Anda di halaman 1dari 3

Politik Ekonomi VOC

Cara VOC menggunakan untuk mendapatkan keuntungan besar adalah dengan melakukan
monopoli perdagangan. Karena itu VOC memberlakukan beberapa peraturan dalam menjalankan niatnya
tetapi sangat memberatkan penduduk asli.
Aturannya meliputi:
1. Verplichte Leverantie
 Memaksa penduduk asli untuk menjual produk bumo dengan harga yang ditentukan
oleh VOC. Produknya termasuk lada, kapas, kayu manis, gula, beras, nila dan ternak.
Dengan diberlakukannya peraturan ini, orang-orang terpaksa menjual produk mereka
hanya kepada pedagang VOC.
2. Contingenten
 Kewajiban orang untuk membayar pajak tanaman mereka
3. Ektripasi
 Hak VOC untuk mengatur sirkulasi rempah-rempah dengan menebang pohon sehingga
harga tidak turun tajam
4. Pelayaran Hongi
 Pengawasan perdagangan menggunakan kapal kora-kora untuk mencegah
penyelundupan dan pasar gelap. Layanan ini untuk mengawasi implementasi
perdagangan yang dilakukan VOC. Bagi mereka yang melanggar VOC, mereka akan
menyita barang dagangan mereka, pelakunya akan dibubarkan, dijual ke pasar budak
dan kadang-kadang bahkan dibunuh.
5. Preanger Stelsel
 Aturan ini juga disebut Sistem Priangan. Sistem ini diterapkan di wilayah Priangan pada
1677-1871. Peraturan ini menjelaskan bahwa wajib pajak harus membayar pajak bukan
dalam bentuk uang tetapi dalam bentuk produk yang setara dengan nilai pajak. Bagi
mereka yang tidak memiliki tanah yang diperlukan untuk bekerja di tanah yang dimiliki
oleh VOC dengan sistem kerja paksa atau kredit tanpa membayar.

Penerapan Politik Ekonomi VOC di Indonesia adalah produk pertanian Indonesia yang menjadi
unggulan di pasar internasional, terutama Eropa. Dampak negatif terjadi pada waktu itu untuk
penindasan penduduk asli. Dampak positif bagi VOC adalah bahwa mereka memiliki keuntungan terbesar
untuk mengisi uang tunai pemerintah Belanda.
Tetapi ini dipenuhi dengan korupsi oleh beberapa pejabat tinggi VOC. Bahkan pejabat kecil
melakukan tindakan korupsi. Meskipun pendapatannya besar tetapi karena korupsi itu mengurangi
pendapatan tunai untuk Belanda. Bahkan hutang menumpuk sampai Belanda memberikan pinjaman.
Pada 31 Desember 1799, VOC dibubarkan. Belanda menanggung hutang VOC yang menyebabkan kas
Belanda berkurang bahkan menjadi kosong.

Dampak positif dari politik ekonomi VOC bagi Indonesia adalah rempah – rempah Indonesia
menjadi komoditi yang sangat laku di Eropa sedangkan dampak negatif dari politik ekonomi ini adalah
terjadi penindasan pada kaum pribumi dalam upaya monopoli VOC dalam perdagangan rempah –
rempah. Dampak positif bagi pihak VOC adalah keuntunga sebesar besarnya untuk mengisi kas negeri
Belanda. Namun keuntungan ini tidak diimbangi dengan moral pejabat petinggi VOC, terjadi korupsi di
berbagai tingkatan pejabat VOC. Meskipun pendapatannya besar tetapi akibat dari korupsi – korupsi
yang dilakukan pejabat VOC juga turut mengurangi kas pemasukan untuk Belanda. Hutang – hutangpun
dilakukan negeri Belanda dan pada akhirnya pada 31 Desember 1799 VOC dibubarkan untuk selanjutnya
digantikan oleh Belanda. Hutang – hutang VOC pada periode sebelumnya kemudian berpindah tangn ke
Belanda mengakibatkan kas belanda berkurang dan bahkan kosong.
BIDANG EKONOMI
A. KOMERSIALISME, dan INDUSTRIALISASI
Komersialisme yang terjadi di Indonesia awalnya disebabkan karena Kemerosotan VOC,
kekosongan kas negara Belanda serta hutang yang sangat besar dengan saldo kerugian
sebesar 134,7 juta Gulden. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diberlakukanlah tanam
paksa dibawah pimpinan Van den Bosh pada 1830-1870.

1). MASA TANAM PAKSA


Pada masa Tanam Paksa yang dikomersilkan dari Indonesia oleh Belanda adalah :
Tanah rakyat yang awalnya milik pribadi diambil dan dikuasai oleh pemerintah Belanda untuk
dijadikan sebagai lahan tanam paksa. Dimana tanah rakyat tersebut wajib ditanami tanaman
yang laku dipasaran Eropa (Ekspor) yang jenisnya telah ditentukan oleh pemerintah Belanda,
seperti kopi, gula, teh, tembakau, kapas, nila (indigo).
Hasil dari tanam paksa tersebut diserahkan lepada pemerintah Belanda dan hanya dihargai
sangat rendah sehingga segala hasil keuntungan sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah.
Tanah rakyat yang bebas dari tanam paksa hanya 1/5 itupun rakyat masih dibebankan
membayar pajak perorangan.
Selain tanahnya diambil, rakyat masih harus bekerja di lahan tanam paksa tersebut dengan
jangka waktu yang tidak terbatas bahkan hampir seluruh waktu digunakan untuk bekerja
dilahan tanam paksa. Sehingga rakyat tidak sempat untuk mengerjakan tanahnya sendiri.
Akibat dari tanam paksa tersebut:
· Tanah rakyat dieksploitasi
· Rakyat harus menanggung beban berat akibat tanam paksa.
· Selain itu rakyat masih dibebankan kerja rodi/ kerja paksa untuk pemerintah. Yang terberat
adalah rodi untuk membangun dan memelihara benteng pertahanan.
· Kemiskinan dan daya tahan rakyat dalam menghadapi berbagai bencana yang terlalu kecil
menyebabkan ketika terjadi musim kekeringan berarti bencana yang besar bagi rakyat.
Akibatnya terjadi kelaparan dimana-mana dan kematian, sehingga jumlah penduduk
mengalami penurunan yang tajam. Contohnya:
Tahun, Daerah, Sebelum Bencana, Setelah Bencana, 1843, Demak, 336.000 juta, 120.000 juta,
1849-1850, Grobogan, 89.500 jiwa, dan 9.000 jiwa

· Tanam Paksa memang membawa keuntungan bagi Belanda tetapi rakyat Indonesia benar-
benar tenderita. Oleh karena itu dilakukan upaya penghapusan tanam paksa diawali dengan
penghapusan tanam paksa lada (1860) .Tahun 1870, secara resma tanam paksa dihapuskan di
Indonesia dengan dikeluarkan Undang-undang Gula, tetapi baru pada 1917 tanam paksa kopi
dapat dihapuskan.
· Saldo untung untuk Belanda mulai mengalami penurunan Sejas tahun 1867, dan pada 1870
benar-benar lenyap. Saldo keuntungan tersebut disebabkan karena pemerintah terlalu
berhemat.

2). MASA LIBERALISME (1870-1900)


Penghapusan tanam paksa menyebabkan munculnya sistem ekonomi liberal, dimana Indonesia
dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal mereka. Pada masa Liberalisme,
komersialisme terhadap bangsa Indonesia tampak dengan:
Indonesia dijadikan tempat untuk mencari bahan mentah untuk kepentingan Industri orang-
orang Eropa
Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal bagi para pengusaha swasta
asing. Dengan cara menyewa tanah rakyat untuk dijadikan perkebunan-perkebuan besar.
Indonesia juga dijadikan sebagai tempat untuk memasarkan hasil-hasil Industri Eropa.

Pada masa Liberalisme ini pulalah merupakan awal munculnya industrialisasi di Indonesia.
Munculnya Industrialisasi ditandai dengan:
Dikeluarkannya Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 ,yang memberikan
peluang bagi pengusaha asing (pengusaha dari Inggris, Belgia, Perancis, Amerika Serikat, Cina,
dan Jepang) untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia tetapi tidak boleh menjualnya. Mereka
mulai datang ke Indonesia untuk menanamkan modal dan untuk memperoleh keuntungan yang
besar.
Tanah penduduk Indonesia yang awalnya merupakan milik pribadi tersebut harus disewa untuk
jangka waktu tertentu (25 tahun untuk tanah pertanian, 75 tahun untuk tanah ladang) oleh para
pemilik modal swasta asing. Penduduk hanya mendapatkan uang sebagai uang sewa tanah
tersebut.
Tanah yang disewa kemudian dijadikan `perkebunan-perkebunan besar yang dilengkapi
dengan pabrik-pabrik untuk mengolah hasil perkebunan tersebut. Perkebunan-perkebunan
tersebut diantaranya Perkebunan Kopi, Teh, Gula, Kina dan Tembakau. Di Deli, Sumatra Timar.
Industri di Indonesia awalnya memang hanya industri perkebunan tetapi perkembangannya di
Indonesia terdapat industri mesin, industri tambang, dsb. Para pengusaha Indonesia tidak
mampu mengalah pengusaha swasta asing.

Pelaksanaan Industrialisasi di Indonesia berkembang pesat didukung dengan:


ü Dibukanya Terusan Suez(1869) yang berfungsi untuk memperpendek jarak tempuh antara
Eropa ke Indonesia.
ü Di Indonesia dibangun pelabuhan, seperti Tanjung Prior (1886),dilengkapi dengan jalan raya,
jalan kereta api, jembatan, serta sarana telekomonilasi.
Dengan sarana transportasi tersebut proses industrialisasi di Indonesia berjalan semakin pesat.
ü Selain itu dibangun saluran irigasi dan waduk-waduk.

Selama masa Industrialisasi selain perkebunan besar di Indonesia berkembang pula:


Nederlandsch Handels Maatschappij (NHM)
Bank Perkebunan (Cultuur Banker), Pusat perkreditan, dan Kantor pegadaian.
Perkembangan tanaman perkebunan mulai mengalami kemunduran karena jatuhnya harga
kopi dan gula di dunia pada 1885 dikarenakan di Eropa mulai ditanam Gula Bit. Selain itu pada
1891 harga tembakau mengalami penuruan. Krisis 1885 mengakibatkan perubahan yang cukup
besar bagi kehidupan ekonomi Hindia Belanda.

Anda mungkin juga menyukai