0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
263 tayangan14 halaman
Dokumen tersebut membahas upaya pemerintah Indonesia pada 1950-an untuk mengembangkan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional melalui berbagai program seperti Gerakan Benteng, Gerakan Ekonomi Ali Baba, Gerakan Asaat, Gunting Syafruddin, Rencana Program Lima Tahun, dan nasionalisasi perusahaan asing.
Dokumen tersebut membahas upaya pemerintah Indonesia pada 1950-an untuk mengembangkan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional melalui berbagai program seperti Gerakan Benteng, Gerakan Ekonomi Ali Baba, Gerakan Asaat, Gunting Syafruddin, Rencana Program Lima Tahun, dan nasionalisasi perusahaan asing.
Dokumen tersebut membahas upaya pemerintah Indonesia pada 1950-an untuk mengembangkan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional melalui berbagai program seperti Gerakan Benteng, Gerakan Ekonomi Ali Baba, Gerakan Asaat, Gunting Syafruddin, Rencana Program Lima Tahun, dan nasionalisasi perusahaan asing.
KELOMPOK 5 Anggota : • Ananda Rahayu P • Aulia Husna • Deyan Triyanda • Kiranti Johar Arif • Salma Ghina F • Zaidan Isham M 1.Pemikiran Ekonomi Nasional
• Pemikiran ekonomi pada 1950-an pada umumnya merupakan
upaya mengembangkanstruktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Pemikiran ekonomi pada 1950-an pada umumnya merupakan upaya mengembangkanstruktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Hambatan yang dihadapidalam mewujudkan hal tersebut adalah sudah berakarnya sistem perekonomian kolonial yang cukup lama. Upaya membangkitkan perekonomian sudah dimulai sejak kabinet pertama di era demokrasi parlementer, Kabinet Natsir. A.Gerakan Benteng
• Perhatian terhadap perkembangan dan pembangunan
ekonomi dicurahkan oleh Soemitro Djojohadikusumo Menteri Perdagangan pada masa Kabinet Natsir. Sumitro yang merupakan wakil Partai Sosialis Indonesia dalam kabinet Natsir(Masyumi) melihat menumpuknya beban pemerintahan RI karena utang warisan penjajahBelanda . Gagasan Soemitro kemudian dituangkan dalam program Kabinet Natsir dalam wujud pencanangan Rencana Urgensi Perekonomian(RUP) yang sering disebut juga dengan Plan Soemitro. Wujud dari RUP tersebut kemudiandicanangkan Program Benteng. • Program Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubahstruktur ekonomi ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Tujuan dari program GerakanBenteng antara lain sebagai berikut: 1. Menumbuhkan dan membina wiraswasta Indonesia sambil menumbuhkan ekonomi nasional. 2. Mendorong importir-importir nasional hingga mampu bersaing dengan perusahaan- perusahaan impor asing (Belanda dan China). 3. Membatasi impor barang-barang agar memberikan lisensi impor hanya kepada importirIndonesia 4. Memberikan bantuan dalam bentuk kredit kepada importir Indonesia B.Gerakan Ekonomi Ali Baba
• Pada masa pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo I
(Agustus 1954 - Agustus 1955),menteri prekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisuryo memperkenalkan sistem ekonomi baru yangdikenal dengan sistem Ali-Baba. Artinya, bentuk kerjasama ekonomi antara pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan pengusaha Tionghoa yang diidentikkan denganBaba. Tujuan dari program Gerakan Ekonomi Ali Baba 1. Untuk memajukan pengusaha pribumi. 2. Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi. Kebijakan ini digambarkan Ali sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina C. Gerakan Asaat Usaha lain yang pernah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pengusaha pribumi dilakukan melalui “Gerakan Asaat”. Gerakan Assat merupakan suatu gerakan ekonomi yang diprakarsai Mr. Asaat yang merupakan Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Natsir. Gerakan Asaat memberikan perlindungan khusus bagi warga negara Indonesia Asli dalam segala aktivitas usaha di bidang perekonomian dari persaingan. Ternyata kebijakan pemerintah ini memunculkan reaksi negatif yaitu muncul golongan yang membenci kalangan Cina. D. Gunting Syafruddin
Pemerintah, selain melakukan upaya perbaikan jangka panjang,
juga melakukan upaya perbaikan jangka pendek untuk menguatkan perekonomian Salah satunya yang dikenal dengan istilah Gunting Syafrudin. Gunting Sjafruddin adalah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950. Uang NICA dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 keatas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula, Guntingan kanan dapat ditukar dengan obligasi Pemerintah. Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu sedang terpuruk utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung. Dengan kebijaksanaan yang kontroversial itu, Sjafruddin bermaksud sekali pukul menembak beberapa sasaran: penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang baru, mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi dan dengan demikian menurunkan harga barang,dan mengisi kas pemerintah. E. Rencana Program Lima Tahun (RPLT) Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara (BPN). Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Biro Perancang Negara (BPN) berhasil menyusun Rencana Pembangunan LimaTahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Program Rencana Lima Tahun lebih bersifat teknis dan terinci serta mencakup prioritas-prioritas proyek yang paling rendah. Tujuan dari Rencana Lima Tahun adalah mendorong munculnya industri besar, munculnya perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum dan jasa pada sektor publik yang hasilnya diharapkan mampu mendorong penanaman modal dalam sektor swasta. RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena : • Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 danawal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot. • Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaanBelanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi. • Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing- masing. Nasionalisasi PerusahaanUsaha pembangunan ekonomi nasional lainnya dijalankan dengan kebijakan nasionalisasi perusahaan- perusahaan asing. Nasionalisasi adalah proses di mana negara mengambil alihkepemilikan suatu perusahaan milik swasta atau asing. Undang-Undang nasionalisasi disah kan pada tanggal 27 Desember 1958. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.23/1958 tersebut ditetapkan bahwa perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah RI menjadi milik penuh dan bebas negara RI. • Pada tahun 1956, PM Ali Sastroamidjojo II membatalkan perjanjian KMB dengan Belanda secara sepihak, karena Belanda tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada RI. Namun, pemerintah RI masih mengusahakan perjuangan diplomasi melalui Perserikatan bangsa- bangsa (PBB). Hasilnya, Indonesia kembali gagal memperjuangkan kembalinya Irian Baratke dalam naungan RI dalam Sidang Umum PBB di bulan November 1957. Pemerintah Indonesia pada masa itu mengambil kebijakan untuk melakukan nasionalisasi perusahaanBelanda. Sejak tahun 1957 nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi dalam dua tahap. Selanjutnya pemerintah membentuk Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) untuk menertibkan proses nasionalisasi. Beberapa Perusahaan asing yang dinasionalisasiantara lain sebagai berikut. 1.menasionalisasi De Javasche Bank (DJB) menjadiBank Indonesia (BI). 2. PLN(Perusahaan Listrik Negara). 3. Djawatan Kereta Api (DKA), yangkemudian berkembang menjadi PJKA, PERUMKA dan saat ini PT KAI. 4. Pos Telegram danTelekomunikasi (PTT), Djawatan Pegadaian dan Djawatan Angkutan Motor RI (DAMRI), 5. Pusat Perkebunan Negara (PPN) 6. Garuda Indonesia Airways(GIA) yang mengambil alih semua asset KNILM (Koninklijke Nederlands IndischeLuchtvaart Maatschappij), anak perusahaan KLM di Hindia Belanda). 7. KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) yang merupakanembrio PELNI. 8. BPM (Borneo Petroleum Maatschappij) dan Shell (perusahaan patungan Belanda-Inggris).