Anda di halaman 1dari 6

PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN

B.J. HABIBIE

Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik
Indonesia pada 21 Mei 1998, pada hari itu juga Wakil Presiden B.J Habibie dilantik menjadi
presiden RI ketiga di bawah pimpinan Mahkamah Agung di Istana Negara.
Dasar hukum pengangkatan Habibie adalah berdasarkan TAP MPR No.VII/MPR/1973 yang
berisi “jika Presiden berhalangan, maka Wakil Presiden ditetapkan menjadi Presiden”.
Ketika Habibie naik sebagai Presiden, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi terburuk
dalam waktu 30 tahun terakhir, sehingga menurunkan nilai rupiah menjadi seperempat dari
nilai tahun 1997. 
Krisis yang telah menimbulkan kebangkrutan teknis terhadap sektor industri dan manufaktur
serta sektor finansial, diperparah oleh musim kemarau panjang yang mengakibatkan turunnya
produksi beras, ditambah kerusuhan Mei 1998 telah menghancurkan pusat bisnis perkotaan,
hal tersebut menyebabkan tingkat inflasi tinggi.
Tugas yang diemban oleh Presiden B.J Habibie adalah memimpin pemerintahan transisi
untuk menyiapkan dan melaksanakan agenda reformasi yang menyeluruh dan mendasar, serta
sesegera mungkin mengatasi kemelut yang sedang terjadi. Secara tegas Habibie menyatakan
bahwa kedudukannya sebagai presiden adalah sebuah amanat konstitusi. 
Dalam pidato pertamanya pada tanggal 21 Mei 1998, malam harinya setelah dilantik sebagai
Presiden, pukul.19.30 WIB di Istana Merdeka yang disiarkan langsung melalui RRI dan
TVRI, B.J. Habibie menyatakan tekadnya untuk melaksanakan reformasi. 
Pidato tersebut bisa dikatakan merupakan visi kepemimpinan B.J. Habibie guna menjawab
tuntutan Reformasi secara cepat dan tepat. Beberapa point penting dari pidatonya tersebut
adalah kabinetnya akan menyiapkan proses reformasi di ketiga bidang yaitu:
1. Di bidang politik antara lain dengan memperbarui berbagai perundang-undangan
dalam rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa pada
PEMILU sebagaimana yang diamanatkan oleh GBHN.
2. Di bidang hukum antara lain meninjau kembali Undang-Undang Subversi.
3. Di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian undang-undang yang
menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.
Di samping itu pemerintah akan tetap melaksanakan semua komitmen yang telah disepakati
dengan pihak luar negeri, khususnya dengan IMF.
a. Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan
Sehari setelah dilantik, B.J. Habibie berhasil membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet
Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 36 Menteri, yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas
sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, dan 12
Menteri Negara yang memimpin tugas tertentu. 
Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan tersebut terdapat sebanyak 20 orang yang
merupakan Menteri pada Kabinet Pembangunan era Soeharto. 
Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari berbagai elemen kekuatan politik dalam
masyarakat, seperti dari ABRI, partai politik (Golkar, PPP, dan PDI), unsur daerah, golongan
intelektual dari perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat. 
Pada sidang pertama Kabinet Reformasi Pembangunan, 25 Mei 1998, B.J. Habibie
memberikan pengarahan bahwa pemerintah harus mengatasi krisis ekonomi dengan dua
sasaran pokok, yakni tersedianya bahan makanan pokok masyarakat dan berputarnya kembali
roda perekonomian masyarakat, dengan meningkatkan kualitas, produktivitas dan daya saing
ekonomi rakyat, memberi peran perusahaan kecil, menengah dan koperasi.
Perangkat perundang-undangan yang perlu diperbaharui antara lain Undang-Undang Pemilu,
Undang-Undang tentang Partai Politik dan Golkar, UU tentang susunan dan kedudukan
MPR, DPR dan DPRD, UU tentang Pemerintahan Daerah.
b. Sidang Istimewa MPR 1998
Pada 10-13 November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk menentapkan
langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di segala bidang.
Beberapa hasil yang dijanjikan pemerintah terwujud dalam ketetapan yang dihasilkan MPR,
antara lain:
 Terbukanya kesempatan untuk mengamandemen UUD 1945 tanpa melalui
referendum.
 Pencabutan keputusan P4 sebagai mata pelajaran wajib (Tap MPR
No.XVIII/MPR/1998).
 Masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi hanya sampai dua kali masa tugas,
masing masing lima tahun (Tap MPR No.XIII/MPR/1998).
 Agenda reformasi politik meliputi pemilihan umum, ketentuan untuk memeriksa
kekuasaan pemerintah, pengawasan yang baik dan berbagai perubahan terhadap
Dwifungsi ABRI.
 Tap MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia, mendorong kebebasan
mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan pembebasan
tahanan politik dan narapidana politik.
c. Reformasi Bidang Politik
Sesuai dengan Tap MPR No. X/MPR/1998, Kabinet Reformasi Pembangunan telah berupaya
melaksanakan sejumlah agenda politik, yaitu merubah budaya politik yang diwariskan oleh
pemerintahan sebelumnya, seperti pemusatan kekuasaan, dilanggarnya prinsip-prinsip
demokrasi, terbatasnya partisipasi politik rakyat, menonjolnya pendekatan represif yang
menekankan keamanan dan stabilitas, serta terabaikannya nilai-nilai HAM dan prinsip
supremasi hukum. 
Beberapa hal yang telah dilakukan B.J Habibie adalah:
1. Diberlakukannya Otoda yang lebih demokratis dan luas. Dengan kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah yang ditetapkan melalui Ketetapan MPR No XV/MPR/1998.
2. Kebebasan berpolitik dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik. Dalam
hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah mencabut larangan mengeluarkan
pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.
3. Pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak
dan diberinya kebebasan untuk mendirikan organisasi profesi. Pada era Soeharto, para
wartawan diwajibkan menjadi anggota satu-satunya organisasi persatuan wartawan
yang dibentuk oleh pemerintah.
4. Diberlakukan pembatasan masa jabatan Presiden, seorang warga negara Indonesia
dibatasi menjadi Presiden sebanyak dua kali masa jabatan saja.
d. Pelaksanaan Pemilu 1999
Pemilu 1999 adalah penyelenggaraan pemilu multipartai (yang diikuti oleh 48 partai politik). 
Pemerintah mengajukan RUU tentang partai politik, tentang pemilu, dan tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk KPU yang
anggotanya terdiri dari wakil parpol dan wakil pemerintah.
Dengan masa persiapan yang tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu
1999 ini dapat dikatakan sesuai dengan jadwal, 7 Juni 1999.
Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai tanpa ada kekacauan. Berdasarkan laporan KPU,
19 orang meninggal semasa kampanye, baik karena kekerasan maupun kecelakaan.
Hasil pembagian kursi menunjukan lima partai besar menduduki 417 kursi di DPR, atau
90,26 % dari 462 kursi yang diperebutkan. PDI-P muncul sebagai pemenang pemilu dengan
meraih 153 kursi. Golkar memperoleh 120 kursi, PKB 51 Kursi, PPP 48 kusi, dan PAN 34
kursi.
e. Pelaksanaan Referendum Timor-Timur
Integrasi Timor-Timur (Tim-Tim) ke wilayah RI tahun 1975 yang dikukuhkan oleh TAP
MPR No.VI/ M7PR/1978, atas kemauan sebagian warga Timor-Timur tidak pemah mendapat
pengakuan internasional. 
Meskipun sebenarnya Indonesia tidak pernah mengklaim dan berambisi menguasai wilayah
Tim-Tim. Banyak pengorbanan yang telah diberikan bangsa Indonesia untuk menciptakan
perdamaian dan pembangunan di Tim-Tim.
Namun sungguh disesalkan bahwa segala upaya itu tidak pernah mendapat tanggapan yang
positif, baik di lingkungan internasional maupun di kalangan masyarakat Timor-Timur
sendiri. Di berbagai forum internasional posisi Indonesia selalu dipojokkan. 
Sebanyak 8 resolusi Majelis Umum PBB dan 7 resolusi Dewan Keamanan PBB telah
dikeluarkan. Indonesia harus menghadapi kenyataan bahwa untuk memulihkan citra
Indonesia, tidak memiliki pilihan lain kecuali berupaya menyelesaikan masalah Timor-Timur
dengan cara-cara yang dapat diterima oleh masyarakat internasional. 
Dalam perundingan Tripartit Indonesia menawarkan otonomi yang luas bagi Timor-
Timur. Pihak-pihak yang tidak menyetujui integrasi tetap menginginkan dilakukan
referendum, untuk memastikan rakyat Timor-Timur memilih otonomi atau kemerdekaan.
Bagi Indonesia lebih baik menyelesaikan masalah Timor-Timur secara tuntas, karena akan
sulit mewujudkan Pemerintahan Otonomi Khusus. Karena itu, melalui kajian yang mendalam
dan setelah berkonsultasi dengan Pimpinan DPR dan Fraksi-Fraksi DPR, pemerintah
menawarkan alternatif lain, jika mayoritas rakyat Timor-Timur menolak Otonomi Luas
dalam sebuah “jajak pendapat”, maka wajar dan bijaksana jika pemerintah mengusulkan Opsi
kedua kepada Sidang Umum MPR, yaitu mempertimbangkan pemisahan Timor-Timur dari
NKRI secara damai, baikbaik dan terhormat. 
Rakyat Timor-Timur melakukan jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 sesuai dengan
Persetujuan New York. Hasil jajak pendapat yang diumumkan PBB pada 4 September 1999,
adalah 78.5% menolak dan 21,5% menerima. 
Setelah jajak pendapat terjadi berbagai bentuk kekerasan, sehingga demi kemanusiaan
Indonesia menyetujui percepatan pengiriman pasukan multinasional di Timor–Timur. 
Presiden Habibie mengharapkan MPR berkenan membahas hasil jajak pendapat dan
menuangkannya dalam ketetapan yang memberikan pengakuan terhadap keputusan rakyat
Timor-Timur. 
Sesuai dengan perjanjian New York, ketetapan tersebut mengesahkan pemisahan Timor-
Timur dan RI secara baik untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia bagian dari
masyarakat internasional yang bertanggung jawab, demokratis, dan menjunjung tinggi HAM.
f. Reformasi Bidang Ekonomi
Kebijakan ekonomi Presiden B.J. Habibie dilakukan dengan mengikuti saran dari Dana
Moneter Internasional yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian
Indonesia yang semakin memburuk. Reformasi ekonomi mempunyai tiga tujuan utama yaitu:
1. Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan.
2. Memperkuat basis sektor riil ekonomi.
3. Menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat
krisis.
Presiden Habibie berhasil membawa perekonomian melangkah ke arah yang baik
dibandingkan ketika terjadinya pengalihan kepemimpinan nasional dari Soeharto kepada
Habibie. 
Pemerintahan Habibie berhasil menurunkan laju inflasi. Selain itu, yang paling signifikan
adalah nilai tukar rupiah mengalami penguatan secara simultan hingga menyentuh Rp.
6.700,-/dolar AS pada bulan Juni 1999. 
Padahal pada bulan yang sama tahun sebelumnya masih sekitar Rp. 15.000,-/dollar AS.
Meski saat naiknya eskalasi politik menjelang Sidang Umum MPR rupiah sedikit melemah
mencapai Rp. 8000,-/dolar AS. 
Sesuai TAP MPR No. X/MPR/1998 tentang penanggulangan krisis di bidang sosial budaya
yang terjadi sebagai akibat dan krisis ekonomi, Pemerintah telah melaksanakan Program
Jaring Pengaman Sosial (JPS). 
Program Jaring Pengaman Sosial, telah banyak membantu masyarakat miskin dalam situasi
krisis. Pada masa Presiden B.J. Habibie pembangunan kelautan Indonesia mendapat perhatian
yang besar. 
g. Reformasi Bidang Hukum
Sesuai Tap MPR No.X/MPR/1998 reformasi di bidang hukum diarahkan untuk
menanggulangi krisis dan melaksanakan agenda reformasi di bidang hukum serta untuk
menunjang upaya reformasi di bidang ekonomi, politik dan sosial budaya.
Keberhasilan menyelesaikan 68 produk per UU an dalam waktu 16 bulan. Setiap bulan rata-
rata dihasilkan sebanyak 4,2 UU yang jauh melebihi angka produktivitas legislatif selama
masa Orde Baru yang hanya tercatat sebanyak 4,07 UU per tahun (0,34 per bulan).
Organisasi kepolisian dikembangkan terpisah dari TNI. Sehingga fungsi kepolisian negara
dapat lebih terkait ke dalam kerangka sistem penegakan hukum.
Tekad mengadakan reformasi menyeluruh dalam kehidupan nasional, ditegaskan Habibie
bahwa UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi harus ditelaah lagi untuk disempurnakan.
Penyempurnaan UUD dipandang penting untuk menjamin agar pemerintahan di masa yang
akan datang semakin mengembangkan ke arah perwujudan masyarakat yang dicita-citakan. 
Pada era pemerintahan B.J. Habibie Ketetapan MPR No 11/1978 mengenai keharusan
dilakukan referendum terlebih dulu, sebelum diberlakukan amandemen UUD dicabut
Pada tanggal 1 sampai 21 Oktober 1999, diadakan Sidang Umum MPR hasil pemilu 1999.
Tanggal 1 Oktober 1999, 700 anggota DPR/MPR periode 1999-2004 dilantik. 
Lewat voting, Amin Rais dari PAN terpilih sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung dari
Golkar terpilih sebagai Ketua DPR. Pada 14 Oktober 1999, Presiden B.J. Habibie
menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR. 
Dalam pemandangan umum fraksi tanggal 15-16 Oktober 1999, dari sebelas fraksi, empat
fraksi yang secara tegas menolak, sedangkan enam fraksi belum menentukan putusannya. 
Kebanyakan fraksi itu memberi catatan serta pertanyaan balik tentang masalah Timor-Timur,
pemberantasan KKN, masalah ekonomi dan masalah HAM.
Setelah mendengar Presiden Habibie atas pemandangan umum fraksi, MPR dalam sidangnya
20 Oktober 1999, akhirnya menolak pertanggungjawaban Presiden Habibie melalui voting. 
Tepat pukul 00.35 Rabu dini hari, Ketua MPR Amin Rais menutup rapat paripurna dengan
mengumumkan hasil rapat bahwa pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak pagi
harinya, 20 Oktober 1999, pada pukul 08.30 di rumah kediamannya. 
Habibie mengundurkan diri dari pencalonan presiden periode berikutnya. 20 Oktober 1999,
Rapat Paripurna ke-13 MPR dengan agenda pemilihan presiden dilaksanakan. Beberapa
calon adalah Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Yusril Ihza Mahendra. 
Lewat dukungan poros tengah, Abdurrahman Wahid memenangkan pemilihan presiden
melalui proses pemungutan suara. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Presiden
Habibie yang hanya berlangsung singkat kurang lebih 17 bulan.

Anda mungkin juga menyukai