Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH VOC DI INDONESIA

Latar Belakang Berdirinya VOC


 Berkeinginan untuk memonopoli perdagangan.
 Untuk menghilangkan persaingan antar pedagang Belanda dan Eropa
Latar belakang secara kronologis :
Pedagang dari bangsa Barat datang ke Indonesia dengan itikad baik dan mulai
membentuk sebuah kongsi dagang. Seiring berjalannya waktu, kongsi dagang di Nusantara
semakin banyak sampai timbul persaingan antara kongsi dagang satu dengan lainnya.
Persaingan tersebut semakin ketat sampai tidak mengenal kongsi sesama bangsa. Hal ini
mengakibatkan kerugian terhadap pemerintah Belanda karena para pedagang Belanda juga
saling berseteru.
Sehubungan dengan hal itu, pada tahun 1598 pemerintah dan Parlemen
Belanda (Staten Generaal) khususnya Johan van Oldenbarneveldt mengusulkan untuk
membentuk sebuah kongsi dagang yang lebih besar dengan membentuk perusahaan dagang,
seperti yang sudah dilakukan oleh Inggris (EIC) dan Perancis (French East India Company
pada tahun 1604).
Usulan tersebut mendapat sambutan baik, dan pada 20 Maret 1602 didirikanlah
sebuah kongsi dagang “Persekutuan Perusahaan Hindia Timur” atau lebih dikenal dengan
sebutan VOC (Vereenidge Oostindische Compagnie)
Tujuan Berdirinya VOC
Dari latar belakang berdirinya VOC yang berupa perusahaan dagang belanda
memiliki tujuan tidak hanya dalam bentuk melakukan perdagangan melainkan ada beberapa
tujuan lain berikut penjelasanannya:
1. Monopoli
Sangat jelas bahwa berdirinya VOC memiliki tujuan untuk melakukan monopoli
perdagangan. Hal ini tergambar dari tujuan utama belanda melakukan pelayaran menemukan
jalur perdagangan langsung ke indonesia dan menempatkan perdagangan sebagai latar
belakang utama. Pada nyatanya VOC yang tealh berdiri dengan berbagai hak istimewa
berujung melakukan monopoli pedagangan dalam produk rempah – rempah yang dihasilkan
di wilayah indonesia.
2. Mengurangi Persiangan
VOC yang berbentuk persekutuan dagang merupakan gabungan dari pedagang
beberapa negara eropa sehingga dengan adanya gabungan ini dominasi perdagangan bersatu
dalam VOC sehingga tidak ada pesaing lain lebih eksis.
3. Membantu pendanaan
VOC dapat melakukan monopoli terhadap penjualan hasil rempah – rempah yang saat
itu merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dapat memebrikan pembantuan
pendanaan pada Belanda dari hasil kerjanya.
4. Menguasai Kerajaan Indonesia
Tujuan selanjutnya yaitu menguasai kerajaan di Indonesia hal ini menjadi tujuan yang sangat
strategik dikarenakan penguasaan kerajaan berarti bisa mendapatkan perizinan untuk
melakukan kegiatan perdagangan hasil tanaman di wilayah kerajaan tersebut.
5. Menguasai Pelabuhan Penting
VOC memiliki tujuan untuk menguasai pelabuhan hal ini dimaksudkan untuk mempercepat
proses distribusi hasil rempah – rempah dan memperlancar kegiatan perdagangan.
6. Menghindari persaingan curang
Tujan ini sangat jelas karena banyaknya Pedagang Belanda yang melakukan perdagangan
rempah yang sangat rawan terjadi kecurangan, sehingga dengan berdirinya VOC dan
penerapan aturan aturan dalam VOC akan meminimalisir adanya kecurangan pedagang
belanda.
7. Mencari keuntungan
Inilah tujuan yang paling utam ayaitu mencari keuntungan hal ini senada dengan upaya
monopoli perdagangan yang dilakukan VOC sehingga kegiatan monopoli tersebut
menghasilkan banyak keuntungan di pihak Belanda. Selanjutnya KEuntungan tersebut
digunakan untuk mendanai Belanda dalam melakukan perang dengan Spanyol.

Kebijakan VOC
Kebijakan-kebijakan VOC selama berkuasa di Indonesia sejak tahun 1602 – 1799 antara lain
dapat dirangkum sebagai berikut :

1.Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan


monopoli perdagangan.

2.Melaksanakan politik devide et impera( memecah dan menguasai ) dalam rangka


untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.

3.Untuk memperkuat kedudukannya dirasa perlu mengangkat seorang pegawai yang


disebut Gubernur Jendral.

4.Melaksnakan sepenuhnya Hak Octroi yang ditawarkan pemerintah Belanda.

5.Membangun pangkalan / markas VOC yang semula di Banten dan Ambon,


dipindah dipusatkan di Jayakarta ( Batavia).

Istilah Terkait Dengan VOC


Dalam masa Sejarah Berdirinya VOC terdapat istilah – istilah penting yang harus diketahui
sebagai informasi yang berguna pada masa itu istilah – istilah ini digunakan biasanya
berkaitan dengan struktur organisasi dan urusan -urusan yang dilakukan VOC berikut daftar
Istilah penting dalam VOC :
 Gulden
Gulden merupakan sebutan atau nama mata uang Belanda pada waktu itu.
 Pelayaran hongi
Pelayaran hongi merupakan bentuk pelayaran yang memiliki tujuan mengawasi pelaksanaan
monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Pelayaran ini juga ditujukan untuk
meminimalisir penjualan ilegal yang merugikan pihak VOC. Bagian unik dari pelayaran
Hongi ini terletak pada kapal kora-kora yang di beri senjata lengkap di dalamnya.
 Devide at Impera
Merupakan sistem politik adu domba. Sistem politik ini mengkombinasikan strategi militer,
ekonomi, dan politik untuk mendapatkan kekuasaan maupun memperluas wilayah dengan
cara memecah belah kelompok besar menjaadi kelompok – kelompok yang lebih lemah
sehingga akhirnya mudah ditaklukkan. sistem ini dilakukan oleh Belanda saat itu.
 Gubernur Jenderal
gubernur jenderal merupakan Sebutan untuk Jabatan tertinggi bagi seseorang yang bertugas
mengurus serta mengendalikan wilayah – wilayah VOC.
 Dewan Hindia (Raad van Indie)
Sebutan untuk Jabatan yang memiliki peran sebagai penasehat serta pengawas Gubernur
Jenderal. Tugas Dewan hindia sebagai pengawas agar tindakan yang dilakukan gubernur
jenderal masih relevan dengan tujuan VOC serta tidak merugikan VOC.
 Dividen
Sebutan untuk kegiatan pembagian laba hasil bagi pemilik saham VOC.
 Dewan Tujuh Belas (de Heeren XVII)
Sebutan bagi Parlemen yang memimpin VOC pertama kali didirikan, dinamakan tujuh belas
karena pada waktu itu beranggotakan 17 orang yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda.
 Hak Octroi
Memiliki arti sebagai Hak istimewa yang dimiliki VOC. Hak oktroi ini bersifat mutlak diakui
dan dilaksanakan hal ini menunjukkan bahwa hak tersebut seperti hak sebuah pemerintah
dalam memerintahkan negara.

Hak Istimewa VOC


Hak-hak istimwa yang tercantum dalam Oktroi (Piagam atau Charta) pada tanggal 20 Maret
1602 antara lain yaitu sebagai berikut:

1. Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung
Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk
kepentingan sendiri.
2. Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk
:

 memelihara angkatan perang


 memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian
 merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda
 memerintah daerah-daerah tersebut
 menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri
 memungut pajak.

TOKOH-TOKOH YANG BERPENGARUH


DALAM VOC
1. Pieter Both (Memerintah tahun 1610-1614)
Siapa yang tidak kenal Pieter Both? Beliau adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda
pertama yang berkuasa di Hindia Belanda. Meskipun ketenarannya masih kalah dari
ketenaran Daendels dan Raffles, Pieter Both mempunyai beberapa kebijakan di saat awal-
awal berdirinya VOC. Pendirian pos perdagangan di Banten dan pembuatan perjanjian
dengan Pulau Maluku demi penguasaan rempah-rempah, adalah kebijakan yang dibuat
Gubernur Jenderal Hindia Belanda pertama tersebut.Pemerintahannya dari tahun 1610 hingga
1614 meninggalkan beberapa kebijakan yang dianggap berhasil, Sesudah Pieter Both, para
gubernur jenderal tetap meneruskan kebijakan Gubernur Jenderal Pieter Both. Pieter Both
sendiri wafat pada tahun 1615 di perairan Mauritius, tak lama setelah berhentinya beliau dari
jabatan gubernur jenderal.

2. Jan Pieterszoon Coen (Memerintah tahun 1619-1623 dan 1627-1629)


Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke 4 ini tidak kalah tenar dengan gubernur jenderal
lainnya. Jan Pieterszoon Coen atau J.P Coen, adalah orang yang memindahkan markas VOC
dari Banten ke Jayakarta, kemudian nama Jayakarta sendiri diubah menjadi Batavia. J.P Coen
juga dikenal sebagai pembesar VOC yang cukup berpengaruh di Hindia Belanda.
Kesuksesannya sebagai Gubernur Jenderal ke 4, membuat dirinya dipercaya untuk menjadi
Gubernur Jenderal ke 6. Pada masa J.P Coen, terjadi perlawanan dari Sultan Agung
Hanyokrokusumo, yang lebih dikenal sebagai Sultan Agung, dari Kerajaan Mataram
Yogyakarta. Perlawanan tersebut terjadi pada tahun 1628 dan 1629, dimana Sultan Agung
dan pasukannya menyerang Batavia. Pasukan Mataram berhasil menyebarkan wabah kolera
ke Batavia melalui Sungai Ciliwung. Banyak orang Belanda yang terjangkit penyakit kolera
dan wafat, salah satunya adalah Jan Pieterszoon Coen. Gubernur Jenderal itu wafat di Batavia
pada tahun 1629.

3. Herman Willem Daendels (Memerintah tahun 1808-1811)


Nama gubernur jenderal ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Daendels, adalah gubernur
jenderal yang memerintah tahun 1808-1811. Pemerintahannya sendiri adalah sebagai wakil
Perancis di Indonesia. Belanda sendiri pada masa itu takluk oleh Perancis, sehingga seluruh
tanah jajahan Belanda jatuh ke tangan Perancis, salah satunya Indonesia.Pada masa itu pula,
Inggris sedang berperang dengan Perancis, sehingga apabila Inggris masuk ke Indonesia lalu
menuju ke Pulau Jawa, itu adalah ancaman besar bagi Perancis. Karena itu, tugas utama
Daendels di Indonesia adalah mempertahankan pulau Jawa, yang merupakan pusat
pemerintahan, dari serangan Inggris.

Untuk mengerjakan tugas utamanya, Daendels mempunyai banyak kebijakan. Berikut adalah
kebijakan yang dibuat oleh Daendels,

1. Membuat jalan dari Anyer (daerah di Banten) hingga Panarukan (daerah di Jawa
Timur), yang biasanya disebut Jalan Raya Pos. Pembangunan jalan ini memakan
banyak biaya, dan tentunya pembangunan jalan ini memakan banyak korban jiwa.
Dikarenakan rakyat Indonesia dipaksa membuat Jalan Raya Pos non-stop.
2. Membangun dermaga di Surabaya.
3. Membangun pabrik senjata di Semarang, untuk produksi senjata.
4. Membangun benteng di Jakarta dan Surabaya, untuk pertahanan.
Semua kebijakan Daendels tersebut dilakukan untuk usahanya menghindari serangan Inggris.
Namun, raja-raja yang berkuasa di Jawa dan beberapa orang Belanda, menganggap Daendels
bersikap otoriter. Sehingga pada tahun 1811, Daendels dipanggil pulang ke Belanda.
Meskipun pada akhirnya Jalan Raya Pos selesai pembuatannya, namun Inggris berhasil
masuk ke Indonesia.

4. Thomas Stamford Raffles (Memerintah pada tahun 1811-1816)


Raffles, adalah Gubernur Jenderal Inggris yang memerintah pada tahun 1811-1816.
Dibuatnya Kapitulasi Tuntang, telah mengakhiri kekuasaan Belanda di Hindia Belanda untuk
sementara, dan Inggris berkuasa di Hindia Belanda.
Thomas Stamford Raffles membuat banyak kebijakan, yakni sebagai berikut,
1. Bidang Politik

 Membentuk Pulau Jawa menjadi 16 karisidenan


 Merubah sistem pemerintahan pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial
bercorak barat, jadi kedatangan Raffles juga membawa pengaruh barat, salah satunya
adalah sistem pemerintahan
2. Bidang Ekonomi

 Mengenalkan mata uang


 Menghapuskan pajak hasil bumi dan sistem penyerahan wajib
 Sistem Landrente atau sewa tanah, jadi para petani atau penggarap tanah menyewa
tanah dari Inggris untuk digarap dan ditanami

3. Bidang Budaya dan Ilmu Pengetahuan

 Mendirikan Kebun Raya Bogor


 Penemuan dan pemugaran Candi Borobudur
 Penemuan tanaman Rafflesia Arnoldi
 Menulis buku History of Java, berisi tentang sejarah Pulau Jawa pada masanya
 Mendukung Bataviaach Genootschap yang merupakan perkumpulan budaya dan ilmu
pengetahuan
4. Bidang Sosial

 Menghapus kerja rodi yang dibuat pada masa Daendels


 Menghapus perbudakan
Kekuasaan Raffles di Indonesia resmi berakhir pada tahun 1816. Berakhirnya kekuasaan
Raffles juga merupakan berakhirnya Inggris di Indonesia.

5. Van Der Capellen (Memerintah pada tahun 1816-1826)


Mungkin nama gubernur jenderal yang satu ini masih kurang tenar jika dibandingkan
ketenaran Raffles. Perlu diketahui, Van Der Capellen adalah Gubernur Jenderal Hindia
Belanda pertama yang memerintah setelah berakhirnya kekuasaan Inggris di Indonesia atau
Hindia Belanda.Kebijakannya pun di Indonesia bisa dibilang cukup berpengaruh. Beliau
mengurangi monopoli rempah-rempah di Pulau Maluku, dan menghentikan sewa tanah yang
berlaku di Kerajaan Mataram Yogyakarta, untuk membantu para petani. Gubernur Jenderal
Capellen juga membuat Departemen Pertanian, Seni, dan Ilmu Pengetahuan untuk Pulau
Jawa, Kebijakannya bisa dibilang sebagai kebijakan yang pro terhadap rakyat.Namun, karena
dianggap lemah oleh Belanda, maka Van Der Capellen dipanggil pulang ke Belanda,
kemudian digantikan oleh Markus De Kock. Pada masa pemerintahan Capellen, meletus juga
Perang Diponegoro atau Perang Jawa pada tahun 1825, yang berakhir pada tahun 1830.

6. Van Den Bosch (Memerintah pada tahun 1830-1834)


Bisa dibilang, Gubernur Van Den Bosch adalah gubernur jenderal yang terkenal ketiga,
setelah Herman Williem Daendels dan Thomas Stamford Raffles.
Kebijakannya yang paling terkenal adalah Sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel. Daendels
sendiri membuat Sistem Tanam Paksa untuk mengisi kekosongan kas Belanda akibat Perang
Diponegoro dan Perang Kemerdekaan Belgia. Rakyat dipaksa untuk menanam tanaman
seperti kopi, lada, teh, dan tebu. Nantinya, tanaman itu akan dipanen, kemudian diangkut dan
dijual oleh Belanda.Sayangnya, dalam praktek Cultuurstelsel, peraturan yang ditetapkan tidak
sesuai dengan prakteknya. Salah satu peraturan menyatakan bahwa rakyat yang tidak
memiliki tanah pertanian, wajib bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda selama 66
hari atau seperlima tahun. Namun, rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian, tetap dipaksa
untuk bekerja di perkebunan lebih dari 66 hari.
Penyimpangan di dalam Cultuurstelsel menuai kritik dari kaum liberal dan intelektual
Belanda. Selain itu, kesewenang-wenangan Van Den Bosch dalam pelaksanaan Cultuurstelsel
juga mendapat kritikan tersendiri.Selain sistem tanam paksa, Van Den Bosch juga melakukan
usaha untuk memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro dan perlawanan Kaum Paderi di
Sumatra Barat. Perlawanan Diponegoro dapat berakhir pada tahun 1830, namun perlawanan
Kaum Paderi atau perang Paderi terus berlanjut hingga tahun 1837.
7. Van Limburg Stirum (Memerintah pada tahun 1916-1921)
Mungkin nama gubernur jenderal yang satu ini kurang terkenal. Namun, beliau mempunyai
kebijakan yang cukup berpengaruh pada masanya.Van Limburg Stirum adalah orang yang
mendirikan Volksraad, atau biasa disebut dewan rakyat. Volksraad didirikan pada tahun
1918. Volksraad adalah perwakilan rakyat Hindia Belanda.Selain itu, Limburg Stirum juga
membentuk komisi perubahan untuk memperbaiki kondisi sosial-ekonomi rakyat Hindia
Belanda.Limburg Stirum adalah orang yang menjadi pilihan terbaik untuk menjadi gubernur
jenderal, dikarenakan kepeduliannya terhadap Indonesia atau Hindia Belanda. Pada masa itu,
Belanda menerapkan politik balas budi terhadap rakyat pribumi.

DAMPAK TATA KEHIDUPAN PADA MASA


VOC
1. BIDANG SOSIAL
 Penggolongan Sosial
Penggolongan Sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat, golongan
secara horizontal atas dasar perbedaan ras, jenis kelamin, agama, profesi, dsb.
Pada masa colonial penggolongan masyarakat didasarkan pada perbedaan ras.
 Golongan Eropa
Terdiri dari orang Belanda, Inggris, Amerika, Belgia, Swiss, dan Perancis.Golongan
Eropa merupakan golongan pendatang yang sangat minoritas. Mereka memiliki
kekuasaan yang besar di Indonesia. Status sosial mereka lebih tinggi dibandingkan
dengan golongan-golongan lain yang ada. Mereka adalah para pemilik modal yang
menanamkan modalnya di perusahaan perkebunan Indonesia.Perkawinan antara orang
Eropa orang Indonesia disebut golongan Indo-Eropa.
 Golongan Asia dan Timar Asing
Terdiri dari bangsa Cina, India, dan Arab. Mereka memiliki kedudukan sosial yang
lebih tinggi dan istimewa daripada kaum pribumi. Status ekonomi merekapun tinggi
sehingga membuat pemerintah Belanda memberikan banyak kemudahan bagi
golongan tersebut dalam sektor perdagangan. Sebagai pedagang, mereka menguasai
perdagangan eceran, tekstil, dan mesin elektronik. Perkawinan antara kaum Timur
Asing dengan orang Indonesia disebut golongan Indo Timur Asing/ Peranakan.
 Golongan Pibumi
Golongan Pribumi merupakan kelompok mayoritas dan merupakan pemilik negeri ini.
Mereka merupakan penduduk asli Indonesia. Tetapi merupakan orang yang tertindas
dan terjajah. Kedudukannya adalah yang paling rendah (lapisan terbawah) dan
dibebankan banyak kewajiban tetapi hanya kurang diperhatikan.

 Stratifikasi Sosial / Pelapisan Sosial


 Stratifikasi Sosial merupakan struktur sosial atau susunan masyarakat yang dibedakan
ke dalam lapisan-lapisan secara bertingkat. Sebelum pemerintahan kolonial di
Indonesia telah mengenal 4 lapisan masyarakat, yaitu:
o Golongan Raja dan keluarganya
o Golongan raja memiliki pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat pada
suatu wilayah. Hal ini disebabkan karena kkedudukannya ssebagai penguasa
dalam suatu wilayah. Golongan ini sangat dihormati dan disegani oleh
rakyatnya. Raja memerintah secara turun-temurun.
o Golongan Elite
o Golongan elite merupakan sekelompok masyarakat yang mempunyai
kedudukan terkemuka di masyarakat maupun di lingkungan kerajaan. Terdiri
dari golongan bangsawan, tentara, kaum keagamaan, serta golongan pedagang.
Merreka memiliki kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya yang berbeda
dengan masyarakat non elite. Mereka hidup seperti keluarga kerajaan yang
dilengkapi dengan pegawai dan Hamba Sahaya.
o Golongan Non Elite
o Golongan non Elite merupakan gologan masyarakat kebanyakan dengan
jumlahnya paling besar. Mereka memiliki berbagai keahlian seperti dalam
bidang pertanian, pertukangan, pedagang kecil/kelontong sebagian besar
mereka tinggal di desa. Sedangkan masyarakat non elite yang tinggal di kota
adalah para seniman.
o Golongan Hamba Sahaya
o Golongan Hamba Sahaya merupakan masyarakat lapisan paling bawah.
Mereka mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang paling berat. Mereka dapat
menjadi golongan Hamba Sahaya jika mereka tidak dapat membayar hutang,
tawanan perang, serta mereka yang diperoleh dengan membeli (Budak
Belian). Perlakuan terhadap mereka tergantung kepada orang yang menjadi
majikannya mereka dapat membebaskan diri jika majikannya memberikan
kebebasan padanya.
o Adapun Sistem Pelapisan Sosial masa Pemerintahan Kolonial sebagai berikut:
o Golongan Penjajah dan Terjajah
o Golongan penjajah merupakan golongan bangsa asing yang menguasai
Indonesia dan memiliki peran yang penting dalam menentukan arah kekuasaan
dan jalannya pemerintahan. Mereka sekedar menjajah untuk mendapatkan
keuntungan dan menghalalkan segala cara.
 Golongan terjajah merupakan golongan yang menjadi tempat penindasan dan
pemerasan yang dilakukan oleh penjajah. Mereka yang mengalami penderitaan dan
kesengsaraan akibat penindasan dan pemerasan selalu dialaminya.

o Golongan Majikan dan Buruh


o Golongan majikan terdiri dari para pengusaha swasta asing. Pemilik
perusahaan. Golongan buruh terdiri dari masyarakat yang bekerja pada
perusahaan-perusahaan. Dari perkebunan-perkebunan tersebut hanya kaum
pemilik modal yang memperoleh keuntungan sedangkan kaum buruh
memperoleh upah yang kecil.

 Mobilitas Sosial Penduduk


Mobilitas sosial merupakan gerakan masyarakat atau perpindahan penduduk
atau masyarakat dari satu daerah ke daerah lain. Mobilitas sosial yang terbesar
di Indonesia terjadi karena :
 Pada masa tanam paksa orang melakukan mobilitas sosial untuk menghindari
berbagai kewajiban yang harus mereka jalani seperti kewajiban kerja paksa dan tanam
paksa
 Pada masa tanam paksa mereka melakukan mobilitas penduduk juga untuk
menghindari diri dari bahaya kelaparan dan kekeringan yang melanda desa mereka.
 Berkembangnya perkebunan-perkebunan besar di Indonesia menyebabkan
munculnya tuntutan akan pemenuhan tenaga kerja.
 Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja tersebut maka pemerintah
melakukan mobilitas sosial
 Para pekerja Indonesia dibayar dengan harga murah sehingga para pengusaha
perkebunan bersedia mengikat mereka dengan Koeli Ordonatie (kuli kontrak) yang
disertai denagn Poenale Sanctie(ancaman hukuman bagi yang tidak mau bekerja dan
meninggalkan perkebunan), ini merupakan kebijakan dari pemerintah.
 Mobilitas sosial terjadi juga karena lahan-lahan pertanian di desa digunakan untuk
industri dan perkebunan besar
 Munculnya kota-kota baru yang mendukung berbagai aktivitas masyarakat
memungkinkan berbagai sarana prasarana ada di kota tersebut
 Banyaknya orang Indonesia yang mengenyam pendidikan pada akhirnya
memunculkan golongan cendekiawan yang bekerja pada kantor-kantor milik
pemerintah yang letaknya di kota

o BIDANG BUDAYA
 Pengaruh Westernisasi
Westernisasi (Pembaratan) merupakan proses pemasukkan pengaruh budaya Barat bagi
rakyat.Masuknya pengaruh budaya Barat tersebut tentu saja berbeda dengan nilai-nilai dari
kebudayan asli bangsa Indonesia. Westernisasi masuk melalui jalur pemerintahan dan
pendidikan. Pengaruh Westernisasi bagi bangsa Indonesia tampak pada:
 Penggunaan bahas Belanda dalam pergaulan sehari-hari di kalangan rakyat
Indonesia.
 Gaya berpakaian rakyat Indonesia meniru cara berpakaian model barat, tampak
dengan dikenalnya rok, jas, dasi, topi,dsb.
 Tata cara pergaulan dan lingkungan pergaulan yang meniru cara barat dimana telah
lebih terbuka dan bebas.
 Sistem jabatan dan kepangkatan, dimana orang Indonesia mulai menduduki jabatan
tertentu dan menyandang pangkat tertentu.
 Adanya Pendidikan model Eropa/Barat menjadi prioritas utama bagi rakyat Indonesia
yang ingin mengenyam pendidikan.
 Model bangunan dan arsitektur serta sarana penunjang kehidupan meniru model
Eropa sehingga lebih modern bahkan tata kotapun meniru model barat.
 Perkembangan Pendidikan
 Sebelum masuknya kolonialisme Barat di Indonesia :
 Sistem pendidikan masih bersifat tradisional yang hanya bisa dinikmati oleh
beberapa orang dan biasanya kangan elite tertentu dalam masyarakat.
 Pusat pendidikan terbatas di lingkungan keraton dan tempat-tempat penyebaran
agama , seperti pondok pesantren.
 Berkembangnya Politik Etis menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah untuk kaum
pribumi. Tujuan didirikan sekolah-sekolah tersebut awalnya untuk mendidik calon-
calon birokrat pemerintah bangsa Indonesia.
 Jenis-jenis sekolah yang didirikan:
 Sekolah Calon Birokrat bernama OSVIA (Opleidingschool Voor Inlandische
Ambtenaren) yang didirikan di Bandung, Magelang, dan Probolinggo, untuk kalangan
elite tertentu.
 Pada tahun 1848, dibuka sekolah secara massal disetiap kabupaten, meskipun masih
terbatas untuk kalangan tertentu, seperti:
 HIS (Hollandsch Inlandsche School)
 MULO (Meer Ultgebreid Lager Onderwijs)
 AMS (Algemeene Middelbare School)
 HBS (Hoogere Burgerschool)
 Pada tahun 1851 dibuka sekolah guru Kweekschool dan Hogere Kweekschool.
 Dibuka sekolah dokter STOVIA.

BIDANG AGAMA
Masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam, kegiatan keagamaan
dikontrol dan dibatasi oleh pemerintah kolonial.
Hal tersebut didasarkan pada ketakutan pemerintah Belanda akan munculnya
gerakan yang dapat menghambat kepentingan perdagangan dan politiknya.
Cara pengontrolan pemerintah kolonial dilakukan dengan :
1. Orang Muslim yang naik haji juga dibatasi karena dianggap sebagai cikal bakal
munculnya tokoh-tokoh Muslim yang radikal. Kebijakan tersebut menyebabkan
munculnya perlawanan dari masyarakat Muslim Indonesia.
Untuk meneliti dan mempelajari seluk beluk masyarakat Muslim Indonesia,
Belanda mengirim Snouck Hurgronje ke Aceh.
2. Belanda juga membatasi kelompok-kelompok agama Katolik, dan Protestan.
Belanda melihat kegiatan keagamaan yang dilakukan para missionaris, pastor,
dan pendeta melalui lembaga pendidikan sebagai penghalang bagi kepentingan
perdagangan dan kekuasaan pemerintah Belanda.
3. Pemerintah membuat laporan bahwa setiap kegiatan keagamaan harus
dilaporkan dan mendapat perizinan dari pemerintah Belanda.
BIDANG POLITIK
Perkembangan Struktur Birokrasi, Sistem Pemerintahan dan Sistem Hukum pada masa
Kolonial
A. Sistem Pemerintahan
Sebelum tahun 1900 (sebelum sistem politik Etis) sistem pemerintahan untuk daerah jajahan
(Hindia Belanda) masih bersifat sentralistis. Dimana:
v Tidak ada partisipasi dari perangkat lokal segala sesuatu diatur oleh pemerintah pusat.
v Tidak ada sama sekali otonomi untuk mengatur sendiri rumah tangga daerah sesuai dengan
kepentingan daerah.
Mengapa menerapkan sentralisasi?
· Sentralisasi dipandang sebagai cara terbaik oleh pemerintah Belanda untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, dengan sentralisasi Belanda dapat
mempertahankan tanah jajahannya. Sentralisasi sebagai bentuk ketakutan Belanda untuk
kehilangan tanah jajahannya sebagai “daerah keuntungan”.
·Bagi Belanda “kehilangan Indonesia berarti sebuah malapetaka”.
Pada perkembangannya muncul tuntutan adanya desentralisasi sejak tahun 1854 dimana
parlemen Belanda berhak mengawasi pelaksanaan pemerintahan di Hindia Belanda. Tuntutan
tersebut secara perlahan terwujud diawali dengan adanya desentralisasi keuangan (1903),
kemudian baru adanya pemerintahan daerah baru (1922). Berdasarkan Undang-undang
Perubahan tahun 1922 Hindia Belanda dibagi dalam provinsi dan wilayah (gewest)

1. Provinsi
Provinsi memiliki otonomi.Tiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur.
Ada 3 provinsi yaitu Jawa Barat (1926),Jawa Timur (1929), dan Jawa Tengah(1930).
2. Gewest (wilayah)
Gewest tidak memiliki otonomi. Sampai tahun 1938 Hindia Belanda terbagi menjadi 8
gewest yang terdiri dari:
3 Provinsi : Jawa Barat,Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
5 Gewesten : Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Gewest Sumatera, Gewest
Kalimantan (Borneo), Gewest Timur Besar (Grote Oost) yang terdiri dari Sulawesi,
Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan Irian Barat.
Untuk Surakarta dan Yogyakarta termasuk Gubernemen yaitu wilayah yang langsung
diperintah oleh pejabat-pejabat gubernemen.
Desentralisasi adalah pembagian wewenang atau urusan penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan adanya keinginan desentralisasi maka Belanda membutuhkan orang-orang pribumi
bukan hanya sebagai penguasaan daerah tetapi juga untuk mengerjakan keperluan
administrasi pemerintah. Belanda juga membutuhkan tenaga terlatih (tenaga kesehatan,
kehutanan, kemiliteran, kepolisian). Orang-orang pribumi tersebut akan dijadikan pelaksana,
pelayan pemerintah, serta perantara antara Belanda dan penguasa daerah. Tetapi untuk dapat
bekerja di pemerintah maka mereka harus sekolah.
Keinginan desentralisasi menyebabkan adanya desentralisasi antara negara induk (Belanda)
dengan Hindia Belanda, antara pemerintah Batavia dengan daerah, dan antara Belanda
dengan pribumi.Dengan adanya keinginan desentralisasi tersebut maka memerlukan adanya
daerah otonom.
Akibat adanya desentralisasi:
· Munculnya kebebasan yang semakin besar dari penguasa kolonial.
· Memunculkan proses Indonesianisasi (sistem kepengurusan Indonesia, sejauh mungkin
dilakusanakan oleh orang Indonesia. Hingga lahirlah Volksraad (Dewan Rakyat).
Struktur Birokrasi Pemerintah Kolonial
Pemerintah VOC:
1. Gubernur Jenderal
Merupakan penguasa tertinggi di Hindia. Kekuasaannya menjadi sangat tak terbatas karena
ada undang-undang yang khusus mengatur hak-hak dan kewajibannya.
2. Raad van Indie (Dewan Hindia)
Merupakan pendampingan gubernur jenderal dalam melaksanakan pemerintahannya. (terdiri
dari 6 orang anggota dan 2 orang anggota luar biasa dimana gubernur jenderal merangkap
sebagai ketua).
Setiap laporan dikirim pada Heeren XVII sebagai pimpinan pusat VOC yang berkedudukan
di Amsterdam.
VOC lebih banyak melakukan pemerintahan tidak langsung, dimana kaum bumiputera tidak
terlibat dalam struktur kepegawaian VOC. Meskipun terkadang mereka terlibat dalam
pemerintahan tetapi stasus mereka bukan pegawai VOC dan tidak digaji secara tetap. Mereka
hanya mitra dalam bekerja demi kepentingan VOC.
Setelah VOC bubar maka pemerintahan Indonesia di pegang oleh pemerintah Belanda.
Belanda lebih cenderung melakukan kolonialisme (negara menguasai rakyat dan sumber daya
negara lainnya/pendudukan suatu wilayah oleh suatu negara lain dimana daerah koloni masih
berhubungan dengan negara induk dan memberi upekti kepadanya.
Pemerintahan Kolonial :
1. Gubernur Jenderal didampingi oleh Raad van Indie (beranggota 4 orang) yang disebut
sebagai Pemerintah Agung di Hindia Belanda.
2. Dibantu oleh :
· Sekretaris Umum (Generale Secretarie) untuk membantu Commisaris General
· Sekretaris Pemerintah (Gouvernement Secretarie) untuk membantu Gubernur Jenderal.
Pada tahun 1819 keduanya diganti oleh Algemene Secretarie yang bertugas membantu
Gubernur Jenderal (terutama memberikan pertimbangan keputusan).
Pemerintahan kolonial pada dasarnya sama dengan masa VOC perbedaanya terletak pada:
a. Kewenangan gubernur jenderal.
oVOC :tidak ada aturan khusus yang mengatur kewenangan gubernur jenderal
oHindia Belanda :terdapat peraturan yang mengatur kewenangan gubernur jenderal yang
tertuang dalam Regeering Reglement (RR)
b. Laporan Peranggungjawaban.
 VOC :Gubernur Jenderal memberikan laporan pada Heeren XVII Hindia
Belanda:bertanggungjawab langsung pada raja melalui menteri jajahan. Laporan
diberikan pada parlemen Belanda (Staten Generaal).
Menurut Undang-undang Hindia Belanda sebagai bagian kerajaan Belanda, maka:
1. Pemerintahan tertinggi berada di tangan Raja yang dilaksanakan oleh menteri jajahan atas
nama raja. Bertanggung jawab pada Parlemen Belanda (staten general).
2. Pemerintahan Umum diselenggarakan oleh Gubernur Jenderal atas nama Raja yang dalam
prakteknya atas nama menteri jajahan.
Raja bertugas :
 Mengawasi pelaksanaan/ penyelenggaraan pemerintahan Gubernur Jenderal
 Pengangkatan pejabat penting, memberikan petunjuk kepada Gubernur Jenderal
dalam mengambil keputusan apabila terjadi perselisihan antara Gubernur jenderal
dengan Dewan Hindia Belanda.
Urusan dalam negeri Hindia Belanda diserahkan pada Gubernur Jenderal dan Dewan Rakyat.
Hindia Belanda disubordinasikan kepada kerajaan Belanda di Eropa tetapi diberi otonomi
yang cukup luas. Pemerintah Belanda yang mengurus Indonesia adalah kementrian Jajahan
yang kemudian pada perkembangannya diubah namanya menjadi kementrian urusan
seberang lautan. Pemegang pemerintahan atas wilayah Indonesia adalah Gubernur Jenderal.
Dia adalah pemegang kekuasan tertinggi. Dia menguasai kerajaan-kerajaan dan meminta
mereka bekerja sama, sehingga peran raja tidak dapat lagi memerintah secara turun temurun
tetapi dikendalikan Belanda. Kerajaan harus menyesuaikan dengan sistem pemerintahan
Belanda.
Struktur Birokrasi Kolonial masa sentralisasi:
Raja Belanda (pemerintahan tertinggi) dilaksanakan oleh Menteri Jajahan,Gubernur Jenderal
(penyelenggara pemerintahan umum) didampingi raad van indie
(dewan hindia)
Kerajaan
Gubernur Jenderal pada perkembangan di dampingi oleh departemen (direksi) yang masing-
masing berdiri sendiri. Pada tahun 1933, terdapat 6 departemen, sebagai berikut:
a. Departemen van Justitie (kehakiman)
b. Departemen van Financiean (keuangan)
c. Departemen van Binenland Bestuur (dalam negeri)
d. Departemen van Onerwijs en Eredeinst (pendidikan dan kebudayaan)
e. Departemen Economische Zaken (ekonomi)
f. Departemen Verkeer en waterstaat (pekerjaan umum)
Selain 6 departemen sipil, terdapat 2 departemen militer :
a. Departemen angkatan perang (Oorlog)
b. Departemen angkatan laut (Marine)
Direktur dari departemen-departemen sipil diangkat oleh gubernur jenderal sedang panglima
angkatan darat dan laut diangkat oleh raja (Kroon).
Tahun 1903 diberlakukan Undang-undang Desentralisasi dimana dengan Undang-undang
tersebut dibentuklah Dewan Lokal yang memiliki otonomi. Dengan adanya dewan lokal
maka pemerintah lokal perlu dibentuk dan disesuaikan. Maka terbentuklah: Provinsi,
kabupaten, kotamadya, dan kecamatan serta desa.
Meskipun ada upaya untuk modernisasi struktur birokrasi tetapi tetap saja masih
mempertahankan beberapa bagian struktur politik sebelumnya. Hal ini dilakukan demi
kepentingan praktis dan untuk mempertahankan loyalitas, khususnya loyalitas elit bumi putra.
Untuk jabatan teritorial diatas tingkat kabupaten dipegang oleh orang-orang Belanda/ Eropa.
Pada perkembangannya, karena semakin luas Hindia Belanda maka dibutuhkan tenaga kerja
untuk mengelola administrasi negara semakin meningkat. Sehingga ada pendamping pejabat
teritorial yang disebut pejabat non teritorial yang setingkat kabupaten (asisten residen),
kawedanan (asisten wedono).
Struktur Birokrasi Kolonial setelah desentralisasi:Raja Belanda (pemerintahan tertinggi)
dilaksanakan oleh Menteri Jajahan,Gubernur Jenderal (penyelenggara emerintahan umum),
Dewan Rakyat (volsraad),Badan PerwakilanDewan HindiaBadanPenasehat,Departemen-
Departemen,Provinsi (Gubernur),Karisidenan/afdeling (Residen) dibantu asisten residen +
controleur (pengawas),Kabupaten (bupati/regent) jabatan tertinggi, dibantu oleh seorang
patih,Kawedanan (wedana)/Distrik asisten wedana,Kecamatan (camat),Desa (kepala desa)
jabatan ini tidak termasuk dalam struktur birokrasi pemerintah kolonial/ bukan anggota korp
pegawai dalam negeri Hindia Belanda (Departemen Dalam Negeri).Kepala desa dibantu
pejabat desa (pamong desa),Pejabat pribumi (inland bestuur) yang termasuk dalam binenland
bestuur (departemen dalam negeri) disebut Pangreh Praja (pemangku Kerajaan) yang dikenal
dengan sebutan Priyayi.Kepala desa tidak diangkat maupun digaji oleh pemerintah. Mereka
dipilih langsung oleh rakyat dan digaji oleh rakyat pula melalui tanah desa (tanah bengkok)
yang diserahkan kepadanya selama menjadi kepala desa.
Sistem Hukum pada Masa Kolonial
Di Hindia Belanda diterapkan 2 jenis hukum, yaitu:
1. Hukum Pidana dan acara pidana
2. Hukum Perdata dan acara perdata
Hukum Pidana (Strafrecht)
Seluruh penduduk Hindia Belanda mesti tunduk pada hukum pidana seperti termuat dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht).
Kitab Undang-undang Hukum Pidana memuat semua fakta yang dapat dikenakan pidana.
Tindak Pidana mencakup kejahatan dan pelanggaran.
Hukum Acara Pidana (Strafprocesrecht) Mengatur :
a. Bagaimana atau apa yang harus diperbuat polisi yang bertugas menyidik dan menerangkan
kejahatan.
b. Kepala hakim mana terdakwa dihadapkan
c. Bagaimana berlangsungnya acara pidana
d. Bagaimana keputusan pengadilan harus dilaksanakan
Hukum Perdata
Kitab Undang-undang Hukum Perdata memuat hukum kekayaan, harta benda dan perjanjian.
Pada masa kolonial dibuat disebabkan karena kegiatan perdagangan sebagian besar dilakukan
dengan perantaraan orang-orang Cina.
Tujuan dibuat Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada masa kolonial adalah untuk:
1. Mempermudah pembuatan kontrak
2. Menjamin kepastian hukum bagi perdagangan orang-orang Belanda
3. Menundudukkan orang Cina terhadap hukum Eropa.
Selain KUH Perdata terdapat pula Kitab Undang-undang Hukum Dagang (yang dibuat
khusus untuk orang-orang Cina)
Untuk orang Indonesia awalnya berlaku Hukum Adat setempat tetapi setelah terjadi kontak
dengan Belanda melalui perkebunan-perkebunan Belanda maka dibuat Kitab Undang-undang
Hukum untuk orang pribumi tanpa memperhatikan hukum adat yang berlaku di masyarakat.
Tujuan di buat Undang-undang tersebut adalah:
a. Menundukkan orang-orang Indonesia kepada hukum Eropa.
b. Membuat kitab Undang-undang tersendiri untuk orang Indonesia.
Untuk selanjutnya ketika pemerintah kolonial Belanda membentuk kitab undang-undang
untuk orang Indonesia maka hukum adat selalu menjadi bahan pertibangan dalam mengambil
sebuah keputusan.
Pada perkembangannya berdiri sekolah-sekolah sebagai berikut:
· Sekolah Hakim (Rechtsschool) tahun 1908 di Jakarta
· Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsshoge School) tahun 1924 di Jakarta.
D. Sistem Peradilan pada masa Kolonial
Peradilan dibedakan antara:
1. Pengadilan Gubernemen :
a. Pengadilan Eropa, dilaksanakan oleh Pengadilan Karisidenan, Dewan Yustisi, Hakim
Polisi dan Pengadilan Tinggi.
b. Pengadilan Pribumi, dilaksanakan oleh Landraad (pengadilan negeri)
c. Pengadilan untuk segala bangsa dilaksanakan oleh landgerecht
2. Pengadilan Eropa :
a. Pengadilan Karisidenan, terdapat di kota yang ada Pengadilan Negeri (Landraad)
b. Raad van Justitie hanya ada 6 buah (Jakarta, Semarang, Surabaya, Makasar, Medan dan
Padang).
c. Hakim Polisi (Politierecht) dibentuk dibeberapa tempat dan merupakan pengganti Raad
van Justitie.
d. Pengadilan Tinggi (Hoogsgerechtshof ) hanya ada di Jakarta.
3. Pengadilan Pribumi
Pengadilan pribumi (landraad) terdapat di kota atau kota yang agak besar, misalnya di ibu
kota kabupaten.
4. Pengadilan untuk semua bangsa (Landgerecht)
Pengadilan ini dimaksudkan untuk menangani perkara bangsa Eropa, pribumi maupun orang
Timur Asing.
BIDANG EKONOMI
A. KOMERSIALISME, dan INDUSTRIALISASI
Komersialisme yang terjadi di Indonesia awalnya disebabkan karena Kemerosotan VOC,
kekosongan kas negara Belanda serta hutang yang sangat besar dengan saldo kerugian
sebesar 134,7 juta Gulden. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diberlakukanlah tanam
paksa dibawah pimpinan Van den Bosh pada 1830-1870.
1). MASA TANAM PAKSA
Pada masa Tanam Paksa yang dikomersilkan dari Indonesia oleh Belanda adalah :
Tanah rakyat yang awalnya milik pribadi diambil dan dikuasai oleh pemerintah Belanda
untuk dijadikan sebagai lahan tanam paksa. Dimana tanah rakyat tersebut wajib ditanami
tanaman yang laku dipasaran Eropa (Ekspor) yang jenisnya telah ditentukan oleh pemerintah
Belanda, seperti kopi, gula, teh, tembakau, kapas, nila (indigo).
Hasil dari tanam paksa tersebut diserahkan lepada pemerintah Belanda dan hanya dihargai
sangat rendah sehingga segala hasil keuntungan sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah.
Tanah rakyat yang bebas dari tanam paksa hanya 1/5 itupun rakyat masih dibebankan
membayar pajak perorangan.
Selain tanahnya diambil, rakyat masih harus bekerja di lahan tanam paksa tersebut dengan
jangka waktu yang tidak terbatas bahkan hampir seluruh waktu digunakan untuk bekerja
dilahan tanam paksa. Sehingga rakyat tidak sempat untuk mengerjakan tanahnya sendiri.
Akibat dari tanam paksa tersebut:
· Tanah rakyat dieksploitasi
· Rakyat harus menanggung beban berat akibat tanam paksa.
· Selain itu rakyat masih dibebankan kerja rodi/ kerja paksa untuk pemerintah. Yang terberat
adalah rodi untuk membangun dan memelihara benteng pertahanan.
· Kemiskinan dan daya tahan rakyat dalam menghadapi berbagai bencana yang terlalu kecil
menyebabkan ketika terjadi musim kekeringan berarti bencana yang besar bagi rakyat.
Akibatnya terjadi kelaparan dimana-mana dan kematian, sehingga jumlah penduduk
mengalami penurunan yang tajam. · Tanam Paksa memang membawa keuntungan bagi
Belanda tetapi rakyat Indonesia benar-benar tenderita. Oleh karena itu dilakukan upaya
penghapusan tanam paksa diawali dengan penghapusan tanam paksa lada (1860) .Tahun
1870, secara resma tanam paksa dihapuskan di Indonesia dengan dikeluarkan Undang-
undang Gula, tetapi baru pada 1917 tanam paksa kopi dapat dihapuskan.
· Saldo untung untuk Belanda mulai mengalami penurunan Sejas tahun 1867, dan pada 1870
benar-benar lenyap. Saldo keuntungan tersebut disebabkan karena pemerintah terlalu
berhemat.
2). MASA LIBERALISME (1870-1900)
Penghapusan tanam paksa menyebabkan munculnya sistem ekonomi liberal, dimana
Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal mereka. Pada masa
Liberalisme, komersialisme terhadap bangsa Indonesia tampak dengan:
Indonesia dijadikan tempat untuk mencari bahan mentah untuk kepentingan Industri orang-
orang Eropa
Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal bagi para pengusaha swasta
asing. Dengan cara menyewa tanah rakyat untuk dijadikan perkebunan-perkebuan besar.
Indonesia juga dijadikan sebagai tempat untuk memasarkan hasil-hasil Industri Eropa.Pada
masa Liberalisme ini pulalah merupakan awal munculnya industrialisasi di Indonesia.
Munculnya Industrialisasi ditandai dengan:
Dikeluarkannya Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 ,yang memberikan
peluang bagi pengusaha asing (pengusaha dari Inggris, Belgia, Perancis, Amerika Serikat,
Cina, dan Jepang) untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia tetapi tidak boleh menjualnya.
Mereka mulai datang ke Indonesia untuk menanamkan modal dan untuk memperoleh
keuntungan yang besar.
Tanah penduduk Indonesia yang awalnya merupakan milik pribadi tersebut harus disewa
untuk jangka waktu tertentu (25 tahun untuk tanah pertanian, 75 tahun untuk tanah ladang)
oleh para pemilik modal swasta asing. Penduduk hanya mendapatkan uang sebagai uang
sewa tanah tersebut.
Tanah yang disewa kemudian dijadikan `perkebunan-perkebunan besar yang dilengkapi
dengan pabrik-pabrik untuk mengolah hasil perkebunan tersebut. Perkebunan-perkebunan
tersebut diantaranya Perkebunan Kopi, Teh, Gula, Kina dan Tembakau. Di Deli, Sumatra
Timar.
Industri di Indonesia awalnya memang hanya industri perkebunan tetapi perkembangannya di
Indonesia terdapat industri mesin, industri tambang, dsb. Para pengusaha Indonesia tidak
mampu mengalah pengusaha swasta asing.Pelaksanaan Industrialisasi di Indonesia
berkembang pesat didukung dengan:
1. Dibukanya Terusan Suez(1869) yang berfungsi untuk memperpendek jarak tempuh antara
Eropa ke Indonesia.
2. Di Indonesia dibangun pelabuhan, seperti Tanjung Prior (1886),dilengkapi dengan jalan
raya, jalan kereta api, jembatan, serta sarana telekomonilasi.
Dengan sarana transportasi tersebut proses industrialisasi di Indonesia berjalan semakin
pesat.
3. Selain itu dibangun saluran irigasi dan waduk-waduk.Selama masa Industrialisasi selain
perkebunan besar di Indonesia berkembang pula:
Nederlandsch Handels Maatschappij (NHM)
Bank Perkebunan (Cultuur Banker), Pusat perkreditan, dan Kantor pegadaian.
Perkembangan tanaman perkebunan mulai mengalami kemunduran karena jatuhnya harga
kopi dan gula di dunia pada 1885 dikarenakan di Eropa mulai ditanam Gula Bit. Selain itu
pada 1891 harga tembakau mengalami penuruan. Krisis 1885 mengakibatkan perubahan yang
cukup besar bagi kehidupan ekonomi Hindia Belanda.

FAKTOR-FAKTOR BUBARNYA VOC


Faktor Internal

Dalam perkembangan selanjutnya, VOC tidak memiliki pemasukan sehingga hutang kepada
pemerintah Belanda semakin menumpuk dan tidak mungkin sanggup untuk membayarnya.

Setelah melihat ketidakberesan dalam kongsi dagang tersebut, pemerintah Belanda segera
mengambil keputusan untuk membubarkan VOC pada 31 Desember 1799.
Berikut alasan kemunduran dan pembubaran VOC :

1. Korupsi di semua tingkatan, dari pegawai rendah sampai pejabat tinggi VOC.
2. Pergadangan gelap merajalela, yang menerobos monopoli perdagangan VOC.
3. Sebagian pegawai dan pejabat ikut serta dalam kegiatan pergadangan rempah-rempah
demi kepentingannya sendiri, sesuatu yang ilegal dan merugikan VOC.
4. Anggaran untuk para pegawai sangat besar karena meluasnya kekuasaan.
5. Adanya persaingan dari perserikatan dagang lainnya seperi East Indian Company
(Inggris) dan Compagnie des Indes (Perancis)
6. Pemasukan yang kecil disertai hutang yang menumpuk.
Faktor Eksternal

Pada tahun 1795, Perancis di bawah Napoleon Bonaparte menguasai Belanda dan mendirikan
Rupiblik Bataaf (1795-1806). Sebelumnya pada tahun yang sama, atas dukungan Perancis,
Raja Belanda Willem V digulingkan oleh kaum republikan.

Belanda pun kembali menjadi republik. Sementara itu, Raja Belanda, Willem V menyingkir
ke Inggris (1795). Republik baru ini menjadi semacam negara bawahan dari Perancis.
Sebagai republik, Belanda menjadi sekutu Prancis dalam gerakan anti monarki untuk
melawan Inggris.

Pendudukan ini merupakan bagian dari cita-cita imperialisme Napoleon untuk


menyebarluaskan hasil dan cita-cita Revolusi Peranci 179-1799, yaitu republikanisme,
kebebasan, kesetaraan, dan lain-lain ke seluruh negara Eropa yang umumnya masih
menganut sitem pemerintahan monarki.

Perubahan politik ini ikut memengaruhi kebijakan Belanda terhadap VOC. Pemerintahan
Republik Bataaf memandang apa yang dilakukan VOC bertentangan dengan semangat
kesetaran dan kebebasan, termasuk untuk berusaha, dan karena itu harus dibubarkan. VOC
pun dibubarkan tahun 1799. Selanjutnya pemerintahan di Indonesia diambil alih oleh
Pemerintah Kerajaan Bataaf.

Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang
136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng,
kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai