuli” datang kepelbagai
kampung/desa di Jawa yang dilanda paceklik, menggoda mereka untuk bekerja ke sumatera.
Kedatangan kuli asal Jawa di mulai pada tahun 1880, pemerintah Tiongkok makin mempersulit
buruhnya ke deli. Sementara itu, pemerintah Inggris di India juga mengajukan berbagai
persyaratan bagi pekerja Tamil yang hendak ke Deli. Namun, calo buruh kebun di penang dan
singapura tetap memasok tenaga ke Deli, dengan tipuan hendek memperkrjakan meraka ke Johor.
Oleh karena itu, tahun 1880 awal kedatangan buruh Jawa ke Deli, yaitu masukya 150 orang dari
bagelen. Jumlah ini mengalir terus, sampai akhirnya mengalahkan jumlah buruh kebun asal Cina
dan Tamil Selain itu, upah para buruh Jawa lebih rendah dari pada buruh Cina yang pada waktu
itu juga merupakan kuli kontrak. Mereka (orang Cina) datang lebih dulu ke Sumatera Timur
untuk sebagai kuli kontrak ketimbang kuli kontrak asal Jawa. Sehingga Pemerintah colonial
mendorong kedatangan perempuan dari Jawa dan mengizinkan majikan mengerahkan mereka
sebagai tenaga kerja penuh. Pada tahun 1905, diantara 33.961 orang kuli kontrak Jawa terdapat
6.290 orang perempuan.Istilah “koeli” diperkirakan berasal dari bahasa Inggris cooli yang
mengadopsi kata kuli dari bahsa Tamil yang artinya upahan untuk pekerjaan kasar. Perkelahian
pemberontakan sampai dengan pembunuhan, merupakan cerita sehari-hari di perkebunan. Jadi
kuli kontrak adalah sebutan bagi mereka yang hidup sengsara di Jawa, kemudian mengikatkan diri
pada perjanjian kerja yang akhirnya tetap membuat mereka sengsara di negeri seberang, yakni
Sumatera. . Pada tahun 1900-an, liberalisasi ekonomi dipandang sebagai kunci menuju

“kamakmuran” di negeri jajahan Belanda ini. Dimana konsentrasi terbesar terlatak di Sumatera
Timur, saat terjadi ledakan ekspansi capital swasta di berbagai jenis perkebunan seperti tembakau
dan karet. Saat itulah, pertumbuhan kuli kontrak dari Jawa mengalami ledakan. Ribuan kuli
kontrak didatangkan guna menyulap hutan belantara menjadi perkebunan. Tinggal di barak-barak
perkebunan dengan kondisi mengenaskan, nyaris tanpa kemajuan selain sekedar bisa makan.
Malah berbagai kesenian yang mereka bawa dari tanah leluhur porak-poranda. Di Sumatera Utara,
Kuli Kontrak akhirnya menjadi suatu istilah yang menunjukkan betapa parahnya kehidupan
manusia. Hubungan seks sangat longgar, kawin cerai merupakan hal yang biasa. Setiap kali para
kuli menerima gaji, pengusaha kolonian menggelar perhelatan besar, berbagai tarian-tarian

digelar, alcohol, seks, dan judi dihalalkan. Para Bandar datang dari kota untuk menguras isi
kantong Kuli Kontrak. Hal ini memang dirancang untuk terus memiskinkan mereka, sehingga
terus memperpanjang kontrak, karena gaji yang mereka terima tidak pernah tersimpan. Semakin
padatnya penduduk Jawa dan dugaan itulah penyebab semakin miskinnya sebagian penduduk
pedalaman, itu juga mendorong pemerintah kolonial bersikap toleran terhadap pengiriman tenaga
kerja ke Sumatera Timur. Keengganan masa lalu karena rasa tak puas dengan tingkat upah yang
terlalu rendah telah lenyap dan kini kian kuat anjuran pemerintah kepada mereka yag tak
mempunyai mata pencaharian di daerah kelahirannya untuk nerangkat ke pergantian abad ini
jumlah kuli yang diangkut berkisar sekitar 7.000 orang setahun.Pada tahun 1926, kuli kontrak
laki-laki Jawa berjumlah 142.000 orang, sedangkan buruh wanita Jawa 52.400 orang. Namun,
catatan Belanda lainnya menunjukkan tahun 1920 saja, jumlah orang Jawa di Sumatera Timur ada
353.551orang, melebihi jumlah orang Melayu yang tercatat 285.553 orang. “sampai menjelang
Perang Dunia II, 3/5 penduduk Sumatera Timur adalah orang Jawa” .

Perkembangan tersebut menghasilkan banyak perubahan. Dalam tempo dua puluh tahun. Bedeng-
bedeng (batas tanah) warisan generasi silam nyaris tak kelihatan lagi. Kebanyakan telah berubah
menjadi rumah permanen atau semi . pada masa Orde Lama, kondisi para kuli ini tidak
banyak berubah. Gawatnya urusan pangan, telah menghasilkan migrasi besar-besaran kembali ke
buruh tani dari Jawa ke Sumatera. Namun, di perantuan pun situasi mereka tidak lebih baik.
Politik Berdikari penguasa Orde Lama telah menimbulkan kesulitan pangan dimana-mana . Baru
pada tahun 1980-an, ketika ekonomi Indonesia mulai memasuki era Industri dan jasa keadaan
mulai berubah. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara mencapai delapan persen per tahun,
telah mendorong peningkatan belanja masyarakat. Sector jasa, perdagangan, dan industry melaju
sesuai laju permintaan. Karenanya, para kuli kontrak dan keluarganya sebagaian mulai bergerak
ke kota, untuk bekerja sebagai buruh pabrik, pelayan toko, kuli bangunan, sampai penjual pecel
dan juga pembantu rumah tangga. permanen, berbarengan dengan itu, secara cultural mereka telah
menjadi bagian dari Kota

2.2. Sejarah Terbentuknya Pujakesuma

Paguyuban Pujakesuma adalah paguyuban yang berdiri pada tanggal 10 Juli 1980. Sebelum
berdirinya paguyuban ini, paguyuban ini adalah sebuah sanggar dan perkumpulan seni dan
budaya jawa yang berdanama IKJ (Ikatan Kesenian Jawa) yang didirikan oleh Letkol Sukardi.
Dengan seiring perkambangan waktu maka pada Tahun 1979-an IKJ diubah namanya menjadi

Paguyuban Pujakesuma (Putera Jawa Kelahiran Sumatera/Keberadaan Sumatera), paguyuban ini


pada awalnya didirikan oleh Bapak Danu. Ia merupakan tokoh kesenian Jawa pada masa itu,
kemudian Paguyuban diresmikan pada Tahun 1980. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan pada
masa itu, paguyuban ini berdiri sebagai wadah berkumpulnya orang-orang yang berketurunan
Jawa, keturunan jawa meliputi seluruh Pulau Jawa baik apakah seorang tersebut berasa dari Jawa
Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan juga DKI Jakarta. Dalam musyawarah mereka, mereka
menjelaskan bahwa yang terpenting adalah orang Jawa yang lahir di Sumatera atau berada di
sumatera maupun diluar pulau jawa. Selain itu, Paguyuban ini juga bertujuan untuk meningkatkan
taraf ekonomi dan social masyarakat Jawa di Sumatera Utara. Paguyuban Pujaksuma merupakan
sebuah organisai yang murni tanpa mengharapkan pamrih, paguyuban ini bertujuan
mengembangkan nilai-nilai budaya dan leluhur yang baik.

Karena bagitu terus tanpa perkembangan, dapat disimpulkan bahwa untuk memperbaiki tingkat
kehidupan mereka harus dimulai dengan memperbaiki kesejahteraan, dan tidak mungkin
meningkatkan taraf hidup tanpa perbaikan ekonomi. Untuk itu menurut Danu (Wakil Sekretaris
Generasi Muda Pujakesuma Sumatera Utara), berbagai kegiatan ekonomi juga telah dirintis
dalam Pujakesma, salah satunya Koperasi Kesuma Bangsa yang memiliki berbgaia kegiatan
usaha” ”, motto ini sudah tertanam dalam Paguyuban Pujakesuam sebagai lendasan bertindak
mereka. Sesuai dengan latar belakang ekonomi yang mendasari kedatagan sebagian besar etbis
Jawa di Sumatera, disamping Budaya, kemiskinan merupakan satu keprihatinan utama. Seperti
diketahui bahwa orang Jawa yang berada di Sumatera pada umunya berada di perkebunan,
sehingga banyak ditemui dalam masyarakat kalau orang tuanya buruh perkebunan, anak, cucu,
hingga cicitnya pun menjadi buruh.

Sejak Kasim Siyo mulai memimpin Pujakesuma pada tahun 1997, kegiatan Pujakesuma waktu itu
sebenarnya sedang lesu, banyak anggota yang merasa enggan. Pada masa orde baru Pujakesuma
telah disalahgunakan untuk kepentingan salah satu partai poitik. Karenanya dalam
kepenguruasannya, diputuskan bahwa Pujakesuma tidak akan berpolitik, tetapi kembali pada
asalnya sebagai paguyuban, untuk mengembangkan kebudayaan Jawa serta kegiatan ekonomi
untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. moto ini memiliki arti bahwa tidak mengharapkan
pamrih atau imbalan tetapi banyak berbuat untuk kepentingan umum dengan tidak mementingkan
kepentingan pribadi dan lebih mengutamakan sifat gotong royong. Setelah keluar dari politik
praktis, kegiatan ini mulai kembali bergairah. Seperti memperoleh
gairahhidupnyakembali,kerinduan masyarakat Jawa perantuan mendapat tempatnya di
Pujakesuma. “sekalipun demikian, masih banyak juga yang traum, takut dibawa-bawa ke politik
lagi, sehingga masih banyak yang belum terlibat”16 a. Rukun : 'rukun' itu damai, tak banyak
berselisih/bertengkar

2.3 Visi dan Misi Paguyuban Pujakesuma

Sebagai salah Paguyuban etnis Jawa tertua di Sumatera, Paguyuban Pujakesuma memiliki tujuan
selain untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia juga meningkatkan kehidupan
kehidupan social ekonomi warga Pujakesuma di lingkungannya.. Selain itu Paguyuban ini juga
merupakan sebagai Wadah Partisipasi Pujakesuma dalam membangun kesenian, kebudayaan,
olah raga, SDM dan perekonomian yang ada di Wilayah Sumatera dan wilayah yang lainnya.

2.4. Motto Pujakesuma


Paguyuban Pujakesuma memiliki motto yang tercantum dalam AD/ART, motto Paguyuban
Pujakesuma ini menjadi ikatan konstektual dalam kehidupan sehari-hari anggota Pujakesuma dan
juga dalam pelaksanaan organisasi Paguyuban ini. Motto Paguyuban Pujakesuma berupa: sesama
anggota pujakesuma dan juga sesama orang Jawa di lingkungan mereka tinggal baik sesama
orang Jawa maupun etnis lain. artinya dekat-akrab serta menjaga kerukunan c. Rageng : 'regeng',
artinya bernuansa hangat, rame; d. Rumekso : 'rumekso' maksudnya menjaga, saling melindungi
satu dengan yang lainnya.

2.5. DPD,DPC, dan DPRa

Sekarang, sesuai dengan perkembangan zaman dan berjalannya waktu. Maka paguyuban ini
memiliki 19 DPD, termesuk 2 DPD di Riau yaitu di Kabupaten Kampar, serta DPD jabodetabek.
Dari seluruh DPD tersebut, terdapat 228 DPC, dan 5.600 Ranting. Selain itu Paguyuban ini juga
memiliki perwakilan di Amsterdam Belanda, di Milan Italia, serta di Fankurt Jerman. “untuk
perwakilan di luar negeri kegiatannya masih sekedar silaturahmi dan arisan saja”18 17 Untuk
‘e’ dalam kata-kata raket, rageng, rumeko, dibaca dengan e lemah 18

2.6. Keanggotaan Paguyuban Pujakesuma.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa anggota Paguyuban Pujakesuma adalah orang-orang
Keturunan Jawa/ Suku Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, maupun DKI Jakarta) selain
itu Paguyuban ini juga banyak diikuti oleh orang yang bukan orang Jawa, mereka merupakan
orang-orang yang mau bersama-sama membangun nilai-nilai Budaya dan juga mempertahankan
nilai budaya yang bersifat fisik maupun non fisik. Keanggotaan Paguyuban Pujakesuma dapat
dibagi kedalam dua bagian

• Anggota Aktif : merupakan orang-orang yang tergabung dan menjadi Anggota Paguyuban
Pujakesuma baik orang-orang keturunan Jawa ataupun bukan. Pada umumnya mereka adalah
orang-orang yang aktif menjadi pengurus di dalam Paguyuban ini.

• Anggota Pasif : adalah merupakan seluruh orang Jawa yang ada di Sumatera yang menjadi
anggota tetap ataupun simpatisan dari Paguyuban ini. Anggota Pasif juga merupakan orang yang
masih memiliki darah katurunan Jawa.
Ketentuan tentang keanggotaan ini dapat dilihat pada Anggaran Rumah

Tangga pada BAB I pasal I yaitu : Keanggotaan Pujakesuma adalah setiap Warga Negara
Indonesia keturunan suku Jawa, hasil pembaharuan atau simpatisan / suku lain yang dapat
diterima menjadi anggota “PUJAKESUMA” serta

memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Telah berusia 15 Tahun keatas lanjut usia

2. Mau mengikuti kegiatan yang ditentukan PUJAKESUMA

3. Menerima / menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangga serta program umum organisasi dan peraturan organisasi

4. Ditetapkan dan disyahkan pengurus PUJAKESUMA sebagai

anggota khusus bagi simpatisan lain.

2.7. Hubungan Sosial Paguyuban Pujakesuma

Paguyuban Pujakesuma sebagai salah satu paguyuban etnis Jawa juga menjalin hubungan baik
dengan perkumpulan etnis lainnya, paguyuban ini sering melakukan kegiatan bersama dalam hal
menjaga kelestarian budayanya. Seperti pada tahun 2007, Paguyuban Pujakesuma bersama
dengan MABMI bersama-sama menggelar pertunjukan seni budaya masing-masing

yang dilakukan di Istana Maimun. Selain itu Pujakesuma yang merupakan orgnisasi orang Jawa,
meggunakan falsafah orang Jawa yaitu memayu hayuning bawana. Pada masyarakat Jawa
Tradisional (umunya kelas bawah) falsafah ini memberikan kewajiban pada manusia untuk
memlihara dan melestarikan alam, karena alam telah memberikan kehidupan bagi manusia. Pada
masyarakat modern (umumnya kelas menengah dan kelas atas), falsafah tersebut dikembangkan
dengan pemahaman bahwa manusia harus dapat memelihara perdamaian dunia, agar bebas dari
rasa ketakutan, kemiskinan, kelaparan, kekurangan, dan peperangan. Falsafah tersebut juga
mengajarkan manusia agar memiliki budi pekerti yang luhur, sehingga dunia menjadi aman dan
tenteram19 Falsafah hidup orang Jawa yang digunakan oleh Paguyuban Pujakesuma, merupakan
sebagai penanaman dan pelestarian budaya Jawa serta etika dan nilai-nilai yang tekandung
didalamnya. Selain itu etika adalah nilai-nilai dan norma-norma yang dipergunakan masyarakat
untuk mengetahui bagaimana harus bersikap dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Kerukunan yang dijaga oleh Paguyuban Pujakesuma adalah salah satu

keadaan ideal yang diharapkan dapat mempertahankan dalam semua . hubungan social, baik
dalam lingkungan keluarga, lingkungan tetangga, dan juga dalam pengelompokkan masyarakat.

2.7.2. Interaksi Sosial Paguyuban Pujakesuma dengan Orang Jawa

Orang Jawa baik yang lahir ataupun tidak lahir dijawa adalah merupakan bagian anggota dari
Paguyuban Pujakesuma, sehingga paguyuban pujakesuma sendiri menjadi wadah berkumpulnya
orang Jawa. Di Paguyban ini, orang-orang Jawa yang masih memiliki dan mencintai budaya Jawa

berkumpul dalam satu ikatan. Paguyuban Pujakesuma sendiri juga member pelayanan bagi orang-
orang Jawa dan juga menjadi jembatan untuk mempertahankan tradisi Jawa di tanah perantauan.
Hubungan baik tetap dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan social sepert; gotong
royong, sunat masal. Selain itu paguyuban ini juga melakukan kegiatan ritual keagamaan seperti;
sukuran/selamatan, punggahan, dan suroan. Kegiatan-kegiatan sosial kemasayarakatan yang
dilakukan oleh Paguyuban tersebut, dimaksudkan agar Paguyuba yang merupakan sebagai wadah
orang Jawa untuk berkumpul dan melestarikan budaya mereka menjadi lebih dapat dimanfaatkan
dan lebih menyatu dengan hati orang-orang Jawa. Paguyuban Pujakesuma adalah cerminan orang
Jawa, karena segala falsafah hidup orang Jawa juga ditanamkan didalam Paguyuban Pujakesuma.

2.8.1. Kegiatan Sosial Masyarakat

Paguyuban Pujakesuma yang merupakan perkumpulan etnis Jawa, menjaga hubungan baik
dengan masyarakat baik yang merupakan orang Jawa maupun bukan Jawa. salah satu aktivitas
rutinitas kegiatan yang dilakukan adalah dengan melakukan gotong royong membersihkan
lingkungan perumahan. Biasanya kegiatan gotong royong dilakukan RT atau kelurahan, kegiatan
ini dilakukan oleh Dewan Pembina Ranting dari tiap Paguyuban Pujakesuma. Kegiatan rutin ini
dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjaga hubungan baik dengan penduduk di sekitar
paguyuban ini berada. Selaian itu kegitan lainnya seperti sunat masal dan kawin masal di
selenggarakan olah Paguyuban ini. Menurut keterangan Bapak Supeno:

Kegiatan seperti ini merupakan bukti bahwa paguyuban pujakesuma kita ini pedulai sama orang
lain. Kalau sunat masal dan kawin masal kita buat berarti kita sudah membantu orang lain yang
tidak mampu, sedikit mengurangi beban orang lain, kan gak masalah selain itu kita juga dapat
ridho dari

Allah sang pencipta.orang Jawa yang memiliki sifat santun

dan suka menjaga kebersihan, haruslah tetap menjaga ligkungan dimana ia tinggal. Hal seperti
itu dapat terlihat dari seseringmungkin kita buat acara gotong royong bersama dalam rangka
menjaga lingkungan agar tetap bersih dan nyaman.

Kegiatan-kegiatan yang bersifat kegotong royongan seperti tersebut diatas, tidak hanya dilakukan
oleh orang Jawa yang tergabung dalam Paguyuban Pujakesuma. Melainkan juga diikuti oleh
semua orang-orang yang ada disekitar wilayah Pujakesuma, dengna kata lain kegiatan ini juga
diikuti oleh orang lain. Orang Jawa yang pada ummnya berada di kelas menengah bawah, masih
menjaga dan memliki rasa kerinduan yang tinggi terhadap Kesenian Jawa. salah satu upaya orang
Jawa adalah melaksanakan tata krama atau unggah-ungguh menurut adat Jawa, menggunakan
bahasa Jawa, serta melaksanakan upacara-upacara adat. Dalam Pujakesuma, hal itu bisa dilihat
dari maraknya berbagai kegiatan kesenian seperti festival kuda lumping, panembrama (semacam
koor menyanyikan macapat, satu jenis lagu Jawa), wayang, ludruk, ronggeng, tayub, hingga
pemilihan Jaka dan Putri Ayu. F Magnis Suseno dalam bukunya Etika Jawa (1985), sekalipun
orang Jawa mau menyesuaikan diri dengan daerah baru, tetapi sesungguhnya cenderung resisten
dengan nilai-nilai Jawanya. Berbeda dengan orang Batak, orang Jawa tetap memandang kultur
lain sebagai kultur yang berbeda, bukan sebagai bagian dari dirinya. Dalam adaptasinya dengan
lingkungan di tanah rantau, nilai-nilai Jawa tersebut menjadikannya rukun dan tenggang rasa
dengan lingkungan sosial lain yang berbeda budaya,

2.8.3. Kegiatan Ritual Keagamaan


Paguyuban Pujakesuma juga melakukan kegiatan ritual keagamaan yang masih ada dan tetap
dilestarikan, kegiatan ini juga pada umumnya dilakukan oleh orang-orang Jawa pada umumnya.
Kegiatan-kegiatan ini seperti :

• Slametan/Sukuran

Selametan adalah sebuah acara perjamuan makan seremonila (15) seremonial seerhana dengan
bentuk penyajian makanan dengan mengundang seluruh tetangga, dengan tujuan keselarasan
diantara tetangga dengan alam raya dipulihkan kembali. Dalam selametan terungkap nilai-nilai
dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa, yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan
kerukunan. Sekaigus selametan menimbulkan suatu perasaan kuat bahwa semua warga desa
adalah sama derajatnyasatu sama lain, kecuali ada yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi20
Selametan dibagi kedalam empat jenis yaitu : 1) yang berkisar sekitar krisis-krisis kehidupan
kelahiran; 2) yang ada hubungannya dengan hari-hari raya Islam, Maulid Nabi, Idul Fitri, Idul
Adha, 3) yang ada sangkutannya dengan integrasi social desa, bersih desa (yakni roh-roh jahat);
4) selametan selayang diselenggarakan dalam waktu yang tidak tetap, tergantung kepada kejadian
luar biasa yang dialami seseorang, kebangkitannya untuk suatu perjalanan jauh, pindah rumah,
ganti nama, sakit, terkena tenung, dan sebagainya . Slametan dapat dilihat sebagai aspek
keagamaan, yaitu sebagai arena.dimana rumus-rumus yang berupa doktrin-doktrin agama berubah
bentuk menjadi serangkaian metaphor dam symbol22 Selametan yang dilakukan oleh Paguyuban
Pujakesuma adalah hanya sebatas jamuan seremonila sederhana dengan mengundang seluruh
anggota dan juga sesepuh dari paguyuban ini. Biasanya acara ini dilakukan denga bertepatan
dengan hari jadi Paguyuban

Pujakesuma atau pada acara-acara lain seperti merayakan kemenangan akan sebuah hal, baru
selesai melakukan pertemuan akbar. Acara ini dilakukan sebagai upaya memelihara keakraban,
menjaga tali silaturahmi sesama anggota paguyuban dan juga bukan anggota paguyuban.
• Punggahan

Punggahan atau Munggahan adalah salah satu acara penting yang dilakukan satu hari menjelang
Ramadhan. Orang-orang datang berkumpul di masjid, biasanya, atau berkumpul di salah satu
rumahtokoh setempat dan melakuan doa bersama serta dilanjutnya dengan menyantap makanan.
Prosesi punggahan ini dilakukan sebagai bentuk ‘sosialisasi’ Ramadhan kepada masyarakat.
Dengan adanya punggahan, masyarakat diharapkan lebih siap menghadapi bulan Ramadhan.
Punggahan konon merupa-kan budaya dari suku Jawa dan Sunda. Punggahan adalah momen
memotong daging sapi dan dimasak jadi rendang untuk santapan selama berpuasa. Rendang
daging jadi santapan pilihan karena praktis diolah pada saat sahur. Masyarakat akan saling
bertukar masakan, yang sistem-nya dikelola oleh masjid. Pembagian itu menunjuk-kan komitmen
untuk berbagi sebagai wujud kekeluargaan di masyarakat.

Paguyuban ini sendiri melakukan Punggahan dua malam sebelum hari pertama Ramadahan atau
bulan puasa. Kegiatan ini biasanya dilakukan di depan kantor DPP, atau juga di depan kantor
DPW dan yang memiliki status atau menduduki jabatan tertentu di dalam Paguyuban Pujakesuma

• Suroan

Masyarakat Jawa yang masih memegang kuat tradisinya memaknai Suroan dengan membersihkan
diri dengan mandi di rumah, sungai, laut, diteruskan dengan begadang hingga pagi. Suroan juga
dipercaya sebagai saat yang tepat untuk mencuci pusaka seperti keris dan tombak. Pada dasarnya
bahwa ritual tersebut mengandung makna menyambut tahun baru, masyarakat Jawa
menghadapinya dengan tubuh, raga dan pusaka yang bersih.. tentang malam satu Suro yang
dianggap mengerikan karena para mahluk halus bakal berkeliaran sangat bertolak belakangdengan
makna malam tahun baru Jawa itu sendiri.

Paguyuban Pujakesuma sendiri memulai semua dari filosofi-filosofi, paguyuban ini merestorasi
kebudayaan jawa yang bai menjadi sebuah pendirian kembali peninggalan leluhur positif dan
bermanfaat. Pemahaman mengenai suroan atau Muharam dalam Islam ini sangat kental dan ada
disetiap kehidupan orang Jawa, karena inilah awalnya manusia untuk berbuat kebaikan baik ke
sesama manusia
 KESENIAN

Ditampilkannya Reog Ponorogo di Deli Serdang, merupakan upaya dari organisasi Putera
Jawa Kelahiran Sumatra (Pujakesuma) yang ingin mengenalkan kesenian dan kebudayaan
khas Jawa Timur ke masyarakat Sumatra. "Total ada 20 sanggar Reog yang bergabung untuk
memeriahkan acara ini. Kita kenalkan ke masyarakat Deli Serdang kesenian ini. Ini pun
menjadi pergelaran kesenian Reog terbesar di Sumatra pada tahun 2022 ini," ujar Koordinator
Panitia Pujakesuma, Apriyadi (45) di lokasi, Minggu (14/8/2022). Bertajuk 'Gebyar
Silaturahmi Akbar Reog Ponorogo Sumatera Utara dan Deklarasi Pecinta Ganjar', dalam
gelaran tersebut Pujakesuma juga melakukan deklarasi dukungan untuk gerakan 'Ganjar
Pranowo Presiden 2024' yang kini terus meluas ke seantero Nusantara. Ganjar Pranowo yang
saat ini juga menjabat sebagai Dewan Pelindung DPP Pujakesuma tahun 2021 sampai 2026
ini, dianggap sebagai figur yang paling tepat memimpin bangsa Indonesia. Bagi Pujakesuma,
Ganjar juga merupakan tokoh yang konsisten memberdayakan masyarakat lintas budaya demi
mempertahankan jati diri Bangsa. "Ganjar Pranowo adalah sosok yang memiliki banyak
keunggulan dibanding tokoh politik lain.
Ia orangnya luwes saat bermasyarakat, tegas dalam pelaksanaan tugas, terbuka dengan
masyarakat dari berbagai kalangan, serta tak lupa ia juga amat mencintai nilai-nilai seni dan
budaya, termasuk kesenian Reog," jelas Apriyadi. Lebih lanjut, Apriyadi memastikan
Pujakesuma berkomitmen untuk menjaga kebudayaan sebagai hasil dari leluhur bangsa.
Kebudayaan disebutnya juga sebagai pemersatu bangsa. “Kebudayaan sebagai khasanah
bangsa dan daerah, sebagai hasil rasa, karsa, dan cipta putra putri terbaik Bangsa, harus kita
jaga, rawat, dan lestarikan bersama,” ucapnya. “Kebudayaan sebagai pemersatu bangsa harus
terus kita jadikan sebagai salah satu pendekatan dalam upaya menciptakan perdamaian dan
harmonisasi,” sambung dia. Oleh karena sebagai pendukung Ganjar, Pujakesuma akan
merawat nilai-nilai tersebut.
“Maka kami masyarakat Pecinta Ganjar Sumatera Utara, berkomitmen untuk menjaga,
merawat, dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan Tanah Air,” jelasnya. Hal senada juga
disampaikan Sekretaris Umum Pujakesuma Juriadi. Ganjar, disebut Juriadi, selalu
memperhatikan nasib para pelaku seni di wilayahnya. Menurutnya, Ganjar juga selalu terbuka
dalam diskusi yang membahas kebudayaan tradisional.
"Pak Ganjar ini kan Dewan Pelindung di Paguyuban kami ya. Ini tentu menjadi bukti
bahwa beliau sangat peduli terhadap persoalan-persoalan budaya. Jadi kami sangat bangga
memiliki Dewan Pelindung seorang Ganjar Pranowo'" ujar Juriadi. Selain berharap Ganjar
Pranowo bisa menjadi Presiden 2024, Pujakesuma juga ingin agar kelak pria berambut putih
tersebut dapat terus melestarikan nilai-nilai kesenian tradisional pada masa kepemimpinannya
kelak. Pujakesuma juga berharap agar Ganjar mampu membuat kebijakan yang berpihak pada
pelaku seni tradisional. "Harapan Pujakesuma sangat besar untuk kepemimpinan Ganjar
nantinya jika berhasil memimpin Indonesia. Kami ingin seluruh pegiat seni diperhatikan
nasibnya. Contoh Reog. Di Sumatera, masih banyak sanggar Reog yang butuh perhatian dan
dukungan dari pemerintah," kata Juriadi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terjadinya arus migrasi penduduk yang deras dari pulau Jawa untuk menjadi kuli
kontrak di Sumatera berlangsung menjelang terjadinya depresi ekonomi dunia. Para
penduduk miskin di Jawa yang terutama berada di desa-desa terpencil, dibawa ke
Sumatera Timur untuk di jadikan pekerja di sejumlah perkebunan di wilayah tersebut.
Selain itu pemerintah kolonial Belanda mengubah kebijakan kolonisasi, dengan
menciptakan koloni penduduk asal Jawa di perkebunan-perkabunan yang telah mereka
buat.

Anda mungkin juga menyukai