Orde baru adala masa pemerintahan yang bertahan selama 32 tahun yang hendak menerapkan tatanan
kehidupan bernegara bersasarkan pancasil dan UUD 1945 setelah terjadinya tragedy tahun 1965.
25 Oktober 1965 para mahasiswa Jakarta membentuk organisasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia) berbentuk presidium oleh Zamroni dengan anggota HMI, PMKRI, PMII dan GMNI. Kemudian
bermunculan KABI (Buruh), KAWI (Wanita), KASI (sarjana), KAGI (Guru).
Tokoh Mahasiswa : Abdul ghafur, Cosmas batubara, Subhan ZE, Hari Tjan silalahi dan Sulastomo.
24 Februari 1966 mahasiswa mengadakan aksi memenuhi jalan dan dihadang oleh pasukan cakrabirawa dan
menimbulkan kematian Arief Rachman Hakim sehingga besoknya KAMI dibubarkan.
Front Pancasila adalah penggabungan antara KAMI dan KAPI (Kesatuan aksi Pelajar Indonesia) dan
melakukan aksi menyerbu dan membakar kantor berita Rakyat Cina (RRC) dan gedung Dep.Luar Negeri pada 8
Maret 1966.
DUALISME KEPEMIMPINAN
Pres.Soekarno masih menjabat sebagai presiden dan pimpinan cabinet, namun dalam pelaksaan pimpinan dan
tugas harian dipegang oleh Soeharto. Sehingga menimbulkan pertentangan politik dalam masyarakat sehingga
SUPERSEMAR dijadikan sebagai tetapan MPRS dimana keduanya memilki kedudukan yang sama.
Kabinet Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat) 28 Juli 1966 dengan tugas pokok menciptakan stabilitas politik
dan ekonomi dengan program kerja antara lain memperbaiki pemilu sesuai ketetapan MPRS.
Pengunduran diri Pres.Soekarno pada Rabu, 22 Februari 1967 pukul 19.30 dan 12 Maret 1967 Soeharto dilantik
menjadi pejabat presiden dan 27 Maret 1967 sebagai presiden RI sebagai akhir dari dualism kepemimpinan dan
dimulainya orde baru.
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
1. stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.
2. rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi.
3. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin
berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut
adalah:
a) Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang
menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:
• Rendahnya penerimaan negara.
• Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
• Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
• Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
• Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan
prasarana.
b. Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
c. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru menempuh
cara-cara :
1. Mengadakan operasi pajak
2. Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan
maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak
orang.
3. Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
4. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Penataan Politik Dalam Negeri
1. Pembentukan Kabinet Pembangunan
2. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya
3. Pemilihan Umum
4. Peran Ganda ABRI
5. Pemasyarakatan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
Tujuan Pembangunan nasional adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil
dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu:
1) Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
2) Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci
dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi
Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua
lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Pemilu 1971
• Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana para pejabat negara termasuk
perdana menteri yang berasal dari partai peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
• Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu sudah ada dan diakui
mempunyai wakil di DPR/DPRD.
• Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776 pemilih untuk memilih 460 orang anggota DPR dimana 360 orang
anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
• Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58
kursi), Partai Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7
kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).
Jumlah Partai politik yang diijinkan ikut berdasarkan surat pemilu adalah NU(58 kursi), Permusi (24 kursi),
PSII(10 kursi), PNI (20 Kursi), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), Partai keristen Indonesia, Partai katholik,
Partai MURBA, dParkido ( 24 kursi) dan IPKI serta GOLKAR (236 kursi).
Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang
mengatur mengenai penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai politik (PPP dan
PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar,
99 kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk PDI.
Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan suara Golkar secara nasional
meningkat. Golkar gagal memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar
berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh tambahan 10 kursi sementara PPP dan
PDI kehilangan 5 kursi.
Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari Pemilu 1987 adalah : PP memperoleh
61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan
penggunaan asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya
lambang partai dari kabah menjadi bintang. Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga
menjadi 299 kursi. PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP PDI sebagai hasil
kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan perubahan yang cukup
mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP
memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
Pemilu 1997
Pemilu keenam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
• Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 % dengan perolehan kursi 325 kursi.
• PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan perolehan kursi 27 kursi.
• PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan
karena adanya konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di
Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung,
Umum, Bebas, dan Rahasia). Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu
Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu
mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR.
Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama
enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya
dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
Pemasyarakatan P4, Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai
pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan
tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
• Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4
secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
• Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai
demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan
terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang
kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
• Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde
Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk
menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi
sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat
Indonesia.
Penataan Politik Luar Negeri
1. Kembali menjadi anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan
dan luar negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa
Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab
kepentingan nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar
bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964.
Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 September 1966.
Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri hal
ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun
1974. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan
sejumlah negara seperti India, Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat
remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.
2. Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan dengan Singapura
dengan perantaraan Habibur Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampikan
nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang disampikan pada Perdana Menteri
Lee Kuan Yew. Akhirnya pemerintah Singapurapun menyampikan nota jawaban
kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatic.
3. Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Indonesia segera memulihkan hubungan dengan Malaysia yang sejak 1964 terputus. Normalisasi hubungan
Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang
menghasilkan perjanjian Bangkok,
perjanjian Bangkok,yang berisi:
I. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil
mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
II. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
III. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak
dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini
dilanjutkan dengan
penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing negara..
4. Pembentukan Organisasi ASEAN
Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau dikenal ASEAN.
ASEAN merupakan organisasi regional yang dibentuk atas prakarsa lima menteri luar negeri negara-negara di
kawasan Asia tenggara.
Kelima menteri Luar negeri ASEAN tersebut adalah :
1. Narsisco Ramos dari Filipina
2. Adam Malik dari Indonesia
3. Thanat homan dari Thailand
4. Tun Abdul Razak dari Malaysia
5. S. Rajaratnam dari Singapura
Penandatanganan naskah pembentukan ASEAN dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1967 di bangkok
sehingga naskah pembentukan ASEAN itu disebut Deklarasi Bangkok.