No : 07
Kelas : XII GP B
KEBIJAKAN EKONOMI ORDE BARU
Kebijakan pemerintah di bidang ekonomi sangat diperlukan baik kebijakan fiskal maupun
kebijakan moneter. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang di gunakan pemerintah untuk mengatasi
masalah-masalah ekonomi yang sedang di hadapi, kebijakan fiskal diartikan sebagai langkah-
langkah pemerintah untuk mengubah pengeluarannya atau pemungutan pajaknya dengan tujuan
untuk mengurangi gerak naik-turun tingkat kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu, menciptakan
tingkat kegiatan ekonomi dengan tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tidak menghadapi masalah
inflansi, dan selalu mengalami pertumbuhan yang memuaskan.
Harus diakui bahwa orde baru di kepemimpinan Presiden Soeharto telah berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam rentang waktu yang panjang,
pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif tercatat
dalam bentuk penurunan angka kemiskinan absolut yang diikuti dengan perbaikan indikator
kesejahteraan rakyat secara rata-rata. Adapun dampak negatif yang muncul adalah perbedaan
ekonomi antar daerah.
Dalam rangka Rehabilitasi dan Stabilisasi Ekonomi, pemerintah orde baru menerbitkan
beberapa kebijakan umum dan khusus, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.
Prioritas utama yang dilakukan pemerintah adalah memerangi atau menanggulangi hiperinflasi yang
mencapai sekitar 650%.
1. Penerbitan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dinilai sebagai salah satu
sumber utama terjadinya hiperinflasi. Intinya adalah penertiban pengeluaran anggaran belanja
negara disatu pihak dan peningkatan penerimaan pajak, bea cukai, dan seterusnya dipihak
lainnya.
2. Penjadwalan kembali kewajiban membayar hutang-hutang luar negeri (debt rescheduling) yang
lewat batas waktunya dan mengusahakan penundaan pembayarannya, diikuti dengan pencarian
kredit baru dengan syarat-syarat lebih lunak untuk pembiayaan pembangunan.
3. Merangsang eksportir untuk meningkatkan ekspor nya dengan mengurangi campur tangan
pemerintah serta memberikan bonus ekspor (BE) yang dapat diperjual belikan.
4. Menghentikan konfrontasi terhadap malaysia serta menjalin kembali hubungan baik dengan
negara-negara tetangga dan kembali menjadi anggota PBB.
5. Kembali menjadi anggota badan-badan keuangan internasional, seperti international monetary
fund (IMF) dan international bank for reconstruction and development (IBRD) yang dikenal
dengan nama World Bank.
6. Dikeluarkannya beberapa peraturan pada tanggal 3 oktober 1966. Kebijakan ini antara lain :
a. Menerapkan anggaran belanja berimbang (balanced budget). Fungsinya adalah untuk
mengurangi salah satu penyebab terjadinya inflasi.
b. Menerapakan kebijakan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha-usahasector
produktif, seperti sector pangan, ekspor, prasarana dan industri.
c. Menerapakan kebijakan peneundaan pembayaran utang luar negeri (rescheduling), serta
berusaha untuk mendapatkan pembiayaan ataukredit luar negeri baru.
d. Menerapakan kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor
luarnegeri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia.
7. Dikeluarkannya peratuaran 10 februari 1976 tentang persoalan harga dan tarif.
8. Dikeluarkannya peraturan 28 juli 1967. Kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan stimulasi
kepada para pengusaha agar mau menyerahkan sebagian dari hasil usahanya untuk sektor
pajak dan ekspor Indonesia..
9. Menerapkan UU no.1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing.
10. Mengesahkan dan menerapkan RUU APBN melalui UU no. 13 tahun 1967.
1. Gairah ekonomi dan bisnis dalam negeri bisa meningkat, sehingga sistem perekonomian
Indonesia tidak terisolir dari dunia internasional.
2. Pemerintah Indonesia lebih mudah mencari dana bantuan dari luar negeri, yang berarti Indonesia
menjadi lebih terbuka bagi investasi modal asing.
Sejalan dengan tujuan itu, pemerintah Indonesia melakukan reorganisasi sistem perbankan
nasional. Sistem bank tunggal sebagai alat revolusi pada tahun 1968 di bubarkan melalui undang-
undang tentang perbankan, misalnya UU No.13 tahun 1968 tentang bank sentral. Berdasarkan
undang-undang itu, BNI Unit 1 kembali menjadi bank indonesia dengan tugas sebagai bank sentral,
sehingga secara resmi mengakhiri sistem bank tunggal.
Dalam rangka menanggulangi masalah utang-utang luar negeri yang jatuh tempo,
pemerintah orde baru berupaya melakukan diplomasi kepada negara-negara donatur untuk
penjadwalan kembali kewajiban membayar hutang luar negeri Indonesia. Pemerintah mengirimkan
tim negosiatornya ke paris (paris club) untuk merundingkan utang-piutang pemerintah untuk utang
komersial swasta.
Kebijakan yang ditempuh pemerintah orde baru ternyata cukup efektif. Hiperinflasi berhasil
dikendalikan. Keberhasilan itu sudah mulai menampakkan diri menjelang akhir tahun 1968. Angka
inflasi sudah berada dibawah tiga digit, sehingga pada tahun berikutnya pemerintah orde baru mulai
melaksanakan rencana pembangunan lima tahun repelita yang pertama.
Produk kebijakan ekonomi selama orde baru teramat birokratis, tidak demokratis, dan
cendrung KKN. Atas kebijakannya dalam pembangunan nasional dan soeharto berencana
membentuk komite reformasi dan pengubahan susunan kabinet pembangunan VII namun pada
masa orde baru kenyataannya pada saat itu menunjukkan komite reformasi tidak dapat terwujud,
karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, menilai
bahwa dengan tidak di wujudkannya komite reformasi, maka perubahan susunan kabinet
pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi. Pada masa kepemimpinan Soeharto yang kedua
kalinya melalui sidang umum (SU) MPR (1-11 maret 1998 ) ternyata tidak menimbulkan dampak
positif berarti bagi upaya pemulihan kondisi ekonomi Indonesia. Bahkan memperparah gejolak
krisis. Kondisi kian diperparah oleh upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Perekonomian
yang di bangun sejak orde baru ternyata rapuh tak mampu menahan badai krisis moneter tersebut.
Kebijakan perekonomian pada Tap.MPRS No.XXIII/MPR/1966 sebagai berikut :
Ø Tap.MPRS No.XXIII/MPR/1966
Kebijakan perekonomian pada masa Orde Baru sebenarnya telah dirumuskan pada sidang MPRS
tahun 1966. Pada sidang tersebut telah dikeluarkan Tap.MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
pembaruan kebijakan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Tujuan dikeluarkan
ketetapan tersebut adalah untuk mengatasi krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda negara
Indonesia sejak tahun 1955. Berdasarkan ketetapan tersebut, Presiden Suharto mempersiapkan
perekonomian Indonesia sebagai berikut:
Sturktur perekonomian Indonesia pada tahun 1950-1965 dalam keadaan kritis yang ditandai
oleh hal-hal sebagai berikut.
Kedudukan DSEN sebagai pembantu pemerintah yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Sementara itu, tugas-tugasnya adalah merumuskan kebijakan dibidang ekonomi, menyusun
program, dan mengendalikan pelaksanaan dengan tujuan mewujudkan stabilitas ekonomi nasional
secepatnya.
Kebijakan perbaikan ekonomi yang dilakukan oleh Kabinet Ampera meliputi bidang
keuangan atau moneter, produksi, dan distribusi. Melaui pemikiran Prof. Dr. Wijoyo Nitisastro,
Prof. Dr. Ali Wardana, Prof. Dr. Sumitri Joyohadikusumo, Drs. Radius Prawiro, Prof. Dr. Ir. Moh.
Sadli, Prof. Dr. Email Salim, Drs. Frans Seda, dan Prof. Dr. Subroto hasil pendidikan dari
Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat, berhasil menata kembali struktur ekonomi
Indonesia yang morat-marit. Karena orientasi pemikiran ekonomi Indonesia yang selalu bertumpu
pada para alumnus Berkeley tersebut menyebabkan mereka dijuluki Mafia Berkeley. Berdasarkan
hasil pemikiran para ekonomi lulusan Berkeley tersebut, Indonesia pada awal pemerintahan Orde
Baru berhasil mengatasi krisis ekonomi yang diderita. Banyak modal asing datang, industri
berkenbang pesat, dan muncul kesempatan kerja. Indonesia juga menjalin kerja sama dengan
lembaga keuangan dunia, seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank).
Pada tanggal 15 Juni 1968, Presiden Soeharto membentuk Tim Ahli Ekonomi Presiden yang
terdiri atas Prof. Dr. Widjojo Nitisastro, Prof. Dr. Ali Wardhana, Prof. Dr. Moh. Sadli, Prof. Dr.
Soemitro Djojohadikusumo, Prof. Dr. Subroto, Dr. Email Salim, Drs. Frans Seda, dan Drs. Radius
Prawiro. Tim tersebut menetapkan langkah-langkah yang ditetapkan untuk mencapai kemakmuran
Indonesia.
Orde Baru yang mewujudkan tatanan seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
melaksanakan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, tentu format
politik dan kehidupan ekonominya dibentuk sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945.
Apabila kita simak dengan sungguh-sungguh, maka akan jelas tampak bahwa tema utama Undang
Undang Dasar 1945 adalah kesejahteraan rakyat. Halini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa
dimasa penjajahan kesejahteraan masyarakat Indonesia sangat rendah, dan para pendiri negara kita,
menyadari benar bahwa didalam indonesia merdeka itulah bangsa Indonesia akan dapat
membangun dirinya untuk meningkatkan kesejahteraan.
Tatkala Orde Baru yang dibangun oleh Jenderal Soeharto mulai memegang tampuk
pimpinan negara, Indonesia berada dalam situasi ekonomi yang sangat memprihatinkan. Produksi
macet, dibidang pertanian kekurangan sarana produksi sehingga produktivitas pertanian rendah,
dibidang industri sangat kekurangan bahan baku, dibidang distribusi infrastruktur sangat tidak
memadai, ekspor yang sangat tergantung pada bahan tambang dan hasil-hasil perkebunan terus
merosot. Anggaran Belanja Negara terus mengalami defisit dan ditutup dengan mencetak uang,
inflasi terus hingga mencapai lebih dari 600 persen. Selain itu, situasi keamanan juga sangat buruk
akibat dari belum terselesaikannya masalah yang berkaitan dengan pemberontakan G-30-S/PKI.
Kebijakan deregulasi dan liberalisasi tahun 1982, dilancarkan oleh pemerintah sebagai
konsekuensi dari jatuhnya harga minyak dipasaran dunia. Harga minyak dunia pada tahun 1982
secara tiba-tiba jatuh, akibatnya langsung dirasakan pemerintah bagi berlangsungnya pembangunan
adalah berkurangnya penerimaan dana pembangunan, seperti yang diketahui pada APBN 1980-
1981 ketika masih terjadi oil boom, tidak kurang 70% penerimaan APBN diperoleh dari penjualan
minyak.
Upaya pemerintah untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi dengan menggali dan
mengembangkan ekspor non-migas tidaklah secara mudah dapat direalisasikan, mengingat upaya
ekspor non-migas telah lama terabaikan sebelumnya. Pemerintah terlena dengan masa oil boom.
Begitu terjadi oil crisis, pemerintah baru mencari sumber aktivitas ekonomi yang diharapkan dapat
mengisi dan menggantikan peran minyak.
Sumber :
https://arikhamid.wordpress.com/tag/kebijakan-ekonomi-orde-baru/
http://wartasejarah.blogspot.in/2014/12/kebijakan-ekonomi-orde-baru.html?m=1
http://wikipedia.com