Anda di halaman 1dari 8

2.

1 Sejarah Suku Madura


Suatu negara yang bernama "Mendangkamulan" dengan seorang Raja yang
bernama "Sangyangtunggal", beliau mempunyai anak gadis bernama "Bendoro Gung".
Suatu hari hamil dan diketahui Ayahnya. Raja marah karena kehamilan putri kesayangannya
tidak bisa masuk akal, akhirnya dia menyuruh sang Patih yang bernama "Pranggulang"untuk
membunuh anaknya itu. Karena tidak tega melihat putri Bendoro Gung, maka ia tidak
membunuh anak raja itu, melainkan mengasingkan ke tepi laut sambil berucap pergilah ke
“Madu Oro” (waktu itu hanya sebuah dua bukit di tengah laut yang kemudian sekarang tempat
tersebut disebut Gunung Geger di Bangkalan dan bukit yang kedua adalah Gunung Pajudan
Sumenep) dan patih yang baik hati itu tidak kembali ke Istana dengan tujuan takut di bunuh
oleh raja. Karena telah melalaikan tugas dia merubah namanya dengan Ki Poleng serta melepas
pakaian kebangsawan dan di ganti dengan kain tenun (kain sederhana yang kemudian menjadi
ciri khas orang Madura). Putri raja yang hamil yang malang merasa perutnya sakit dan segera
ia memanggil Ki Poleng dengan cara mengepakkan kakinya ke bumi sebanyak tiga kali sesuai
petunjuk nya dulu. Tidak lama kemudian Ki Poleng datang dan mengatakan bahwa Bendoro
Gung akan melahirkan anak. Akhirnya putra tersebut yang diberi nama Raden Segoro (artinya
laut, sebab dia lahir ditengah laut).

Maka dapat disimpulkan bahwa istilah Madura berasal dari akar kata “Madu Oro” yang
merupakan lontaran dari patih yang bijaksana dalam menyimbolkan dua bukit ditengah lautan.
Sedangkan asal usul penduduk pulau Madura merupakan anak cucu dari Raden Segoro dari
ibu Bendoro Gung.

2.2 Bahasa Suku Madura


Bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia dengan manusia yang lainnya,
sehingga terjadi proses interaksi antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok,
dan kelompok dengan individu yang bertujuan menyampaikan pesan atau informasi. Bahasa
Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura. Bahasa Madura mempunyai penutur
kurang lebih 14 juta orang, dan terpusat di Pulau Madura, Ujung Timur Pulau Jawa atau di
kawasan yang disebut kawasan Tapal Kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya, Malang,
sampai Banyuwangi, Kepulauan Masalembo, hingga Pulau Kalimantan. Bahasa Kangean,
walau serumpun, dianggap bahasa tersendiri. Di Pulau Kalimantan, masyarakat Madura
terpusat di kawasan Sambas, Pontianak, Bengkayang dan Ketapang, Kalimantan Barat,
sedangkan di Kalimantan Tengah mereka berkonsentrasi di daerah Kotawaringin Timur,
Palangkaraya dan Kapuas.
Bahasa Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia ranting Malayo-
Polinesia, sehingga mempunyai kesamaan dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia.
Bahasa Madura banyak terpengaruh oleh Bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain
sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa sangat terasa dalam bentuk sistem hierarki berbahasa
sebagai akibat pendudukan Mataram atas Pulau Madura. Banyak juga kata-kata dalam bahasa
ini yang berakar dari bahasa Indonesia atau Melayu bahkan dengan Minangkabau, tetapi sudah
tentu dengan lafal yang berbeda. Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-
blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenal
hemat, disiplin, dan rajin bekerja.
Contoh :
1. Bhila (huruf “a” dibaca [e] (info)) sama dengan bila = kapan.
2. Oreng = orang.
3. Tadha’ = tidak ada (hampir sama dengan kata tadak dalam Melayu Pontianak).
4. Dhimma (baca: dimmah) = mana? (hampir serupa dengan dima di Minangkabau).
5. Tanya = sama dengan Tanya.
6. Cakalan = tongkol (hampir mirip dengan kata Bugis : cakalang tapi tidak sengau).
7. Onggu = sungguh, benar (dari kata sungguh).

8. Kamma (baca: kammah mirip dengan kata kama di Minangkabau “kemana”)

2.3 Sistem Mata Pencaharian Suku Madura


Orang Madura tipe pekerja keras. Hidup bagi orang Madura haruslah bermakna.
Sebab jika dalam hidup bermanfaat, akan mengangkat harga dirinya di hadapan orang lain.
Bekerja memang adalah sebuah tuntutan untuk bisa hidup. Sebab secara geografis, alam
Madura gersang dan sulit ditanami. Dengan kondisi alam seperti saat ini, sangat sulit ekonomi
masyarakat Madura berkembang.
Masyarakat hidup dalam tingkat ekonomi yang cukup. Ini ditandai dengan muncul nya
industri garam. Juga dimulai dengan penanaman tembakau, khususnya Madura di bagian
timur,di era tahun 60-an sampai tahun 80-an. Namun andalan komoditi lokal ini semakin lama
semakin merosot. Harga garam anjlok. Industri garam lesu. Kondisi ini semakin parah dalam
beberapa tahun belakangan ini. Tidak berbeda dengan tembakau. Beberapa tahun belakangan
harga tembakau anjlok. Petani tembakau banyak yang rugi. Bahkan pemerintah daerah seperti
Pamekasan dan Sumenep, berusaha mencari tanaman alternatif pengganti tembakau.
Secara keseluruhan, Madura termasuk salah satu daerah miskin di provinsi Jawa Timur.
Tidak seperti Pulau Jawa, tanah di Madura kurang cukup subur untuk dijadikan tempat
pertanian. Kesempatan ekonomi lain yang terbatas telah mengakibatkan pengangguran dan
kemiskinan. Faktor-faktor ini telah mengakibatkan emigrasi jangka panjang dari Madura
sehingga saat ini banyak masyarakat suku Madura tidak tinggal di Madura. Penduduk Madura
termasuk peserta program transmigrasi terbanyak. Pertanian subsistem (skala kecil untuk
bertahan hidup) merupakan kegiatan ekonomi utama. Jagung dan singkong merupakan
tanaman budi daya utama dalam pertanian subsisten di Madura, tersebar di banyak lahan kecil.
Ternak sapi juga merupakan bagian penting ekonomi pertanian di pulau ini dan memberikan
pemasukan tambahan bagi keluarga petani selain penting untuk kegiatan karapan sapi.
Perikanan skala kecil juga penting dalam ekonomi subsistem Suku Madura.

Tanaman budi daya yang paling komersial di Madura ialah tembakau. Tanah di pulau
ini membantu menjadikan Madura sebagai produsen penting tembakau dan cengkeh bagi
industri kretek domestik. Sejak zaman kolonial Belanda, Madura juga telah menjadi penghasil
dan pengekspor utama garam. Bangkalan yang terletak di ujung barat Madura telah mengalami
industrialisasi sejak tahun 1980-an. Daerah ini mudah dijangkau dari Surabaya, kota terbesar
kedua di Indonesia, dan dengan demikian berperan menjadi daerah suburban bagi para penglaju
ke Surabaya, dan sebagai lokasi industri dan layanan yang diperlukan dekat dengan Surabaya.
Jembatan Suramadu yang sudah beroperasi sejak 10 Juni 2009, diharapkan meningkatkan
interaksi daerah Bangkalan dengan ekonomi regional. Selain itu, Suku Madura terkenal dengan
berjualan makanan khas sate yang sering disebut sate Madura. Sehingga banyak orang Madura
yang merantau ke provinsi-provinsi lain untuk mengadu nasibnya sebagai penjual sate.

2.4 Sistem Pengetahuan Suku Madura


Sistem pengetahuan Suku Madura sangat rendah, karena tingkat pendidikan suku
Madura tidak terlalu tinggi. Suku Madura cenderung melanjutkan ke pesantren daripada ke
jenjang lebih tinggi. Bahkan menurut Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad
Nuh menyatakan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan di Madura masih sangat rendah,
baik di tingkat provinsi maupun di tingkat nasional. Orang Madura lebih peduli mendengarkan
dan mengikuti ucapan, nasehat atau petuah, serta perilaku kyai sebagai pemimpin informal
daripada petunjuk atau arahan pemimpin formal, seperti kepala desa, camat, bupati, atau
pejabat-pejabat pemerintahan lainnya.
Karena mayoritas agama yang dianut suku Madura adalah agama islam. Secara
hierarkis, masyarakat Madura memiliki empat figur, yaitu buppa`, babbu, guru, ban rato
(bapak, ibu, guru, dan pemimpin pemerintahan). Figur-figur utama itulah kepatuhan hierarkis
orang-orang Madura menampakkan wujudnya dalam kehidupan sosial budaya mereka.

7
Kepatuhan kepada bapak dan ibu (buppa’ ban babbu’) sebagai orang tua kandung
(nasabiyah) sudah jelas, tegas, dan diakui keniscayaannya. Kepatuhan orang-orang Madura
kepada figur guru berposisi pada level hierarkis. Penggunaan dan penyebutan istilah guru
menunjuk dan menekankan pada pengertian kyai (pengasuh pondok pesantren), atau sekurang-
kurangnya ustadz pada “sekolah-sekolah” bercorak keagamaan. Peran dan fungsi guru lebih
ditekankan pada konteks moralitas yang dipertalikan dengan kehidupan eskatologis terutama
dalam aspek ketenteraman dan penyelamatan diri dari beban, atau derita di alam kehidupan
akhirat (morality and sacred world). Ketaatan orang-orang Madura kepada figur guru menjadi
penanda khas budaya mereka. Kepatuhan orang Madura kepada figur rato (pemimpin
pemerintahan) menempati posisi hierarkis keempat. Figur rato dicapai oleh seseorang dari
mana pun etnik asalnya, bukan karena faktor genealogis, melainkan karena keberhasilan dalam
meraih status.
Masyarakat Madura juga terkenal dengan pengobatan tradisional, yaitu jamu. Secara
umum, minum jamu yang diracik dari tumbuh-tumbuhan telah menjadi kebiasaan keluarga dan
masyarakat Madura, khususnya yang masih berdarah biru (keturunan dan kerabat raja).
Kebiasaan minum jamu yang begitu melekat ini telah menimbulkan suatu prinsip “lebih baik
tidak makan daripada tidak minum jamu”. Ramuan Jamu Madura mengandung banyak resep
untuk keperluan menjaga kesehatan, misalnya jamu perawatan tubuh, jamu pasca melahirkan,
jamu mempertahankan stamina, dan lain-lain. Pada zaman dahulu, potensi pengetahuan akan
racikan tumbuhan obat ini didukung dengan tersedianya berbagai macam tumbuhan yang bisa
menjadi tanaman pekarangan masyarakat. Sekarang ini, tumbuh-tumbuhan tersebut
keberadaannya menjadi sangat sulit ditemukan atau menjadi liar seiring dengan keengganan
masyarakat untuk memanfaatkan dan menanamnya. Hilangnya pengetahuan pribumi
dikhawatirkan lebih cepat dibandingkan dengan menyusutnya keanekaragaman hayati tumbuh-
tumbuhannya sendiri. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus, maka dikhawatirkan kepunahan
tidak hanya terjadi pada tumbuhannya saja, tetapi pengetahuan tentang tumbuhan obat pada
masayarakat Madura tersebut akan punah pula.

2.5 Sistem Kesenian Suku Madura


Madura kaya akan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan bernilai. Dalam
menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materialisme dan pragmatisme. Kesenian
tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak
pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal. Berikut contoh keseniannya :

1. Tembang Macapat
Tembang macapat adalah tembang yang dipakai sebagai media untuk memuji Allah
sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa
kesyahduan jiwa. Selain berisi puji-pujian tembang tersebut, juga berisi ajaran, anjuran serta
ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan
moral dan budi pekerti, mencari hakikat kebenaran, serta membentuk manusia berkepribadian
dan berbudaya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami
dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan
manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta.

2. Duplang
Tari duplang merupakan tari yang spesifik, unik dan langka. Keunikan dari tarian ini
disebabkan karena tarian ini merupakan sebuah penggambaran kehidupan seorang wanita desa.
Wanita yang berkerja keras sebagai petani yang selama ini terlupakan. Dijalin dan dirangkai
dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-lembut, dan lemah gemulai.

3. Karapan Sapi
Sebuah perlombaan dengan menggunakan sapi sebagai media, akan tetapi sekarang
jarang dilakukan karena dianggap menyakiti hewan yang juga makhluk hidup.

4.Saronen
Saronen terbuat dari kayu jati berbentuk kerucut dengan panjang sekitar 40
sentimeter. Seperti suling, saronen memiliki 7 lubang, yaitu 6 lubang berderet di
bagian depan, dan 1 lubang yang berada di bagian belakang.
Saronen ini merupakan alat musik yang unik, lo. Bagian untuk meniupnya itu terbuat
dari daun aren. Di antara daun aren dan besi, terdapat sebuah sayap yang terbuat
dari tempurung kelapa. Sayap itu berbentuk kumis sehingga orang yang memainkan
saronen terlihat seperti memiliki kumis.

2.6 Sistem Religi Suku Madura


Suku Madura mayoritas memeluk agama islam. Selain itu, juga ada yang menganut
agama kristen protestan dan katolik. Orang Madura merupakan salah satu suku yang dikenal
identik dengan tradisi islam yang sangat kuat. Islam begitu meresap dan mewarnai pola
kehidupan masyarakat Madura. Bagi masyarakat Suku Madura betapa pentingnya nilai-nilai
keagamaan yang terungkap dari ajaran abantal syahadat, asapo’ angina, apajung Allah yang
artinya suku Madura sangat religius. Suku Madura merupakan salah satu pemeluk agama islam
yang sangat taat, sehingga mereka akan merasa aneh ataupun kurang simpati bahkan jika
identitas kemaduraannya hilang lingkungan sosial ‘akan menolak’ dan orang yang
bersangkutan akan merasa terasingkan dari akar Madura, apabila ada orang Madura yang tidak
memeluk agama islam. Namun, ada juga masyarakat Madura yang memeluk agama lain selain
islam. Bukan karena faktor bawaan dari lahir, melainkan faktor perkawinan silang dan
transmigrasi penduduk ke luar pulau Madura.
Bagi orang Madura, naik haji mempunyai makna sosial. Di samping mempunyai arti
telah menunaikan rukun Islam yang ke lima, orang telah naik haji akan dipanggil tuan, dan
prestisnya akan naik sehingga akan memperoleh penghargaan dan penghormatan oleh
masyarakat lingkungannya. Tujuan hidup orang Madura yang utama adalah menunaikan
ibadah haji ke Mekkah.
Orang Madura umumnya sulit membedakan antara Islam dan (kebudayaan) Madura.
Hal ini tampak pada praktek kehidupan mereka sehari-hari yang tidak bisa lepas dari dimensi
agama islam. Selain shalat lima waktu, orang-orang Madura melaksanakan pula kewajiban-
kewajiban yang berkaitan dengan peringatan hari-hari penting agama Islam. Misalnya, selama
bulan Asyuro, mereka membuat selamatan jenang suro, selama bulan Safar diadakanlah se
lamatan jenang sapar, di bulan Maulud mereka memperingati dengan selamatan Mauludan. Di
bulan Ramadhan, mereka menunaikan ibadah puasa kegiatan keagamaan, seperti mengaji,
membayar zakat fitrah dan sebagainya.

10

2.7 Rumah Adat Suku Madura


Provinsi Jawa Timur, suku bangsa Madura memiliki rumah adat yang tidak termasuk
dalam rumah adat serontong, limasan atau joglo. Rumah adat suku Madura dibedakan
berdasarkan jenis bangunan dan bentuk atap bangunan.

Berdasarkan jenis bangunan dikenal rumah adat:


1. Slodoran atau Malang Are, disebut demikian karena memiliki bentuk memanjang dan
tidak memiliki kamar.

2. Sedanan, yang memiliki jenis bangunan berkamar – kamar.

Sedangkan berdasarkan bentuk atap dikenal rumah adat :


1. Gandrim, yaitu bangunan memiliki bubungan dua.
2. Ekodan, yaitu bangunan memiliki mpat tiang pokok.

3. Pacenanan, yaitu bangunan yang pada dua ujung atap nya memiliki tonjolan seperti ular.

Ciri khas dari rumah adalah gaya tradisional yang kuat dengan bagian dalam ruangan
yang tidak memiliki dinding pemisah (sekat). Konstruksi bangunan rumah adat Madura terbuat
dari kayu dan bahan bangunan yang umumnya diambil dari alam sekitar. Rata-rata rumah adat
Madura dibangun dengan arah orientasi utara, selatan atau menghadap ke arah matahari. Posisi
pintu dalam rumah adat Madura tidak begitu diperhatikan, terkadang berada di samping atau
belakang rumah.
Sedangkan jendela umumnya tidak dipasang atau merupakan rumah tanpa jendela atau
lubang angin lainnya. Pengaruh Islam dalam rumah adat Madura terlihat dengan adanya
langgar di hampir semua rumah, sedangkan budaya Tiongkok terlihat dari ragam hiasan ular
naga laut yang diletakan di pintu masuk rumah.

11

2.8 Upacara Adat Suku Madura


Perkawinan merupakan upacara paling sakral dalam perjalanan kehidupan manusia.
Suatu kenyataan bahwa Indonesia terdiri atas beberapa Suku Bangsa, Agama, Adat Istiadat
yang berbeda, dengan latar belakang sosial budaya yang beraneka ragam. Masing-masing
daerah mempunyai tata cara tersendiri tak terkecuali dalam adat prosesi perkawinannya, baik
Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Madura pada umumnya. Pada Upacara Perkawinan biasanya
kedua mempelai dirias berbusana secara khusus. Berbeda apa yang mereka pakai pada pesta-
pesta resepsi sehari-hari. Tata rias dan busana pengantin menjadi pusat perhatian. Masyarakat
dan khususnya menarik perhatian para tamu yang hadir dalam pesta itu. Oleh karena itu, hal
yang demikian itu ternyata juga dilakukan oleh suku bangsa Madura pada umumnya dan
khususnya Sumenep sendiri.
Pakaian pengantin dan alat-alat rias disediakan secara khusus serta pemakainya
mempunyai tata cara dan aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi, maka diharapkan salah
satu tujuan tata rias akan berhasil yaitu pengantin akan kelihatan (benne bahasa madura) atau
pengantin putri akan tampak lebih cantik dan anggun, pengantin pria nampak tampan. Tata rias
pengantin, kecuali mengandung arti keindahan (estetis) religius dan ada kalanya mengandung
arti simbolis serta fungsi dalam kehidupan masyarakat.

Sistem Organisasi Kemasyarakatan


Pada saat ini kawasan Jawa Timur termasuk Madura sudah mengembangkan organisasi UKM
diwilayahnya. Terdapat beberapa bidang usaha yang dikembangkan. Misalnya :

1. Pertanian
Jawa Timur merupakan lokasi strategis untuk budidaya tanaman padi, jagung, ubi kayu dan
lain-lain. Dan mempunyai potensi prospektif untuk dikembangkan sebagai daerah sentra
produksi padi.

2. Pertambangan
Potensi bahan galian mineral (golongan A+B+C) Luas lahan 10.992,86 Ha dengan total
produksi 29.458.718 ton. Lokasi tersebar di wilayah selatan Jawa Timur.

3. Kehutanan
A. Bahan mentah (setengah jadi)
1. Getah pinus
Peluang : Industri obat-obatan, industri kimia dasar

2. Madu lebah

Peluang : industri makanan, minuman, suplemen

B. Barang jadi
1. Furniture
Peluang : pembuatan mebel

2. Kapal layar dan kapal Dok

Peluang : perahu penangkap ikan dan kapal filber

Politik
Awalnya Jawa Timur (Madura) menggunakan sistem pemerintahan kerajaan sampai jaman
penjajahan. Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 19 agustus 1945 oleh PPKI
dibentuklah Provinsi dan para gubernur nya.

Anda mungkin juga menyukai