Anda di halaman 1dari 6

Pembentukan Kabinet Djuanda

Setelah kemerdekaan yang didapatkan pada 1945, keadaan Indonesia belum serta merta
menjadi baik dan stabil. Masih banyak kekurangan di sana-sini yang perlu diperbaiki dan
sangat mendesak untuk segera dicarikan solusi. Kondisi politik tanah air masih sangat goyah
dan belum menunjukkan tanda-tanda ke arah yang stabil. Sebelum dilakukan Pemilu 1955
yang notabene merupakan Pemilihan Umum pertama Indonesia, terjadi beberapa kali
pergantian Kabinet. Ada beberapa kabinet dan tentu saja masing-masing kabinet tersebut
memiliki beberapa program yang menjadi prioritas utama.

Kabinet Djuanda sendiri dibentuk setelah Kabinet Ali Sastroamijoyo 2 turun (di lain post akan
kami sampaikan mengenai Kabinet Ali Sastroamijoyo 2). Kabinet yang berada di bawah
pimpinan Perdana Menteri Djuanda ini dikenal dengan nama Kabinet Karya. Pembentukan
Kabinet Djuanda ini diniatkan sebagai salah satu cara untuk mengatasi kondisi kacau balau
yang sedang dihadapi oleh negara Indonesia. Personal yang diambil untuk mengisi pos di
dalam Kabinet Djuanda ini pun juga disesuaikan dengan keahlian dari masing-masing personal
pada bidangnya.

Kabinet Djuanda terbilang memiliki program-program kerja yang sangat bagus untuk
kemajuan bernegara dan berkebangsaan. Namun pada saat itu ternyata program yang baik saja
belum cukup untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi. Ada banyak kekacauan yang
timbul sehingga berbagai program kerja kabinet Djuanda tidak bisa berjalan dengan maksimal.
Kabinet Djuanda ini bisa dibilang merupakan Kbinet yang paling lama memerintah meski di
tengah berbagai kemelut dan tekanan baik dari luar maupun dari dalam kabinet sendiri.

Kabinet Djuanda ini bisa bertahan lama karena Juanda sendiri sudah berpengalaman karena ia
pernah menjadi seorang menteri, selain itu Djuanda juga merupakan sosok yang jujur dan
memiliki banyak ide brilian untuk kemajuan bangsa dan negara. Selain dari Djuanda sendiri,
masing-masing personil di dalam Kabinet juga merupakan orang-orang pilihan yang benar-
benar memiliki keahlian dibidangnya. Bebagai faktor pendukung inlah yang kemudian
membuat Kabinet Djuanda ini bisa bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan Kabinet yang
lain.

2. Program Kerja Kabinet Djuanda


Sudah disinggung di atas bahwa program kerja Kabinet Djuanda bisa dikatakan memiliki
program kerja yang bagus untuk kemajuan dan untuk membangun bangsa. Setelah dilantik
pada 9 April 1957, Kabinet Djuanda yang juga disebut Zaken Kabinet dengan dipimpinoleh
Perdana Menteri Ir. Djuanda memiliki tugas yang sangat berat. Pergolakan di berbagai daerah
masih sering terjadi, perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi,
dan yang tak kalah penting lagi adalah menghadapi keadaan ekonomi yang saat itu sangat tidak
stabil disertai keuangan yang buruk.

Untuk mengatasi berbagai masalah nasional tersebut, Kebinet Kerja Djuanda menyyusun
program kerja yang tertuang dalam 5 pasal Panca Karya. Dari Panca Karya inilah kemudian
Kabinet Djuanda juga sering disebut sebagai Kabinet Karya. Program kerja Kabinet Djuanda
tersebut juga turut serta disusun oleh Presiden Soekarno. Inilah Program Kerja Kabinet
Djuanda yang tertuang dalam Panca Karya :

a. Membentuk Dewan Nasional.


b. Normalisasi keadaan Republik.
c. Melancarkan pelaksanaan membatalkan KMB.
d. Perjuangan Irian Barat.
e. Mempergiat pembangunan.

3. Pelaksanaan Program Kerja Kabinet Djuanda


Segera setelah program kerja Kabinet Djuanda disusun, maka langkah pertama segera
dilakukan. Dan yang pertama dilakukan adalah dengan membentuk Dewan Nasional yang juga
menandai awal mulainya Demokrasi Terpimpin di Indonesia. Setelah program pertama sudah
dikerjakan, kemudian langsung dilanjutkan dengan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya
yaitu normalisasi pada keadaan Republik Indonesia yang saat itu masih sangat tidak stabil.
Normalisasi ini dilakukan dengan menyelesaikan antar pusat maupun antar daerah.
Keadaan semakin bertambah kacau setelah adanya peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Soekarno. Selain peristiwa tersebut, juga marak berbagai gerakan-gerakan yang
bersifat anarki. Ditambah lagi berbagai demonstrasi yang terjadi hampir di seluruh penjuru
Indonesia dan terjadi pengambil alihan milik Belanda. Peristiwa-peristiwa anarki tersebut jelas
sangat mengganggu perekonomian saat itu. Belum lagi masalah Irian Barat yang kemudian
dibawa ke PBB sebagai konsekuensi dari pelaksanaan program kabinet Djuanda.

Untuk menjamin terlaksananya program pembebasan Irian Barat, kemudian pada 10 Februari
1958 sebuah front yang kala itu dinamakn sebagai Front Pembebasan Irian Barat atau disingkat
dengan FNPIB. Namun sangat disayangkan, sampai berakhirnya era Kabinet Karya,
perjuangan pembebasan Irian Barat tidak terlaksana alias gagal. Kekacauan semakin bertambah
parah ketika saat itu beberapa tokoh perwira Angkatan Darat dan beberapa cendikiawan
membentuk Gerakan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia dengan memberikan
ultimatum kepada Kabinet Karya. Gerakan ini kemudian yang menimbulkan berdirinya PPRI
yang berada di Bukit Tinggi yang berada di bawah pimpinan Syafrudin Prawiranegara yang
bergabung dengan Permesta untuk melawan Pemerintah.

Gerakan PPRI Permesta ini kemudian mendapatkan dukungan dari SEATO yang merupakan
tangan kanan Amerika Serikat. Dukungan Amerika Serikat kepada PPRI Permesta ini
kemudian membuat gambaran rakyat Indonesia yang memberikan opini negatif terhadap
negara Adikuasa tersebut. Namun pada akhirnya pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI
Permesta ini berhasil ditumpas oleh TNI dan sekaligus menjadi prestasi yang sangat luar biasa
dari Kebinet Djuanda.

Baca juga : Kabinet Natsir, Sejarah Pembentukan,


Program Kerja Dan Kejatuhannya

4. Keberhasilan Dan Kendala Kabinet Djuanda (Kabinet


Karya)
Keberhasilan yang paling mencolok dari Kabinet Djuanda ini tentu saja adalah berhasil
menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI Permesta. Pemberontakan itu berhasil
diredam oleh TNI. Selain berhasil menumpas pemberontakan, Kabinet Djuanda juga dinilai
berhasil dengan mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang mengatur batas wilayah kepulauan di
Indonesia. Deklarasi tersebut kemudian dikuatkan dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 4 prp. Tahun 1960 tentang perairan Indonesia.

Keberhasilan yang sudah dicapai oleh Kabinet Djuanda bukannya tanpa kendala. Ada beragam
kendala yang menyebabken program kerja Kabinet Djuanda tidak berjalan dengan maksimal.
Kendala yang sering menjadi masalah adalah pada pendanaan. Hal ini dikarenakan pos-pos
pengeluaran yang sangat besar terutama pada biaya untuk menumpas pemberontakan PPRI
Permesta. Selain biaya sangat besar untuk pemberontakan, pendapatan juga berkurang karena
adanya barter dan penyelundupan. Defisit negara yang besar sehingga menimbulkan inflasi
juga menjadi kendala dalam pendanaan. Terakhir adalah bahwa disiplin ekonomi pada
masyarakat masih sangat kurang.
Meski program kerja dari Kabinet Djuanda ini belum semuanya berhasil dijalankan, namun
ada banyak jasa kabinet Djuanda untuk bangsa dan negara. Ada banyak yang sudah
diselesaikan seperti UU Keadaan Bahaya menggantikan SOB, UU wajib militer, Veteran
Pejuang Republik Indonesia (VPRI), UU Perjanjian Perdamaian dan Persetujuan Pampasan
Perang dengan Jepang, UU Penanaman Modal Asing, UU Pembatalan Hak Penambangan, UU
Dewan Perancang Nasional, UU Pembangunan Lima Tahun, UU Perkumpulan Koperasi, UU
Bank Tani dan Nelayan dan masih banyak lagi yang lainnya.

5. Akhir Kekuasaan Kabinet Djuanda


Meski sudah mampu mencapai beberapa keberhasilan, namun pada perjalanannya Kabinet
Djuanda pada akhirnya berakhir juga. Sebenarnya pada saat itu konflik di tingkat pimpinan
pusat sudah bisa lepas dan terhindar dari krisis yang mengarah kepada perpecahan bangsa.
Namun ternyata selepas dari konflik kepentingan di tingkat pusat, masalah yang tak kalah berat
harus dihadapi oleh Kabinet Djuanda, yaitu terjadinya pertentangan ideologi dan politik yang
terjadi di dalam konstituante. Dan tidak main-main, pertentangan dan konflik ini semakin
berbahay karena menjalar ke tingkat tataran masyarakat yang kemudian menambah terjadinya
ketegangan-ketegangan.

Kala itu wakil-wakil rakyat yang bersidang pada 10 November 1956 sampai Januari 1959,
mengalami masalah yang sangat besar terkait dengan hal yang sangat prinsip yaitu ideologi
negara. Konflik ini cukup menyita energi seluruh elemen yang ada di Indonesia, mulai dari
konstituante, pers dan juga masyarakat secara luas. Bahkan pertentangan ini terjadi selama dua
setengah tahun. Kemudian Bung Karno muncul dengan membawa konsepnya yang kemudian
disusul dengan gagasan Demokrasi terpimpin. Namun kemudian masalah belum bisa
diselesaikan karena ada kebingungan dengan cara apa yang akan digunakan untuk
melaksanakan Demokrasi Terpimpin.

Singkat cerita, setelah mempelajari secara sungguh-sungguh dan mendalam, PM Djuanda


kemudian sampai pada kesimpulan bahwa Demokrasi Terpimpin harus dilaksanakan dalam
rangka untuk kembali pada UUD 1945. Ide ini kemudian disetujui oleh Presiden dan kemudian
diajukan kepada Dewan Menteri pada tanggal 19 Februari 1959. Untuk merealisasikan gagasan
yang telah disampaikan tersebut, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada
tanggal 5 Juli 1959. Dengan diumumkannya Dekrit Presiden, maka Indonesia kembali kepada
UUD 1945 sedangkan UUDS sudah tidak berlaku lagi.

Perubahan ini jelas sangat memberikan pengaruh yang signifikan dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Sistem yang selama ini menggunakan Parlementer, diganti dengan sistem
presidensil. Sehingga dengan otomatis ketika menggunakan sistem presidensil, maka Presiden
memiliki peran sebagai kepala Pemerintahan dan sekaligus juga sebagai kepala negara. Dan
tentunya keberadaan Perdana Menteri sudah tidak diperlukan lagi. Maka selanjutnya Djuanda
dan Kebinetnya mengembalikan mandat kepada Presiden sehingga Kabinet Djuanda pun
berakhir.

Baca juga : Sejarah VOC, Pengertian VOC, Hak VOC Dan


Tujuan Dibentuknya VOC (Sebuah Bahasan Lengkap)
6. Keanggotaan Kabinet Djuanda
Di bawah ini adalah anggota dari Kabinet Djuanda yang dinilai telah memberikan sumbangsih
yang besar untuk negara Indonesia. Perhatikan di bawah ini.

No Jabatan Nama Menteri


1 Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja
Wakil Perdana Menteri Hardi
Idham Chalid
J. Leimena
(sejak 29 April 1957)[3]
2 Menteri Luar Negeri Subandrio
3 Menteri Dalam Negeri Sanusi Hardjadinata
4 Menteri Pertahanan Djuanda
5 Menteri Kehakiman GA Maengkom
6 Menteri Penerangan Soedibjo
7 Menteri Keuangan Sutikno Slamet
8 Menteri Pertanian Sadjarwo
9 Menteri Perdagangan Prof. Drs. Soenardjo
(sampai dengan 25 Juni 1958)[4]
Rachmat Muljomiseno
(sejak 25 Juni 1958)
10 Menteri Perindustrian FJ Inkiriwang
11 Menteri Perhubungan Sukardan
12 Menteri Pelayaran Mohammad Nazir
13 Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Pangeran Mohammad Nur
14 Menteri Perburuhan Samjono
15 Menteri Sosial J. Leimena
(sampai dengan 24 Mei 1957)[5]
Muljadi Djojomartono
(sejak 25 Mei 1957)
16 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prijono
17 Menteri Agama Muhammad Ilyas
18 Menteri Kesehatan Azis Saleh
19 Menteri Agraria R. Sunarjo
20 Menteri Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat untuk A.M. Hanafi
Pembangunan[6] (sampai dengan 25 Juni 1958)[7]
21 Menteri Negara Urusan Veteran Chaerul Saleh
22 Menteri Negara Urusan Hubungan Antar Daerah[6] F.L. Tobing
(sampai dengan 25 Juni 1958)[8]
23 Menteri Negara[9] Suprajogi
(Urusan Stabilitasi
Ekonomi)
(sejak 25 Juni 1958)
Muhammad Wahib Wahab
(Urusan Kerjasama Sipil-
Militer)
(sejak 25 Juni 1958)
Dr. F.L. Tobing
(Urusan Transmigrasi)
(sejak 25 Juni 1958)
A.M. Hanafi
(sejak 25 Juni 1958)
Prof. Mr. H. Moh. Yamin
(sejak 25 Juni 1958)

Anda mungkin juga menyukai