Anda di halaman 1dari 19

Dampak Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru

Pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif
tercatat dalam bentuk penurunan angka kemiskinan absolut yang diikuti dengan perbaikan
indikator kesejahteraan rakyat secara rata-rata seperti penurunan angka kematian bayi dan angka
partisipasi pendidikan terutama pendidikan tingkat dasar yang semakin meningkat.
Dampak negatif adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber
daya alam, perbedaan ekonomi antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat
terasa tajam.
Pembangunan yang menjadi ikon pemerintah Orde Baru ternyata menciptakan kelompok
masyarakat yang terpinggirkan (marginalisasi sosial) di sisi lain. Di pihak lain pembangunan di
masa Orde Baru menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang syarat dengan KKN (Korupsi,
Kolusi, Nepotisme). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. Meskipun berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi secara fundamental pembangunan nasional sangat
rapuh.
Di bidang politik, pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang
baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Pada masa Orde Baru, Golkar menjadi mesin politik
guna mencapai stabilitas yang diinginkan. Sementara dua partai lainya yaitu Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) hanya sebagai boneka agar tercipta
citra sebagai negara Demokrasi. Peleburan (fusi) parpol diciptakan tidak lain agar pemerintah
bisa mengontrol parpol.
Dengan menguatnya peran negara pada masa Orde Baru berdampak terhadap kehidupan
masyarakat. Dampaknya sebagai berikut.
1. Dampak dalam Bidang Politik
a. Adanya Pemerintahan yang Otoriter
Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam mengatur jalannya
pemerintahan.
b. Dominasi Golkar
Golkar merupakan mesin politik Orde Baru yang paling diandalkan dalam
menjadi satu-satunya kekuatan politik di Indonesia yang paling dominan.
c. Pemerintahan yang Sentralistis
Menguatnya peran negara juga menyebabkan timbulnya gaya pemerintahan yang
sentralistis yang ditandai dengan adanya pemusatan penentuan kebijakan publik pada
pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya diberi peluang yyang sangat kecil untuk
mengatur pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri.
2. Dampak dalam Bidang Ekonomi
a. Munculnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
b. Adanya Kesenjangan Ekonomi dan Sosial
Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan terbukanya akses dan distribusi
yang merata sumber-sumber ekonomi kepada masyarakat. Hal ini mengakibatkan
kesenjangan sosial di masyarakat.
c. Konglomerasi
Pola dan kebijakan perekonomian yang ditempuh pemerintah Orde Baru
berdampak pada munculnya konglomerasi di seluruh sektor usaha di Indonesia.
Pemerintahan Orde Baru pada awalnya memperkirakan bahwa konglomerasi ini akan
menjadi penggerak ekonomi nasional, namun pada kenyataannya pada konglomerat
lebih mementingkan bisnisnya daripada negara.

Menguatnya Peran Negara Dalam Kehidupan Masyarakat


1. Kehidupan Masyarakat Indonesia Masa Pemerintahan Orde Baru
Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Bidang Politik
Merintis stabilitas politik nasional (1996-1997)
Pengukuhan Surat Perintah Sebelas Maret 1996 menjadi TAP MPRS No.
IX/MPRS/1966
Pelaksanaan sidang MPRS tanggal 5 Juli 1966 yang menghasilkan TAP MPRS
No. XI/MPRS/1966 tentang Pemilu
Keluarnya TAP MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang pambentukan Kabinet
Ampera
TAP MPRS No. XII/MPRS/1968 tentang pemberian otonomi luas kepada daerah
Keluarnya TAP MPRS tentang Kepartaian, Keormasan, dan Kekaryaan
Keluarnya Resolusi MPRS No. III/MPRS/1966 tentang penerapan sistem
pendidikan Pancasila
Peninjauan kembali oleh MPRS terhadap ketetapan-ketetapan MPRS sebelum
tahun 1965.
Melaksanakan Konsolidasi (sejak tahun1968)
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak
enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977,
1982, 1987, 1992, dan 1997. Menghadapi pemilu tanggal 23 Mei 1970, telah
ditetapkan organisasi-organisasi yang dapat mengikuti pemilu. Ada 9 partai politik
yang berhak mengikuti pemilu, yaitu :
IPKI
Partai
PNI
Khatolik
Perkindo
PI. Perti

Murba
Parmusi
PSI
NU


Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai
tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan
penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak
lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan
tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi


dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5
Januari 1973 (kelompok partai politik Islam)

Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari


PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai
politik yang bersifat nasionalis).

Golongan Karya (Golkar)

PDI, GOLKAR, PPP


Menata Hubungan Luar Negeri
Masuknya Kembali Indonesia Menjadi Anggota PBB
Membekukan Hubungan Diplomatik dengan Republik Rakyak Cina (RRC)
Penghentian Politik Konfrontasi dengan Malaysia
Berperan dalam pembentukan ASEAN
Pemulihan hubungan dengan Singapura

Bidang Ekonomi,Sosial dan Budaya

Membentuk pola dasar pembangunan nasional yang dilaksanakan dengan


bertumpu pada Trilogi Pembangunan.

Pemerintah menyusun pola umum pembangunan jangka waktu


meliputi ku 25-30 tahun. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Sesuai jangka
waktu itu, maka setiap tahap disebut Pembangunan Lima Tahun atau Pelita.
Pelita I
Dilaksanakan : Pada tanggal 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang
menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, sebab mayoritas penduduk Indonesia hidup dari hasil pertanian
Pelita II
Dilaksanakan : Pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979.
Sasaran : Pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana,
kesejahteraan rakyat, perluasan lapangan kerja.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata
mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi
mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%.
Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
Pelita III
Dilaksanakan : Pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984.
Pelaksanaan Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi
Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan
yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya
sandang, pangan, dan perumahan.
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
Pemerataan pembagian pendapatan
Pemerataan kesempatan kerja
Pemerataan kesempatan berusaha
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan

Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah


air
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989.
Titik berat : Sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
Pada awal tahun 1980, terjadi resesi yang berpengaruh terhadap
perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan
moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat
dipertahankan.
Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994.
Titik berat : Sektor pertanian dan industri.
Pada periode ini, Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik
dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi
perdagangan
luar
negeri
memperlihatkan
gambaran
yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.
Titik berat : Pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai
penggerak utama pembangunan.
Pada periode ini, terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde
Baru runtuh.
Indonesia memiliki ekonomi berbasis pasar di mana pemerintah memainkan
peranan penting dan dominan
Besarnya proyek-proyek pembangunan ng dibiayai melalui bantuan asing,
seperti : IMF, World Bank, CGI, IDA, dan ADB

2. Dampak Kuatnya Peran Negara Masa Pemerintahan Orde Baru


Dimensi Politik
Dampak Positif :
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga
kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik
karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang
dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol
parpol.
Dampak Negatif :

Orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.


Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik
dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk
mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai
boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk
melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan
presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak
mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa
dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang
berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri.
Hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa
sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi
uang rakyat.
Dimensi Ekonomi, Sosial dan Budaya
Dampak Positif :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan
pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya pun dapat terlihat secara
konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi
bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan
rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang
semakin meningkat.
Dampak Negatif :
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok
dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial).
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme).
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak
merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental
pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah
wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau,

Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi
penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir
tahun 1997.

A. Proses Menguatnya Peran Negara pada Masa Orde Baru

Sejak Orde Baru dan Diangkatnya Maijen Soeharto menjadi Presiden


RI.melalui ketetapan MPRS No.XXXIII/MORS/1967.12 Maret 1967.MPRS yang di
ketahui oleh A.H.Nasution mencabut mandate atas kekuasaan Presiden Soekarno, telah
banyak perubahan yang dicapai oleh bangsa Indonesia, langkah yang dilakukannya
adalah menciptakan stabilitas ekonomi politik. Tujuan perjuangannya adalah menegakkan
tata kehidupan negara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD
1945.

Kabinet yang pertama kali dibentuk adalah Kabinet AMPERA dengan tugas
menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan
pembangunan nasional yang disebut DWI DHARMA KABINET AMPERA. Adapun
programnya antara lain:
a. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan
b. Melaksanakan Pemilu
c. Melaksanakan Politik Luar Negeri yang Bebas dan Aktif
d. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk. Jika
dilihat dari sumber internet lain, maka rencana programnnya adalah :
1) Untuk memuwujudkan kehidupan politik yang lebih baik, pada 23 Mei 1970,
disusun rencana pemilihan umum.
2) Kehidupan ekonomi segera direhabilitasi mengingat kondisi yang sangat
memperhatikan dengan kenaikan harga kebutuhan pokok yang sangat tinggi,
hingga mencapai 650 %.
3) Menyusun dan melaksanakan pembangunan nasional.

Keempat program ini disebut dengan Catur Karya Kabinet Ampera (Kabinet
Amanat Penderitaan Rakyat).

Kebijakan sosial politik orde baru, dalam bidang politik salah satu langkah
yang dilakukan oleh Seokarno adalah melakukan fusi partai politik. Praktik tersebut
dilakukan pada tahun 1975, dengan berdasar pada UU No. 3 tahun 1975 menghasilkan
komposisi sebagai berikut :
a. Kelompok Demokrasi Pembangunan ( 11 Januari 1973 ) kelompok ini terdiri
atas
partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, ikatan pendukung
kemerdekaan dan Partai MURBA.
b. Kelompok Persatuan Pembangunan ( 5 Januari 1973 ) kelompok ini terdiri
atas
Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Sarikat Islam Indonesia
dan
Partai Islam Persatuan Tarbiyah Indonesia.
c. Kelompok Golongan Karya yang terdiri berbagai organisasi profesi, seperti
Organisasi Buruh, Organisasi Pemuda, Organisasi Tani dan Nelayan, Organisasi
Semiman, dan Organisasi Masyarakat. Muncul pula berbagai organisasi profesi
seperti Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia, Federasi Buruh Seluruh
Indonesia, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, dan Kabinet Nasional Pemuda
Indonesia.


Peran negara juga sangat kuat karena didukung oleh pemusatan dan penguatan
: sektor militer, ekonomi dan budaya (ketiganya merupakan pijakan bagi Soeharto untuk
membangun pemerintahan yang kuat).
a. Sektor Militer : memperbaiki kinerja AD
b. Sektor Ekonomi : menambah dana bantuan LN
c. Sektor Budaya : menyebarkan organisasi turunan golkar keseluruh pelosok tanah air.

Contoh tindakan kontra


a. Peristiwa Malari : 15 januari 1974 : arus investasi Jepang yang membanjiri indonesia,
dan mengalahkan ruang gerak ekonomi lokal.Demonstrasi menentang investasi
Jepang ketika hadir PM Jepang kakuei Tanaka, 3 mahasiswa ditangkap dg tuduhan
subversif yang mengancam stabilitas negara
b. Pelaksanaan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (BKK) yang membatasi hak berserikat
dan berkumpul dalam
rangka mengeluarkan pendapat
c. Pengekangan kebebasan pers (pembredelan beberapa mass media)
d. Tuduhan Subversif bagi warga negara yang melakukan tindakan kontra kebijakan
pemerintah.

Kelebihan dari sistem Pemerintahan Orde Baru


a. Perkembangan gdp per kapita indonesia
b. Sukses transmigrasi
c. Sukses kb
d. Sukses memerangi buta huruf
e. Sukses swasembada pangan
f. Pengangguran minimum
g. Sukses repelita
h. Sukses gerakan wajib belajar
i. Sukses gerakan nasional orang-tua asuh
j. Sukses keamanan dalam negeri
k. Investor asing mau menanamkan modal
l. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangannyadari system Pemerintahan Orde Baru :


a. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
b. Pembangunan yang tidak merata menimbulkan kesenjangan pembangunan antara
pusat dan daerah, kaya dan miskin, jawa dan luar jawa , sebagian disebabkan karena
kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
c. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
d. Kebebasan pers sangat terbatas
e. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"penembakan misterius" (petrus)
f. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)

C. Dampak Menguatnya Peran Negara terhadap Kehidupan Masyarakat.


Berikut adalah Dampak positif dari menguatnya peran negara terhadap
masyarakat pada masa Orde Baru :
a. Harga Sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) dan BBM yang murah
b. Pendidikan yang murah untuk semua jenjang pendidikan

c.
d.
e.
f.
g.
h.

a.
b.
c.
d.
e.

Terbukanya kesempatan kerja


Rakyat pernah mengalami swasembada pangan
Berkembangnya pertanian rakyat
Rendahnya angka kemiskinan yang diikuti dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat
Penurunan angka kematian bayi sebagai dampak keberhasilan keluarga berencana
Angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat sebagai dampak
keberhasilan bebas tiga buta (B3B)

Selain dampak positifnya juga pasti ada juga yang namanya


dampak negatif, berikut dari menguatnya peran negara terhadap
masyarakat pada masa Orde Baru :
Terbentuk pemerintahan yang bersifat ototriter, dominative, dan sentralistis
Otoriarisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsadan
bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar
kepada rakyat Indonesia
System perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk
melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilihan presiden
melalui MPR, Soeharto selalu terlpilih
Demokrasi yang terbentuk didasarkan pada korupsi, kolusi, dan Nepotisme (KKN)
sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat
dan daerah yang diwakilinya

Dampak Menguatnya Peran Negara terhadap Kehidupan Politik

Pada tahun 1971 Golkar yang menjadi alat kekuasaan pemerintah pada waktu
itu menjadi pemenang pemilu.
Untuk memenangkan Golkar,seluruh pegawai negeri sipil diharuskan
menylurkan aspirasinya melalui partai ini.Dengan dukungan ABRI/TNI dan
birokrasi , Golkar memenangkan pemilu hingga tahun 1997.

a. Dampak positif kebijakan politik pemerintah orde baru:


1. Pemerintah mampu membangun fondasi ysng kuat bagi kekuasaan lembaga
kepresidenan yang menyebabkan semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
2. Situasi keamanan orde baru relative aman dan terjaga dengan baik
3. Dilakukan peleburan partai agar pemerintah mampu mengontrol parpol.

b. Dampak Negatif kebijakan politik pemerintah orde baru


1. Terbentuk pemerintah yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralis Otoritarianisme
merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara termasuk
kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
2. Pemerintah orde baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar
kepada rakyat. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan,
sementara dua partai yang lain hanya menjadi boneka agar terkesan citra sebagai negara
demokrasi.
3. Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan
sebuah kekuasaan secara sepihak.
4. Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR tidak mengenal rakyat daerah
yang diwakilinya.
5. Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk pada sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar
terisi oleh personel TNI dan Polri.
6. Kondisi poltik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah.
Pada saat itu hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa
sehingga tidak mampu mengadili konglomerat yang telah menghabiskan uang rakyat.

1. Dampak perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi


Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dimulai pada abad ke-15, yaitu
ketika mesin cetak ditemukan. Hal ini terus berkembang ketika telegraf ditemukan oleh
Samuel F.B. Morse tahun 1837, telepon oleh Thomas Alfa Edison tahun 1877, dan radio
oleh Gugliermo Marconi tahun 1896. Revolusi teknologi informasi dan komunikasi terjadi
pada abad ke-20, ketika komputer ditemukan. Hal tersebut semakin berkembang ketika
transistor ditemukan tahun 1947 oleh John Bardeen,serta penemuan mikroprosesor tahun
1971.
Sejalan dengan berkembangnya teknologi, maka peran media komunikasi massa juga
tumbuh dengan cepat. Peran media massa adalah sebagai media pemberi informasi berupa
pesan=pesan, ide-ide atau gagasan kepada massa. Selain peran itu, media massa juga
berfungsi untuk melakukan pembinaan dan pendidikan massa serta mendidik cara berpikir
masyarakat agar lebih kritis dalam memahami masalah dan keberadaannya.
Teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia semakin berkembang dengan
dibangunnya Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD). Pembangunan satelit dimulai
pada tahun 1975 sampai tahun 1976. Satelit pertama Indonesia itu diberi nama Satelit
Palapa. Generasi pertama Satelit Palapa adalah Palapa A-1 yang diluncurkan pada tanggal
8 Juli 1976. Setelah itu, berturut-turut diluncurkan satelit-satelit sebagai berikut:
a.
Palapa A-2 (Maret 1977)
b.
Palapa B-1 ( Juni 1983)
c.
Palapa B-2 ( Februari 1984)
d.
Palapa B-2P ( Maret 1987)
e.
Palapa B-2R (Maret 1990)
f.
Palapa B-4 (Mei 1997)
g.
Palapa C-1 ( Februari 1996)
h.
Palapa C-2 (Mei 1996)
Salah satu media komunikasi yang berkembang di Indonesia adalah televisi. Stasiun
Televisi Pertama di Indonesia adalah Televisi Republik Indonesia ( TVRI) yang dibuka
tanggal 24 Agustus 1962 oleh Presiden Soekarno. Kemunculan stasiun TV selanjutnya
terjadi pada 24 Agustus 1989 dengan munculnya Rajawali Citra Televisi Indonesia
( RCTI), selanjutnya SCTV pada 24 Agustus 1990,TPI pada 23 Januari 1991, Anteve pada
1 Maret 1993, dan Indosiar pada 11 Januari 1995.
Perkembangan media komunikasi pada Zaman Orde Baru ternyata tidak diiringi oleh
adanya kebebasan pers. Banyak media yang dibatasi kebebasannya dalam memberitakan
kepada masyarakat. Kuatnya peran pemerintah dalam dunia komunikasi membuat
masyarakat tidak mengetahui banyak tentang perkembangan kondisi Negara maupun
dunia Internasional.

Dampak Menguatnya Peran Negara Selama Orde Baru


(1968-1998)

1. Dampak Menguatnya Peran Negara terhadap Kehidupan Masyarakat

a. Dampak positif
Harga Sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) dan BBM yang murah
Pendidikan yang murah untuk semua jenjang pendidikan
Terbukanya kesempatan kerja
Rakyat pernah mengalami swasembada pangan

Berkembangnya pertanian rakyat


Rendahnya angka kemiskinan yang diikuti dengan meningkatnyakesejahteraan
rakyat
Penurunan angka kematian bayi sebagai dampak keberhasilan keluarga berencana
Angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat sebagai
dampak keberhasilan bebas tiga buta (B3B)

b. Dampak Negatif
Pemerintahan Orde Baru yang bersifat sentralistik telah memasung kebebasanrakyat

2. Dampak Menguatnya peran Negara terhadap Kehidupan Politik

a. Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orde Baru


Pemerintah mampu membangun fondasi yang kuat bagi kekuasaan
lembagakepresidenan yang menyebabkan semakin kuatnya peran Negara
dalammasyarakat
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relative aman dan terjaga dengan
baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yangdianggap
bertentangan dengan Pancasila
Dilakukan peleburan partai agar pemerintah dapat mengontrol parpol

b. Dampak negative kebijakan politik pemerintah Orde Baru


Terbentuk pemerintahan yang bersifat ototriter, dominative, dan sentralistis
Otoriarisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsadan
bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan
benar kepada rakyat INdonesia
System perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng
untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap
pemilihan presiden melalui MPR, Soeharto selalu terlpilih
Demokrasi yang terbentuk didasarkan pada korupsi, kolusi, dan Nepotisme (KKN)
sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat
dan daerah yang diwakilinya

3. Dampak Menguatnya Peran Negara terhadap Kehidupan Media Massa Pers merupakan
salah satu tiang penyangga demokrasi

a. Jargon Pers Pancasila yang bebas dan bertanggung jawab

Pemerintahan Orde Baru-lah yang memutuskan tanggal 9 Februari sebagaihari


Pers Nasional. Hal itu didasarkan pada keputusan Presiden No. 5 Tahun 1985tanggal 23
Januari 1885

b. Pemberedelan Pers Selama Orde Baru

Pada masa awal merintahan Soeharto, sehubungan antara pers dan pemerintah
cukup baik. Namun, hubungan baik antara pers dan pemerintah hanya berlangsung
lebih kurang delapan tahun.Pemerintah Orde Baru mulai represif setelah meletus
peristiwa kerusuhan15 Januari 1974 (Peristiwa MalariaMahasiswa merasa tidak puas

atas kondisi perekonomian nasional yangterkesan dimonopoli dan didikte oleh pihak
Jepang peristiwa tersebut mendapatsorotan tajam pers di Jakarta diberangus untuk
beberapa waktu. Izin terbit baruakan dikeluarkan menanatangani surat pembayaran
maaf kepada pemerintah.

Orde Baru & Dampaknya

Sejarah membuktikan, peranan negara yang terlalu kuat dan dominan dalam
mengatur sendi-sendi kehidupan rakyatnya akan berdampak tidak baik bagi
kehidupan demokrasi dan kebebasan warganegara. Pemerintah Orde Baru dalam
perjalanannya menunjukkan gejala-gejala tersebut. Walaupun semangat Orde Baru
pada awalnya amat luhur, yaitu menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen, perjalanan politiknya diwarnai oleh usaha-usaha pemanfaatan
Pancasila dan UUD 1945 itu untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan.
Tindakan-tindakan pelanggengan kekuasaan ini berbanding lurus dengan makin
menguatnya lembaga kepresidenan dalam kehidupan kenegaraan. Lembaga
kepresidenan pada akhirnya menjadi center of power, menjadi pusat segala kekuasaan
yang berjalan. Karena presiden merupakan kepala negara, maka dengan terpusatnya
kekuasaan pada tangan presiden mengkibatkan peranan negara makin lama makin
kuat dan mendominasi seluruh alat-alat negara yang ada dibawahnya.
Dalam pasal-pasal UUD 1945 (sebelum amandemen) yang mengatur tentang
kewenangan presiden, secara eksplisit dapat kita tangkap bahwa kewenangan presiden
memang begitu besar dalam mengatur alat-alat negara. Kewenangan ini benar-benar
dimanfaatkan oleh Orde Baru untuk melanggengkan sekaligus mempertahankan
kekuasaannya, sehingga kekuasannya dapat berjalan sedemikian lama. Dalam hal ini
pasal 7 UUD 1945 (sebelum amandemen) punya peranan besar, pasal ini
menyebutkan bahwa masa jabatan presiden berlangsung selama 5 tahun dan
selanjutnya dapat dipilih kembali, tidak ada pembatasan maksimal sampai berapa kali
presiden boleh menduduki jabatannya. Presiden menafsirkan pasal ini dengan dengan
terus menerus mencalonkan dirinya kembali setiap lima tahun.
Selain itu, faktor-faktor yang menyebabkan presiden dapat berkuasa begitu
lama bisa kita simpulkan dari pemaparan sebelumnya mengenai aspek-aspek politik
dalam pemerintahan Orde Baru, yaitu: kontrol presiden yang besar terhadap
rekrutmen politik baik pada institusi pemerintah maupun non-pemerintah; posisi
presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata; otoritas personal (gelar)
presiden yang dijadikan sumber legitimasi kekuasaan; dan sumberdaya keuangan
presiden yang amat besar.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, struktur kinerja dan peran Negara
menjadi sangat kuat karena didukung oleh pemusatan dan epnguatan 3 sektor utama,
yaitu sektor militer, ekonomi, dan budaya. Soeharto berpendapat bahwa menguatnya
negara merupakan langkah yang jitu dalam mendukung kelancaran pembangunan.
Penguatan sektor militer dilakukan dengan cara memperbaiki kinerja
Angkatan Darat. Penguatan sektor ekonomi dilakukan dengan menambah jumlah dana
bantuan luar negeri. Penguatan sektor budaya dilakukan dengan cara menyebarkan
organisasi-organisasi turunan Golongan Karya ke seluruh pelosok Indonesia.
Kekuatan ketiga dari sektor itulah yang menjadi dasar pijkan oeharto untuk
membangun pemerintahan yang kuat. Menurutnya, semua lini kehidupan masyarakat
harus dikuasai secara optimal untuk menciptakan sebuah sistem pemerintahan sosial
dan politik yang efisien dan tepat guna.
Menguatnya peran negara dalam kehidupan masyarakat Indonesia dimasa
Orde Baru merupakan kekuatan utama bagi Soeharto dalam meraih kepentingan
nasional dan internasional. Dalam hal politik dan partisipasi masyarakat, terjadi fusi
partai-partai politik dalam 3 organisasi berikut ini.
1. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

2. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)


3. Golongan Karya

Sebelum terjadinya fusi partai-partai politikt tersebut, Golkar memperoleh


kemenangan mutlak pada Pemilu 1971 dengan jumlah 236 suara di kursi DPR.
Kemenangan mutlak Golkar pada Pemilu 1971 mengindikasi 2 hal utama. Pertama,
adanya moyalitas PNS yang menjadi penyumbang suara terbesar bagi kemenangan
Golkar. Kedua, adanya kekuatan Golkar yang telah berakar di masyarakat. Di dalam
Golkar sendiri, terdapat pengerucutan kepemimpinan pada satu figur, yakni Soeharto.
Menguatnya peran negara di masa Orde Baru juga tidak terlepas dari strategi
agregasi yang diterapkan oleh Soeharto. salah satu strateginya adalah adanya sistem
Reward and Punishment terhadap orang-orang yang mendukung dan menentang
kekuatan Orde Baru.
Salah satu rekaman kelam sejarah pada masa Orde Baru adalah terjadinya
Pristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas
Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi
akibat adanya arus investasi Jepang yang membanjiri Indonesia dan mengalahkan
ruang gerak sektor ekonomi lokal.
Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka Kakuei sedang
berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1974). Mahasiswa merencanakan menyambut
kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk
pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00, PM Jepang itu berangkat dari
Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helikopter dari
Bina Graha ke pangkalan udara.
Kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P.
Pronk dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Klimaksnya,
kedatangan PM Jepang, Januari 1974, disertai demonstrasi dan kerusuhan. Massa
melakukan penghancuran dan pembakaran terhadap produk-produk Jepang,
khususnya mobil dan motor buatan Jepang di berbagai jalan-jalan di Jakarta. Pada
peristiwa Malari, tiga orang mahasiswa ditangkap oleh aparat dan diadili pada 2
Agustus 1974. Mereka adalah Hariman Siregar, Sjahrir, dan Muhammad Aini Chalid.
Mereka secara sepihak dituduh melakukan kegiatan subversif yang mengancam
stabilitas negara.
Usai terjadi demonstrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan
penjarahan, Jakarta berasap. Soeharto memberhentikan Soemitro sebagai Panglima
Kopkamtib, langsung mengambil alih jabatan itu. Jabatan Asisten Pribadi Presiden
dibubarkan. Kepala Bakin Soetopo Juwono digantikan oleh Yoga Sugama.
Di kampus, diadakan Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK/BKK). Sejak tahun 1978, sistem tersebut membatasi hak-hak
warga negara untuk berserikat dan berkmpul dalam rangka mengeluarkan dan
menyatakan pendapat. Berbagai pergerakan yang disinyalir berbeda haluan dengan
asas tunggal Pancasila langsung dihukum dengan dakwaan subversif. Selain itu,
menguatnya peran negara juga terlihat dari pengekangan kebebasan pers dan media.
Dibredelnya harian Tempo, Detik dan Editor pada bulan Juli 1994 menjadi contoh
nyata hadirnya sikap otoritarianisme Orde Baru. Pembredelan pada tahun 1994 ini
merupakan pembredelan yang kedua bagi Tempo. Sebelumnya media ini pernah
dibredel oleh pemerintahan Orde Baru pada tahun 1982.

Pembredelan 1994 ibarat hujan, jika bukan badai dalam ekologi politik
Indonesia secara menyeluruh. Sebelum dibredel pada 21 Juni 2004,
Tempo menjadi majalah berita mingguan yang paling penting di
Indonesia. Pemimpin Editornya adalah Gunawan Mohammad yang
merupakan seorang panyair dan intelektual yang cukup terkemuka di
Indonesia. Pada 1982 majalah Tempo pernah ditutup untuk sementara
waktu, karena berani melaporkan situasi pemilu saat itu yang ricuh.
Namun dua minggu kemudian, Tempo diizinkan kembali untuk terbit.
Pemerintah Orde Baru memang selalu was-was terhadap Tempo,
sehingga majalah ini selalu dalam pengawasan pemerintah. Majalah ini
memang popular dengan independensinya yang tinggi dan juga
keberaniannya dalam mengungkap fakta di lapangan. Selain itu
kritikan- kritikan Tempo terhadap pemerintah di tuliskan dengan katakata yang pedas dan bombastis. Goenawan pernah menulis di majalah
Tempo, bahwa kritik adalah bagian dari kerja jurnalisme. Motto Tempo
yang terkenal adalah enak dibaca dan perlu. Meskipun berani
melawan pemerintah, namun tidak berarti Tempo bebas dari tekanan.
Apalagi dalam hal menerbitkan sebuah berita yang menyangkut politik
serta keburukan pemerintah, Tempo telah mendapatkanberkali-kali
maendapatkan peringatan. Hingga akhirnya Tempo harus rela
dibungkam dengan aksi pembredelan itu. Namun perjuangan Tempo
tidak berhenti sampai disana. Pembredelan bukanlah akhir dari riwayat
Tempo. Untuk tetap survive, ia harus menggunakan trik dan
startegi.Salah satu trik dan strategi yang digunakan Tempo adalah yang
pertama adalah mengganti kalimat aktif menjadi pasif dan yang kedua
adalah stategi pinjam mulut. Semua strategi itu dilakukan Tempo untuk
menjamin kelangsungannya sebagai media yang independen dan
terbuka. Tekanan yang dating bertubi-tubi dari pemerintah tidak
meluluhkan semangat Tempo untuk terus menyampaikan kebenaran
kepada masyarakat. Setelah pembredelan 21 Juni 1994, wartawan
Tempo aktif melakukan gerilya, seperti dengan mendirikan Tempo
Interaktif atau mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) pada
tahun 1995. Perjuangan ini membuktikan komitmen Tempo untuk
menjunjung kebebasan pers yang terbelenggu ada pada zaman Orde
Baru. Kemudian Tempo terbit kembali pada tanggal 6 Oktober 1998,
setelah jatuhnya Orde Baru.

Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru dan


Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial-Politik Masyarakat
Pada pemerintahan Orde Baru struktur,kinerja dan peran negara

menjadi sangat kuat karena didukung oleh pemusatan dan penguatan 3 sektor
utama,yaitu sektor militer,ekonomi dan budaya. Menurut pak Harto penguatan negara
merupakan langkah yang jitu dalam mendukung kelancaran pembangunan, adapun
cara yang dilakukan meliputi :

1. Penguatan sektor militer, dilakukan dengan cara memperbaiki kinerja 'Angkatan


Darat'. Latar Belakang karir pak Harto sebagai Mayor Jenderal membuat beliau

mendapat dukungan dari basis militer yang cukup kuat


2. Penguatan sektor ekonomi, dilakukan dengan cara menambah jumlah dana
bantuan luar negeri, karena sistem ekonomi gagas adalah ekonomi liberal maka

mendapat dukungan dari dunia internasional


3. Penguatan sektor budaya dilakukan dengan cara menyebarkan organisasiorganisasi membantu GolKar ke pelosok. Hal ini sangat membantu karena GolKar
yang sejak tahun 1964 sudah muncul itu memiliki posisi yang sangat penting. Pada
waktu itu tidak boleh ada organisasi masyarakat selain yang bernaung dibawah
organisasi GolKar.

Dampak menguatnya peran negara dimasa Orde Baru adalah terjadi


penggabungan partai-partai politik dalam 3 organisasi berikut :

1. PDI gabungan dari PNI, PARKINDO, P Katolik, Ikatan Pendukung Kemerdekaan

Indonesia (IPKI), dan P. Murba.


2. PPP, gabungan dari NU, Partai Muslim Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia

(PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Indonesia.


3. Partai Golkar, gabungan dari berbagai organisasi profesi, seperti Organisasi
Buruh, Organisasi Pemuda, Organisasi Petani dan Nelayan, Organisasi Seniman, dan
Organisasi Masyarakat.

Sebelum terjadinya fusi partai-partai tersebut, Golkar sudah


memperoleh kemenangan mutlak pada Pemilu 1971 dengan perolehan 236 suara
dikursi DPR. Kemenangan itu menghasilkan 2 hal utama :

1. Adanya monoloyalitas PNS yang menjadi penyumbang suara terbesar pada waktu

itu, semua PNS harus memilih Golkar.


2. Kekuatan Golkar telah mengakar kuat dihati masyarakat karena Sekber Golkar
bersama militer dan masyarakat berhasil menumpas PKI diawal 1960-an.

Menguatnya posisi Golkar di masa pemerintahan Orde Baru


menunjukkan kuatnya peran pemerintah dalam menentukan perkembangan kehidupan
masyarakat. Seiring dengan itu, Pancasila menjadi satu-satunya asas yang boleh
digunakan oleh seluruh pergerakan nasional baik dalam parpol, gerakan mahasiswa
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Segala jenis pergerakan nasional tidak boleh
melenceng dari garis-garis besar Pancasila. Prinsip itu di politisir bahwa tidak boleh
ada bentuk kegiatan lain selain yang berada dibawah kekuasaan organisasi Golkar.
Dan kepemimpinan dalam Golkar sendiri terpusat pada figur Soeharto.

Menguatnya peran negara di masa Orde Baru juga tidak terlepas dari
strategi agresi yang diterapkan oleh Soeharto. Salah satu strateginy adalah sistem
reward and punishment, yakni pemberian 'hadiah' bagi orang-orang yang pro terhadap
pak Harto dan hukuman bagi pihak-pihak yang kontra terhadap pak Harto.

Salah satu rekaman kelam sejarah Indonesia pada masa Orde Baru
adalah terjadinya Peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Pada Peristiwa Malari, 3
orang mahasiswa ditangkap oleh aparat dan diadili pada 2 Agustus 1947. Mereka
adalah Hariman Siregar, Sjahrir, dan Muhammad Aini Chalid.

Sejak tahun 1978, sistem Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan


Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) membatasi hak-hak warga negara untuk
berserikat dan berkumpul dalam rangka mengeluarkan dan menyatakan pendapat.
Diberedelnya harian Tempo, Detik, dan Editor pada Juni 1994, menjadi contoh nyata
hadirnya sikap otoritarianisme Orde Baru. Pemberedelan pada 1994 itu, merupakan
pemberendelan yang kedua bagi Tempo. Sebelumnya, media ini pernah diberedel oleh
pemerintah Orde Baru pada 1982.

Perkembangan Bahasa dan Karya Sastra pada masa Orde Baru

Angkatan pertama adalah angkatan '66 - 70'an, hadirnya angkatan ini


ditandai dengan terbitnya majalah Horison, yang membawa semangat pelopor dalam
kesenian Indonesia. Corak aliran diantaranya adalah, corak serrealis, arketip, absurd,

dan arus kesadaran. Sebelumnya masyarakat Indonesia menggunakan ejaan Suwandi


yang penyempurnaannya dilakukan setelah Indonesia merdeka, dan saat ini ejaan
yang di sempurnakan pada masa Orde Baru itu dikenal dengan istilah Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD).

Diantara pengarang angkatan sebelumnya yang mengambil bagian


dalam perkembangan sastra pada masa ini adalah, Motinggo Busye, Purnawan
Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi
Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo, serta H. B. Jassin.
Angkatan '80-an

Pada tahun '80-an, majalah sastra Horison yang mewadahi sastrawan


Indonesia sudah tidak terbit lagi. Pada masa ini, hadir pula penulis-penulis wanit,
diantaranya adalah Marga T. dan Mira W. yang pada setiap karangannya selalu
menyuguhkan cerita fiksi romantis, dengan tokoh utamanya seorang wanita. Karya
sastra masa ini selalu menunjukkan rasa idealisme.

Pengarang lain yang hadir pada masa itu adalah Remy Sylado,
Yudhistira Ardhinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Adjidarma, dan Kurniawan
Junaidi. Hadir jenis sastra lainnya yang disebut sastra, yang di pelopori oleh Hilman
dengan serial Lupus-nya. Teater yang paling menonjol adalah Teater Koma yang
dibentuk oleh Riantimo, dengan banyak pertunjukan yang dilakukan di berbagai
teater.

Anda mungkin juga menyukai