HISTORIA
Dampak
Ekonomi
Tanam Paksa
Johannes Yan Den bosch adalah gubernur jenderal yang mencetuskan sistem
cultuurstelsel atau tanam paksa pada tahun 1930. Petani diwajibkan menanam yang
sesuai permintaan yang diantaranya seperti kopi,tembakau,tebu,teh,lada,kayu
manis,dan Kina.
4. petani yang dulunya hanya mengenal penjulan dengan konvensional dengan adanya
sistem ini jadi mengenal komersial.
Urbanisasi
- Tuban
- Gresik
- Batavia
- Surabaya
- Banten
- Bandung
- Sukabumi
- Batavia
- Bandung
- Malang
- Semarang
3. Dampak Sosial
Sebelum memasuki masa politik etis, Indonesia tertinggal dalam hal lingkup
pengetahuan penyebabnya karena karena keterbatasan orang pribumi yang mendapat
pendidikan, rakyat indonesia jarang melihat langsung dalam perkembangan IPTEK, dan
minimnya industrialisasi.
Meskipun terdapat beberapa aspek pengetahuan dan teknologi yang diperkenalkan
oleh pemerintah Belanda. Seperti masyarakat Indonesia dikenalkan pada senjata
modern dari senjata yang ringan hingga berat. IPTEK merupakan pengenalan senjata
maupun kendaraan tempur yang berasal dari Eropa, yang diterapkan oleh Hindia
Belanda. Setelah merdeka perkembangan IPTEK berkembang pesat. Hal itu karena
didorong oleh terbukanya akses untuk mendapatkan ilmu. Jejak IPTEK di Indonesia
memudahkan indonesia untuk melakukan aktivitas sehari hari.
Awalnya pelayanan kesehatan kolonial pada awal abad ke-20 memang sangat
diskriminatif karena hanya sebagian kecil dari rakyat pribumi yang mendapatkan akses
pelayanan kesehatan ini. Pemerintah kolonial belanda berubah dengan bagaimana
pelayanan kesehatan kolonial dapat dinikmati oleh masyarakat secara meluas apalagi
pada saat itu wabah penyakit mulai menyebar, sebut saja malaria, pes dan kolera.
Pemerintah kolonial mengeluarkan kebijakan untuk memfasilitasi pendidikan bagi para
tenaga medis, pendirian School tot Opleading van Indische Artsen (STOVIA) atau
disebut sebagai "Sekolah Dokter Jawa" dan pendirian sekolah dokter lainnya.
Tahun 1641, VOC sudah mendirikan bangunan rumah sakit permanen di Batavia.
Pemerintah kolonial juga mulai membangun sarana dan prasarana pendukungnya,
tenaga kerja di Jawa maupun di luar pulau Jawa diadakan pembangunan rumah sakit
perusahaan perkebunan, pertambangan, dan pelayaran.
Pada masa kolonial Belanda, mobilitas sosial atau perpindahan penduduk dari satu
daerah ke daerah lainnya berjalan sangat cepat. Terdapat beberapa hal yang membuat
percepatan mobilitas sosial terjadi di Indonesia yakni:
b. Dibukanya lahan pertanian dan perkebunan memunculkan kota kota baru sebagai
dampak munculnya perkebunan seperti Batavia, Banten, Bandung, Sukabumi, Tuban,
Gresik, Semarang, Surabaya, hingga Malang.
Mobilitas sosial terbesar di Indonesia terjadi pada masa kolonial Belanda pada masa
itu. Adapula beberapa penyebab lain terjadinya mobilisasi rakyat pribumi masa kolonial,
yakni:
a. Lahan pertanian desa beralih fungsi menjadi perkebunan besar. Petani beralih
profesi menjadi buruh.
b. Keinginan untuk terhindar dari berbagai kewajiban seperti kewajiban tanam paksa
atau kerja paksa.
c. Kota-kota baru bermunculan dan hal itu mendukung berbagai aktivitas masyarakat
yang memungkinkan, seperti berbagai sarana prasarana tersedia di kota tersebut dan
membuat masyarakat pergi ke kota untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Sentimen Rasial
Munculnya sentimen rasial pernah terjadi pada masa penjajahan kolonial Belanda.
Bahkan masalah rasisme diatur melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Belanda. Dengan sengaja Pemerintah Kolonial Belanda membeda-bedakan golongan
berdasarkan ras. Kebijakan itu semakin tegas sejak awal abad ke-19 yang mana.
pemerintahan Hindia Belanda membagi penduduk menjadi tiga golongan, yakni:
b. Golongan Timur Asing yang terdiri dari Cina, Arab, India dan negara lainnya sebagai
kelas kedua.
7. Dampak Politik
Memasuki Abad ke-20 Belanda menerapkan kebijakan politik etis atau politik "balas
budi" pada 1901 supaya memperbaiki pendidikan di tanah air. perkembangan inilah
yang kemudian melahirkan golongan cedikiawan. yang dikenal dengan masa
"Pergerakan Nasional" ,Pergerakan nasional ini berdiri pada tahun 1918.