Kreativitas belajar merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu proses pembelajaran. Karena, kreativitas belajar dapat melatih siswa untuk tidak bergantung pada orang lain. Jika seseorang itu mempunyai kreativitas yang tinggi cenderung orang tersebut akan lebih kreatif dan menghasilkan sesuatu yang positif. Kreativitas seorang siswa dalam belajar akan sangat mempengaruhi siswa tersebut untuk memperoleh suatu keberhasilan. Siswa yang mempunyai kreativitas yang tinggi maka siswa itu akan mempunyai pandangan yang luas dalam belajarnya, sehingga hal tersebut akan berdampak pada tinggi rendahnya mutu pembelajaran siswa. Selain itu, kreativitas juga dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang besar. Banyaknya karakter kreativitas dalam belajar matematika akar penyebabnya berasal dari guru, siswa dan lingkungan. Akar penyebabnya yang paling dominan berasal dari guru, karena guru matematika kurang menarik dalam memberikan materi sehingga membuat siswa menjadi bosan dengan pelajaran matematika, kurang memberikan kesempatan siswa untuk berpikir lebih kreatif lagi dalam pembelajaran, penyampaian materi yang monoton dan kurang bervariasi serta dominasi guru menjadikan siswa malas dan kurang kreatif. Pembelajaran matematika yang optimal seharusnya dapat membuat siswa menjadi pandai menyelesaikan permasalahan dimana tujuan ini dapat tercapai bila prinsip pembelajaran matematika diterapkan dengan baik sehingga siswa dapat benar-benar menguasai konsep-konsep matematika. Kreativitas yang tepat dan baik akan berakibat baik pula terhadap proses pembelajaran di kelas. Perlu dicari solusi untuk meningkatkan kreativitas dalam belajar matematika di SMA Negeri 1 Kisaran. Menurut Munandar (1999) ada empat alasan pentingnya pengembangan kreativitas dipupuk sejak dini dalam diri peserta didik yaitu: (1) Kreativitas merupakan menifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya. (2) Kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah merupakan bentuk pikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. (3) Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan, tetapi terlebih-lebih juga memberikan kepuasan terhadap individu. (4) Kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Menurut Retnowati (2013) kreativitas merupakan faktor intern yang terdapat dalam diri siswa yang dapat mendukung dan dapat juga menghambat untuk menjadikan hasil belajar matematika siswa dikatakan baik. Kreativitas guru diperlukan dalam upaya memotivasi siswa agar mau belajar sehingga bakat dan minat siswa teraktualisasi dalam kegiatan belajar. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan berkreativitas dari seorang guru agar siswa dapat lebih aktif saat belajar dan dapat memilih serta menerapkan cara/metode yang tepat guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan benar sehingga mendapatkan hasil belajar yang optimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru mata pelajaran matematika SMA Negeri 1 Bontomarannu, didapatkan fakta bahwa Kreativitas matematika siswa kelas X memiliki perbandingan yang signifikan antar siswa. Hal ini dilihat dari data hasil ulangan tengah semester pada mata pelajaran matematika menunjukkan bahwa 65% hasil ulangan siswa berada pada kategori rendah. Selain itu diperoleh pula melalui observasi, siswa masih mengalami kesulitan atau lamban dalam menangkap pelajaran matematika. Terdapat siswa yang gelisah di kelas kemudian bertanya pada teman Kreativitas memang sangat dibutuhkan karena dalam pembangunan Indonesia, membutuhkan sumber daya manusia berkualitas yang memiliki kreativitas tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian internasional yang dilakukan oleh TIMSS (Trend International Mathematics and Science Study) dan PISA (Programme for International Students Assessment) pada tahun 2015 menyampaikan bahwa peningkatan capaian Indonesia tahun 2015 cukup memberikan optimisme, meskipun masih rendah dibanding rerata OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development. Berdasar nilai rerata, terjadi peningkatan nilai PISA Indonesia di tiga kompetensi yang diujikan. Peningkatan tebesar terlihat pada kompetensi sains, dari 382 poin pada tahun 2012 menjadi 403 poin di tahun 2015. Dalam kompetensi matematika meningkat dari 375 poin di tahun 2012 menjadi 286 poin di tahun 2015. Kompetensi membaca belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, dari 396 di tahun 2012 menjadi 397 poin di tahun 2015. Peningkatan tersebut mengangkat posisi Indonesia 6 peringkat ke atas bila dibandingkan posisi peringkat kedua dari bawah pada tahun 2012 (OECD, 2016). Guru sebagai pelaksana pendidikan harus menjalankan perannya dalam mewujudkan cita-cita nasional. Untuk menunjang keprofesionalannya, guru mempunyai kewajiban untuk turut serta dalam pelaksanaan inovasi-inovasi pada proses pembelajaran. Inovasi dalam pembelajaran salah satunya dapat dilakukan dengan mengembangkan perangkat pembelajaran yang mengacu pada model pembelajaran tertentu. Saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak pakar pendidikan yang kreatif dan telah mengembangkan model-model pembelajaran inovatif. Untuk memancing siswa dapat menemukan konsep matematika secara mandiri, maka Creative Problem Solving (CPS) dapat diterapkan pada proses pembelajaran matematika. Creative Problem Solving (CPS) merupakan sebuah proses, sebuah metode, sebuah sistem pendekatan masalah dengan cara yang imajinatif untuk menghasilkan solusi yang efektif. (Sulistyowati & Sugiman, 2014). Creative Problem Solving (CPS) efektif digunakan untuk pembelajaran matematika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, dalam pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), siswa akan menemukan ide-ide melalui proses berpikir untuk menemukan ide yang sangat membantu untuk menemukan solusi dan memperoleh dukungan atas jawaban yang tepat. (Nopitasari, 2015) Ketika proses pembelajaran berlangsung guru menggunakan model pembelajaran klasikal, yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher Centre). Guru bersifat lebih aktif sebagai pemberi pengetahuan, sedangkan siswa hanya mendengarkan penyampaian materi oleh guru tanpa ada peran aktif dan keterlibatan siswa dalam belajar. Oleh sebab itu perlu diterapkan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa secara keseluruhan, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensinya secara maksimal sekaligus mengembangkan aspek kepribadian seperti kerja sama, bertanggung jawab, menghargai pendapat dan disiplin. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Meskipun dalam perkembangannya, Creative Problem Solving (CPS) telah mengalami beberapa penyempurnaan. Akan tetapi penerapan Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran matematika tetap mempunyai kekurangan. antara lain: tidak semua pokok bahasan dapat diaplikasikan secara mudah menggunakan Creative Problem Solving (CPS), apalagi untuk materi yang abstrak maupun materi yang memerlukan bantuan alat peraga serta media pembelajaran; waktu yang digunakan untuk pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lumayan cukup lama sehingga dalam satu kali pertemuan tidak dapat mencapai kompetensi yang diharapkan; keterampilan kreativitas siswa yang berbeda-beda terkadang membuat siswa mengalami kebingungan dalam menentukan jawaban yang tepat. Untuk membantu siswa dalam menanamkan konsep berdasarkan kreativitas siswa. Creative Problem Solving (CPS) merupakan representasi dimensi proses yang alami, bukan suatu usaha yang dipaksakan. Creative Problem Solving (CPS) merupakan cara pendekatan yang dinamis, siswa menjadi lebih terampil sebab siswa mempunyai prosedur internal yang lebih tersusun dari awal. Dengan Creative Problem Solving (CPS) siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya, berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran. Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “ Pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan kreativitas pada materi statistika pada siswa kelas XI tahun ajaran 2019/2020 di SMA Negeri 1 Kisaran”. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Rendahnya kemampuan kereativitas siswa dalam pemecahan masalah matematika 2. Siswa belum mampu secara mandiri untuk menemukan, mengenal dan merinci hal-hal yang berkaitan dan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari soal matematika bebentuk uraian.
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak menyimpang dan tidak meluas ke materi-materi lain, karena mengingat begitu luasnya kajian ilmu matematika, maka penelitian ini diberi batasan masalah. Adapun pembatasan masalah dari penelitian ini yaitu: 1. Model pembelajaran yang digunakan adalah Creative Problem Solving (CPS) 2. Kemampuan kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal cerita. 3. Pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita 4. Materi statistika 5. Adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pada materi Statistika di kelas XI SMA Negeri 1 Kisaran tahun ajaran 2019/2020. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu : 1. Adakah pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi statistika di kelas XI SMA N 1 Kisaran tahun ajaran 2019/2020 ? 2. Bagaimanakah pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi statistika di kelas XI SMA N 1 Kisaran tahun ajaran 2019/2020?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal pada materi statistika di kelas XI SMA N 1 Kisaran tahun ajaran 2019/2020, 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal pada materi Trigonometri di kelas XI SMA N 1 Kisaran Tahun Ajaran 2019/2020.
1.6 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat manfaat sebagai berikut: (1). Secara Teoritis Bermanfaat untuk pengembangan/Khasanah umum pengetahuan yang berkaitan dengan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). (2). Secara Praktis a. Untuk guru, yaitu sebagai pendukung dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki cara mengajar agar peserta didik (siswa) mampu menerima pelajaran yang disampaikan secara optimal. b. Untuk peneliti, yaitu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta pengalaman untuk bekal menjadi seorang pendidik menghadapi zaman yang terus berkembang. Selain itu, juga sebagai pengalaman untuk bahan penelitian berikutnya yang sejenis. c. Untuk siswa, yaitu sebagai acuan dan motivasi agar menjadi media yang dapat mempermudah belajar matematika khususnya pada pokok bahasan Statistika. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Pengertian Kreativitas Kreativitas adalah fenomena yang sangat kompleks, dan bagi sebagian orang tampaknya entah bagaimana tidak sesuai dengan pengajaran matematika. Gaya tradisional bekerja di kelas matematika tampaknya tidak memungkinkan banyak ide kreatif (Meissner, 2003). Pengertian kreativitas Semiawan Kreativitas merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Menurut Munandar (2004: 104) mengatakan bahwa: Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data informasi atau unsur yang ada, berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kualitas, ketepat gunaan dan keragaman jawaban yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam berfikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Menurut Dwijanto (2006: 221) yang diangkat dari teori dan berbagai studi tentang kreativitas, yaitu sebagai berikut: a. Setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda. Tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas, dan yang diperlukan adalah bagaimana mengembangkan kreativitas tersebut. b. Kreativitas dinyatakan dengan produk kreatif, baik berupa benda maupun gagasan. Produk kreatif merupakan kriteria puncak untuk menilai tinggi rendahnya kreativitas seseorang. c. Aktualisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor- faktor psikologis (internal) dengan lingkungan (eksternal). Pada setiap orang, peranan masing-masing faktortersebut berbeda-beda. d. Dalam diri seseorang dan lingkungannya terdapat faktor-faktor yang dapat menunjang atau justru menghambat perkembangan kreativitas. e. Kreativitas seseorang tidak berlangsung dalam kevokuman, melainkan didahului oleh, dan merupakan pengembangan hasil-hasil kreativitas orang- orang yang berkarya sebelumnya. f. Kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menciptakan kombinasi- kombinasi baru dari hal-hal yang telah ada sehingga melahirkan sesuatu yang baru. Karya kreatif tidak lahir hanya karena kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan, dan motivasi yang kuat. Dari beberapa uraian definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Kreativitas memasuki matematika dengan berbagai cara. Tiga cara penting adalah abstraksi, koneksi, dan penelitian. Kreativitas abstraksi menyangkut penciptaan model yang mencerminkan dunia nyata dan dapat diselesaikan dengan alat matematika yang dikenal individu. Kreativitas koneksi adalah realisasi bahwa alat matematika yang dikenal dapat diterapkan pada masalah baru, yang memungkinkan masalah dilihat dengan cara baru. Koneksi juga dibuat ketika matematika dan pengetahuan lainnya datang bersama untuk memahami dan menyelesaikan masalah dari berbagai bidang. Akhirnya, kreativitas meneliti adalah penemuan alat matematika baru yang sesuai dengan masalah yang belum terpecahkan dan menambah alat yang tersedia untuk pengguna matematika lainnya. Penelitian tentang kreativitas, di sisi lain, sangat produktif. Tinjauan yang baik tentang matematika dan kreativitas dapat ditemukan di Treffinger et al. (Treffinger, Young, Shelby & Shepardson, 2002). Sebagian besar penelitian berpusat pada anak-anak dari Pra-TK hingga kelas sembilan. Beberapa publikasi berhubungan dengan kreativitas dalam matematika. Selain itu, ada kekurangan penelitian yang aneh di bidang kreativitas dalam matematika perguruan tinggi (Brunkalla, 2009). Masalah yang paling mendasar adalah bahwa tidak ada definisi kreativitas matematika yang diterima secara universal (Haylock, 1997) dan tidak ada tes tunggal atau penilaian itu. Banyak peneliti setuju pada kualitas kreativitas tertentu tetapi menunjukkan beberapa perbedaan pada yang lain. Secara signifikan, sebagian besar peneliti menghubungkan kreativitas matematika dengan kemampuan matematika. Kreativitas merupakan suatu bidang yang sangat menarik untuk dikaji namun cukup rumit sehingga menimbulkan berbagai perbedaan pandangan tergantung bagaimana mendefinisikanya. Menurut James J. Gallagher (dalam Rachmawati, 2011) menyatakan bahwa “Creativity is a mental process by which an individual creates new ideas or products, or recombines existing ideas and product, in fashion that is novel to him or her” kreativitas merupakan suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan ataupun produk baru, atau mengombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya akan melekat pada dirinya. Lumsdaine dan Lumsdaine (1995) mengatakan “ creativity is a dynamic that involves conscious and subconscious mental processing. Creativity involves the whole brain” kreativitas sebagai suatu aktivitas dinamis yang melibatkan proses-proses mental secara sadar maupun bawah sadar dan kreativitas melibatkan seluruh bagian otak. Solso (2007) menjelaskan kreativitas diartikan sebagai suatu aktifitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu dipandang menurut kegunaannya). Sedangkan menurut Hurlock (1999) menjelaskan kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Kreativitas ini dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman, mungkin mencakup pembentukan pola-pola baru dan gabungan informasi yangdiperoleh dari pengalaman sebelumnya serta pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Beberapa ahli telah mengembangkan instrumen untuk mengukur kreativitas diantaranya yang dikembangkan oleh Getzles dan Jakson (Silver, 1997) yaitu dengan soal terbuka (open-ended problem). Menurut Becker dan Shimada (Livne, 2008), soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang memiliki beragam jawaban. Dalam hal ini, aspek-aspek yang diukur adalah kelancaran, keluwesan, dan kebaruan. Kelancaran berkaitan dengan banyaknya solusi. Keluwesan berkaitan dengan ragam ide. Kebaruan berkaitan dengan keunikan jawaban siswa. Kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam berpikirnya tentunya berbeda-beda.
2.1.2. Model Pembelajaran Creative Problem Solving(CPS)
Creative Problem Solving (CPS) merupakan sebuah proses, sebuah metode, sebuah sistem pendekatan masalah dengan cara yang imajinatif untuk menghasilkan solusi yang efektif. (Sulistyowati & Sugiman, 2014). Creative Problem Solving (CPS) efektif digunakan untuk pembelajaran matematika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, dalam pembelajaran creative problem solving, siswa akan menemukan ide-ide melalui proses berpikir untuk menemukan ide yang sangat membantu untuk menemukan solusi dan memperoleh dukungan atas jawaban yang tepat. (Nopitasari, 2015). Menurut Pepkin (2004: 2) model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut : 1. Klarifikasi Masalah. Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan pada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan. 2. Pengungkapan Pendapat. Siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah. 3. Evaluasi dan Pemilihan. Setiap siswa berkelompok untuk mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah. 4. Implementasi. Setiap siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukanpenyelesaian dari masalah tersebut. Adapun kelebihan Model Creative Problem Solving (CPS) sama seperti halnya kelebihan model-model pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah (problem solving) pada umumnya, yang menurut Sanjaya (2006: 220- 221) memiliki keunggulan sebagai berikut. 1) Teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran. 2) Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan. 3) Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. 4) Dapat membantu siswa bagaimana 5) mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, di samping juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. 6) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (termasuk matematika), pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. 7) Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. 8) Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 9) Dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 10) Dapat mengembangkan minat untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.(Lihat Hung, 1997 dan Maull & Berry, 2001). Selain aktivitas siswa, dalam pembelajaran matematika kemampuan awal siswa juga turut mempengaruhi keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Karena materi matematika pada umumnya tersusun secara hirarkis, materi yang satu merupakan prasyarat untuk materi berikutnya. Apabila siswa tidak menguasai materi prasyarat (kemampuan awal) maka siswa akan mengalami kesulitan dalam menguasai materi yang memerlukan materi prasyarat tersebut. Siswa dengan kemampuan awal berada di kelompok atas tidak mengalami kesulitan dalam memahami materi yang ada dan melakukan pemecahan terhadap masalah yang diajukan, jika dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan awal berada dikelompok lain (tengah dan bawah). Seting kelas dalam pembelajaran Creative Problem Sloving (CPS) terdapat diskusi kelompok (small discussion) dengan anggota kelompok heterogen berdasarkan kemampuan awalnya. Pembagian kelompok yang heterogen ini sesuai dengan penjabaran Piaget terhadap implikasi teori kognitif dalam pendidikan, yang antara lain memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangannya, kemudian dalam pembelajaran guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil peserta didik. Adanya pembagian kelompok siswa dalam pembelajaran dengan kemampuan awal yang heterogen akan mendorong terjalinnya hubungan yang saling mendukung antar anggota kelompok. Siswa yang mengalami kesulitan dapat bertanya baik kepada siswa lain maupun kepada guru, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan hasil belajar yang diperoleh lebih maksimal. Hal ini dimungkinkan karena akan terjalin hubungan yang saling mendukung antar anggota kelompok, untuk bersama-sama memperoleh hasil belajar yang maksimal. Siswa yang lebih pandai membantu siswa yang kurang pandai, sehingga siswa yang berkemampuan kurang memiliki guru yang berasal dari teman kelompoknya. Dengan demikian terjadi proses pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching). Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (2002: 43) yang menyatakan bahwa kelompok heterogen memberi kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung. Siswa yang berpengetahuan lebih tinggi menjadi guru bagi siswa lain, dan siswa yang berpengetahuan kurang mendapat guru dari teman sekelompoknya, sehingga diharapkan prestasi belajar siswa pada kelompok bawah dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Lundgren (dalam Ibrahim, 2005: 17) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya. Demikian pula dengan siswa pada kelompok atas maupun tengah, diharapkan prestasi belajarnya juga dapat meningkat, karena dengan adanya siswa yang berpengetahuan lebih tinggi menjadi guru bagi siswa lain, maka yang berpengetahuan tinggi akan lebih bisa menguasai materi yang diberikan oleh guru, hal ini sesuai dengan pendapat Lie (2002: 43) yang mengatakan bahwa dengan mengajarkan apa yang seseorang baru dipelajari, dia akan lebih bisa menguasai atau menginternalisasi pengetahuan dan keterampilan barunya.
Table 2 Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) Tahapan Kegiatan Guru Klarifikasi Masalah Memberikan penjelasan kepada siswa apabila mengalami kesulitan tentang masalah yang diajukan. · Siswa mengklarifikasi masalah dan merumuskan masalah dalam kalimat sederhana. · Guru membantu memberikan penjelasan kepada siswa apabila mengalami kesulitan tentang masalah yang diajukan agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan. Pengungkapan Pendapat Mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah. · Guru mengarahkan agar siswa berdiskusi di dalam kelompoknya dan setiap anggota kelompok bebas mengungkapkan pendapatnya tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah. Evaluasi dan Pemilihan Setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat yang cocok untuk menyelesaikan masalah. · Siswa meninjau kembali pendapatnya dengan memberikan penjelasan dari setiap pendapat yang diungkapkan dengan demikian dapat dicoret strategi/cara/penyelesaian yang kurang relevan Memilih alternatif terbaik yang digunakan sebagai solusi. · Siswa menggunakan pertimbangan- pertimbangan yang kritis, selektif, dengan berpikir secara konvergen. · Siswa memilih alternatif terbaik yang digunakan sebagai solusi. Implementasi Menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut. · Siswa mengimplementasikan pendapat yang dipilih untuk diterapkan sampai ditemukan pemecahan msalah yang diharapkan.
Kelebihan dari Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
adalah a. mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis, b. mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi, c. siswa dapat belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek, d. dapat mendidik siswa untuk lebih percaya diri.
2.1.3. Model Pembelajaran Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Meskipun metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada anak didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran. Berbeda dengan model Creative Problem Solving (CPS), pada model pembelajaran konvensional menempatkan guru sebagai sumber informasi utama yang berperan dominan dalam proses pembelajaran. Guru bertindak sebagai pentransfer ilmu kepada siswanya, siswa dianggap hanya sebagai penerima pengetahuan yang pasif (Suparman, 1997:198). Tahap-tahap yang dilalui cenderung informed-verify practice atau berorientasi pada tahap-tahap pembukaan – penyajian – penutup. Pada kegiatan pembelajaran ini guru lebih sering menggunakan metode ceramah, yakni guru menerangkan seluruh isi pelajaran. Pengertian atau definisi, teorema, penurunan rumus, contoh soal dan penyelesaiannya semua dilakukan sendiri oleh guru dan diberikan kepada siswa. Langkah-langkah guru diikuti dengan seksama oleh siswa, mereka meniru cara kerja dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh guru, kemudian mencatat dengan tertib. Jadi pada model pembelajaran konvensional guru hanya berusaha memindahkan atau mengkopikan pengetahuan yang ia miliki kepada siswa. Langkah-langkah pembelajaran konvesional cramah ini didasarkan pada langkah-langkah yang terdiri atas enam langkah atau fase menurut Ibrahim (Trianto,dkk 2007:54). Fase-fase dalam pembelajaran ini seperti tersajikan dalam tabel berikut. Tabel 3. Tahap-tahap Pembelajaran Konvesional Cramah Tahap Jenis Kegiatan Belajar Mengajar Persiapan Menciptakan kondisi belajar siswa - Penyajian, tahap guru menyampaikan bahan /materi pelajaran (metode ceramah). - Asosiasi/komparasi, artinya memberi kesempatan pada siswa untuk menghubungkan dan membandingkan materi ceramah Pelaksanaan yang telah diterimanya, melalui tanya jawab (metode tanya jawab). - Generalisasi/kesimpulan, memberikan tugas kepada siswa untuk membuat kesimpulan melalui hasil ceramah (metode tugas). Mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa mengenai bahan Evaluasi yang telah diterimanya, melalui tes lisan dan tulisan atau tugas lain.
Dari fase-fase yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan pembelajaran
konvensional meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. 2.1.4. Pengertian Materi Statistika Statistika ialah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana merencanakan, menganalisis, menginterpretasi, mengumpulkan dan mempresentasikan data sehingga bisa dikatakan bahwa Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan data. Tetapi Statistika dan Statistik merupakan dua hal yang berbeda karena Statistik adalah data, sedangkan Statistika adalah ilmu yg berkenaan dengan data yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan atau menyimpulkan data dengan sebagian besar konsep dasarnya mengasumsikan Teori Probabilitas. Statistika juga merupakan studi tentang data tunggal dan sebagainya. Berikut akan dibahas tentang penyajian data dalam statistika 1. Penyajian Data Penyajian data merupakan salah satu elemen penting dalam mempelajari statistika. Penyajian data yang baik akan mempermudah kita untuk membaca dan untuk selanjutnya mengolah data tersebut. Bentuk penyajian data dapat berupa tabel atau diagram/plot. Untuk lebih memahami perhatikan masalah-masalah berikut. a. Data Tunggal Data tunggal merupakan data berkuantitas kecil dan suatu statistik disebut sebagai data tunggal jika data tersebut hanya memuat satu variabel data yang ingin kita ketahui dari objek populasi. Beberapa contohnya adalah: data nilai ulangan siswa, data tinggi badan siswa dan tingkat keuntungan suatu usaha. Penyajian data yang akan dibahas pada bab ini berbentuk tabel dan diagram/plot. 2.1 Masalah Konseptual Siti ditugaskan guru untuk melakukan survei data terhadap keuntungan penjualan barang/jasa selama satu tahun melalui buku kas koperasi sekolah. Data yang diperoleh sebagai berikut (dalam satuan ribu rupiah) :Keuntungan penjualan buku tulis, pensil, ballpoint, keping cd, tinta printer, makanan ringan, kertas HVS, kerta folio, minuman ringan dan air mineral, seragam sekolah, sergam olahraga, buku bacaan, majalah komik, dan foto copy secara berturut-turut adalah 400, 300, 550, 200, 325, 540, 350, 450, 750,, 900, 500, 600, 300, dan 525. Sajikan data tersebut dan tentukan lima jenis barang dengan keuntungan tertinggi! 1. Penyajian data dalam bentuk table Alternatif Penyelesaian Jika data tersebut kita daftarkan tanpa menggunakan label barang maka kita dapat menggunakan tabulasi kolom diperoleh tabel yang disajikan sebagai berikut: Tabel 2.2 Data Keuntungan Barang/Jasa Koperasi Sekolah J Jenis barang/Jasa Jumlah Keuntungan (Satuan Ribu Rupiah) Buku tulis 00 Pensil 00 Ballpoint 50 Keeping CD 00 Tinta Printer 25 Makanan Ringan 10 Kertas HVS 50 Kertas Folio 00 Minuman Ringan dan Air Mineral 50 Seragam Sekolah 00 Seragam Olah Raga 00 Buku Bacaan 00 Majalah/Komik 00 fotocopy 25 Total 200
Bagaimana jika tabel tersebut disajikan dalam bentuk baris? Persoalan
yang lain juga muncul adalah bagaimana jika data yang ada lebih banyak? Dengan menggunakan bantuan pelabelan pada setiap jenis barang/jasa akan membantu dan lebih memudahkan kita dalam menyajikan data yang banyak serta dalam berbagai bentuk tabel, sehingga dengan data berlabel diperoleh tabel berikut ini (Satuan Ribu Rupiah): Tabel 2.3 Data Keuntungan Barang/Jasa Menggunakan Label
Dari penyajian tabel di atas diperoleh 5 jenis barang dengan keuntungan tertinggi, yakni: Tabel 2.4 Data Barang/Jasa dengan Keuntungan tertinggi
Dari pembahasan di atas diperoleh banyak kegunaan penyajian data dalam
bentuk tabel antara lain data terlihat rapi sehingga memudahkan dalam pengolahan data. Dalam statistik, tabel dibedakan dengan dua jenis yaitu tabel sederhana dan tabel distribusi frekuensi yang sering dipakai pada data berkelompok yang akan kamu pelajari di subbab berikutnya. b. Penyajian dalam bentuk Diagram Terdapat beberapa cara dalam penyajian data berbentuk diagram antara lain: diagram garis, diagram lingkaran dan diagram batang. Untuk lebih memahami penyajian diagram perhatikan masalah-masalah berikut. 1) Diagram Garis Diagram garis adalah suatu penyajian data statistik dengan menggunakan gari-garis lurus yang terhubung dengan komponen-komponen pengamatan. Diagram garis biasanya digunakan untuk menggambarkan data tentang keadaan yang berkesinambungan. Biasanya data bersifat kontinu pada suatu ukuran satuan. Misalnya, kecepatan suatu mobil pada suatu perjalanan, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan jumlah penduduk suatu daerah. 2) Diagram Lingkaran Diagram lingkaran adalah penyajian data statistik dengan menggunakan gambar yang berbentuk lingkaran yang pada bagianbagian dari daerah lingkaran menunjukkan juring atau persentase dari keseluruhan. 3) Diagram Batang Diagram batang merupakan diagram berbentuk persegi panjang yang lebarnya sama namun tinggi atau panjangnya sebanding dengan frekuensi data pada sumbu horizontal maupun vertikal. Dengan diagram garis dan diagram batang dapat membantu kita untuk dapat melihat nilai data yang tertinggi dan terendah. 2.1.5 Penelitian Yang Relevan Penelitian Muhammad Syazali dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Maple II Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis” Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh model Creative Problem Solving (CPS) pada kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik di MAN 2 Bandar Lampung, dapat disimpulkan bahwa (1)Lembaga pendidikan khususnya MAN 2 Bandar Lampung dapat menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving dan berbantuan Maple 11 untuk melatih peserta didik ikut serta dalam proses pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik MAN 2 Bandar Lampung.(2) Media Maple 11 dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam aktifitas peserta didik. Oleh karena itu disarankan para guruuntuk menerapkan pembelajaran dengan menggunakan Maple 11 dalam pembelajaran matematika, sebagai alternatif media pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik. Dalam pembelajaran topik- topik tertentu dengan menggunakan Maple 11 guru perlu meluangkan waktu yang lebih banyak agar kemampuan pemecahan masalah matematis dapat ditingkatkan.(3) Untuk penelitian yang serupa atau penelitian lebih lanjut perlu di observasikan terlebih dahulu konsep-konsep prasyarat peserta didik serta model pembelajaran yang pernah diterima peserta didik sehingga penerapan model dan media Maple 11 ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian Adang Efendi dengan judul “Implementasi Model Creative Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognitif Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis Siswa” Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh model Creative Problem Solving (CPS) pada kemampuan Metaognitif siswa Kelas X pada salah satu SMA di Kota Ciamis. Dapat disimpulkan bahwa Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan metakognitif yang signifikan antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Creative Problem Solving dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa yaitu level tinggi, sedang, dan rendah. Peningkatan kemampuan metakognitif siswa yang memiliki kemampuan awal matematis level tinggi dan sedang di kelas CPS secara signifikan lebih baik dari pada peningkatan kemampuan metakognitif siswa yang memiliki kemampuan awal matematis level tinggi dan sedang di kelas konvensional. Namun, peningkatan kemampuan metakognitif siswa yang memiliki kemampuan awal matematis level rendah di kelas CPS tidak berbeda secara signifikan dengan peningkatan kemampuan metakognitif siswa yang memiliki kemampuan awal matematis level rendah di kelas Konvensional. Dengan demikian, model Pembelajaran Creative Problem Solving lebih berhasil diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan awal matematis level tinggi dan sedang. Namun, kurang cocok digunakan untuk siswa yang memiliki kemampuan awal matematis level rendah.
2.2 Kerangka Konseptual
Dari sekian banyak upaya guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat, selain itu didalam pemilihan model diperlukan pemikiran serta persiapan yang matang. Salah satu model yang sedang banyak menjadi alternative bagi para guru adalah model Creative Problem Solving (CPS). Pembelajaran matematika realistic lebih memusatkan kegiatan pembelajaran pada siswa dan lingkungan. Pendekatan Creative Problem Solving (CPS) membuat siswa lebih aktif mengontruksi sendiri pengetahuan yang akan mereka peroleh. Creative Problem Solving (CPS) tidak terlepas dari kehidupan dunia nyata, yaitu segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari baik itu yang berkaitan dengan cabang ilmu lain atau masalah dalam kehidupan sehari- hari yang terdapat dilingkungan sekitar. Creative Problem Solving (CPS) berangkat dari masalah kontekstual sebagai titik awal proses pembelajaran matematika. Sehingga diyakini oleh penulis, bahwa model pembelajaran matematika realistic dapat mempengaruhi secara positif hasil belajar matematika siswa pada materi Statistika. Berdasarkan uraian di atas, diduga bahwa penggunaan model pembelajaran matematika realistic Creative Problem Solving (CPS) dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar dalam pembelajaran matematika.
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan krangka konseptual diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah matematika menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) di kelas XI lebih baik dari pada model pembelajaran Ceramah di kelas XI pada materi Statistika SMA N 1 Kisaran T.A. 2019 – 2020.