Anda di halaman 1dari 23

Unit 1

Perjalanan Nasionalisme di Indonesia


Dan Pembentukan nilai dan sikap Nasionalisme siswa

Harinaredi, M.Pd

A. Zaman Penjajahan Baru


Situasi dunia pada abad ke-19 mulai berubah diamana paham liberalisme mulai melanda
Eropa seiring dengan perkembangan tersebut juga mempengaruhi kebijakan pemerintahan
kolonial Belanda di Indonesia. Faktor penyebabnya adalah bangsa-bangsa Eropa mulai
melakukan perluasan perdagangannya dan berdatangan di perairan Selat Malaka. Kondisi
tersebut memaksa pihak pemerintah kolonial Belanda menghapuskan peraturan Tanam Paksa
(Cultuur Stelsel) pada tahun 1870 dan diganti dengan usaha tanam bebas. Ini berarti bahwa sejak
tahun 1870 telah dimulai aturan liberalisme di Indonesia.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Agraria (1870)
dimulailah usaha perkebunan besar di Indonesia seperti perkebunan tebu, tembakau, karet, teh,
kina, kelapa sawit, perkebunan kopi dan sebagainya.
Akhirnya mulai tahun 1870 di Indonesia telah terjadi eksploitasi dari pedagang
kapitalisme Internasional. Beramai-ramai kaum kapitalis dan berbagai negara menanamkan
modalnya di Indonesia dalam berbagai bidang usaha seperti perkebunan, pertambangan,
pengangkutan, perbankan, perdagangan dan lan-lain. Eksploitasi modal swasta asing terhadap
rakyat Indonesia melalui perkebunan-perkebunan adalah sangat intensif. Sebagian besar rakyat
menjadi buruh perkebunan, yang hidupnya menjadi sangat bergantung pada upah yang
diterimanya.
Bupati sampai lurah di desa-desa yang merupakan para pejabat pemerintah daerah
digunakan sebagai alat untuk memperoleh tanah sewaan untuk perkebunan tebu dan tembakau,
serta sebagai alat untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah. Hal ini sangat menguntungkan
bagi perkembangan penanaman modal asing di Indonesia. Usaha perdagangan perantara, yaitu
antara ekonomi pedesaan dengan ekonomi kota berada sepenuhnya di tangan orang-orang
Timur - Asing (China). Sehingga selama jaman penjajahan Belanda, rakyat Indonesia yang
sebagian terbesar hidup di desa-desa, tetap berada dalam keadaan miskin dan tidak terikat
dalam proses perkembangan serta kemajuan ekonomi dan kemakmuran yang dialami oleh kaum
kapitalis kolonial Eropa sejak pertengahan kedua abad ke-19, yaitu dimulai sejak pembukaan
Terusan Suez tahun 1869.

1. Gagasan Politik Liberal


Setelah tahun 1850 kaum liberal memperoleh kemenangan Politik di Negeri Belanda.
Golongan ini mempunyai suara yang kuat untuk mempengaruhi jalannya pemerintahan. Mereka
juga ingin menerapkan asas-asas liberalisme di daerah jajahan. Kaum liberalis berpendapat
bahwa pemerintah semestinya tidak campur tangan dalam urusan ekonomi. Tugas ekonomi
haruslah diserahkan kepada orang-orang swasta. Agar kaum swasta dapat menjalankan
tugasnya, maka mereka harus diberi keleluasaan berusaha.
Pemerintah harus memberikan kebebasan sepenuhnya kepada kaum pengusaha swasta
dan modal swasta Belanda untuk mengembangkan kegiatannya di berbagai bidang kegiatan
ekonomi. Maka politik liberal ini memberikan kebebasan kepada pengusaha swasta Belanda
dalam bidang perekonomian di Indonesia nantinya.
Hal tersebut karena sebagian besar pendukung aliran liberal adalah kaum pengusaha
swasta Belanda. Mereka adalah kaum bermodal yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan
untuk ikut ambil bagian dalam menarik keuntungan dari tanah jajahan. Mereka juga tidak
memiliki kedudukan politik yang kuat di pemerintahan, sebab pemegang kekuasaan politik lebih
banyak dipegang oleh kaum bangsawan, keluarga raja, yang berpaham konservatif. Oleh sebab
itulah maka sesudah sistem tanam-paksa dihapuskan, kaum liberal menghendaki agar diganti
dengan usaha swasta. Untuk itu perlu adanya kebebasan bekerja bagi kaum pengusaha dan
disediakannya kesempatan untuk menggunakan tanah bagi usaha-usahanya.
Sesungguhnya tujuan pokok mereka bukanlah ingin mengatur tanah jajahan sebaik-
baiknya. Maksud yang sebenarnya adalah bagaimana mengatur, tanah jajahan agar dapat
menghasilkan uang. Untuk itulah maka mereka berusaha keras agar memperoleh tempat di
Indonesia.

2. Penanaman Modal Swasta Barat di Indonesia


Selama periode tahun 1870-1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat, karena
itulah maka masa ini sering disebut jaman liberalisme. Selama masa itu modal swasta Belanda
dan negara-negara Eropa lainnya telah membuka perkebunan-perkebunan seperti kopi, teh, gula
dan kina yang cukup besar di Jawa dan Sumatra Timur.
Pembukaan perkebunan besar itu dapat diadakan karena didukung oleh adanya Undang-
undang Agraria (Agrarischwet) pada tahun 1870, isinya antara lain adalah:
1. Tanah di Indonesia dibedakan atas dua macam, yaitu tanah rakyat dan tanah pemerintah
(Gubernur).
2. Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang sifatnya bebas, dan tanah desa untuk keperluan
penduduk desa yang sifatnya tidak bebas.
3. Tanah pemerintah adalah tanah yang bukan milik rakyat, tanah-tanah demikian dapat dijual
untuk menjadi tanah milik seluas 7 ha, atau disewakan untuk selama 75 tahun untuk dijadikan
perkebunan.
Tujuan dikeluarkannya Undang-undang Agraria ini adalah:
1. Untuk melindungi petani-petani di tanah jajahan agar terjaga hak-hak miliknya atas tanahnya
terhadap usaha penguasaan oleh orang-orang asing.
2. Memberikan peluang kepada para pengusaha asing untuk menyewa tanah dari rakyat
Indonesia.
Hal ini dilakukan karena pemerintah juga khawatir kalau-kalau banyak tanah penduduk
akan jatuh ke tangan kaum pengusaha asing. Karena itulah pemerintah mengadakan peraturan
pada satu pihak menjamin kepentingan kaum modal swasta dan dipihak lain melindungi
kepentingan hak-hak kaum pribumi.
Sejalan dengan usaha itu maka diadakan pengukuran dan penetapan kelompok-kelompok
tanah oleh pemerintah. Kemudian penduduk menerima surat bukti atas hak-milik tanahnya. Dan
semua persewaan dilakukan dengan perjanjian (kontrak) dan didaftarkan kepada pemerintah.
Adapula tanah hak-milik penduduk pribumi yang dapat disewa selama 30 tahun. Dengan
adanya penetapan hak milik atas tanah penduduk secara jelas, maka penetapan pajak tanah pun
kemudian dapat dilakukan secara pasti.
Yang mendorong kaum liberal menanamkan modalnya di Indonesia, disebabkan oleh:
1. Adanya kemajuan industri dan perdagangan di Negeri Belanda pada masa itu.
2. Lancarnya hubungan Indonesia-Belanda karena dibukanya terusan Suez pada tahun 1869.
3. Terselenggaranya hubungan pos (1862) dan telegraf (1856) dengan baik.
Harapan kaum liberal untuk membuka tanah jajahan perkembangan ekonomi Hindia
Belanda ternyata tercapai. Perkebunan-perkebunan gula, kopi, tembakau dan tanaman-tanaman
perdagangan lainnya dibangun secara luas dan meningkat secara pesat.
Demikian juga kemajuan-kemajuan teknis ikut diperkenalkan oleh adanya kemajuan
perusahaan mereka. Berbagai mesin dan perlengkapan pengolahan bahan industri diimport oleh
pengusahanya, sehingga dapat meningkatkan produksi perkebunan gula.
Untuk melancarkan perkembangan produksi tanaman export itu maka pemerintah Hindia
Belanda membangun waduk-waduk serta saluran-saluran irigasi. Juga dibangun jalan-jalan raya,
jembatan-jembatah, jalan kereta api. Jalan kereta api itu dibangun kearah daerah pusat
perkebunan-perkebunan. Dengan demikian pembangunan jalan kereta api di Jawa dilakukan
dengan dasar pertimbangan ekonomi.
Jalan kereta api yang pertama dibangun adalah di Jawa Tengah antara Semarang -
Yogyakarta. Selain itu antara Batavia-Bogor yang dibangun pada tahun 1873. Yang disusul
kemudian jalan kereta api Surabaya - Malang.
Akhir abad 19 jalan kereta api juga dibangun di Sumatra dengan pertimbangan politik dan
militer yakni direncanakan untuk daerah-daerah yang telah dikuasainya atau daerah yang ingin
dikuasainya, misalnya Aceh. Di samping itu ditujukan juga untuk kepentingan pertambangan,
seperti batubara di Sumatra Barat.Pembangunan jalan-jalan, jembatan dan jalan kereta api itu
dilakukan dengan melalui pengerahan tenaga rakyat secara paksa. Hal ini telah membawa
penderitaan bagi penduduk Indonesia.
Perlu ditambahkan pula bahwa pengangkutan laut juga mengalami peningkatan yang
cepat pula. Perhubungan laut di kepulauan Indonesia dikuasai oleh perusahaan pengangkutan
Belanda, yaitu KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij).

3. Akibat-akibatnya Terhadap Kehidupan Rakyat Indonesia


Perkembangan perkebunan-perkebunan besar yang dibuka di Indonesia disatu pihak
memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah
kolonial Belanda, tetapi di lain pihak bagi penduduk pribumi perkembangan itu justru membawa
kemunduran tingkat kesejahteraan hidup.
Merosotnya kemakmuran penduduk Indonesia pada abad ke-19 pada dasarnya disebabkan oleh
berbagai faktor.
1. Adanya pertambahan penduduk yang meningkat dalam abad ke-19. Sementara itu jumlah
produksi pertanian menurun.
2. Karena adanya sistem tanam-paksa dan pekerjaan rodi yang banyak menimbulkan
penyelewengan dan penyalahgunaan dari pihak penguasa sehingga membawa korban di
pihak penduduk.
3. Untuk mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa selama abad ke-19, pemerintah
Belanda mengerahkan beban keuangannya dari daerah Jawa, sehingga secara tidak
langsung Jawa harus menanggung beban keuangan untuk pembiayaan pemerintah Belanda
terutama dalam perang-perang kolonial untuk menguasai daerah tersebut.
4. Adanya sistem perpajakan yang memberatkan penduduk.
5. Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885, yang mengakibatkan perusahaan-perusahaan
mengadakan penghematan, misalnya dengan jalan menekan uang sewa-tanah dan upah-
kerja di perkebunan dan di pabrik-pabrik.
6. Adanya Poenale Sanctie, yaitu pekerja-pekerja yang didatangkan dari Jawa untuk membuka
perkebunan di luar Jawa yang dilakukan secara kontrak. Ancaman hukuman dikenakan
terhadap para pekerja yang melanggar ketentuan-ketentuan kontrak kerja tersebut.
Praktek-praktek dari sistem kerja-kontrak ini telah membawa kehidupan yang buruk pada
para pekerja dan adanya tindakan-tindakan pemerasan dan penekanan.
Kebijaksanaan kolonial liberal juga telah banyak membawa perubahan terhadap
kehidupan penduduk Indonesia. Diantaranya yang terasa pada masa tersebut adalah:
1. Mulai meresapnya ekonomi-uang kelingkungan penduduk pedesaan dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Mulai munculnya sistem kerja upahan yang diperkenalkan terutama oleh perkebunan-
perkebunan tersebut.
3. Mulai meninggalkan pekerjaan di tanah pertaniannya dan bekerja di pabrik-pabrik sebagai
buruh. Dengan demikian maka lahirlah golongan buruh di lingkungan penduduk Indonesia.
4. Adanya pertumbuhan kota-kota baru di sekitar perusahaan.
Ternyata membawa kemerosotan kehidupan penduduk Indonesia, terutama di Jawa
selama praktek kolonial mulai dari tahun 1870-1900, maka timbullah kritik-kritik yang tajam
terhadap pemerintah. Pada dasarnya kritik-kritik itu tidak menyetujui praktek-praktek dari
kebijaksanaan yang telah dilakukan itu, yang hanya membawa keuntungan di pihak pemerintah
Belanda.
B. Kebangkitan Nasional Indonesia
1. Latar Belakang Kebangkitan Nasional di Asia dan Afrika
Gerakan kebangsaan atau nasionalisme Asia dan Afrika adalah suatu gerakan yang
menentang penjajahan di kawasan Asia dan Afrika. Penjajahan di Asia dan Afrika meliputi:
a. dominasi politik, kekuasaan pemerintahan berada di tangan pemerintah kolonial.
b. eksploitasi ekonomi, dengan cara seperti aturan monopoli dan paksaan, penanam modal
asing disertai pemerahan tenaga kerja penduduk dan kekayaan alam.
c. penetrasi kebudayaan, yang menghambat dan melemahkan kepribadian, harga diri
kebanggaan bangsa.
Segala bentuk penjajahan tersebut di atas telah menimbulkan reaksi atau perlawanan,
yang bergerak pula dalam tiga lapangan yang yaitu :
a. perjuangan Politik, yang bertujuan untuk meniadakan sistem pemerintahan kolonial
mencapai kemerdekaan.
b. perjuangan sosial-ekonomi, yang bertujuan menghentikan pemerahan ekonomi oleh
bangsa asing dan membangun kembali ekonomi nasional.
c. perjuangan sosial-budaya, yang bertujuan untuk menghidupkan kembali kepribadian dan
diri bangsa.
Nasionalisme Asia dan Afrika dalam abad ke-20, ditujukan untuk menentang penjajahan
Eropa, dan mengembalikan nilai-nilai luhur masa lampau dengan disesuaikan, dan diperkaya
dengan nilai-nilai baru yang cocok dengan perkembangan jaman. Sistem penjajahan diwilayah-
wilayah Asia dan Afrika itu menumbuhkan perasaan senasib sepenanggungan yang kemudian
tumbuh menjadi pergerakan nasional.
2. Kebangkitan Nasional Indonesia, Awal Pergerakan Nasional
Politik etis yang dijankan oleh Belanda telah memungkinkan masuknya ide-ide Barat ke
Indonesia yang membawa pembaharuan-pembaharuan di dalam agama Islam. Disamping itu
faktor luar negeri antara lain memasukkan gagasan nasionalisme modern, khususnya pengaruh
pergerakan nasional dan modernisasi di beberapa negara Asia seperti di Turki, China dan India,
serta restorasi Meiji di Jepang dan kemenangan negeri itu atas Rusia pada tahun 1905, suatu
kemenangan yang dianggap sebagai kemenangan orang Asia (kulit berwarna) terhadap orang
Eropa (kulit putih).
Karena pengaruh gagasan-gagasan modern, anggota elite nasional menyadari bahwa
perjuangan untuk memajukan bangsa Indonesia harus dilakukan dengan mempergunakan
organisasi modern. Baik pendidikan, perjuangan politik, perjuangan ekonomi, maupun
perjuangan sosial-budaya melakukan organisasi.
a. Budi Utomo
Berdasarkan pandangan yang demikian, beberapa pemimpin di dalam masyarakat mulai
menggerakkan pemuda-pemuda, khususnya kaum terpelajar, untuk mengorganisasi diri, baik
pada bidang politik, ekonomi maupun sosial-budaya.
Pada tahun 1906-1907, dr. Wahidin Sudirohusodo, mengadakan suatu perjalanan
kampanye kebeberapa daerah di pulau Jawa. Ia menggugah pikiran kaum priyayi untuk mencari
jalan bagi usaha meningkatkan derajat orang Indonesia yang nampaknya hanya dapat dilakukan
dengan memperluas pengajaran.
Bertemunya dr. Wahidin Sudirohusodo dengan pemuda Sutomo, pelajar STOVIA (School
tot Opleiding van Inlandse Arisen /Sekolah untuk mendidik dokter pribumi) di Jakarta pada tahun
1907, ternyata bahwa keduanya mempunyai gagasan dan cita-cita yang sama. Pertemuan itu
makin mendorong hasrat untuk melaksanakan cita-cita tersebut yang sesungguhnya sudah mulai
bersemi dalam pikiran para pelajar STOVIA.
Pada tanggal 20 Mei 1908 di gedung perguruan STOVIA, dibentuklah organisasi modern
pertama di kalangan bangsa Indonesia yang diberi nama Budi Utomo. Dan sebagai ketuanya
terpilih Sutomo. Sejak awal berdirinya sampai kepada kongresnya yang pertama dalam bulan
Oktober 1908, Budi Utomo merupakan organisasi pelajar dengan para pelajar STOVIA sebagai
intinya. Tujuannya masih dirumuskan secara samar-samar yaitu : "kemajuan bagi Hindia" dan
jangkauan geraknya masih terbatas pada Jawa dan Madura. Cabang Budi Utomo berdiri di
Jakarta, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya dan Probolinggo.
Untuk mengkonsolidasi diri, Budi Utomo mengadakan kongres pertama di Yogyakarta
pada bulan Oktober 1908. Setelah melalui perdebatan yang panjang, diambil keputusan sebagai
berikut:
a. Budi Utomo tidak ikut mengadakan kegiatan politik.
b. Kegiatan terutama ditujukan kepada bidang pendidikan dan budaya.
c. Ruang gerak terbatas hanya pada daerah Jawa dan Madura.
Sampai akhir 1909, Budi Utomo telah mempunyai cabang di 40 tempat dengan jumlah
anggota karang lebih 10.000 orang, suatu jumlah yang pada waktu itu dianggap sudah cukup
besar.
b. Serikat Islam
Munculnya Sarekat Islam yang didirikan pada tahun 1911 di Solo oleh Haji Samanhudi,
dimaksudkan untuk membela kepentingan pedagang-pedagang Indonesia dari ancaman
pedagang Cina. Akan tetapi kenyataannya kegiatan Sarekat Islam lebih luas dari maksud semula
dan seolah-olah merupakan suatu isyarat bagi orang Muslim untuk memulai suatu gerakan untuk
melawan semua kepincangan dan ketidak-adilan yang menimpa rakyat Indonesia, baik yang
datangnya dari pemerintah kolonial, saudagar-saudagar Cina, maupun dari kalangan bangsa
sendiri yang bekerja sebagai pegawai pemerintah kolonial.
Kongres Sarekat Islam pertama kali diadakan pada bulan Januari 1913 di Surabaya. Haji
Oemar Said Tjokroaminoto dipilih sebagai ketua Sarekat Islam dan Surabaya ditetapkan sebagai
pusat kedudukan Sarekat Islam. Tujuan Sarekat Islam dapat disimpulkan.
1. mengembangkan jiwa dagang
2. membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
4. memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
5. hidup menurut perintah agama.
Dari kegiatan organisasi ini dapat dilihat bahwa Sarekat Islam memperjuangkan hal-hal
yang sesungguhnya terletak di bidang politik juga yaitu perjuangan terhadap penindasan dan
pemerasan oleh pemerintah kolonial dari segi keadilan dan kebenaran. Dan seluruh media masa
Indonesia telah membantu menyebarluaskan cita-cica Sarekat Islam, dan sudah tentu juga dalam
aksi-aksinya.
Laju perkembangan Sarekat Islam tidak dapat dibendung lagi dan pertumbuhan
organisasi ini berhasil masuk sampai ke lapisan bawah masyarakat, disebabkan oleh karena :
1. membela kepentingan rakyat kecil
2. menekankan pertentangan ekonomi yang tidak seimbang. (Dan untuk masa selanjutnya
pedagang Cina menjadi sasaran ketidak-puasan rakyat karena dianggap menjadi penghalang
bagi perkembangan ekonorni pribumi).
3. bertalian dengan agama Islam, agama yang dianut oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

c. Indische Partij
Pencetus Indische Partij pencetusnya adalah E.F.E. Douwes Dekker yang kemudian
berganti Danudirdja Setyabudhi. Ia seorang Indo-Belanda. Organisasi ini mempunyai cita-cita
menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia baik pribumi, Indo, Arab serta Cina. Mereka
akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan menumbuhkan semangat nasionalisme
Indonesia.
Douwes Dekker bertemu dan berbicara antara lain dengan Dr Cipto Mangunkusumo,
Suwardi Suryaningrat (yang kemudian dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) dan Abdul Muis.
Semuanya mendukung gagasan tersebut.
Setelah Indische Partij didirikan pada tahun 1912, cita-citanya lebih disebar-luaskan
kemana-mana melalui surat kabar, terutama Expres. Ditegaskan bahwa nasib dan masa depan
mereka yang ada Indonesia terletak di tangari mereka sendiri. Karena itu kolonialisasi harus
dihapuskan.
Dalam permusyawaratan wakil-wakil daerah Indische Partij di Bandung pada bulan
Desember 1912, tersusunlah anggaran dasar program kerja partai.
Dalam anggaran dasarnya telah tergambar sifat nasionalisme yang radikal, dengan tujuan:
1. Membangun patriotisme Indiers terhadap tanah air.
2. Bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan demi memajukan tanah air Hindia.
3. Mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Jadi jelas tujuan utama Indische Partij yaitu menumbuhkan dan meningkatkan jiwa
integrasi antara semua golongan untuk memajukan tanah air dengan dilandasi jiwa nasional,
maupun mempersiapkan diri bagi kehidupan rakyat yang merdeka.
Untuk mensukseskan cita-cita Indische Partij, dalam program kerja telah ditetapkan
langkah-langkah yang akan diambil, antara lain :
1. Meresapnya cita-cita kesatuan nasional Hindia (Indonesia).
2. Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan maupun
kemasyarakatan.
3. Memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan
lainnya
4. Memperbesar pengaruh pro-Hindia (Indonesia) di dalam pemerintahan.
5. Berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia
6. Dalam hal pengajaran, kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia.
7. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat mereka yang
ekonominya lemah.
Pasal-pasal ini pulalah yang membuktikan bahwa Indische Partij adalah partai politik yang
pertama di Indonesia. Dalam waktu yang singkat telah mempunyai 30 cabang dengan anggota
lebih dari 7.000 orang, kebanyakan orang Indo.
Akibatnya, permohonan yang diajukan kepada pemerintah untuk mendapat pengakuan
sebagai badan hukum pada bulan Maret 1913 ditolak dengan alasan bahwa organisasi ini bersifat
politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum. Kemudian tiga orang tokoh utama
Indische Partij karena kegiatannya dihukum buang. Mereka itu adalah Douwes Dekker, Suwardi
Suryaningrat dan Dr. Tjipto Mangunkusumo, memilih Negeri Belanda sebagai tempat
pengasingan. Dan selama dalam pembuangan mereka tetap berusaha untuk menanamkan jiwa
nasional dan menggerakkan orang Indonesia di Negeri Belanda supaya menuntut Indonesia
Merdeka.

3. Perkembangan Pergerakan Nasional


a. Pengaruh Perang Dunia I yang meletus 1914 terasa sampai di Indonesia.
Budi Utomo mengetengahkan pentingnya pertahanan sendiri untuk menghadapi kemungkinan
bahaya intervensi asing. Kemudian Budi Utomo melontarkan :
1. Gagasan wajib-militer bagi penduduk Indonesia
2. Wajib-militer tersebut harus diputuskan dalam parlemen yang berhak membuat Undang-
undang.
3. Dibentuknya parlemen di Indonesia yang sampai saat itu belum ada.
Gagasan di atas kemudian melahirkan suatu panitia yang bernama "Indie Weerbaar"
(Hindia yang berketahanan). Utusan Indie Weerbaar, antara lain Dwidjosewojo dan Abdul Muis,
yang dikirim ke negeri Belanda, gagal dalam usahanya untuk mendesak pemerintah kerajaan
Belanda supaya melaksanakan Undang-undang wajib-militer di Indonesia. Akan tetapi mereka
berhasil memperoleh kesediaan pemerintah untuk membahas soal perwakilan rakyat.
Pada bulan Desember 1916 Undang-undang pembentukan Volksraad (dewan rakyat)
disahkan oleh parlemen Belanda. Bulan Mei 1918, dewan ini dibuka dengan resmi, dengan
jumlah anggota yang berimbang antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda. Sebagian dari anggota
itu tidak ditunjuk oleh partai tetapi ditunjuk oleh pemerintah.
Pada tahun 1917, Budi Utomo menetapkan sebuah program politik yang bercita-cita
membentuk pemerintahan parlementer yang berazaskan kebangsaan. Di samping itu juga
menghendaki adanya persamaan hak untuk semua agama. Meskipun ada perubahan dalam
pandangan, namun Budi Utomo tetap tidak menyetujui aksi-aksi yang bersifat kekerasan.
Tindakan-tindakan Budi Utomo itu memperlihatkan bahwa Budi Utorno pun kini sudah mulai
bergerak di lapangan politik.

b. Pada tahun 1915 di Surabaya didirikan Central Sarekat Islam (CSI)


CSI dalam perannya membantu SI daerah ke arah kemajuan dan mengatur kerjasama
antar SI daerah. Pada bulan Juni 1916 di Bandung diadakan suatu kongres nasional SI yang
pertama. Dalam kongres ini bahasa resminya digunakan bahasa Melayu. Dan dalam kongres
kedua tahun 1917 di Jakarta, menghendaki dapat mengubah Volksraad agar menjadi parlemen
sejati. Sebagian kecil dari pimpinan SI (Semaun Cs) menolak SI ikut serta dalam Volksraad, karena
menilai badan itu hanya alat kaum kapitalis untuk mengelabui rakyat.

c. Kaum Sosialis kiri yang tergabung dalam Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV)
didirikan tahun 1914, dipimpin Sneevliet, berhasil menyusup ke dalam SI
ISDV didirikan memiliki tujuan bersama yaitu sama-sama membela rakyat kecil dan
menentang kapitalisme tetapi dengan cara yang berbeda, mereka berhasil mempengaruhi tokoh-
tokoh muda SI antara lain, Semaun, Darsono, Tan Malaka dan Alimin Prawirodirdjo. Yang
menyebabkan ISDV berhasil melakukan infiltrasi ke dalam tubuh SI :
1. CSI sebagai badan koordinasi pusat, kekuasaannya masih sangat lemah.
2. Tiap-tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri secara bebas.
3. Para pemimpin lokal yang kuat mempunyai pengaruh yang menentukan di dalam SI cabang.
4. Kondisi kepartaian waktu itu memungkinkan orang untuk sekaligus menjadi anggota lebih
dari satu partai.
Dengan cara demikian beberapa pemimpin muda SI juga pemimpin ISDV, terutama SI
cabang Semarang. Oleh sebab itu orientasi SI Semarang di bawah pengaruh ISDV, mereka
menjadi lawan CSI yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto. Tidak mengherankan bila SI Semarang
menyerang CSI sama sengitnya seperti menyerang pemerintah kolonial dan kapitalis asing. Sejak
itu SI cabang Semarang berhasil dibawa Semaun ke arah komunis Rusia.
Berhasilnya revolusi Rusia tahun 1917, maka kaum komunis di Indonesia tanpa
mempertimbangkan keadaan yang nyata di Indonesia mereka menyerukan agar di Indonesia juga
diadakan suatu revolusi.
Sementara itu, ketidakpuasan terhadap Volksraad yang dituntut agar diganti dengan
parlemen pilihan rakyat dari kalangan partai-partai moderat Indonesia yang berpengaruh pada
waktu itu telah menjadikan suasana menjadi gawat dan situasi krisis timbul di Indonesia.
Untuk meredakan situasi, pemerintah Belanda melalui Gubernur Jenderal mengeluarkan
suatu pengumuman pada bulan November 1918, yang berisi janji untuk memperbaharui
ketatanegaraan di Indonesia. Dan sebagai realisasi janji yang dikenal sebagai November belofte
(janji November), pada tahun 1919 dibentuklah Komisi Peninjauan Kembali.
Hasil Komisi ini kemudian juga tidak memuaskan pergerakan Nasional Indonesia. Ketika
keadaan sudah reda, pemerintah mengambil tindakan keras. Orang-orang Belanda yang radikal
seperti Sneevliet diusir dari Indonesia. Beberapa pemimpin Indonesia seperti Darsono dan Abdul
Muis ditangkap.

c. Gerakan Islam
Sebelum abad ke-20 dapat dikatakan, Islam di Indonesia adalah identik dengan
kepribumian. Islam sebagai suatu ukuran bagi loyalitas golongan dan sebagai dasar persatuan di
Indonesia, merupakan hal yang penting sehubungan dengan perkembangan kekuasaan kolonial
Belanda ke seluruh pelosok Indonesia. Karena itu mudah dimengerti mengapa pemerintah
Belanda memandang Islam sebagai suatu ancaman potensial bagi kedudukan mereka, dan
sebaliknya kedatangan bangsa Belanda dalam pandangan orang Islam Indonesia merupakan
ancaman bagi Islam. Maka Belanda dianggap musuh Islam dan kaum Muslimin.
Dalam rangka inilah sarjana Snouck Hurgronje dikirim ke Arab Saudi untuk menyelidiki di
mana sesungguhnya sumber penggerak golongan pribumi untuk menentang pemerintah. Dan
dari penyelidikan itu diketahui bahwa sumber penggerak berada pada pesantren, surau, langgar
dan masjid di Indonesia umumnya berpusat di Mekah, yaitu pada orang orang Indonesia sendiri
yang telah lama bermukim dan belajar di sana. Juga umat Islam Indonesia menggabungkan diri
pada gerakan pan-Islam yang pada waktu itu dipimpin oleh Turki.
Gerakan yang kemudian timbul dalam bentuk gerakan pembaharuan telah dibantu
dengan makin lancarnya komunikasi sosial, antara lain melalui media massa. Gerakan
pembaharuan (penjernihan) ajaran Islam itu hendak dicapai melalui gerakan, baik di bidang
pendidikan dan sosial maupun di bidang politik, yang keduanya adalah pengaruh yang berasal
dari luar Indonesia.
Gerakan yang pertama wadahnya seperti Perserikalan Ulama, Muhammadiyah,
Persatuan Islam dan sekolah-sekolah agama di Minangkabau. Gerakan kedua terlihat dari
kegiatan partai-partai yang mendasarkan dirinya pada cita-cita Islam, seperti yang dilakukan oleh
Serikat Islam.
Persatuan Muslimin Indonesia (Permi), Partai Islam Indonesia yang menyalurkan
keinginan serta cita-cita dari anggota-anggota Muhammadiyah, Persatuan Islam dan organisasi
lainnya, yang karena suatu hal tidak dapat menyalurkan aspirasi politik mereka melalui Sarekat
Islam atau penerusnya Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).

4. Masa Radikal: Pergerakan Non-kooperasi.


Proses radikalisasi yang terjadi di Indonesia antara lain disebabkan oleh timbulnya krisis
ekonomi pada tahun 1921 dan krisis perusahaan gula sejak tahun 1918. Penggantian kepala
pemerintahan dengan Gubernur Jenderal S Fock yang bersikap sangat reaksioner yang
kebijaksanaan politiknya sangat mengabaikan kekuatan rakyat yang sedang berkembang. Sikap
radikal ini ditandai oleh taktik non-kooperasi dari pihak partai-partai politik. Artinya, dalam
memperjuangkan cita-citanya mereka tidak mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial,
terutama di bidang politik. Semua hal yang diperlukan untuk mencapai cita-cita itu akan
diusahakan sendiri, antara lain dengan memperkokoh persatuan nasional, memajukan
pendidikan, meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial untuk kesejahteraah rakyat dan lain-lain.
Mereka juga tidak mau memasuki dewan-dewan perwakilan yang dibentuk oleh pemerintah
kolonial baik di pusat maupun di daerah.
a. Perhimpunan Indonesia (PI)
Indische Vereeniging didirikan oleh orang-orang Indonesia yang berada di negeri Belanda,
antara lain Sutan Kasayangan, R.M. Noto Suroto. Pada awalnya hanya bersifat organisasi sosial
yang bertujuan untuk mengurusi kepentingan bersama orang-orang perantauan Indonesia.
Tetapi sejak tibanya tiga serangkai ke Negeri Belanda, dan setelah Perang Dunia I, maka semangat
nasionalisme menjadi nyata. Mereka mengganti nama Indische Vereeniging menjadi
Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1925 dan majalah mereka dari nama Hindia Putra
menjadi "Indonesia Merdeka" (1923).
Aktifnya Ahmad Subardjo dan Mohammad Hatta, yang masing-masing pernah mengetuai
PI, maka kegiatan politik mereka meningkat, untuk mendapatkan perhatian dunia, PI ikut dalam
kegiatan organisasi Internasional. Dalam kongres Liga Demokrasi Internasional untuk
perdamaian pada bulan Agustus 1926 di Paris, Moh. Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan
untuk kemerdekaan Indonesia. Kongres Liga berikutnya, bulan Februari 1927 di Berlin diambil
keputusan akan menyokong perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia dengan segala daya
menuntut kepada pemerintah Belanda agar memberi kebebasan bergerak kepada Pergerakan
Nasional Indonesia.
Aktivitas PI di Eropa dan pengaruhnya yang makin kuat di Indonesia mulai dicurigai oleh
pemerintah Belanda. Dan adanya tuduhan bahwa PI bekerjasama dengan PKI yang akan
memberontak terhadap pemerintah, maka pada bulan Juni 1927 diadakan penggeledahan
terhadap pemimpin-pemimpin PI. Pada bulan September 1927, empat orang tokoh di Negeri
Belanda ditangkap dan diadili. Mereka adalah Moh. Hatta, Nazir Datuk Pamontjak, Ali
Sastroamidjojo dan Abdulmadji Djoyoadiningrat. Di dalam pemeriksaan sidang pengadilan di Den
Haag pada bulan Maret 1928 mereka terbukti tidak bersalah, lalu dibebaskan. Namun gerak-gerik
PI tetap diawasi dengan ketat.
Pada tahun 1920-an itu pengaruh PI di tanah air terasa cukup kuat. Beberapa organisasi
bahkan lahir berdasarkan ilham dari perjuangan PI, seperti Perhimpunan Pelajar-pelajar
Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927 dan Jong Indonesia
(Pemuda Indonesia) tahun 1928.
Kongres SI bulan Maret 1921 di Yogyakarta, Haji Fachruddin, wakil Ketua Muhammadiyah
mengedarkan brosur di mana dinyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak mungkin tercapai apabila
tetap bekerjasama dengan komunis. Kongres SI tanggal 6-10 Oktober 1921 di Surabaya, Abdul
Muis dan Agus Salim mendesak agar ditetapkan disiplin partai yang melarang keanggotaan
rangkap. Hasilnya, cabang-cabang SI yang terkena pengaruh PKI kemudian memisahkan diri.
Menyusul kongres SI bulan Februari 1923 di Madiun di mana Tjokroaminoto mempertajam
disiplin partai dan meningkatkan pendidikan kader SI dalam usaha memperkuat organisasi partai.
Dalam kongres itu juga diputuskan mengubah nama CSI menjadi Partai Sarekat Islam
(PSI). Sikap non-kooperasi terhadap pemerintah kolonial tetap dijalankan, akan tetapi anggota
yang sudah duduk dalam dewan-dewan perwakilan tetap diperbolehkan asal tidak membawa
nama partai.
Perkembangan selanjutnya kegiatan SI mencoba memperbaharui diri dengan jalan Pan-
Islamisme, nasionalisme Islam, aksi menentang kapitalisme dan non kooperasi terhadap dewan-
dewan perwakilan.
Meningkatnya radikalisme dalam pergerakan Nasionalisme yang kemudian memuncak
dalam pemberontakan PKI tahun 1926/1927, menyebabkan pemerintah kolonial melakukan
penekanan terhadap aksi-aksi. Tokoh-tohoh SI di beberapa daerah ditangkap dan ditahan oleh
pemerintah kolonial.

b. Partai Komunis Indonesia (PKI)


Pada bulan Mei 1920, yang merupakan jelmaan ISDV, tidak membawa perubahan dalam
program Politik. Dalam Kongres PKI bulan Maret 1923 diambil keputusan untuk mendirikan SI
Merah di tempat mana ada "Sl-Putih".
SI Merah (pro komunis) pada tahun 1924 berganti nama menjadi "Sarekat Rakyat" dan
berada di bawah pengendalian PKI, maka PKI semakin aktif dalam percaturan politik di Hindia
Belanda. Segala cara dihalalkan oleh PKI dalam propagandanya. Kemajuan yang diperoleh
ternyata membuat PKI lupa diri. Mereka merencanakan suatu petualangan politik yang dikenal
dengan nama Pemberontakan 1926/1927. Pemberontakan itu telah dirancang dalam suatu
pertemuan rahasia di Prambanan oleh pemimpin-pemimpin PKI seperti Sardjono, Budi Sutjitro,
Sujono dan lain-lain.
Akhirnya pemberontakan meletus pada tanggal 13 November 1926 di Jakarta dan disusul
di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemberontakan gagal karena memang
massa belum siap dan organisasi PKI sendiri masih lemah. Petualangan yang sia-sia ini hanya
menurutkan nafsu ingin berkuasa secepatnya tanpa memperhitungkan kenyataan yang ada dan
tanpa dukungan seluruh rakyat yang sedang memperjuangkan Indonesia Merdeka, bukanlah
suatu peristiwa yang dapat dibanggakan.
Bahkan sebaliknya, sebagai akibat petualangan PKI itu dalam tahun-tahun berikutnya
Pergerakan Nasional Indonesia mengalami penindasan yang luar biasa sehingga sama sekali tidak
dapat bergerak karena memang tidak siap untuk mengadakan gerakan di bawah tanah.

c. Partai Nasional Indonesia (PNI)


Pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung yang didirikan dan dipimpin oleh kaum terpelajar
Indonesia yang telah mendapat pendidikan politik. Sebagai ketuanya dipilih Ir. Soekarno.
Anggaran dasar PNI telah dinyatakan bahwa tujuannya adalah "Indonesia Merdeka". Tujuan itu
hendak dicapai dengan azas "percaya pada diri sendiri", artinya memperbaiki keadaan politik,
ekonomi dan sosial budaya yang sudah rusak oleh penjajahan, dengan kekuatan sendiri yaitu:
1. Politik, memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme).
2. Ekonomi, memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, bank-bank dan koperasi
3. Sosial, memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita,
memerangi pengangguran, memajukan transmigrasi kesehatan rakyat
Nasionalisme melalui persatuan rakyat yang selalu ditekankan oleh PNI sangat
berpengaruh dan cabang-cabang PNI telah tumbuh di seluruh Indonesia. Issue bahwa PNI akan
mengadakan pemberontakan pada tahun 1930, dijadikan alasan oleh pemerintah kolonial untuk
melakukan penggeledahan dan penangkapan.
Tindakan itu dilaksanakan, pemerintah pada tanggal 24 Desember 1929 dengan
menggeledah kantor-kantor PNI diseluruh Indonesia dan melakukan penangkapan atas diri
beberapa pimpinan PNI. Pada tanggal 9 Desember 1929, Ir. Soekarno ditangkap di Yogyakarta
dan selanjutnya dikirim ke Bandung. Dalam peristiwa ini permerintah melakukan 400
penangkapan terhadap anggota PNI di seluruh Indonesia dan seluruh Pergerakan Nasional
mengajukan protes.
Pengadilan terhadap 4 tokoh PNI: Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkupraja, Maskun
Sumadiredja dan Supriadinata oleh pengadilan negeri merupakan suatu peristiwa bersejarah bagi
Pergerakan Nasional. Pemimpin-pemimpin PNI dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan
kolonial pada tanggal 20 Desember 1930. Peristiwa yang menimpa PNI ini ternyata merupakan
pukulan besar bagi PNI. Dan atas inisiatif Mr. Sartono, PNI dibubarkan pada tanggal 25 April 1931.
maka hilanglah unsur utama pergerakan Nasional waktu itu.

d. Gerakan Pemuda dan Gerakan wanita


Pada tahun 1915 berdiri Tri Koro Dharmo di Jakarta, pendirinya antara lain R. Satiman
Wiryosandjoyo, Kadarman dan Sunardi menetapkan bahwa perkumpulan itu dibentuk khusus
untuk anak-anak sekolah menengah yang berasal dari Jawa dan Madura. Tri Koro Dharmo yang
berarti tiga tujuan mulia (Sakti, Budi, Bakti) bertujuan menimbulkan pertalian antara murid-
murid bumiputera pada sekolah menengah dan perguruan kejuruan; menambah pengetahuan
umum bagi anggota-anggota dan membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala
bahasa dan budaya.
Dengan ini hendak dicapai tujuan untuk mencapai Jawa Raya dengan jalan memperkokoh
rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa - Sunda - Madura - Bali - Lombok. Untuk
menghindari perasaan tidak puas dari pihak sementara anggota yang dapat melemahkan
organisasi, pada tahun 1918 dalam kongresnya di Solo namanya diubah menjadi "Jong Java".
Sejalan dengan munculnya Jong Java, pemuda-pemuda daerah lain juga membentuk
organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Sumatranen Bond, Pasundan, Jong Minahasa, Jong
Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Timorees Verbond dan
lain-lain. Pada dasarnya organisasi itu semua masih bersifat kedaerahan tetapi semuanya
mempunyai cita-cita kearah kemajuan Indonesia, khususnya memajukan budaya dan daerah
masing-masing.
Meningkatnya nasionalisme yang mendorong keinginan mereka untuk bersatu dalam
perjuangan, mendorong organisasi-organisasi pemuda yang masih bersifat kedaerahan itu untuk
bersatu dalam satu wadah.

e. Sumpah Pemuda
Tanggal 30 April - 2 Mei 1926 diadakan kongres Pemuda Indonesia I di Jakarta. Dalam
kongres ini mengusulkan untuk membentuk suatu organisasi bagi pemuda Indonesia tidak
berhasil karena rasa kedaerahan masih kuat. Tetapi pada tahun 1928 alam politik di Indonesia
sudah dipenuhi oleh jiwa persatuan. Dalam Kongres Pemuda Indonesia II 27-28 Oktober 1928 di
Jakarta, dihadiri oleh utusan organisasi-organisasi pemuda, diikrarkan sumpah yang terkenal
dengan nama "Sumpah Pemuda". Isinya adalah:
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Kepada Kongres juga diperkenalkan lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh Wage
Rudolf Supratman, dan bendera Merah Putih yang dipandang sebagai bendera pusaka bangsa
Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober yang merupakan salah satu
puncak Pergerakan Nasional. Karena itu peristiwa yang bersejarah ini setiap tahun diperingati
sampai sekarang sebagai hari besar nasional.

f. Organisasi-organisasi Perempuan
Perkumpulan wanita berdiri di mana-mana seperti Perkumpulan Kartini fonds di
Semarang, Putri Mardika di Jakarta, Maju Kemuliaan di Bandung, Wanita Rukun Santoso di
Malang, Budi Wanito di Solo dan sebagainya. Banyaknya perkumpulan ini juga menunjukkan
bahwa golongan wanita tidak mau ketinggalan dalam proses kemajuan nasional.
Organisasi-organisasi Perempuan mengadakan pula suatu kongres nasional yang dinamai
Kongres Perempuan Indonesia, pada tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Hasilnya adalah
dibentuknya Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang pada tahun 1929 diubah namanya
menjadi Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII). Tanggal lahir PPII tanggal 22 Desember
1928 kemudian dikenal sebagai "Hari Ibu", dapat dipandang sebagai hari lahirnya kesadaran yang
mendalam pada pihak wanita Indonesia mengenal martabatnya.
Berbeda dengan PPII, "Istri Sadar" yang didirikan di Bandung pada tahun 1930 lebih
bercorak sesuatu organisasi politik, begitu pun "Istri Indonesia" yang ikut serta dalam pemilihan
anggota dewan-dewan kota-praja pada tahun 1938. Namun bila dibandingkan dengan jumlah
wanita dari golongan bawah, hasil-hasil gerakan wanita selama penjajahan belumlah banyak.

4. Masa Moderat: Pergerakan Kooperasi


a. Partindo (Partai Indonesia)
Sejak tahun 1930 sesudah ditangkapnya Ir. Soekarno dan pemimpin pergerakan lainnya
dalam tubuh PNI timbul perpecahan. Hal ini disebabkan karena pada kongres luarbiasa ke II PNI
di Jakarta, pada tanggal 25 April 1931 ditetapkan untuk membubarkan PNI dengan alasan
keadaan yang sangat memaksa sehubungan dengan putusan pengadilan Bandung untuk
menghukum Soekarno. Anggota-anggota yang menyetujui pembubaran mendirikan Partai
Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931 dan Mr. Sartono dipilih sebagai ketuanya.
Tujuannya adalah tetap mencapai Indonesia Merdeka dan sikap non-kooperatif terhadap
pemerintah tetap dilaksanakan oleh Partindo.

b. Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru)


PNI Baru dibentuk pada Desember 1933 di bawah pimpinan Moh. Hatta dan Sutan Syahrir
muncul sebagai kekuatan politik yang berdasarkan nasionalisme dan demokrasi. Tujuannya juga
untuk mencapai Indonesia merdeka yang dicapai dengan taktik non-kooperasi.
Kegiatan kedua partai tersebut mengkhawatirkan pemerintah kolonial. Untuk membatasi
gerak-gerik Pergerakan Nasional, pemerintah mengeluarkan bermacam-macam peraturan yang
terutama tertuju kepada partai-partai dan organisasi yang bersikap non kooperatif.
Pada bulan Februari 1934, Moh. Hatta dan tiga anggota pengurus besar PNI Baru,
termasuk Sutan Syahrir ditangkap dan diasingkan, mula-rnula ke Tanah Merah. Digul Atas
(Papua), sesudah satu tahun dipindahkan ke Bandaneira. Dalam tahun 1934 Ir. Soekarno
ditangkap lagi dan dibuang ke Flores dan kemudian ke Bengkulu. Akhirnya Partindo dibubarkan
pada bulan November 1936 oleh Mr. Sartono.

d. Partai Indonesia raya (Parindra)


Parindra yang merupakan hasil fusi (menyatukan diri) antara Budi Utorno dan Persatuan
Bangsa Indonesia (FBI). Parindra terbentuk dalam kongras fusi 24-26 Desember 1935 di Solo.
Terhadap pemerintah kolonial, Parindra tidak bersikap kooperasi tetapi juga tidak non-kooperasi,
dan karena itu Parindra mempunyai wakil-wakil dalam Volksraad dan mengambil sikap sesuai
dengan situasi sidang. Parindra dapat berkembang dengan baik hingga menjadi partai utama
karena sikap "luwes" yang dijalankan. Ia berusaha memajukan kaum tani dengan mendirikan
rukun tani, membentuk serikat-serikat sekerja. serta mendirikan "Bank Nasional Indonesia."

d. Perjuangan Nasional di Volksraad


Dengan ditangkapnya pemimpin-pemimpin PNI pada akhir tahun 1929 dan dibentuknya
Vaderlandse Club yang sangat reaksioner pada bulan Oktober 1929 mendorong munculnya suatu
fraksi baru di dalam Volksraad dengan nama fraksi Nasional.
Fraksi itu didirikan pada bulan Januari 1930 di Jakarta beranggotakan 10 orang wakil-wakil
dari Jawa, Sumatra, Kalimantan. Moh. Husni Thamrin dipilih sebagai ketua. Tujuan fraksi ialah
untuk menjamin adanya kemerdekaan nasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan
jalan:
1. Mengusahakan perubahan ketatanegaraan
2. Berusaha menghapuskan perbedaan-perbedaan politik, ekonomi dan intelektual sebagai
antithese kolonial
3. Mengusahakan kedua hal tersebut dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan
hukum.
Para nasionalis di Volksraad memperjuangkan nasib rakyat yang pada saat itu terjadi
pengangguran, kemelaratan pada periode pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge. Ordonansi
sekolah-sekolah liar, yang dikeluarkan untuk menindas sekolah-sekolah swasta Nasional yang
melahirkan banyak nasionalis yang berjuang untuk kemerdekaan, ditentang di dalam sidang-
sidang Volksraad maupun di luarnya.
Bagi Indonesia, ordonansi itu sangat penting karena mempunyai pengaruh yang luas,
sehingga Moh. Husni Thamrin mengancam akan keluar dari Volksraad bila ordonansi itu tidak
dicabut. Setelah mendapat kritik yang pedas dari kaum Nasionalis Indonesia, ordonansi itu
dicabut. Pencabutan kembali ordonansi itu merupakan suatu kemenangan yang berarti bagi
Pergerakan Nasional.
Mengenai masa depan Indonesia, timbul dengan dilontarkannya Petisi Sutardjo pada
bulan Juli 1936 di sidang Volksraad. Sutardjo Kartohadikusumo, seorang pegawai
Bestuur/Pamongpraja Bumi-putra (PP-BP) dan wakil organisasi ini di Volksraad, adalah seorang
demokrat yang memandang bahwa kelesuan dan kelumpuhan Pergerakan Nasional waktu itu
disebabkan karena tidak adanya saling pengertian dari pihak pemerintah.
Berdasarkan itu Sutardjo, yang didukung oleh beberapa wakil golongan dan daerah di
Volksraad mengusulkan agar diadakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dengan
utusan-utusan kerajaan Belanda yang akan menetapkan masa depan Indonesia di mana
diharapkan dalam jangka waktu 10 tahun Indonesia sudah dapat berdiri sendiri meskipun tetap
dalam lingkungan kerajaan Belanda.
Sebelum maksud Indonesia berdiri sendiri itu tercapai, Sutardjo mengusulkan untuk
mengambil langkah-langkah tertentu memperbaiki keadaan Indonesia. Langkah-langkah :
1. Volksraad dijadikan parlemen yang sesungguhnya
2. Direktur departemen diberi tanggung jawab
Dibentuknya suatu Dewan Kerajaan (Rijksraad) sebagai badan tertinggi antara Negeri
Belanda dan Indonesia yang anggota-anggotanya merupakan wakil-wakil kedua belah pihak.
Penduduk Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran asal-usul dan cita-citanya
memihak Indonesia.
Dua tahun setelah diajukan, tanpa melalui perdebatan di Parlemen Belanda, Petisi ditolak
oleh pemerintah Belanda pada tanggal 16 November 1938. Alasanya, bahwa bangsa Indonesia
belum matang untuk memikul tanggungjawab memerintah diri sendiri. Dengan demikian bangsa
Indonesia telah dinilai belum mampu untuk berdiri sendiri apalagi untuk mengurus suatu negara
yang merdeka.
Kekecewaan atas penolakan tersebut, mendorong terbentuknya suatu federasi yang
bernama Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dengan semboyan "Indonesia Berparlemen", GAPI
menuntut adanya suatu dewan perwakilan rakyat yang berdasarkan kepada sendi-sendi
demokrasi. Untuk menyokong aksi GAPI, dalam kongres tanggal 23-25 Desember 1939
diputuskan untuk membentuk Kongres Rakyat Indonesia. Kongres juga menetapkan bendera
Merah Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia, serta
meningkatkan pemakaian bahasa Indonesia bagi seluruh rakyat. Usaha-usaha GAPI dalam
Volksraad ternyata mendapat tanggapan yang sinis dari pihak pemerintah kolonial Belanda.
Pada saat bangsa Belanda diintervensi Nazi Jerman, sedang tanah jajahannya diancam
oleh kaum fasis Jepang, Pergerakan Nasional Indonesia mengulurkan tangannya menawarkan
kerjasama dalam menghadapi ancaman Jepang. Tetapi pemerintah kolonial Belanda tetap
melanjutkan penindasannya terhadap kaum nasionalis.
Tidak mengherankan bahwa para pemimpin Pergerakan Nasional sangat kecewa.
Sedangkan rakyat yang pikirannya sederhana kemudian mudah termakan oleh propaganda
Jepang yang bersemboyan "pembebasan bangsa-bangsa Asia dari penjajahan bangsa-bangsa
Barat".
Ketika tentara Jepang menyerbu ke selatan dan masuk ke wilayah Indonesia, pertahanan
Belanda runtuh dalam waktu hanya kurang lebih dua bulan. Dengan demikian berakhirlah
penjajahan Belanda di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai