Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kreativitas belajar merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu
proses pembelajaran. Karena, kreativitas belajar dapat melatih siswa untuk tidak
bergantung pada orang lain. Jika seseorang itu mempunyai kreativitas yang tinggi
cenderung orang tersebut akan lebih kreatif dan menghasilkan sesuatu yang
positif.
Kreativitas seorang siswa dalam belajar akan sangat mempengaruhi siswa
tersebut untuk memperoleh suatu keberhasilan. Siswa yang mempunyai kreativitas
yang tinggi maka siswa itu akan mempunyai pandangan yang luas dalam
belajarnya, sehingga hal tersebut akan berdampak pada tinggi rendahnya mutu
pembelajaran siswa. Selain itu, kreativitas juga dapat menumbuhkan rasa ingin
tahu yang besar.
Banyaknya karakter kreativitas dalam belajar matematika akar penyebabnya
berasal dari guru, siswa dan lingkungan. Akar penyebabnya yang paling dominan
berasal dari guru, karena guru matematika kurang menarik dalam memberikan
materi sehingga membuat siswa menjadi bosan dengan pelajaran matematika,
kurang memberikan kesempatan siswa untuk berpikir lebih kreatif lagi dalam
pembelajaran, penyampaian materi yang monoton dan kurang bervariasi serta
dominasi guru menjadikan siswa malas dan kurang kreatif.
Pembelajaran matematika yang optimal seharusnya dapat membuat siswa
menjadi pandai menyelesaikan permasalahan dimana tujuan ini dapat tercapai bila
prinsip pembelajaran matematika diterapkan dengan baik sehingga siswa dapat
benar-benar menguasai konsep-konsep matematika. Kreativitas yang tepat dan
baik akan berakibat baik pula terhadap proses pembelajaran di kelas. Perlu dicari
solusi untuk meningkatkan kreativitas dalam belajar matematika di SMA Negeri 1
Kisaran.
Menurut Munandar (1999) ada empat alasan pentingnya pengembangan
kreativitas dipupuk sejak dini dalam diri peserta didik yaitu: (1) Kreativitas
merupakan menifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya. (2) Kreativitas
atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam
kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah merupakan bentuk pikiran
yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. (3)
Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan
lingkungan, tetapi terlebih-lebih juga memberikan kepuasan terhadap individu. (4)
Kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.
Menurut Retnowati (2013) kreativitas merupakan faktor intern yang
terdapat dalam diri siswa yang dapat mendukung dan dapat juga menghambat
untuk menjadikan hasil belajar matematika siswa dikatakan baik. Kreativitas guru
diperlukan dalam upaya memotivasi siswa agar mau belajar sehingga bakat dan
minat siswa teraktualisasi dalam kegiatan belajar. Oleh sebab itu, diperlukan
kemampuan berkreativitas dari seorang guru agar siswa dapat lebih aktif saat
belajar dan dapat memilih serta menerapkan cara/metode yang tepat guna
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan benar sehingga
mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru mata pelajaran
matematika SMA Negeri 1 Bontomarannu, didapatkan fakta bahwa Kreativitas
matematika siswa kelas X memiliki perbandingan yang signifikan antar siswa. Hal
ini dilihat dari data hasil ulangan tengah semester pada mata pelajaran matematika
menunjukkan bahwa 65% hasil ulangan siswa berada pada kategori rendah. Selain
itu diperoleh pula melalui observasi, siswa masih mengalami kesulitan atau
lamban dalam menangkap pelajaran matematika. Terdapat siswa yang gelisah di
kelas kemudian bertanya pada teman
Kreativitas memang sangat dibutuhkan karena dalam pembangunan
Indonesia, membutuhkan sumber daya manusia berkualitas yang memiliki
kreativitas tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian internasional
yang dilakukan oleh TIMSS (Trend International Mathematics and Science
Study) dan PISA (Programme for International Students Assessment) pada tahun
2015 menyampaikan bahwa peningkatan capaian Indonesia tahun 2015 cukup
memberikan optimisme, meskipun masih rendah dibanding rerata OECD
(Organisation for Economic Co-operation and Development. Berdasar nilai
rerata, terjadi peningkatan nilai PISA Indonesia di tiga kompetensi yang diujikan.
Peningkatan tebesar terlihat pada kompetensi sains, dari 382 poin pada tahun 2012
menjadi 403 poin di tahun 2015. Dalam kompetensi matematika meningkat dari
375 poin di tahun 2012 menjadi 286 poin di tahun 2015. Kompetensi membaca
belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, dari 396 di tahun 2012 menjadi
397 poin di tahun 2015. Peningkatan tersebut mengangkat posisi Indonesia 6
peringkat ke atas bila dibandingkan posisi peringkat kedua dari bawah pada tahun
2012 (OECD, 2016).
Guru sebagai pelaksana pendidikan harus menjalankan perannya dalam
mewujudkan cita-cita nasional. Untuk menunjang keprofesionalannya, guru
mempunyai kewajiban untuk turut serta dalam pelaksanaan inovasi-inovasi pada
proses pembelajaran. Inovasi dalam pembelajaran salah satunya dapat dilakukan
dengan mengembangkan perangkat pembelajaran yang mengacu pada model
pembelajaran tertentu.
Saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak
pakar pendidikan yang kreatif dan telah mengembangkan model-model
pembelajaran inovatif. Untuk memancing siswa dapat menemukan konsep
matematika secara mandiri, maka Creative Problem Solving (CPS) dapat
diterapkan pada proses pembelajaran matematika. Creative Problem Solving
(CPS) merupakan sebuah proses, sebuah metode, sebuah sistem pendekatan
masalah dengan cara yang imajinatif untuk menghasilkan solusi yang efektif.
(Sulistyowati & Sugiman, 2014). Creative Problem Solving (CPS) efektif
digunakan untuk pembelajaran matematika dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional, dalam pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), siswa akan
menemukan ide-ide melalui proses berpikir untuk menemukan ide yang sangat
membantu untuk menemukan solusi dan memperoleh dukungan atas jawaban
yang tepat. (Nopitasari, 2015)
Ketika proses pembelajaran berlangsung guru menggunakan model
pembelajaran klasikal, yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru
(Teacher Centre). Guru bersifat lebih aktif sebagai pemberi pengetahuan,
sedangkan siswa hanya mendengarkan penyampaian materi oleh guru tanpa ada
peran aktif dan keterlibatan siswa dalam belajar. Oleh sebab itu perlu diterapkan
model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa secara keseluruhan, memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensinya secara maksimal
sekaligus mengembangkan aspek kepribadian seperti kerja sama, bertanggung
jawab, menghargai pendapat dan disiplin. Salah satu model pembelajaran yang
dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa adalah model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Meskipun dalam perkembangannya, Creative Problem Solving (CPS) telah
mengalami beberapa penyempurnaan. Akan tetapi penerapan Creative Problem
Solving (CPS) dalam pembelajaran matematika tetap mempunyai kekurangan.
antara lain: tidak semua pokok bahasan dapat diaplikasikan secara mudah
menggunakan Creative Problem Solving (CPS), apalagi untuk materi yang
abstrak maupun materi yang memerlukan bantuan alat peraga serta media
pembelajaran; waktu yang digunakan untuk pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) lumayan cukup lama sehingga dalam satu kali pertemuan tidak
dapat mencapai kompetensi yang diharapkan; keterampilan kreativitas siswa yang
berbeda-beda terkadang membuat siswa mengalami kebingungan dalam
menentukan jawaban yang tepat. Untuk membantu siswa dalam menanamkan
konsep berdasarkan kreativitas siswa. Creative Problem Solving (CPS)
merupakan representasi dimensi proses yang alami, bukan suatu usaha yang
dipaksakan. Creative Problem Solving (CPS) merupakan cara pendekatan yang
dinamis, siswa menjadi lebih terampil sebab siswa mempunyai prosedur internal
yang lebih tersusun dari awal. Dengan Creative Problem Solving (CPS) siswa
dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya, berbeda dengan
hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran.
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul “ Pengaruh model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan kreativitas pada materi statistika
pada siswa kelas XI tahun ajaran 2019/2020 di SMA Negeri 1 Kisaran”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Rendahnya kemampuan kereativitas siswa dalam pemecahan masalah
matematika
2. Siswa belum mampu secara mandiri untuk menemukan, mengenal dan merinci
hal-hal yang berkaitan dan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari
soal matematika bebentuk uraian.

1.3 Batasan Masalah


Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak menyimpang dan tidak meluas
ke materi-materi lain, karena mengingat begitu luasnya kajian ilmu matematika,
maka penelitian ini diberi batasan masalah. Adapun pembatasan masalah dari
penelitian ini yaitu:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah Creative Problem Solving (CPS)
2. Kemampuan kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal cerita.
3. Pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita
4. Materi statistika
5. Adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pada materi
Statistika di kelas XI SMA Negeri 1 Kisaran tahun ajaran 2019/2020.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dari penelitian
ini yaitu :
1. Adakah pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi
statistika di kelas XI SMA N 1 Kisaran tahun ajaran 2019/2020 ?
2. Bagaimanakah pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) terhadap kemampuan kreativitas siswa dalam menyelesaikan
soal cerita pada materi statistika di kelas XI SMA N 1 Kisaran tahun ajaran
2019/2020?

1.5 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan kreativitas siswa dalam
menyelesaikan soal pada materi statistika di kelas XI SMA N 1 Kisaran tahun
ajaran 2019/2020,
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan kreativitas siswa dalam
menyelesaikan soal pada materi Trigonometri di kelas XI SMA N 1 Kisaran
Tahun Ajaran 2019/2020.

1.6 Manfaat Penelitian


Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
manfaat sebagai berikut:
(1). Secara Teoritis
Bermanfaat untuk pengembangan/Khasanah umum pengetahuan yang
berkaitan dengan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).
(2). Secara Praktis
a. Untuk guru, yaitu sebagai pendukung dalam upaya meningkatkan dan
memperbaiki cara mengajar agar peserta didik (siswa) mampu menerima
pelajaran yang disampaikan secara optimal.
b. Untuk peneliti, yaitu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta
pengalaman untuk bekal menjadi seorang pendidik menghadapi zaman
yang terus berkembang. Selain itu, juga sebagai pengalaman untuk bahan
penelitian berikutnya yang sejenis.
c. Untuk siswa, yaitu sebagai acuan dan motivasi agar menjadi media yang
dapat mempermudah belajar matematika khususnya pada pokok bahasan
Statistika.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas adalah fenomena yang sangat kompleks, dan bagi sebagian
orang tampaknya entah bagaimana tidak sesuai dengan pengajaran matematika.
Gaya tradisional bekerja di kelas matematika tampaknya tidak memungkinkan
banyak ide kreatif (Meissner, 2003). Pengertian kreativitas Semiawan Kreativitas
merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan
menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Menurut Munandar (2004: 104) mengatakan bahwa: Kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data informasi atau
unsur yang ada, berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan
banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya
adalah pada kualitas, ketepat gunaan dan keragaman jawaban yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam berfikir serta kemampuan untuk
mengelaborasi suatu gagasan.
Menurut Dwijanto (2006: 221) yang diangkat dari teori dan berbagai studi
tentang kreativitas, yaitu sebagai berikut:
a. Setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda.
Tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas, dan yang
diperlukan adalah bagaimana mengembangkan kreativitas tersebut.
b. Kreativitas dinyatakan dengan produk kreatif, baik berupa benda maupun
gagasan. Produk kreatif merupakan kriteria puncak untuk menilai tinggi
rendahnya kreativitas seseorang.
c. Aktualisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor-
faktor psikologis (internal) dengan lingkungan (eksternal). Pada setiap orang,
peranan masing-masing faktortersebut berbeda-beda.
d. Dalam diri seseorang dan lingkungannya terdapat faktor-faktor yang dapat
menunjang atau justru menghambat perkembangan kreativitas.
e. Kreativitas seseorang tidak berlangsung dalam kevokuman, melainkan
didahului oleh, dan merupakan pengembangan hasil-hasil kreativitas orang-
orang yang berkarya sebelumnya.
f. Kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menciptakan kombinasi-
kombinasi baru dari hal-hal yang telah ada sehingga melahirkan sesuatu yang
baru. Karya kreatif tidak lahir hanya karena kebetulan, melainkan melalui
serangkaian proses kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan, dan
motivasi yang kuat.
Dari beberapa uraian definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa kreativitas
pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang
baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam karya baru maupun
kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda
dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Kreativitas memasuki matematika dengan berbagai cara. Tiga cara penting
adalah abstraksi, koneksi, dan penelitian. Kreativitas abstraksi menyangkut
penciptaan model yang mencerminkan dunia nyata dan dapat diselesaikan dengan
alat matematika yang dikenal individu. Kreativitas koneksi adalah realisasi bahwa
alat matematika yang dikenal dapat diterapkan pada masalah baru, yang
memungkinkan masalah dilihat dengan cara baru. Koneksi juga dibuat ketika
matematika dan pengetahuan lainnya datang bersama untuk memahami dan
menyelesaikan masalah dari berbagai bidang. Akhirnya, kreativitas meneliti
adalah penemuan alat matematika baru yang sesuai dengan masalah yang belum
terpecahkan dan menambah alat yang tersedia untuk pengguna matematika
lainnya.
Penelitian tentang kreativitas, di sisi lain, sangat produktif. Tinjauan yang
baik tentang matematika dan kreativitas dapat ditemukan di Treffinger et al.
(Treffinger, Young, Shelby & Shepardson, 2002). Sebagian besar penelitian
berpusat pada anak-anak dari Pra-TK hingga kelas sembilan. Beberapa publikasi
berhubungan dengan kreativitas dalam matematika. Selain itu, ada kekurangan
penelitian yang aneh di bidang kreativitas dalam matematika perguruan tinggi
(Brunkalla, 2009). Masalah yang paling mendasar adalah bahwa tidak ada definisi
kreativitas matematika yang diterima secara universal (Haylock, 1997) dan tidak
ada tes tunggal atau penilaian itu. Banyak peneliti setuju pada kualitas kreativitas
tertentu tetapi menunjukkan beberapa perbedaan pada yang lain. Secara
signifikan, sebagian besar peneliti menghubungkan kreativitas matematika dengan
kemampuan matematika.
Kreativitas merupakan suatu bidang yang sangat menarik untuk dikaji
namun cukup rumit sehingga menimbulkan berbagai perbedaan pandangan
tergantung bagaimana mendefinisikanya. Menurut James J. Gallagher (dalam
Rachmawati, 2011) menyatakan bahwa “Creativity is a mental process by which
an individual creates new ideas or products, or recombines existing ideas and
product, in fashion that is novel to him or her” kreativitas merupakan suatu proses
mental yang dilakukan individu berupa gagasan ataupun produk baru, atau
mengombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya akan melekat pada
dirinya.
Lumsdaine dan Lumsdaine (1995) mengatakan “ creativity is a dynamic
that involves conscious and subconscious mental processing. Creativity involves
the whole brain” kreativitas sebagai suatu aktivitas dinamis yang melibatkan
proses-proses mental secara sadar maupun bawah sadar dan kreativitas melibatkan
seluruh bagian otak. Solso (2007) menjelaskan kreativitas diartikan sebagai suatu
aktifitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu
bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu
dipandang menurut kegunaannya).
Sedangkan menurut Hurlock (1999) menjelaskan kreativitas sebagai
kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa
saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.
Kreativitas ini dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang
hasilnya bukan hanya perangkuman, mungkin mencakup pembentukan pola-pola
baru dan gabungan informasi yangdiperoleh dari pengalaman sebelumnya serta
pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup
pembentukan korelasi baru.
Beberapa ahli telah mengembangkan instrumen untuk mengukur
kreativitas diantaranya yang dikembangkan oleh Getzles dan Jakson (Silver,
1997) yaitu dengan soal terbuka (open-ended problem). Menurut Becker dan
Shimada (Livne, 2008), soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang
memiliki beragam jawaban. Dalam hal ini, aspek-aspek yang diukur adalah
kelancaran, keluwesan, dan kebaruan. Kelancaran berkaitan dengan banyaknya
solusi. Keluwesan berkaitan dengan ragam ide. Kebaruan berkaitan dengan
keunikan jawaban siswa. Kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam berpikirnya
tentunya berbeda-beda.

2.1.2. Model Pembelajaran Creative Problem Solving(CPS)


Creative Problem Solving (CPS) merupakan sebuah proses, sebuah
metode, sebuah sistem pendekatan masalah dengan cara yang imajinatif untuk
menghasilkan solusi yang efektif. (Sulistyowati & Sugiman, 2014). Creative
Problem Solving (CPS) efektif digunakan untuk pembelajaran matematika
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, dalam pembelajaran creative
problem solving, siswa akan menemukan ide-ide melalui proses berpikir untuk
menemukan ide yang sangat membantu untuk menemukan solusi dan memperoleh
dukungan atas jawaban yang tepat. (Nopitasari, 2015).
Menurut Pepkin (2004: 2) model pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut :
1. Klarifikasi Masalah.
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan pada siswa tentang
masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian
seperti apa yang diharapkan.
2. Pengungkapan Pendapat.
Siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai
macam strategi penyelesaian masalah.
3. Evaluasi dan Pemilihan.
Setiap siswa berkelompok untuk mendiskusikan pendapat-pendapat atau
strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.
4. Implementasi.
Setiap siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai
menemukanpenyelesaian dari masalah tersebut.
Adapun kelebihan Model Creative Problem Solving (CPS) sama seperti
halnya kelebihan model-model pembelajaran yang berbasis pada pemecahan
masalah (problem solving) pada umumnya, yang menurut Sanjaya (2006: 220-
221) memiliki keunggulan sebagai berikut.
1) Teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
2) Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan.
3) Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4) Dapat membantu siswa bagaimana
5) mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata. Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, di samping
juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil
maupun proses belajarnya.
6) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap
mata pelajaran (termasuk matematika), pada dasarnya merupakan cara
berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan sekedar belajar
dari guru atau dari buku-buku saja.
7) Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
8) Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
9) Dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10) Dapat mengembangkan minat untuk secara terus menerus belajar sekalipun
belajar pada pendidikan formal telah berakhir.(Lihat Hung, 1997 dan Maull &
Berry, 2001).
Selain aktivitas siswa, dalam pembelajaran matematika kemampuan awal
siswa juga turut mempengaruhi keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Karena
materi matematika pada umumnya tersusun secara hirarkis, materi yang satu
merupakan prasyarat untuk materi berikutnya. Apabila siswa tidak menguasai
materi prasyarat (kemampuan awal) maka siswa akan mengalami kesulitan dalam
menguasai materi yang memerlukan materi prasyarat tersebut. Siswa dengan
kemampuan awal berada di kelompok atas tidak mengalami kesulitan dalam
memahami materi yang ada dan melakukan pemecahan terhadap masalah yang
diajukan, jika dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan awal berada
dikelompok lain (tengah dan bawah).
Seting kelas dalam pembelajaran Creative Problem Sloving (CPS) terdapat
diskusi kelompok (small discussion) dengan anggota kelompok heterogen
berdasarkan kemampuan awalnya. Pembagian kelompok yang heterogen ini
sesuai dengan penjabaran Piaget terhadap implikasi teori kognitif dalam
pendidikan, yang antara lain memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal
kemajuan perkembangannya, kemudian dalam pembelajaran guru harus
melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari
individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil peserta didik.
Adanya pembagian kelompok siswa dalam pembelajaran dengan
kemampuan awal yang heterogen akan mendorong terjalinnya hubungan yang
saling mendukung antar anggota kelompok. Siswa yang mengalami kesulitan
dapat bertanya baik kepada siswa lain maupun kepada guru, sehingga diharapkan
akan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan hasil belajar
yang diperoleh lebih maksimal. Hal ini dimungkinkan karena akan terjalin
hubungan yang saling mendukung antar anggota kelompok, untuk bersama-sama
memperoleh hasil belajar yang maksimal. Siswa yang lebih pandai membantu
siswa yang kurang pandai, sehingga siswa yang berkemampuan kurang memiliki
guru yang berasal dari teman kelompoknya.
Dengan demikian terjadi proses pengajaran oleh rekan sebaya (peer
teaching). Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (2002: 43) yang menyatakan bahwa
kelompok heterogen memberi kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring)
dan saling mendukung. Siswa yang berpengetahuan lebih tinggi menjadi guru
bagi siswa lain, dan siswa yang berpengetahuan kurang mendapat guru dari teman
sekelompoknya, sehingga diharapkan prestasi belajar siswa pada kelompok bawah
dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Lundgren (dalam Ibrahim, 2005:
17) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang
amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.
Demikian pula dengan siswa pada kelompok atas maupun tengah,
diharapkan prestasi belajarnya juga dapat meningkat, karena dengan adanya siswa
yang berpengetahuan lebih tinggi menjadi guru bagi siswa lain, maka yang
berpengetahuan tinggi akan lebih bisa menguasai materi yang diberikan oleh guru,
hal ini sesuai dengan pendapat Lie (2002: 43) yang mengatakan bahwa dengan
mengajarkan apa yang seseorang baru dipelajari, dia akan lebih bisa menguasai
atau menginternalisasi pengetahuan dan keterampilan barunya.

Table 2 Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving


(CPS)
Tahapan Kegiatan Guru
Klarifikasi Masalah Memberikan penjelasan kepada siswa
apabila mengalami kesulitan tentang
masalah yang diajukan.
· Siswa mengklarifikasi masalah dan
merumuskan masalah dalam kalimat
sederhana.
· Guru membantu memberikan
penjelasan kepada siswa apabila
mengalami kesulitan tentang masalah
yang diajukan agar siswa dapat
memahami tentang penyelesaian seperti
apa yang diharapkan.
Pengungkapan Pendapat Mengungkapkan pendapat tentang
berbagai macam strategi penyelesaian
masalah.
· Guru mengarahkan agar siswa
berdiskusi di dalam kelompoknya dan
setiap anggota kelompok bebas
mengungkapkan pendapatnya tentang
berbagai macam strategi penyelesaian
masalah.
Evaluasi dan Pemilihan Setiap kelompok mendiskusikan
pendapat-pendapat yang cocok untuk
menyelesaikan masalah.
· Siswa meninjau kembali pendapatnya
dengan memberikan penjelasan dari
setiap pendapat yang diungkapkan
dengan demikian dapat dicoret
strategi/cara/penyelesaian yang kurang
relevan
Memilih alternatif terbaik yang
digunakan sebagai solusi.
· Siswa menggunakan pertimbangan-
pertimbangan yang kritis, selektif,
dengan berpikir secara konvergen.
· Siswa memilih alternatif terbaik yang
digunakan sebagai solusi.
Implementasi Menentukan strategi mana yang dapat
diambil untuk menyelesaikan masalah,
kemudian menerapkannya sampai
menemukan penyelesaian dari masalah
tersebut.
· Siswa mengimplementasikan pendapat
yang dipilih untuk diterapkan sampai
ditemukan pemecahan msalah yang
diharapkan.

Kelebihan dari Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)


adalah
a. mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis,
b. mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi,
c. siswa dapat belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek,
d. dapat mendidik siswa untuk lebih percaya diri.

2.1.3. Model Pembelajaran Ceramah


Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional,
karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan
antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Meskipun metode ini
lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada anak didik, tetapi metode ini tetap
tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran.
Berbeda dengan model Creative Problem Solving (CPS), pada model
pembelajaran konvensional menempatkan guru sebagai sumber informasi utama
yang berperan dominan dalam proses pembelajaran. Guru bertindak sebagai
pentransfer ilmu kepada siswanya, siswa dianggap hanya sebagai penerima
pengetahuan yang pasif (Suparman, 1997:198). Tahap-tahap yang dilalui
cenderung informed-verify practice atau berorientasi pada tahap-tahap pembukaan
– penyajian – penutup. Pada kegiatan pembelajaran ini guru lebih sering
menggunakan metode ceramah, yakni guru menerangkan seluruh isi pelajaran.
Pengertian atau definisi, teorema, penurunan rumus, contoh soal dan
penyelesaiannya semua dilakukan sendiri oleh guru dan diberikan kepada siswa.
Langkah-langkah guru diikuti dengan seksama oleh siswa, mereka meniru cara
kerja dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh guru, kemudian mencatat dengan
tertib. Jadi pada model pembelajaran konvensional guru hanya berusaha
memindahkan atau mengkopikan pengetahuan yang ia miliki kepada siswa.
Langkah-langkah pembelajaran konvesional cramah ini didasarkan pada
langkah-langkah yang terdiri atas enam langkah atau fase menurut Ibrahim
(Trianto,dkk 2007:54). Fase-fase dalam pembelajaran ini seperti tersajikan dalam
tabel berikut.
Tabel 3. Tahap-tahap Pembelajaran Konvesional Cramah
Tahap Jenis Kegiatan Belajar Mengajar
Persiapan Menciptakan kondisi belajar siswa
- Penyajian, tahap guru
menyampaikan bahan /materi
pelajaran (metode ceramah).
- Asosiasi/komparasi, artinya
memberi kesempatan pada siswa
untuk menghubungkan dan
membandingkan materi ceramah
Pelaksanaan yang telah diterimanya, melalui
tanya jawab (metode tanya
jawab).
- Generalisasi/kesimpulan,
memberikan tugas kepada siswa
untuk membuat kesimpulan
melalui hasil ceramah (metode
tugas).
Mengadakan penilaian terhadap
pemahaman siswa mengenai bahan
Evaluasi
yang telah diterimanya, melalui tes
lisan dan tulisan atau tugas lain.

Dari fase-fase yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan pembelajaran


konvensional meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang
lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
2.1.4. Pengertian Materi Statistika
Statistika ialah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana merencanakan,
menganalisis, menginterpretasi, mengumpulkan dan mempresentasikan data
sehingga bisa dikatakan bahwa Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan
data. Tetapi Statistika dan Statistik merupakan dua hal yang berbeda karena
Statistik adalah data, sedangkan Statistika adalah ilmu yg berkenaan dengan data
yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan atau menyimpulkan data dengan
sebagian besar konsep dasarnya mengasumsikan Teori Probabilitas.
Statistika juga merupakan studi tentang data tunggal dan sebagainya.
Berikut akan dibahas tentang penyajian data dalam statistika
1. Penyajian Data
Penyajian data merupakan salah satu elemen penting dalam mempelajari
statistika. Penyajian data yang baik akan mempermudah kita untuk membaca dan
untuk selanjutnya mengolah data tersebut. Bentuk penyajian data dapat berupa
tabel atau diagram/plot. Untuk lebih memahami perhatikan masalah-masalah
berikut.
a. Data Tunggal
Data tunggal merupakan data berkuantitas kecil dan suatu statistik disebut
sebagai data tunggal jika data tersebut hanya memuat satu variabel data yang
ingin kita ketahui dari objek populasi. Beberapa contohnya adalah: data nilai
ulangan siswa, data tinggi badan siswa dan tingkat keuntungan suatu usaha.
Penyajian data yang akan dibahas pada bab ini berbentuk tabel dan diagram/plot.
2.1 Masalah Konseptual
Siti ditugaskan guru untuk melakukan survei data terhadap keuntungan penjualan
barang/jasa selama satu tahun melalui buku kas koperasi sekolah. Data yang
diperoleh sebagai berikut (dalam satuan ribu rupiah) :Keuntungan penjualan buku
tulis, pensil, ballpoint, keping cd, tinta printer, makanan ringan, kertas HVS, kerta
folio, minuman ringan dan air mineral, seragam sekolah, sergam olahraga, buku
bacaan, majalah komik, dan foto copy secara berturut-turut adalah 400, 300, 550,
200, 325, 540, 350, 450, 750,, 900, 500, 600, 300, dan 525. Sajikan data tersebut
dan tentukan lima jenis barang dengan keuntungan tertinggi!
1. Penyajian data dalam bentuk table Alternatif Penyelesaian
Jika data tersebut kita daftarkan tanpa menggunakan label barang maka
kita dapat menggunakan tabulasi kolom diperoleh tabel yang disajikan sebagai
berikut:
Tabel 2.2 Data Keuntungan Barang/Jasa Koperasi Sekolah
J
Jenis barang/Jasa Jumlah Keuntungan
(Satuan Ribu Rupiah)
Buku tulis 00
Pensil 00
Ballpoint 50
Keeping CD 00
Tinta Printer 25
Makanan Ringan 10
Kertas HVS 50
Kertas Folio 00
Minuman Ringan dan Air Mineral 50
Seragam Sekolah 00
Seragam Olah Raga 00
Buku Bacaan 00
Majalah/Komik 00
fotocopy 25
Total 200

Bagaimana jika tabel tersebut disajikan dalam bentuk baris? Persoalan


yang lain juga muncul adalah bagaimana jika data yang ada lebih banyak? Dengan
menggunakan bantuan pelabelan pada setiap jenis barang/jasa akan membantu dan
lebih memudahkan kita dalam menyajikan data yang banyak serta dalam berbagai
bentuk tabel, sehingga dengan data berlabel diperoleh tabel berikut ini (Satuan
Ribu Rupiah):
Tabel 2.3 Data Keuntungan Barang/Jasa Menggunakan Label

Dari penyajian tabel di atas diperoleh 5 jenis barang dengan keuntungan tertinggi,
yakni:
Tabel 2.4 Data Barang/Jasa dengan Keuntungan tertinggi

Dari pembahasan di atas diperoleh banyak kegunaan penyajian data dalam


bentuk tabel antara lain data terlihat rapi sehingga memudahkan dalam
pengolahan data. Dalam statistik, tabel dibedakan dengan dua jenis yaitu tabel
sederhana dan tabel distribusi frekuensi yang sering dipakai pada data
berkelompok yang akan kamu pelajari di subbab berikutnya.
b. Penyajian dalam bentuk Diagram
Terdapat beberapa cara dalam penyajian data berbentuk diagram antara
lain: diagram garis, diagram lingkaran dan diagram batang. Untuk lebih
memahami penyajian diagram perhatikan masalah-masalah berikut.
1) Diagram Garis
Diagram garis adalah suatu penyajian data statistik dengan menggunakan
gari-garis lurus yang terhubung dengan komponen-komponen pengamatan.
Diagram garis biasanya digunakan untuk menggambarkan data tentang keadaan
yang berkesinambungan. Biasanya data bersifat kontinu pada suatu ukuran satuan.
Misalnya, kecepatan suatu mobil pada suatu perjalanan, nilai tukar rupiah, dan
pertumbuhan jumlah penduduk suatu daerah.
2) Diagram Lingkaran
Diagram lingkaran adalah penyajian data statistik dengan menggunakan
gambar yang berbentuk lingkaran yang pada bagianbagian dari daerah lingkaran
menunjukkan juring atau persentase dari keseluruhan.
3) Diagram Batang
Diagram batang merupakan diagram berbentuk persegi panjang yang lebarnya
sama namun tinggi atau panjangnya sebanding dengan frekuensi data pada sumbu
horizontal maupun vertikal. Dengan diagram garis dan diagram batang dapat
membantu kita untuk dapat melihat nilai data yang tertinggi dan terendah.
2.1.5 Penelitian Yang Relevan
 Penelitian Muhammad Syazali dengan judul “Pengaruh Model
Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Maple II Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis” Berdasarkan hasil
penelitian mengenai pengaruh model Creative Problem Solving (CPS)
pada kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik di MAN 2
Bandar Lampung, dapat disimpulkan bahwa (1)Lembaga pendidikan
khususnya MAN 2 Bandar Lampung dapat menerapkan model
pembelajaran Creative Problem Solving dan berbantuan Maple 11 untuk
melatih peserta didik ikut serta dalam proses pembelajaran dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
MAN 2 Bandar Lampung.(2) Media Maple 11 dapat meningkatkan
keterlibatan peserta didik dalam aktifitas peserta didik. Oleh karena itu
disarankan para guruuntuk menerapkan pembelajaran dengan
menggunakan Maple 11 dalam pembelajaran matematika, sebagai
alternatif media pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik. Dalam pembelajaran topik-
topik tertentu dengan menggunakan Maple 11 guru perlu meluangkan
waktu yang lebih banyak agar kemampuan pemecahan masalah matematis
dapat ditingkatkan.(3) Untuk penelitian yang serupa atau penelitian lebih
lanjut perlu di observasikan terlebih dahulu konsep-konsep prasyarat
peserta didik serta model pembelajaran yang pernah diterima peserta didik
sehingga penerapan model dan media Maple 11 ini dapat berjalan dengan
baik.
 Penelitian Adang Efendi dengan judul “Implementasi Model Creative
Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognitif
Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis Siswa” Berdasarkan hasil
penelitian mengenai pengaruh model Creative Problem Solving (CPS)
pada kemampuan Metaognitif siswa Kelas X pada salah satu SMA di Kota
Ciamis. Dapat disimpulkan bahwa Terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan metakognitif yang signifikan antara siswa yang memperoleh
model pembelajaran Creative Problem Solving dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan awal
matematis siswa yaitu level tinggi, sedang, dan rendah. Peningkatan
kemampuan metakognitif siswa yang memiliki kemampuan awal
matematis level tinggi dan sedang di kelas CPS secara signifikan lebih
baik dari pada peningkatan kemampuan metakognitif siswa yang memiliki
kemampuan awal matematis level tinggi dan sedang di kelas konvensional.
Namun, peningkatan kemampuan metakognitif siswa yang memiliki
kemampuan awal matematis level rendah di kelas CPS tidak berbeda
secara signifikan dengan peningkatan kemampuan metakognitif siswa
yang memiliki kemampuan awal matematis level rendah di kelas
Konvensional. Dengan demikian, model Pembelajaran Creative Problem
Solving lebih berhasil diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan
awal matematis level tinggi dan sedang. Namun, kurang cocok digunakan
untuk siswa yang memiliki kemampuan awal matematis level rendah.

2.2 Kerangka Konseptual


Dari sekian banyak upaya guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa
adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat, selain itu didalam
pemilihan model diperlukan pemikiran serta persiapan yang matang. Salah satu
model yang sedang banyak menjadi alternative bagi para guru adalah model
Creative Problem Solving (CPS).
Pembelajaran matematika realistic lebih memusatkan kegiatan
pembelajaran pada siswa dan lingkungan. Pendekatan Creative Problem Solving
(CPS) membuat siswa lebih aktif mengontruksi sendiri pengetahuan yang akan
mereka peroleh. Creative Problem Solving (CPS) tidak terlepas dari kehidupan
dunia nyata, yaitu segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari baik
itu yang berkaitan dengan cabang ilmu lain atau masalah dalam kehidupan sehari-
hari yang terdapat dilingkungan sekitar.
Creative Problem Solving (CPS) berangkat dari masalah kontekstual
sebagai titik awal proses pembelajaran matematika. Sehingga diyakini oleh
penulis, bahwa model pembelajaran matematika realistic dapat mempengaruhi
secara positif hasil belajar matematika siswa pada materi Statistika.
Berdasarkan uraian di atas, diduga bahwa penggunaan model
pembelajaran matematika realistic Creative Problem Solving (CPS) dapat
berpengaruh positif terhadap hasil belajar dalam pembelajaran matematika.

2.3 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan krangka konseptual diatas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah pemecahan masalah matematika menggunakan model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) di kelas XI lebih baik dari pada model
pembelajaran Ceramah di kelas XI pada materi Statistika SMA N 1 Kisaran T.A.
2019 – 2020.

Anda mungkin juga menyukai