Anda di halaman 1dari 9

SMA NEGERI 104 JAKARTA

MAKALAH
HUTANG PIUTANG

4 Mei 2018

Disusun oleh :
1. Aisyah Nurul Afyna
2. Alda Fatima
3. Alisya Zahra Yunir
4. Filzah Delia Arfani
KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah kepada Allah SWT yang terus menerus tiada henti
memberikan kita nikmat sehat wal a’fiat dan nikmat panjang umur sehingga kita
dapat terus belajar menunaikan kewajiban kita, yaitu menuntut ilmu.
Shalawat dan salam tidak lupa kita sampaikan kepada Uswatun Hasanah kita,
Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya dan para
tabi’it tabi’in, kepada guru-guru dan orang tua kita yang telah mengajarkan
kepada kita ilmu agama. Dengan agama itu kita dapat membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk dan dengan itu pula kita dapat beribadah sebaik-
baiknya.

Ibadah di dalam agama yang kita anut (Islam) mempunyai makna yang
sangat luas,ada ibadah Maqdoh dan ada ibadah Ghairu Maqdoh, dalam
ibadah Maqdoh yang mengatur hubungan manusia dengan Allah yang
mempunyai hukum tetap yang tidak dapat diganggu gugat, sedangkan
ibadah Ghairu Maqdoh yang mengatur hubungan manusia dengan manusia
kadang kala mempunyai hukum yang tidak tetap (flexibel) dalam artian melihat
keadaan dan kondisinya, maka segala peraturan yang mengatur hukum ini,
disebut Fiqih.

Jakarta, 4 Mei 2018


Hormat kami,

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2

BAB I : PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II : PEMBAHASAN..................................................................... 5
A. Pengertian Hutang Piutang
B. Rukun Hutang Piutang
C. Adab Hutang Piutang
D. Bahaya Orang Yang Enggan Melunasi Hutangnya
E. Ringkasan Hadits Shahih Bukhori
F. Ringkasan Shahih Muslim

BAB III : PENUTUP ........................................................................... 8


A. Kesimpulan
B. Saran

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam
interaksi kehidupan manusia. Ketidakmerataan dalam hal materi
adalah salah satu penyebab munculnya perkara ini. Selain itu juga
adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman (hutang) juga ikut
ambil bagian dalam transaksi ini.
Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam
kehidupan manusia juga mengatur mengenai perkara hutang piutang.
Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah
untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan.
Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak telah
bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini
sedikit demi sedikit mulai menyisihka, menggeser, bahkan bisa
menghilangkan konsep muamalah Islam itu sendiri. Oleh karena
itulah, perkara hutang piutang ini penting untuk diketahui oleh umat
Islam agar nantinya bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang
telah disyariatkan oleh Allah swt.
Bertolak dari apa yang sedikit diuraikan di atas, makalah ini
dibuat untuk memaparkan apa yang telah disyariatkan oleh agama
Islam terkait al-Qardh (hutang piutang) dengan kajian normatif yang
dikutip dari berbagai sumber terkait definisi, landasan hukum, hukum
qardh, dan lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Utang Piutang (Qardh)
2. Landasan Hukum Qardh dan Hikmahnya
3. Syarat dan Rukun Qardh
4. Adab-adab Islami dalam Qardh

3
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan definisi al-Qardh menurut bahasa dan
istilah.
2. Untuk memaparkan landasan hukum mengenai al-Qardh.
3. Untuk menjelaskan rukun dan syarat al-Qardh.
4. Untuk menjelaskan tata cara pengembalian hutang dilihat
dari waktu, tempat dan harta yang dikembalikan.
5. Untuk memaparkan hikmah disyariatkan al-Qardh.
6. Untuk menjelaskan problemtika terkait al-Qardh pada masa
sekarang.
7. . Untuk memenuhi tugas semester 4 SMA Negeri 104

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Hutang Piutang ialah menerima sesuatu dari seseorang atau
memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian bahwa sesuatu
itu akan dikembalikan atau diganti tanpa berkurang jumlah atau nilainya.
Berpiutang adalah sunnat, karena bersifat menolong orang lain.
Orang berhutang tentu didorong oleh kebutuhan yang mendesak.
Dari Ibnu Mas’ud, Bersabda Rasulullah saw. :

B. Rukun dan Syarat Hutang Piutang


1) Yang berpiutang dan yang berhutang, dengan syarat telah akil baligh.
Yang berpiutang tidak boleh meminta pembayaran melebihi pokok
piutang. Yang berhutang tidak boleh melalaikan atau menunda-nunda
pembayaran hutangnya.
2) Barang yang dihutangkan adalah milik yang sah dari yang berpiutang.
Pengembalian hutang tidak boleh kurang nilainya, bahkan sunnat bagi
yang berhutang mengembalikkan lebih dari pokok hutangnya.
3) Sighat atau pernyataan berhutang piutang.
Dari Ali bin abi thalib, bersabda Rasulullah saw. :

Sabda Rasulullah saw. Dari Abu Hurairah r.a. :

Dari Abu Hurairah, bersabda Rasulullah saw. :

B. Landasan Hukum Al-Qardh


Dasar disyari’atkannya qardh (hutang piutang) adalah al-
qur’an, hadits, dan ijma’:
1. Dasar dari al-Qur’an adalah firman allah swt:
‫ض الَّذِي ذَا َمن‬ َ ُ‫َك ِثي َرةً أَض َعافًا لَهُ فَي‬
َ ‫ضا ِعقَهُ َقرضًا َح‬
ُ ‫سنًا للاَ يُق َر‬
Artinya:

5
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada allah
pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan allah), maka
allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak.” (Q.S Al-Baqarah :245)
Sisi pendalilan dari ayat diatas adalah bahwa allah swt
menyerupakan amal salih dan memberi infaq fi sabilillah
dengan harta yang dipinjamkan. Dan menyerupakan
pembalasannya yang berlipat ganda dengan pembayaran
hutang. Amal kebaikan disebut pinjaman (hutang) karena
orang yang berbuat baik melakukannya untuk mendapatkan
gantinya sehingga menyerupai orang yang menghutangkan
sesuatu agar mendapat gantinya.[8]
2. Dasar dari as-sunnah :
‫صلَى النَّ ِبي ا َ َّن َمسعُود اب ِن ع َِن‬ َ ُ‫علَي ِه للا‬ َ ‫ قَا َل َو‬: ‫امن‬
َ ‫سلَ َم‬ ِ ‫ض ُمس ِلم َم‬
ُ ‫ُمس ِل ًما يُق ِر‬
‫َان ا َِّّل َم َّرتَي ِن قَرضًا‬ َ ‫)حبان وابن ماجه رواهابن( َم َّرةً قَة َك‬
َ ‫ص َد ك‬
Artinya:
“Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW, bersabda, “tidak
ada seorang muslim yang menukarkan kepada seorang muslim
qarad dua kali, maka seperti sedekah sekali.” (HR. Ibn Majah
dan Ibn Hibban)[9]
3. Ijma’
Kaum muslimin sepakat bahwa qarad dibolehkan dalam
islam. Hukum qarad adalah dianjurkan (mandhub) bagi
muqrid dan mubah bagi muqtarid, berdasarkan hadits diatas.

C. Hukum Al-Qardh
Hukum qardh (hutang piutang) mengikuti hukum taklifi:
terkadang boleh, terkadang makruh, terkadang wajib, dan
terkadang haram. Semua itu sesuai dengan cara
mempraktekannya karena hukum wasilah itu mengikuti
hukum tujuan.
Jika orang yang berhutang adalah orang yang mempunyai
kebutuhan sangat mendesak, sedangkan orang yang dihutangi

6
orang kaya, maka orang yang kaya itu wajib memberinya
hutang.
Jika pemberi hutang mengetahui bahwa penghutang akan
menggunakan uangnya untuk berbuat maksiat atau perbuatan
yang makruh, maka hukum memberi hutang juga haram atau
makruh sesuai dengan kondisinya.
Jika seorang yang berhutang bukan karena adanya kebutuhan
yang mendesak, tetapi untuk menambah modal
perdagangannya karena berambisi mendapat keuntungan yang
besar, maka hukum memberi hutang kepadanya adalah
mubah.
Seseorang boleh berhutang jika dirinya yakin dapat
membayar, seperti jika ia mempunyai harta yang dapat
diharapkan dan mempunyai niat menggunakannya untuk
membayar hutangnya. Jika hal ini tidak ada pada diri
penghutang. Maka ia tidak boleh berhutang.
Seseorang wajib berhutang jika dalam kondisi terpaksa dalam
rangka menghindarkan diri dari bahaya, seperti untuk
membeli makanan agar dirinya tertolong dari kelaparan.[10]

G. Hikmah disyariatkan Al-Qardh


Hikmah disyariatkannya Al-Qardh dapat dilihat dari dua
sisi, sisi pertama dari orang yang berhutang (muqtaridh) yaitu
membantu mereka yang membutuhkan, dan sisi kedua adalah
dari orang yang yang memberi hutang (muqridh) yaitu dapat
menumbuhkan jiwa ingin menolong orang lain, menghaluskan
perasaan sehingga ia peka terhadap kesulitan yang dialami
oleh orang lain.[17]
Adapun hikmah disyariatkannya Al-Qardh (hutang
piutang) menurut Syekh Sayyid Tanthawi dalam kitabnya,
Fiqh al-Muyassar adalah sebagai berikut:[18]
ُ‫ َمش ُرو ِعيَّ ِت ِه َو ِحك َمة‬: ‫علَى التَيسِي ُر‬ ِ َّ‫الن‬, ‫ق‬
َ ‫اس‬ ُ ‫والرف‬
ِ ُ‫والرح َمة‬
َّ ‫ ِب ِهم‬, ‫علَى وال َع َم ُل‬
َ
ِ‫ َمتَا ِع ِب ِهم تَف ِريج‬, ‫ضاء‬َ َ‫صا ِل ِح ِهم وق‬
َ ‫َم‬
1. Memudahkan kepada manusia (‫علَى التَيسِي ُر‬ ِ َّ‫)الن‬.
َ ‫اس‬

7
2. Belas kasih dan kasih sayang terhadap mereka (‫ق‬ ُ ‫الرف‬
ِ
ُ‫والرح َمة‬
َ ‫ ) ِب ِهم‬.
3. Perbuatan yang membuka lebar-lebar (menguraikan)
kesulitan yang mereka hadapi (‫ع َلى العَ َم ُل‬
َ ِ‫) َمتَا ِع ِب ِهم تَف ِريج‬.
4. Mendatangkan kemaslahatan bagi mereka yang
berhutang (‫ضاء‬ َ َ‫صا ِل ِح ِهم ق‬
َ ‫) َم‬.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Qardh (hutang piutang) pada intinya adalah perbuatan atau
aktifitas yang mempunyai tujuan untuk membantu orang lain
yang sedang membutuhkan pertolongan berupa materi, dan
sangat dianjurkan karena memberikan hikmah dan manfaat
bagi pemberi utang maupun bagi penerima utang. Qardh
diperbolehkan selama tidak ada unsur-unsur yang merugikan
salah satu pihak.

B. Saran
Kami sadar betul dalam pembuatan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharap
kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun, supaya kami bisa berbuat lebih baik lagi
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai