Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali ke Negara
kesatuan, konstitusi yang dipakai adalah UUDS 1950. Dengan
UUDS 1950 sistem pemerintahan berubah dari presidensil menjadi
parlementer. Dengan demikian sejak tahun 1950 Indonesia
memasuki era demokrasi parlementer atau liberal. Demokrasi
Liberal lahir dari rangkaian kekecewaan empat tahun setelah
proklamasi, berdasarkan keputusan Ronde Tofel Conferentie alias
Konferensi Meja Bundar di Den Haag, negeri Belanda. Republik
Indonesia

diharuskan

menambahkan

kata

Serikat

pada

namanya.
Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi
yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara
1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya
maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat
tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa
demokrasi liberal atau parlementer yang meniru sistem Eropa
Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Pemerintahan
Republik Indonesia dijalankan oleh suatu dewan mentri dan
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Sistem politik pada
1

masa demokrasi liberal telah mendorong lahirnya partai-partai


politik, karena menganut sistem multi partai.
Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya
parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI &
Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Dalam kurun waktu 9
tahun terjadi 7 kali pergantian kabinet. Karena masing-masing
partai bersaing memperebutkan pimpinan pemerintahan. Hai itu
menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, dan keamanan. Kabinet-kabinet yang berkuasa adalah
kabinet Natsir, Sukiman, Wilopo, Ali Sastroamidjoyo I, Burhanudin
Harahap, Ali Sastroamidjoyo II, dan Juanda.

B.

Rumusan Masalah
Pada makalah ini rumusan masalah yang akan dibahas yaitu
sebagai berikut :
1.
2.
3.

Bagaimana proses terbentuknya Kabinet Wilopo ?


Apa sajakah partai-partai pendukung Kabinet wilopo ?
Faktorfaktor apa saja yang menyebabkan Kabinet Wilopo

jatuh ?

C.

Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui terbentuknya Kabinet Wilopo.
2.
Untuk mengetahui partaipartai pendukung

Kabinet

Wilopo.
3.
Untuk mengetahui faktorfaktor jatuhnya Kabinet Wilopo.

BAB II
KABINET WILOPO DI ERA DEMOKRASI PARLEMENTER

A.

Proses Terbentuknya Kabinet Wilopo


Setelah dimisionernya kabinet Soekiman dari jabatannya
kembali Republik Indonesia dihadapkan pada permasalah yang
sama, yakni kekosongan pemerintahan. Selama tiga puluh lima
hari Indonesia mengalami krisis kabinet. Baru lima hari setelah
pengunduran kabinet diterima Presiden memulai babak baru
untuk melakukan hearing dengan para pimpinan partai-partai.
Presiden hanya memanggil perwakilan dari pihak-pihak yang telah
duduk di kursi kabinet Soekiman (Herbert Feith, 2009: 85). Dalam
proses hearing tersebut disampaikan keinginan para pemimpin
partai untuk membentuk kabinet baru yang kuat. Terdapat
beberapa peristiwa yang terjadi sebelum Wilopo terpilih sebagai
Perdana Menteri dalam kabinetnya, diantaranya :
1. Pembentukan Kabinet oleh Prawoto Mangkusasmito dan Sidik
Djojosukarto Proses hearing yang dilakukan di istana merdeka
yang telah dimulai sejak tanggal 28 Februari sampai 1 Maret
1952 telah membawa hasil. Pada tanggal 1 Maret pagi Preiden
Soekarno Menunjuk Prawoto Mangkusasmito dari Masyumi dan
3

Sidik Djojosukarto dari PNI sebagai formatur kabinet yang baru


(P. N. H. Simanjuntak, 2007 : 125). Dari kedua partai ini
menyatakan bahwa keduanya telah siap dalam menghadapi
pembentukan kabinet yang baru. Hal ini dapat dilihat dari
persiapan yang matang yang dilakukan kedua partai. Masyumi
telah menyusun program pemerintahan yang prinsipnya telah
dikemukakan Natsir kepada Presiden pada saat proses hearing.
Sedangkan

juru

bicara

PNI

sehari

sebelumnya

telah

menerangkan bahwa PNI sudah siap menghadapi pembentukan


kabinet baik program, pencalonan menteri, maupun penunjukan
formatur (Merdeka, Sabtu 1 Maret 1952). Dalam menjalankan
tugas untuk membentuk kabinet baru yang kuat, presiden tidak
memberi batasan waktu kepada kedua formatur, akan tetapi
diharapkan agar selekas mungkin mengajukan daftar menterimenteri baru (Merdeka, Senin 3 Maret 1952). Kedua formatur
mulai

melakukan

kesepakatan

perundinganperundingan

dalam

dua

partai

tersebut.

guna
Hari

mencapai
keempat

pembentukan kabinet, telah tercapai kemajuan yang pesat.


Antara kedua formatur telah selesai mengadakan formulering
program kabinet. Rencananya Eabu malam, 5 Maret 1952
formatur akan mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil
partai mulai dari PIR, Partai Katolik, Partai Buruh dan PSI. Dalam
perundingan malam itu partai-partai menyetujui program kerja
4

yang diajukan oleh kedua formatur, Parindra memberi saran


agar program kabinet harus mengutamakan hal-hal sebagai
berikut: (Merdeka, 5-6 Maret 1952),
1) Menyelenggarakan keamanan dalam jangka pendek.
2) Menyelenggarakan kemakmuran rakyat yang riel dan efektif
dalam jangka pendek.
3) Pemilu selekasnya
4) Menyederhanakan pemerintahan pusat, menyelenggarakan
pemerintah daerah dan mengisi otonomi.
5) Menyelenggarakan perundang-undangan perburuhan yang
baik.
6) Memasukan Irian Barat.
7) Mengganti Uni Statue dengan perjanjian biasa.
8) Politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Setelah dilakukan perundingan-perundingan mengenai program
kerja giliran dalam kini kedua formatur dihadapkan dalam
permasalahan

personalia.

Dalam

tubuh

masyumi

sendiri

terdapat perbedaan pandangan tentang siapa yang akan


dicalonkan sebagai perdana menteri. Nahdlatul Ulama (NU)
yang juga bagian dari Masyumi, telah mengadakan kongres
yang juga dihadiri enam organisasi islam di Surabaya guna
menetukan siapa yang dicalonkan menjadi Perdana Menteri.
Dalam
Perdana

kongres
Menteri

tersebut

telah

ditetapkan

bahwa

harus

tetap

dipegang

oleh

jabatan

Soekiman

Wirjosenjojo. Selain menuntut kursi Perdana Menteri NU juga


menghendaki kursi Menteri urusan agama dipegang oleh orangorang yang disetujuinya. Apabila tuntutan tersebutkan tidak
5

terpenuhi maka NU akan melepaskan diri dari Masyumi, atau


setidaknya NU akan bersikap pasif dalam pembentukan kabinet
baru (Merdeka, 10 Maret 1952). Konflik dalam tubuh Masyumi
ini

membuat

Partai

koalisinya

yakni

PNI

mulai

enggan

melanjutkan usahanya. PNI tidak menyetuju tuntutan tersebut.


Apabila tuntutan Masyumi tidak dicabut sudah dipastikan
bahwa usaha kedua formatur akan menemukan kegagalan.
Permasalahan mengenai personalia dalam tubuh kedua partai
ini nampaknya menemui jalan buntu. Akhirnya Selasa, 18 Maret
1952, pukul 20.15 Prawoto dan Sidik terpaksa mengembalikan
mandatnya kepada Presiden karena pembentukan kabinet baru
mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Kedua formatur
sehari sebelumnya telah saling bertukar nota. Dalam nota
Prawoto

Mangkusasmito

dijelaskan

bahwa

untuk

kabinet

selanjutnya kementrian luar negeri harusnya dipegang oleh PNI


mengingat jatuhnya kabinet Soekiman dikarenakan persetujuan
MSA dimana kementrian luar negeri dipegang oleh Masyumi.
Dalam nota Prawoto maupun Sidik juga ditegaskan untuk
membentuk kabinet baru yang kuat, mendapat dukungan yang
besar dari parlemen dan rakyat. Menurut PNI kursi perdana
menteri dan menteri luar negeri harusnya tidak ditangan satu
partai (Merdeka, 10 Maret 1952). Kegagalan kabinet yang
dibentuk hampir tiga mingu ini terletak pada perbedaan
6

interpretasi terhadap penempatan personalia atau formasi


dalam tubuh kabinet. Selain itu menurut Sidik usaha-usaha
membentuk kabinet ini terhalang oleh usul Prawoto yang
menunjuk calon menteri Masyumi hanya dari kalangan Natsir.
Sidik lebih suka bila semua kelompok dalam Masyumi mewakili
(Merdeka,

20

Maret

1952).

Prawoto

berpendapat

bahwa

kegagalan formatur disebabkan oleh perbedaan antar keduanya


mengenai personalia dan komposisi kabinet (Deliar Noer, 1987 :
223)
2. Pembentukan Kabinet oleh Wilopo Di hari yang sama, setelah
membebaskan

Prawoto

dan

Sidik

dari

tugasnya

sebagai

formatur 19 Maret pagi, Presiden Soekarno menunjuk Wilopo


dari PNI sebagai formatur untuk membentuk kabinet yang baru
(Herbert Feith, 2009: 87). Keputusan ini disahkan cera resmi
sesuai keputusan presiden no. 71 tahun 1952 (ANRI, 1962).
Sebelum menunjuk Wilopo Presiden telah berunding dengan Mr.
Tambunan, ketua parlemen (Merdeka, 20 Maret 1952) dan
parlemen menyatakan mendukung keputusan tersebut. Dalam
kabinet Soekiman, Wilopo yang menduduki kursi menteri
perekonomian telah berperan aktif dalam menjaga stabilitas
ekonomi Indonesia pada saat itu, terutama ketika terjadi Krisis
Beras, Wilopo mengeluarkan kebijakan yang bernama Injeksi
Beras.
7

Formatur Wilopo, dalam usahanya membentuk kabinet baru


telah banyak dipermudah, karena sebelumnya antara PNI dan
Masyumi telah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok.
Wilopo dianggap sebagai orang yang tepat dalam memimpin
pemerintahan (Wilopi 70 tahun, 1979 :113). Disamping itu
mengenai program kerja, Wilopo sepakat dengan program kerja
yang telah disusun Prawoto dan Sidik sehingga ia tinggal
melanjutkannya. Dukungan terhadap Wilopo dalam melaksanakan
tugasnya tidak hanya datang dari PNI, partai asalnya. Masyumi
menyatakan mendukung Wilopo sebagai formatur kabinet yang
baru.

Sedangkan

perkembangan

Masyumi

sebelum

aliran

Soekiman

menyatakan

akan

melihat

dukungannya

kepada

Formatur. Meskipun demikian Masyumi aliran ini akan tetap


memberikan

orang-orangnya

apabila

diminta

oleh

formatur

meskipun aliran ini masih menuntut beberapa posisi dalam


kabinet walaupun tuntutan ini tidak bersifat mutlak. Dukungan
besar yang datang dari Masyumi dilatar belakangi sikap netral
Wilopo, meskipun ia berasal dari PNI namun Wilopo juga
senantiasa merangkul dan menjaga kedekatan dengan pemimpin
partai Masyumi. Berbeda dengan Partai Masyumi, Partai Buruh dan
Parindra akan melihat perkembangan pekerjan Wilopo terlebih
dahulu sebelum menyatakan dukungannya. Demikian Pula dengan
PSI yang belum menentukan sikapnya (Merdeka. 20-21 Maret
8

1952). Dengan banyaknya dukungan dari beberapa partai Wilopo


dapat dengan mudah menentukan penempatan personalia dalam
kabinet. Ketika sebelumnya PSI sempat meragukan tindakan
Wilopo

dalam

menentukan

Personalia

terutama

ketika

memutuskan siapa saja orang masyumi yang akan duduk dalam


kabinet. Mengingat keretakan yang terjadi dalam tubuh Masyumi
akhirnya Wilopo menyerahkan wewenang pada Masyumi untuk
menentukan calon-calonnya sendiri (Merdeka. 22 Maret 1952).
Kebijakan yang diambil Wilopo ini membuat kalangan politisi
menyatakan bahwa Wilopo dapat diterima oleh segenap partai.
Sukses

mengatasi

permasalahan

dari

partai

Masyumi,

kini

keikutsertaan PIR dan Demokrat membawa hambatan baru bagi


formatur Wilopo. Hal ini dikarenakan kedua fraksi ini mengajukan
tuntutan mutlak terhadap beberapa kursi penting dalam cabinet
(Merdeka. 22 Maret 1952). Selain itu komposisi dan personalia
menjadi tugas rumah yang harus diselesaikan oleh formatur,
namun soal ini dapat dipecahkan dengan adanya bantuan dari
partai yang bersangkutan. Pada 27 Maret 1952 gabungan fraksi
PIR dan Demokrat telah menyampaikan notanya kepada formatur
kabinet. Nota tersebut berisi tentang penjelasan bahwa partainya
telah menyampaikan bahwa PIR Demokrat tidak ikut bergabung
dalam kabinet baru. Meskipun demikian bukan berarti PIR
Demokrat akan menempatkan dirinya pada golongan oposisi.
9

Sebaliknya kedua fraksi ini siap membantu tiap-tiap tindakan


pemerintah

(Merdeka.

27

Maret

1952).

Meskipun

demikian

formatur Wilopo masih sangat berharap bahwa kedua fraksi


tersebut mau bergabung dalam parlemen, maka ia terus berusaha
menjelaskan pada kedua fraksi meskipun usahanya mengalami
kegagalan.

Ketidak

ikutsertaan

P.I.R

dan

Demokrat

tidak

menguarangi suara pendukung lahirnya kabinet Wilopo ini.


Dukungan lebih luas didapat dari ikutnya PSI (Partai Sosialis
Indonesia) dan PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) dalam
pemerintahan (Wilopo, 1976: 28). Selain itu kondisi politik
semakin membaik dengan banyaknya dukungan partai-partai
pada kabinet Wilopo hal ini ditunjukan dengan PKI yang sejak
jatuhnya kabinet Amir Syarifudin terus menurus dalam oposisi,
mendukung kabinet Wilopo maka Badan Permusyawaratan Partaipartai jadi kehilangan artinya dan sejak saat itu berhenti
melakukan kegiatan-kegiatannya (Soebagijo I. N, 1982: 79).
Dengan adanya hubungan-hubungan politik baru ini, otomatis
berakhirlah

aksi-aksi

pemogokan

yang

terjadi

pada

masa

pemerintahan Kabinet Soekiman. Pada 30 Maret 1952 formatur


Wilopo pada pukul 12.30 telah menyerahkan susunan kabinet
kepada Presiden (Merdeka, 31 Maret 1952). Menanggapi hal
tersebut Presiden menerangkan bahwa susunan tersebut akan
dipertimbangkan terlebih dahulu sambil menunggu Wakil Presiden
10

Moh. Hatta yang pada saat itu masih berada di luar kota. Hal ini
menimbulkan Protes dari Wakil Ketua I DPR Mr. A. M. Tambunan,
karena

dianggap

inkonstitutional

dan

belum

pernah

terjadi

sebelumnya (Wilopo 70 Tahun, 1979 : 113). Disisi lain Jusuf


Wibisono dan Sayuti Melik mendukung tindakan Presiden tersebut.
Hal ini dikarenakan melihat NU yang posisinya menjadi ambigu
pasca keluar dari Masyumi, selain itu adanya kebingungan PNI
dalam menentukan posisi siapa yang akan duduk sebagai menteri
luar negeri (Herbert Feith. 2009 : 93). Terlepas dari semua itu
setelah semua masalah dirundingkan dan dibicarakan akhirnya
kabinet baru resmi dibentuk. Kamis, 3 April 1952, Presiden
melantik Kabinet Wilopo secara resmi (Merdeka, 4 April 1952).
Dengan dilantiknya kabinet yang baru menandai berakhirnya
masa kekosongan pemerintahan yang telah berlangsung selama
40

hari.

Setelah

proses

pelantikan

kabinet

baru

langsung

dilakukan upacara timbang terima pemerintahan dari kabinet


sebelumnya, yaitu Kabinet Soekiman kepada Kabinet Wilopo pada
pukul 13.00 sampai pukul 13.15 (ANRI, 1952). Dalam upacara
tersebut dihadiri seluruh menteri dari Kabinet Soekiman yang
telah demisioner, seluruh menteri dari Kabinet Wilopo, Presiden
dan Wakil presiden. Proses verbal dan Proses timbang terima
antara masing-masing menteri antara menteri pada kabinet yang
telah dimisioner dan menterimenteri baru berlangsung pada
11

tangal 5 April 1952 (ANRI, 1964). Hal ini dilakukan untuk


membulatkan program kerja dan menyelesaikan permasalahanpermasalah yang masih mengganjal dalam tubuh parlemen
terutama mengenai personalia dalam tubuh kabinet.
B.

Susunan Kabinet Wilopo


Wilopo sebagai formatur dalam melaksanakan tugasnya
untuk membentuk kabinet baru yang kuat setelah jatuhnya
Kabinet

Soekiman

telah

melakukan

usaha

yang

maksimal.

Akhirnya pada tanggal 30 April 1952 pukul 12.30 WIB Wilopo


mendatangi Presiden dan menyampaikan daftar susunan kabinet
yang telah selesai disusunnya. Rencanya dalam kabinet baru ini
akan ada enam belas kementerian, susunannya sebagai berikut:
(Merdeka, 31 Maret 1952)
1. Perdana Menteri : Mr. Wilopo (PNI)
2. Wakil Perdana Menteri : Prawoto Mangkusasmito (Masyumi)
3. Menteri Luar Negeri : Mukarto (PNI)
4. Menteri Dalam Negeri : Mr. Moh. Roem (Masyumi)
5. Menteri Perekonomian : Mr. Sumanang (PNI)
6. Menteri Pertahanan : Sultan Hamengkubuwono (tak berpartai)
7. Menteri Keuangan : Dr. Sumitro (PSI)
8. Menteri Kehakiman : Mr. Lukman Wirjadinata (PSI)
9. Menteri Pertanian : Sardjan (Masyumi )
10. Menteri Kesehatan : Dr. J. Leimena (Parkindo)
11. Menteri Urusan Pegawai : Raden Pandji Suroso (Parindra)
12. Menteri Pekerjaan Umum : Ir. Suwarto (Partai Khatolik)
13. Menteri Perhubungan : Ir. Djuanda (tak berpartai)
14. Menteri Pendidikan, Pengajaran dan kebudayaan : Dr. Bahder
Djohan (tak berpartai)
15. Menteri Penerangan : Arnold Monomutu (PNI)
16. Menteri Agama : Fakih Usman (Masyumi)
17. Menteri Perburuhan : Iskandar Tedjakusuma (Partai Buruh)
18. Menteri Sosial : Anwar Tjokroaminoto (PSII)

12

Susunan yang diajukan formatur Wilopo ini tidak langsung


diterima oleh Presiden. Pada 1 April 1952 pukul 19.30 Presiden
Soekarno mengumumkan susunan Kabinet Wilopo, setelah dua
hari lamanya mempertimbangkan daftar susunan yang telah
diadjukan

oleh

formatur

(Merdeka.

April

1952).

Dalam

pertimbangan tersebut diputuskan untuk merubah sedikit susunan


kabinet, yaitu Menteri Luar Negeri tidak dipegang oleh Mukarto
Notowidigdo. Wilopo sendiri yang akan mendudukikursi sebagai
menteri luar negeri ad interim, disamping ia duduk sebagai
perdana menteri (Merdeka, 2 April 1952). Hal ini dianggap baik
untuk kepentingan negara. Kebijakan ini masih terus menjalani
proses perundingan antara Perdana Menteri Wilopo dan Presiden
Soekarno. Mengingat apabila Wilopo yang duduk pula sebagai
menteri Luar Negeri, maka akan banyak persoalan pula yang
muncul. Pada 3 April 1952, Mangunsarkoro juru bicara PNI
menerangkan

bahwa

semalam

sebelumnya

telah

terjadi

perundingan antara Perdana Menteri dan Presiden. Akhirnya


Presiden menyetujui diangkatnya Mukarto sebagai Menteri Luar
Negeri (Merdeka, 3 April 1952). Duduknya Mukarto dalam kabinet
merupakan elemen penting dalam susunan kabinet. Akhirnya
susunan kabinet Wilopo kembali seperti draft susunan yang
diajukan pada Presiden awalnya. Kabinet Wilopo resmi dilantik
pada 3 April 1952 dengan susunan PNI dan Masyumi masing13

masing empat orang, PSI dua orang, PKRI, Parkindo, Parindra,


Partai Buruh dan PSII, masing-masing satu orang dan tiga orang
tak berpartai lainnya (Wilopo 70 tahun, 1979 : 113). Wilopo sendiri
masih menjadi Perdana Menteri merangakap Menteri Luar Negeri
ad Interin sejak 3 April 1952 sampai 29 April 1952. Hal ini
tercantum dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia no. 99
Tahun 1952 (ANRI, 1952).

C.

Program Kabinet Wilopo


Dalam melaksanakan pemerintahannya, program Kabinet
Wilopo tidak banyak berbeda dengan Kabinet sebelumnya,
setidaknya ada enam program Kabinet Wilopo, yaitu :
1.
Organisasi Negara
a. Melaksanakan pemilihan umum untuk

konstituante dan

Dewan -dewan Daerah (konstituante, DPR, dan DPRD).


Program untuk menyelenggarakan pemilu ini merupakan
program yang diutamakan dalam kabinet Wilopo.
b. Menyelesaikan penyelenggaraan dan mengisi

otonomi

daerah.
c. Menyederhanakan organisasi pemerintah pusat.
2.
Kemakmuran
a. Memajukan tingkat penghidupan rakyat dan mempertinggi
produksi nasional, terutama bahan makanan rakyat, dan
b. Melanjutkan usaha perubahan agraria
3.
Keamanan

14

Menjalankan
keamanan

segala

dengan

sesuatu

untuk

kebijaksanaan

mengatasi

sebagai

masalah

negara

hukum,

menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara, dan


mengembangkan

tenaga

masyarakat

untuk

menjamin

keamanan dan ketentraman.

4.

Perburuhan

Memperlengkap

perundang-undangan

perburuhan

untuk

meningkatkan derajat kaum buruh guna menjamin proses


produksi nasional.
5.

Pendidikan dan Pengajaran


Mempercepat

usaha-usaha

perbaikan

untuk

pembaharuan

pendidikan dan pengajaran.


6.
Luar Negeri
a. Mengisi politik luar negeri yang bebas dan aktif yang sesuai
dengan kewajiban kita dalam kekeluargaan bangsa-bangsa
dan dengan kepentingan nasional menuju perdamaian dunia.
b. Menyelesaikan penyelenggaraan perhubungan Indonesia
Belanda

atas

berdasarkan

dasar

Unie-statuut

perjanjian

menjadi

internasional

hubungan

biasa

dan

menghilangkan hasil-hasil Konferensi Meja Bundar yang


merugikan rakyat dan Negara.

15

c. Meneruskan perjuangan memasukkan Irian Barat ke dalam


wilayah Indonesia secepatnya.

D.

Partai- partai Pendukung Kabinet Wilopo


Kabinet

Wilopo

mendapat

dukungan

koalisi

dari

PNI,

Masyumi dan PSI. Akan tetapi, kedua partai itu (PNI dan Masyumi)
sejak

permulaannya

memang

merupakan

mitra

yang

tidak

bersemangat untuk bekerja sama. Berlangsung penyusunan


kembali kekuatan-kekuatan politik secara besar besaran. PNI
semakin mencurigai motivasi motivasi keagamaan dari beberapa
pemimpin

Masyumi

dan

mencari

sekutu-sekutu

untuk

membantunya menunda pemilihan umum, karena merasa takut


bahwa Masyumi mungkin akan meraih kemenangan yang sangat
besar. PKI dengan strategi front persatuan nasionalnya, bersedia
menawarkan bantuannya kepada PNI dan tidak mencela kabinet
seperti yang dilakukannya terhadap kabinet sebelumnya. Semua
orang yang ditangkap dalam operasi pembersihan anti komunis
pada tahun 1951 kini dibebaskan. PKI maupun PNI merupakan
partai-partai yang dukungan utamanya berasal dari kalangan
orang-orang Jawa abangan, aliansi kedua partai itu mungkin
merupakan aliansi yang wajar walaupun juga mengandung benihbenih persaingan.

16

Hatta dan Sjahrir, yang pada tahun 1931 telah dikeluarkan


dari Perhimpunan Indonesia oleh kaum komunis, menganggap PKI
sebagai suatu ancaman yang muncul kembali. Oleh karena itu
para pengikut dan pengagum mereka dalam Masyumi dan PSI
menjadi semakin benar-benar anti PKI dan kedua partai itu
semakin erat hubungannya. Partai partai tersebut dipersatukan
pula oleh persamaan keduanya yang memiliki kaum intelektual
Sumatera yang berpendidikan Belanda sebagai pemimpin
pemimpin nasional.
Partai

Sosialis

Indonesia

(PSI)

didukung

oleh

kaum

intelektual Jakarta tetapi hanya mendapat sedikit dukungan umum


dikota-kota lainnya. PSI berpengaruh di kalangan pejabat tinggi
pemerintahan dan mempunyai pendukung di kalangan tentara
pusat. Sedangkan Masyumi mewakili kepentingan-kepentingan
politik Islam. Basis politik Masyumi terdiri atas kaum muslim yang
taat, termasuk sebagian besar kaum borjuis pribumi, para kyai
dan ulama, serta kaum gerilya Hizbullah dan Sabilillah yang
didemobilisasikan.
Basis utama Partai Nasional Indonesia (PNI) ialah didalam
birokrasi dan kalangan para pegawai kantor. Di daerah pedesaan
Jawa partai ini memiliki daya tarik yang sangat besar bagi
masyarakat

muslim

nominal

(abangan).

Demikian

pula

PNI

mendapat banyak dukungan di daerah-daerah Kristen di luar Jawa


17

dan di Bali yang menganut agama Hindu, dimana juga terdapat


perasaan-perasaan anti Islam.
Pada mulanya basis PKI terutama adalah kaum buruh
perkotaan dan perusahaan pertanian yang diorganisasikan melalui
federasi

serikat

SOBSI

(Sentral

Organisasi

Buruh

Seluruh

Indonesia), yang sepenuhnya dikendalikan oleh PKI. Kemudian


partai ini melebarkan sayap ke sektor-sektor kemasyarakatan
lainnya, termasuk kaum tani, yang menjadikannya kehilangan
banyak sifat proletarnya.
Motivasi partai-partai mendukung pemerintahan yaitu agar
mereka duduk di dalam parlemen dengan praktik politik dagang
sapi yang hanya menguntungkan segelintir elite politik. Hal ini
berkaitan dengan koalisi dari dua atau lebih partai politik untuk
membentuk

kabinet

(pemerintahan),

dimana

masing-masing

partai berada dalam keadaan memberikan penawaran untuk


menempatkan orang-orangnya guna mengisi pos-pos kementrian
tertentu, dengan demikian praktik politik dagang sapi lebih
berorientasi pada kekuasaan dan kepentingan sebuah partai
politik, ketimbang kepentingan rakyat banyak.

E.

Faktor - faktor yang Menyebabkan Kabinet Wilopo Jatuh


Beberapa hal yang perlu dicatat adalah pada masa kabinet
Wilopo,

terjadi

peningkatan
18

hasil

tambang

minyak

yang

menguntungkan sehingga bisa mengimbangi kemerosotan ekspor


hasil bumi, meluasnya korupsi dan kemewahan pun dibatasi.
Namun,

dalam

menjalankan

tugasnya,

muncul

beberapa

hambatan yang harus dihadapi pada masa kabinet Wilopo antara


lain :
1. Masalah ekonomi yaitu adanya kondisi krisis ekonomi yang
disebabkan
Indonesia

karena

jatuhnya

sementara

Penerimaan

negara

harga

kebutuhan
menjadi

barang-barang

impor

menurun.

terus

ekspor

meningkat.

Dengan

keadaan

ekonomi yang semikin sulit dan upaya pembentukan militer


yang memenuhi standar profesional, maka anggota militer yang
tidak

memenuhi

syarat

(berpendidikan

rendah)

perlu

dikembalikan kepada masyarakat. Hal ini tentu menimbulkan


protes dikalangan militer. Kalangan yang terdesak dipimpin oleh
Kolonel

Bambang

Sugeng

menghadap

presiden

dan

mengajukan petisi penggantian KSAD Kolonel A.H. Nasution. Hal


ini menimbulkan kericuhan dikalangan militer dan menjurus
kearah kericuhan.
2. Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang
berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunan hasil
panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport
beras.
3. Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang
mengancam

keutuhan

bangsa yang
19

harus

segera

diselesaikan. Di beberapa tempat, terutama di Sumatera dan


Sulawesi

timbul

rasa

tidak

puas

terhadap

pemerintahan

pusat. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat


alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang. Daerah
merasa bahwa sumbangan yang mereka berikan kepada pusat
hasil ekspor lebih besar dari pada yang dikembalikanke daerah.
4. Munculnya
sentimen kedaerahan
akibat ketidakpuasan
terhadap pemerintahan. Mereka juga menuntut diperluasanya
hak otonomi daerah. Timbul pula perkumpulanperkumpulan
yang berlandaskan semangat kedaerahan seperi, paguyuban
Daya Sunda di Bandung dan Gerakan Pemuda federal Republik
Indonesia di Makassar. Keadaan ini sudah tentu membahayakan
bagi kehidupan negara kesatuan.
5. Reorganisasi (profesionalisasi tentara) : menimbulkan kericuhan
di kalangan militer yang menjurus ke arah perpecahan. Terjadi
Peristiwa 17 Oktober 1952 yaitu adanya konflik ditubuh
angkatan darat (tentara) dan politisi sipil (DPR) yang diawali
dari upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat
sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai
politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya.
Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam
TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H
Nasution

yang

ditentang

oleh

Kolonel

Bambang

Sugeng

sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD


20

kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan


parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen.
Konflik

semakin

diperparah

menjelekkan

kebijakan

memulihkan

keamanan

menyebabkan

dengan

Kolonel
di

muncul

adanya

Gatot

Sulawesi

Subroto

Selatan.

demonstrasi

di

surat

yang
dalam

Keadaan

berbagai

ini

daerah

menuntut dibubarkannya parlemen. Peristiwa 17 Oktober 1952


adalah peristiwa demonstrasi rakyat terhadap presiden yang
menuntut untuk pembubaran parlemen serta meminta presiden
memimpin langsung pemerintahan sampai diselenggarakannya
pemilu. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution juga
menghadap

presiden

dan

menyarankan

agar

parlemen

dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak dengan alasan bahwa


presiden tidak mau menjadi dikatator, tetepi khawatir juga
apabila tuntutan tentara dipenuhi presiden akan ditunggangi
7.

mereka.
Dalam perkembangan selanjutnya muncul golongan yang anti
peristiwa 17 Oktober 1952 dari Angkatan Darat sendiri. Menteri
Pertahanan, Sekertaris Jendral Ali Budihardjo dan sejumlah
perwira yang merasa bertanggung jawab atas peristiwa 17
Oktober 1952 diantaranya KSAP T.B. Simatupang dan KSAD A.H.
Nasution

mengundurkan

Nasution

kemudian

diri

dari

digantikan

21

jabatannya.

oleh

Kedudukan

Bambang

Sugeng.

Walaupun peristiwa 17 Oktobert 1952 tidak menyebabkan


jatuhnya kabinet Wilopo, tetapi peristiwa ini mengakibatkan
menurunnya kepercayaan masyarakat terahadap pemerintah.
6. Munculnya Peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Perkebunan tersebut
adalah perkebunan milik orang asing, yaitu perkebunan kelapa
sawit, teh, dan tembakau. Sesuai dengan perjanjian KMB
pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke
Indonesia
8.

dan

mengembalikan

lahan

perkebunan

mereka

kembali serta memiliki tanah-tanah perkebunan.


Pemerintah menyetujui tuntutan dari pengusaha asing ini
dengan alasan akan menghasilkan devisa dan akan menarik
modal asing lainnya msuk ke Indonesia. Tanah perkebunan di
Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang
telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap
miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi
kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang
dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para
petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Para
petanipun melakukan protes kepada polisi dan disambut oleh
tembakan polisi sehingga jatuh korban dikalangan rakyat.

F.

Berakhirnya Kekuasaan Kabinet Wilopo

22

Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak


percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo.
Peristwa Tanjung Morawa ini dijadikan sarana oleh kelompok yang
antikabinet dan pihak oposisi lainnya untuk mencela pemerintah.
Akibatnya Kabinet wilopo mengembalikan mandatnya kepada
presiden pada tanggal 2 Juni 1953 tanpa menunggu mosi itu
diterima oleh parlemen.

BAB III
PENUTUP
A.

Simpulan

23

Dari hasil uraian yang telah dikemukakan diatas, maka


dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan
Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi)
menjadi formatur, yang diminta oleh Presiden Soekarno kepada
formatur ialah sebuah kabinet yang kuat dan mendapat
dukungan cukup dari parlemen. Usaha kedua formatur untuk
membentuk kabinet yang kuat menemui kagagalan. Pada
tanggal 19 kedua formatur itu mengembalikan mandatnya dan
Presiden Soekarno menunjuk Mr. Wilopo (PNI) sebagai formatur
baru.
2. Program kerja kabint Wilopo : Mempersiapkan pemilihan umum,
Berusaha mengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan RI,
Meningkatkan

keamanan

dan

kesejahteraan,

Memperbarui

bidang pendidikan dan pengajaran, Melaksanakan politik luar


negeri bebas aktif.
3. Kabinet Wilopo mendapat dukungan koalisi dari PNI, Masyumi
dan PSI. Partai Sosialis Indonesia (PSI) didukung oleh kaum
intelektual Jakarta. PSI berpengaruh di kalangan pejabat tinggi
pemerintahan dan mempunyai pendukung di kalangan tentara
pusat. Sedangkan Masyumi mewakili kepentingan-kepentingan
politik Islam. Basis politik Masyumi terdiri atas kaum muslim
yang taat, termasuk sebagian besar kaum borjuis pribumi, para
kyai dan ulama. Basis utama Partai Nasional Indonesia (PNI)
24

ialah didalam birokrasi dan kalangan para pegawai kantor. Di


daerah pedesaan Jawa partai ini memiliki daya tarik yang
sangat besar bagi masyarakat muslim nominal (abangan).
4. Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya
dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Peristiwa ini
dijadikan sarana oleh kelompok yang anti kabinet dan pihak
oposisi lainnya untuk mencela pemerintah. Akibatnya Kabinet
wilopo mengembalikan mandatnya kepada presiden pada
tanggal 2 Juni 1953 tanpa menunggu mosi itu diterima oleh
parlemen.

B.

Saran
1. Sebaiknya program-program yang dilaksanakan oleh Kabinet
Wilopo dijalankan sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia
dan untuk tetap menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia.
Hal ini dapat dijadikan pelajaran untuk kita dimasa sekarang
agar kejadian demikian tidak terjadi lagi pada pemerintahan
yang sekarang.
2. Hendaknya di dalam kabinet antar anggota parlemen yang
berbeda partai tidak saling menjatuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

25

ANRI. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 71 Tahun 1952.


ANRI. Upacara Timbang Terima Pemerintahan dari Kabinet Sukiman
kepada Kabinet Wilopo pada Tanggal 3 April 1952.
ANRI. Timbang Terima Perdana Menteri Dr. Sukiman Wirjosandjojo
Perdana Menteri Mr. Wilopo.
Deliar Noer. 1987. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta :
PT. Pustaka Utama Grafity.
Herbert Feith. 2009. The Wilopo Cabinet 1952-1953 : A Turning Point
in Post Revolutionary Indonesia. New York: Cornel University
Press.
Lapian.A.B. dkk. 1996. Terminologi Sejarah 1945-1950 & 1950
1959. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
P.N.H Simanjuntak, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
PT.Grasindo.
Posponegoro, MD. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai
Pustaka.
Ricklefs, MC. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta : Grafiti.
Soebagijo I. N. Wilopo Negarawan yang Jatmika dan Bersahaja.
Prisma. No. 4 April 1982. Tahun XI.
Suwarno. 2012. Sejarah
Penerbit Ombak.

Politik

Indonesia

Wilopo 70 Tahun. Jakarta: Gunung Agung, 1979

26

Modern. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai