Anda di halaman 1dari 7

Pada 3 Oktober 1990, Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu kembali

setelah berpisah selama 45 tahun.


Setahun sebelumnya, Tembok Berlin dihancurkan dan puluhan ribu
penduduk Jerman Timur melarikan diri ke Barat.
Penyatuan Jerman ini memiliki kaitan dengan menurunnya kekuatan Soviet
dan Partai Komunis di Jerman Timur pada akhir tahun 1980-an.

Pemisahan Jerman
Jerman kalah dalam Perang Dunia II dan Sekutu menguasai Jerman.
Sekutu kemudian membagi Jerman menjadi empat zona pendudukan
sesuai dengan kesepakatan di Konferensi Postdam.
Bagian barat diduduki oleh Amerika Serikat (AS), Britania Raya, Prancis,
sedangkan Uni Soviet mendapatkan bagian timur.
Hal yang sama juga berlaku di Berlin, Ibu Kota Jerman.
Namun, hubungan antara Uni Soviet dan tiga negara Sekutu itu memburuk
dengan cepat.
Jerman bagian barat kemudian menjadi simbol demokrasi, sedangkan
menjadi simbol kekuatan komunisme.
Pada tahun 1949, tiga zona yang diduduki AS, Britania Raya, dan Prancis
bersatu membentuk Jerman Barat atau Republik Federal Jerman (RFJ).
Sementara di zona yang diduduki Uni Soviet dibentuk Jerman Timur atau
Republik Demokatik Jerman (RDJ).
Meskipun Berlin berada di zona Soviet, kota itu juga dibagi menjadi Berlin
Barat (di bawah AS, Britania Raya, dan Prancis) dan Berlin Timur (di
bawah Soviet).
Pembangunan Tembok Berlin
Pada akhir 1950-an banyak penduduk yang ingin keluar dari Jerman Timur.
Mereka merasa tidak bisa lagi hidup di bawah tekanan dan kondisi yang
buruk.
Akhirnya mereka memutuskan pergi menuju ke Berlin Barat.
Meskipun beberapa dari mereka dihentikan, ratusan ribu orang berhasil
melintasi perbatasan.
Dari tahun 1949 hingga 1961, ada sekitar 2,5 juta penduduk Jerman
Timur yang lari ke Jerman Barat.
Beberapa dari mereka adalah pekerja terampil, profesional, dan intelektual.
Perginya mereka, mengancam kelangsungan ekonomi Jerman Timur.
Pemerintah Jerman Timur kemudian memutuskan membuat pembatas
yang menghalangi akses penduduk Jerman Timur ke Berlin Barat.
Pembatas itu adalah tembok yang mulai dibangun pada malam tanggal 13
Agustus 1961.
Tembok ini awalnya dibangun mengunakan kawat berduri dan cinder block.
Namun, kemudian digantikan dengan tembok beton yang tingginya
mencapai 5 meter.
Tembok ini dijaga dengan menara pengawas, landasan meriam, dan
ranjau
Pada tahun 1980 tembok ini dialiri listrik dan diperpanjang sejauh 45 km
melewati Berlin dan membaginya menjadi dua.
Setelah itu diperpanjang lagi sejauh 120 km dan mengelilingi Berlin Barat.
Diruntuhkan
Setiap orang akan ditembak apabila berusaha melarikan diri dengan
melewati tembok ini.
Berbagai cara dilakukan oleh penduduk untuk melarikan diri, misalnya
dengan terowongan, balon udara, dan bahkan kereta api.
Pada tahun 1989 penduduk Jerman Timur merasa muak dengan tembok
ini.
Mereka melakukan demonstrasi besar dan meminta demokrasi.
Sementara itu blok Soviet dilanda krisis ekonomi dan ada reformasi politik.
Pada malam tanggal 9 November 1989 seorang pejabat partai di Berlin
Timur mengumumkan mengenai akan adanya perubahan kebijakan
perjalanan.
Namun, pesan itu terdengar tidak jelas dan malah seperti pengumuman
bahwa Jerman Timur telah membuka perbatasan.
Ribuan penduduk Berlin Timur kemudian membanjiri perbatasan di
sepanjang tembok.
Para penjaga yang kebingungan akhirnya membuka gerbang.
Para penduduk Berlin kemudian mulai menghancurkan tembok itu dengan
palu besar dan alat pahat.
Jerman bersatu
Bagi Jerman Timur, runtuhnya Tembok Berlin menandai dimulainya
sebuah akhir.
Helmut Kohl, Kanselir Jerman Barat, mulai bernegosiasi dengan Soviet
dan Jerman Timur agar bisa menyatukan Jerman.
Soviet dan negara-negara Blok Timur saat itu juga mengalami krisis politik
dan ekonomi.
Kohl memberi Kremlin sekitar $60 juta agar pasukan Soviet meninggalkan
Jerman.
Republik Demokrasi Jerman akhirnya menjadi bagian Republik Federal
Jerman pada 3 Oktober 1990.
Dua bulan kemudian, Kohl terpilih sebagai kanselir pertama Jerman
bersatu.
Banyak pengamat menganggap reunifikasi Jerman menandai berakhirnya
Perang Dingin.
2. Lahirnya Republik Demokratik Jerman alias Jerman Timur

youtube.com

Setelah Inggris, Amerika Serikat dan Perancis bersatu membentuk Republik Federal
Jerman yang beraliran liberal-kapitalis, Uni Soviet menjadikan zonanya beraliran
komunis dan mendirikan Republik Demokratik Jerman.

Pada tahun 1949, Jerman pun resmi terbagi menjadi dua negara merdeka yang
berbeda, yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur. Di dalam kesepakatan ini, terlahir
pendeklarasian yang berbunyi:

1. Jerman Barat dideklarasikan tanggal 23 Mei 1949 dengan Kanselir pertamanya


Konrad Aedenauer dari Republik Federal
2. Jerman Jerman Timur dideklarasikan tanggal 7 Oktober 1949 dengan Presiden
pertamanya Walter Uricht dari Republik Demokratik Jerman
3. Rakyat Jerman Timur lakukan eksodus, pemerintah bangun tembok
pembatas

tomkinemec.photoshelter.com

Banyak rakyat Jerman yang tidak setuju dengan terpecahnya negara mereka.
Terutama rakyat Jerman Timur yang tak ingin menganut sistem pemerintahan
komunis. Apalagi perkembangan ekonomi yang lebih pesat di Jerman Barat
membuat mereka semakin menderita dan ingin berpindah.

Puncaknya terjadi pada tahun 1950 ketika standar hidup Jerman Barat yang semakin
baik. Sejarah kemudian mencatat sepanjang 11 tahun dari 1945 hingga 1961, hampir
dua juta rakyat Jerman Timur menyebrang ke Jerman Barat.
Akibatnya, ekonomi Jerman Timur pun semakin memburuk dan menambah
ketegangan antara Soviet dengan negara Barat. Untuk mengatasi hal ini, Jerman
Timur pun kemudian mendirikan tembok Berlin untuk mencegah warganya
melakukan eksodus ke Jerman Barat.

Reunifikasi Jerman merupakan salah satu peristiwa penting dalam konstelasi politik
global. Ia memperlihatkan bagaimana dua kutub politik yang sebelumnya
berseberangan pada akhirnya dapat melebur menjadi satu kesatuan tunggal.
Penyatuan kembali Jerman disambut dengan gegap gempita. David Gow,
jurnalis Guardian, dalam laporannya berjudul “Midnight Heralds the Rebirth of
Germany" menerangkan bahwa lebih dari satu juta orang turun ke jalan untuk
merayakan penyatuan dengan parade kembang api yang menerangi langit kota
Berlin.
Pendek kata, malam itu, Jerman, raksasa ekonomi dan politik, terlahir kembali
sebagai negara tunggal usai lebih dari 45 tahun terpisahkan secara administratif
maupun ideologis.
Dalam “The Reunification of Germany & Global Social Evolution" (PDF, 2018) yang
disusun Dora Damjanovic, dijelaskan bahwa perspektif historis sangat penting
digunakan untuk memahami reunifikasi Jerman.
Asal-usul kelahiran Jerman bisa ditarik dari eksistensi Kerajaan Prusia dan
Kekaisaran Austria. Keduanya tergolong kekaisaran paling kuat di Eropa pada
dekade 1860-an. Didominasi oleh elite berbahasa Jerman, keduanya sama-sama
berupaya untuk memperluas pengaruh serta wilayah.
Pada 1866 Austria dan Prusia terlibat perang. Pemenangnya adalah Prusia yang
dipimpin Otto von Bismarck. Empat tahun setelahnya, Kekaisaran Jerman didirikan.
Wilhelm I menjadi kaisar, sementara von Bismarck menjabat kanselir.
Eropa pada masa itu menjadi saksi lahirnya Imperialisme Baru (New Imperialism).
Negara-negara seperti Inggris dan Perancis beramai-ramai melakukan ekspansi dan
penjajahan di Afrika, Timur Tengah, maupun Asia.
Ekspansi itu, bagi negara-negara Eropa yang tengah bergerak ke arah
industrialisasi, merupakan langkah penting. Mereka butuh wilayah guna memperluas
pasar secara global dalam rangka menjual produk-produk yang tidak bisa dijual di
dalam negeri.
Kebutuhan akan tenaga kerja murah, di samping juga pasokan bahan baku yang
stabil seperti minyak, karet, dan mangan, mengharuskan negara-negara industri
tersebut mempertahankan kontrol yang kuat atas wilayah jajahan. Hanya dengan
mengendalikan wilayah jajahan secara langsung, yang berarti mendirikan koloni,
ekonomi industri dapat bekerja secara efektif.
Di lain sisi, wilayah koloni juga punya peran krusial untuk negara-negara Eropa
menghimpun kekuatan militer, keamanan nasional, sampai nasionalisme. Dari sini
lantas muncul anggapan bahwa kepemilikan koloni adalah indikasi kebesaran
sebuah negara. Koloni menjadi simbol status.
Jerman tak ingin ketinggalan dalam pertarungan tersebut—kendati masih terhitung
berusia muda dan relatif baru bersatu. Ini terlihat jelas selama Perang Dunia I dan II.
Agresi Jerman pada waktu itu didorong oleh kombinasi dari sepasang kekuatan
revolusioner: nasionalisme dan industrialisasi. Hasilnya ialah kapitalisme negara
yang dimanfaatkan untuk mendominasi secara politik.
Setelah Perang Dunia, Eropa terbelah menjadi dua: Blok Barat dan Blok Timur.
Jerman pun turut terbelah, yang ditandai dengan dibangunnya Tembok Berlin.
Masing-masing wilayah berdiri dengan kedaulatan maupun paham politiknya sendiri:
Jerman Barat cenderung liberal, sementara Jerman Timur berideologi komunis.
Meski begitu, keduanya tetap berupaya menjalin relasi mutualisme, terutama dalam
hal perekonomian.
Situasi perlahan berubah ketika krisis ekonomi dan politik menyapu negara-negara
komunis di sebagian besar wilayah timur Eropa pada akhir 1980-an. Keadaan
tersebut mendorong lahirnya protes besar-besaran terhadap pemerintahan kiri.
Protes dimulai dari Hungaria, Bulgaria, Ceko, sampai Rumania. Tuntutannya sama:
rezim Stanilis harus turun takhta. Masyarakat sudah muak dengan pemerintah yang
otoriter, pembungkaman kebebasan, hingga nasionalisasi besar-besaran industri
dalam negeri demi menghapuskan kapitalisme dan kepemilikan pribadi.
Tekanan untuk perubahan makin terdengar nyaring ketika Mikhail Gorbachev
memperkenalkan kebijakan glasnost (keterbukaan) dan perestroika (pembenahan).
Baca juga: Reformasi ala Gorbachev Picu Bubarnya Uni Soviet

Realitas yang sama juga muncul di Jerman Timur. Marta Zawilska-Florczuk dan
Artur Ciechanowicz dalam “One Country, Two Societies? Germany Twenty Years
after Reunification" (PDF, 2011) menerangkan bahwa pada musim panas 1989
demonstrasi massal terjadi di Berlin sampai Leipzig. Beberapa bulan sebelumnya,
ribuan orang Jerman Timur meninggalkan rumah mereka untuk pergi ke Hungaria
maupun Austria demi penghidupan yang lebih baik.
Yang dinanti akhirnya tiba. Pada 9 November 1989 Tembok Berlin runtuh, sekaligus
menjadi simbol hancurnya rezim komunis di wilayah Eropa. Runtuhnya Tembok
Berlin kemudian diikuti munculnya wacana penyatuan Jerman. Namun, upaya ke
sana tak mudah. Penolakan masih ada. Argumennya: penyatuan Jerman hanya
akan merusak tatanan global pasca-Perang Dunia II.
Akhirnya skenario reunifikasi tersebut terealisasi juga setelah perekonomian Jerman
Timur makin kolaps tak terkendali. Perdana Menteri Jerman Timur Hans
Modrow meminta Kanselir Jerman Barat Helmut Kohl untuk meminjami anggaran
rekonstruksi ekonomi sebesar 15 miliar deutsche mark. Oleh Kohl, permintaan
Jerman Timur dianggap sebagai pintu masuk untuk penyatuan wilayah. Benar saja.
Setelah menempuh lobi-lobi politik yang melibatkan dua pihak, rencana reunifikasi
pun terwujud pada Oktober 1990. Jerman tak lagi terbelah.

Anda mungkin juga menyukai