Anda di halaman 1dari 34

BAB II

PENDAHULUAN

1.1 pendahuluan

Masyarakat Madura dikenal melakukan perantauan ke berbagai wilayah di


Indonesia. Salah satu daerah perantauannya adalah Kota Malang, termasuk
kawasan Baran. Menurut Dahlia Irawati (2010), usia kawasan tersebut mencapai
satu abad, sehingga dapat diperkirakan kawasan ini mulai ada pada tahun 1910-an.
Dimana pada masa itu, menurut Wiryoprawiro (1986) Belanda yang sedang
berkoloni di Indonesia mengirimkan banyak masyarakat Madura ke berbagai
daerah, termasuk ke Malang, untuk Tanam Paksa, karena keadaan alam Madura
yang tidak baik untuk pertanian dan karakter masyarakatnya yang terkenal ulet.
Menurut hasil wawancara dengan salah seorang tokoh kunci, yang merupakan
kepala desa Randugading, masyarakat masih memegang tradisi budaya Madura,
namun seringkali terkendala finansial untuk mempertahankan ritual, seperti
Nyoguk, Arak-arakan dan Sakerahan, yang biasanya dilakukan pada saat acara
pernikahan.

Menurut Sasongko (2005), kondisi masyarakat di Baran secara umum masih


menganut sistem keluarga matrilineal, terutama dalam pewarisan lahan. Namun
sebagian juga mengalami perubahan dalam cluster tanean lanjangnya karena ada
yang berubah dari sistem matrilineal ke patrilineal atau menjadi neolokal. Selain
itu adanya perbedaan mata pencaharian berpengaruh pada penerapan cluster
tanean lanjangnya. Permukiman masyarakat Madura Medalungan telah
mengalami perubahan, yaitu dari masyarakat yg memiliki cluster permukiman
tanean lanjang yang terpisah seperti di Madura, menjadi sistem kampung yang
merupakan asil perpindahan di Jawa (Wulandari & Indeswari, 2010).

Pola permukiman masyarakat Madura di Pulau Madura terdapat tiga macam


yang pernah ditelaah, antara lain Tanean Lanjang pada masyarakat petani
(Wiryoprawiro, 1986), pola mengikuti jalan pada masyarakat petani garam
(Citrayana, 2008) dan Kampong Meji pada masyarakat petani (Hastijanti, 2005).
Pada masyarakat Madura, tanean merupakan ruang bersama pada masyarakat
Madura (Pangarsa & Prijotomo, 2009). Pada saat masyarakat Madura merantau,

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 1


mereka membawa tradisi berhuni mereka dan mengadaptasi latar lingkungan alam
dan lingkungan budayanya. Pada permukiman Baran di Buring Malang telah
diidentifikasi bahwa pola permukimannya berkelompok dalam satu keluarga
(Fathony, 2009). Dari penelitian yang dilakukan di Baran Ngingit,yang berbatasan
pada bagian Utara Baran Randugading, kurang lebih 82% kelompok
permukimannya memiliki tanean (Sasongko, 2005). Kondisi tersebut hampir
sama dengan yang terdapat di Baran Randugading.

Dengan adanya adaptasi dengan latar lingkungan dan budaya, permukiman


di dusun Baran Randugading memiliki perbedaan dengan yang ada di Madura.
Pengadaptasian tersebut merupakan suatu usaha keberlanjutan. Begitu pula dalam
keberadaan ruang bersamanya, yang mengalami penyesuaian. Oleh karena itu
perlu ditelaah bagaimana pola pemanfaatan ruang bersama di dusun Baran
Randugading.

1.2 Rumusan Masalah


1. gambaran umum daerah/suku dan lokasi arsitektur tradisonal?
2. bagaimana tata ruang luar bangunan?
3. bagaimana tata ruang dalam bangunan?
4. bagaimana struktur/konsruksi/material(dimensi dan sistem sambungan?
5. bagaimana estetika bangunan arsitektur tradisional?
6. bagaimana tata cara membangun?
7. filosofi/ kepercayaan yang berhubungan dengan point satu sampai enam?
1.3Tujuan dan sasaran

adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan


penjelasan lebih dalam tentang bagaimana sebenarnya bangunan tradisional
nusantara khususnya rumah tradisional madura tanean lanjang.

Adapun sasaran adalah membuat pembaca lebih memahami dan mengerti


tentang bagaimana sebenarnya bangunan tradisional nusantara khususnya rumah
tradisional madura tanean lanjang.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 2


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. gambaran umum suku madura

Tanean Lanjhang merupakan bentuk rumah tradisional Madura yang memiliki


komponen-komponen yang di antaranya adalah Langghar (Musholla), Rumah
Utama yang diikuti rumah-rumah lainnya yang pada umumnya berderet dari Barat
ke Timur, sesuai dengan urutan dalam keluarga, Dapur, Kandang, dan Tanean
(pekarangan).
Lokasi Studi bertepatan di Desa Bandang Laok, Kecamatan Kokop, Kabupaten
Bangkalan, Madura yang difokuskan pada Dusun Baktalbak. Di Dusun Baktalbak
sendiri, masih banyak ditemukan rumah tradisional Tanean Lanjhang. Dengan
masih tersedianya lahan yang masih luas, tentu saja sangat mendukung untuk
membangun rumah dengan tipe Tanean Lanjhang.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 3


Masyarakat Madura dikenal melakukan perantauan ke berbagai wilayah di
Indonesia. Salah satu daerah perantauannya adalah Kota Malang, termasuk
kawasan Baran. Menurut Dahlia Irawati (2010), usia kawasan tersebut mencapai
satu abad, sehingga dapat diperkirakan kawasan ini mulai ada pada tahun 1910-an.
Dimana pada masa itu, menurut Wiryoprawiro (1986) Belanda yang sedang
berkoloni di Indonesia mengirimkan banyak masyarakat Madura ke berbagai
daerah, termasuk ke Malang, untuk Tanam Paksa, karena keadaan alam Madura
yang tidak baik untuk pertanian dan karakter masyarakatnya yang terkenal ulet.
Menurut hasil wawancara dengan salah
Terbentuknya permukiman tradisional Madura diawali dengan sebuah
rumah induk yang disebut dengan tonghuh. Tonghuh adalah rumah cikal bakal
atau leluhur suatu keluarga. Tonghuh dilengkapi dengan langgar, kandang, dan
dapur. Apabila sebuah keluarga memiliki anak yang berumah tangga, khususnya
anak perempuan, maka orang tua akan atau bahkan ada keharusan untuk
membuatkan rumah bagi anak perempuan. Penempatan rumah untuk anak
perempuan berada pada posisi di sebelah timurnya. Kelompok pemukiman yang
demikian disebut pamengkang, demikian juga bila generasi berikutnya telah
menempati maka akan terbentuk koren dan sampai tanean lanjang. Susunan
demikian terus menerus berkembang dari masa ke masa. Apabila susunan ini
terlalu panjang maka susunan berubah menjadi berhadapan. Urutan susunan
rumah tetap dimulai dari ujung barat kemudian berakhir di ujung timur.
Pertimbangan ini dikaitkan dengan terbatasnya lahan garapan, sehingga sebisa
mungkin tidak mengurangi lahan garapan yang ada.
Susunan rumah disusun berdasarkan hirarki dalam keluarga. Barat-timur
adalah arah yang menunjukan urutan tua muda. Sistem yang demikian
mengakibatkan ikatan kekeluargaan menjadi sangat erat. Sedangkan hubungan
antar kelompok sangat renggang karena letak permukiman yang menyebar dan
terpisah. Ketergantungan keluarga tertentu pada lahan masing masing. Di ujung
paling barat terletak langgar. Bagian utara merupakan kelompok rumah yang
tersusun sesuai hirarki keluarga. Susunan barat-timur terletak rumah orang tua,
anak-anak, cucucucu, dan cicit-cicit dari keturunan perempuan. Kelompok

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 4


keluarga yang demikian yang disebut koren atau rumpun bambu. Istilah ini sangat
cocok karena satu koren berarti satu keluarga inti.
Garis keturunan masyarakatnya adalah matrilineal. Hal ini tampak pada tata
atur dan kepemilikan rumah, meskipun saat ini mereka menganut extended family.
Rumah identik perempuan dan dimiliki bersama, artinya perempuan adalah
pemilik sekaligus pemakai rumah tetapi suatu saat pemakaian rumah bisa
berpindah saat seniornya yang meninggal dan yang muda akan menempati rumah
yang lebih tua. Senior berkewajiban terhadap kesejahteraan juniornya, lebih
khusus bagi junior perempuan.
seorang tokoh kunci, yang merupakan kepala desa Randugading,
masyarakat masih memegang tradisi budaya Madura, namun seringkali terkendala
finansial untuk mempertahankan ritual, seperti Nyoguk, Arak-arakan dan
Sakerahan, yang biasanya dilakukan pada saat acara pernikahan.

2.2 tata luar ruang bangunan


Permukiman tradisional Madura ini merupakan suatu kumpulan rumah
yang terdiri atas keluarga-keluarga yang mengikatnya yang letaknya sangat
berdekatan dengan lahan garapan, mata air atau sungai. Terbentuknya
permukiman tradisional Madura diawali dengan sebuah rumah induk yang disebut
dengan tonghuh. Tonghuh adalah rumah cikal bakal atau leluhur suatu keluarga.
Tonghuh dilengkapi dengan langgar, kandang, dan dapur.masyarakatnya.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 5


Salah satu model tanean lanjang, yang memperlihatkan
adanya pembagian dan komposisi ruang didalamnya. Rumah berada di sisi utara,
langgar di ujung barat, kandang di sisi selatan dan dapur menempel pada salah
satu sisi rumah masing-masing. Halaman tengah inilah yang disebut dengan
istilah tanean. Apabila tanean panjang maka halaman ini disebut tanean lanjang.
Tanean menurut generasi penghuninya memiliki sebutan bermacam macam
seperti pamengkang, koren, tanean tanjang, masing masing terdiri atas
tiga, empat dan lima generasi.

2.2.1 Rumah tinggal


Ruang tinggal atau rumah adalah ruang utama, memiliki satu pintu utama dan
hanya terdiri atas satu ruang tidur yang dilengkapi serambi. Ruang bagian belakang atau
bagian dalam sifatnya tertutup dan gelap. Pembukaan hanya didapati pada bagian
depan saja, baik berupa pintu maupun jendela, bahkan rumah yang sederhana tidak
memiliki jendela. Ruang dalam ini adalah tunggal, artinya ruang ini terdiri atas satu
ruang dan tanpa sekat sama sekali. Fungsi utama ruang tersebut adalah untuk mewadahi
aktifitas tidur bagi perempuan atau anak-anak. Serambi memiliki dinding setengah
terbuka, pembukaan hanya ada di bagian depan. Fungsi utama ruang ini adalah sebagai
ruang tamu bagi perempuan.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 6


Ruang tinggal atau rumah adalah ruang utama, memiliki satu pintu utama
dan hanya terdiri atas satu ruang tidur yang dilengkapi serambi. Ruang bagian
belakang atau bagian dalam sifatnya tertutup dan gelap. Pembukaan hanya
didapati pada bagian depan saja, baik berupa pintu maupun jendela, bahkan rumah
yang sederhana tidak memiliki jendela. Ruang dalam ini adalah tunggal, artinya
ruang ini terdiri atas satu ruang dan tanpa sekat sama sekali. Fungsi utama ruang
tersebut adalah untuk mewadahi aktifitas tidur bagi perempuan atau anak-anak.
Serambi memiliki dinding setengah terbuka, pembukaan hanya ada di bagian
depan. Fungsi utama ruang ini adalah sebagai ruang tamu bagi perempuan.

Susunan bangunan rumah tinggal, antara bangunan satu dengan yang lain,
ada yang tersambung ada pula yang terlepas satu dengan yang lain. Bentuk
bangunan untuk masingmasing rumah sangat independen, tidak bergantung pada
hirarki tetapi bergantung pada tingkat ekonomi keluarganya.
Bentuk bangunan yang digunakan dapat dibedakan melalui bentuk denah,
letak tiang utama dan bentuk atap. Berdasarkan bentuk denah bangunan dibedakan
menjadi slodoran atau malang are dan sedana. Slodoran terdiri atas satu ruang
dengan dua pintu dan satu serambi serta memiliki satu pintu keluar. Sedana
memiliki dua ruang dan dua pintu tetapi memiliki satu serambi dengan satu pintu
keluar. Kedua tipe tersebut rata-rata dimiliki masyarakat biasa. Sementara rumah
bangsawan memiliki komposisi yang berbeda, tapi tidak dibahas dalam bahasan
ini.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 7


Berdasarkan letak tiang utamanya dapat dibedakan atas bangsal dan pegun.
Kedua tipe tersebut dapat dikenali melalui tampilan luarnya. Bangsal berbentuk
seperti Joglo Jawa yang terpancung di kanan kirinya, pegun seperti limasan yang
memiliki emper pada bagian depan dan belakang. Kedua tipe ini memiliki
kesamaan struktur yaitu empat sasaka (tiang) utama.
Bangsal selalu dilengkapi bubungan nok yang berbentuk tanduk atau ekor naga,
sementara pegun tidak. Bangsal keempat tiangnya terletak di tengah dengan posisi
bujur sangkar, pegun empat tiangnya terletak di pinggir mendekati tembok dengan
komposisi empat persegi panjang.

Secara umum, rumah adat Tanean Lanjhang disusun oleh beberapa komponen
utama. Komponen-komponen ruang rumah adat Jawa Timur ini memiliki fungsi-
fungsi yang spesifik, di antaranya :

2.2.2 Langghar

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 8


berbentuk persegi panjang yang memanjang ke belakang dengan ukuran
23,1 m. Di dalamnya terdapat perlengkapan alat sholat dan sarana pendukung
lainnya, seperti tikar, sajadah, mukena, dan pengeras suara. Keberadaan langgar
menunjukan bahwa masyarakat Madura adalah masyarakat yang religius.

Langghar atau langgar berada di ujung barat (kiblat), merupakan bangunan


ibadah keluarga. Berfungsi sebagai pusat aktivitas laki laki yaitu transfer nilai
religi kepada juniornya, sebagai tempat bekerja pada siang hari, tempat menerima
tamu, tempat istirahat dan tidur bagi laki laki, serta dipakai untuk melakukan
ritual keseharian dan juga sebagai gudang hasil pertanian (Mansurnoor, 1990).
Berukuran relatif kecil dibandingkan dengan rumah, berstruktur panggung dengan
tiang-tiang kayu atau bambu setinggi 40-50 cm. Sangger atau lantai terbuat dari
bambu, kayu ataupun perkerasan bila tidak berstruktur panggung. Memiliki
dinding belakang, kanan dan kiri. Bentuk atap jadrih, tajuk, bahkan trompesan.
Bahan dinding terbuat dari bambu, kayu atau tembok. Penutup atap dari daun
sampai dengan genteng. Semua ini tergantung kepadakemampuan ekonomi
pemiliknya. Tiang penyangga bisa empat bisa juga delapan. Bahan utama bisa dari
kayu, bisa juga bambu yang kuat, atau biasa disebut parreng tongga’an.

2.2.3 kandang ternak dan dapur

Tata letak kandang dalam permukiman tidak memiliki posisi yang pasti,
artinya letaknya dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. Pada permukiman awal
perletakan kandang cenderung di sisi selatan berhadapan dengan rumah tinggal.
Kandang terbuat dari bahan bambu atau kayu dengan atap daun atau genteng.
Sementara itu, dinding terdiri atas bambu atau kayu. Masing masing keluarga
memiliki kandang sendiri-sendiri. Dapur terletak di depan, di samping langgar
ataupun di belakang rumah. Bahan bangunan yang digunakan juga sangat variatif
sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga tersebut. Saat ini banyak masyarakat
yang tidak memiliki ternak sehingga tidak semua tanean memiliki kandang.
Ternak adalah satu kebutuhan utama bagi mereka yang kehidupannya
menggantungkan pada pertanian. apur bagi masyarakat Madura selain sebagai
tempat untuk mempersiapkan makanan bagi keluarga, berfungsi juga sebagai

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 9


tempat menyimpan hasil panen seperti jagung, umbi-umbian, dan lain lain. Dapur
identik dengan aktivitas perempuan, aktivitas perempuan banyak dilakukan di
tempat ini. ata letak dapur dalam tanean tidak tetap, pada susunan awal dapur
kebanyakan bersebelahan dengan kandang, tetapi bisa juga di sebelah langgar, di
samping rumah maupun di belakang rumah.
Tanean atau halaman berbentuk persegi panjang yang membujur dari barat
ke timur dengan panjang 90 m. Tanean biasa digunakan untuk tempat bermain
anak-anak, tempat menjemur hasil pertanian jika musim panen, dan tempat
dilangsungkannya acara keluarga.

Dapur berbentuk persegi panjang yang memanjang ke belakang dengan


ukuran 3,8 x 6,6 m. Setiap rumah dalam kompleks Tanean Lanjhang memiliki
dapur.Didalam dapur terdapat beragam keperluan masak, seperti lincak, peralatan
masak dan rak piring.

2.2.4 tanean

Tanean merupakan ruang utama, berada di tengah-tengah permukiman.


Berupa ruang terbuka, berfungsi sebagai tempat sosialisasi antar anggota keluarga,
tempat bermain anak-anak, melakukan kegiatan sehari-hari seperti menjemur hasil
panen, tempat melakukan ritual keluarga, dan kegiatan lain yang melibatkan
banyak orang. Disinilah kelebihan tanean, bahwa tanean adalah tempat
berkomunikasi dan mengikat hubungan satu keluarga dengan keluarga yang lain.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 10


Peran tanean sangat penting, karena disinilah kebersamaan dibangun, otonomi
besar di rumah masing masing disatukan melalui ruang tersebut. Tanean sifatnya
terbuka dengan pembatas yang tidak permanen, tetapi untuk memasuki tanean
harus melalui pintu yang tersedia. Apabila memasuki tanean tanpa melewati pintu
maka akan dianggap tidak sopan. Orang luar, khususnya laki laki, akan berada di
luar tanean apabila dalam tanean tersebut tidak ada laki laki.

2.3 Tipe Bangunan pada rumah Tradisional Madura

1. atap trompesan

Gambar 1. Bentuk Bangunan Trompesan di Kecamatan Kwanyar Kabupaten


Bangkalan (Dokumentasi Pribadi)

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 11


2. atap pegun

Gambar 2. Bentuk Atap Pegun pada Denah Rumah Jadrih, di Kecamatan Torjun,
Kabupaten Sampang. (Dokumentasi Pribadi).

3. Bangsal dengan Atap Pacenan

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 12


Gambar 3. Bentuk Bangunan Bangsal dengan Atap Pacenan di Kecamatan Batang
Batang, Kabupaten Sumenep (Dokumentasi Pribadi)

2.4 tata luar dalam bangunan

Susunan bangunan rumah tinggal, antara bangunan satu dengan yang lain,
ada yang tersambung ada pula yang terlepas satu dengan yang lain. Bentuk
bangunan untuk masingmasing rumah sangat independen, tidak bergantung pada
hirarki tetapi bergantung pada tingkat ekonomi keluarganya. Bentuk bangunan
yang digunakan dapat dibedakan melalui bentuk denah, letak tiang utama dan
bentuk atap. Berdasarkan bentuk denah bangunan dibedakan menjadi slodoran
atau malang are dan sedana. Slodoran terdiri atas satu ruang dengan dua pintu
dan satu serambi serta memiliki satu pintu keluar. Sedana memiliki dua ruang dan
dua pintu tetapi memiliki satu serambi dengan satu pintu keluar. Kedua tipe

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 13


tersebut rata-rata dimiliki masyarakat biasa. Sementara rumah bangsawan
memiliki komposisi yang berbeda, tapi tidak dibahas dalam bahasan ini.
Berdasarkan letak tiang utamanya dapat dibedakan atas bangsal dan pegun.
Kedua tipe tersebut dapat dikenali melalui tampilan luarnya. Bangsal berbentuk
seperti Joglo Jawa yang terpancung di kanan kirinya, pegun seperti limasan yang
memiliki emper pada bagian depan dan belakang. Kedua tipe ini memiliki
kesamaan struktur yaitu empat sasaka (tiang) utama.

Bangsal selalu dilengkapi bubungan nok yang berbentuk tanduk atau ekor
naga, sementara pegun tidak. Bangsal keempat tiangnya terletak di tengah dengan
posisi bujur sangkar, pegun empat tiangnya terletak di pinggir mendekati tembok
dengan komposisi empat persegi panjang.

MAKNA RUANG PADA TANEAN LANJANG


Susunan ruang yang berjajar dengan ruang pengikat ditengahnya
menunjukkan bahwa tanean adalah pusat aktivitas sekaligus sebagai pengikat
ruang yang sangat penting. Sumbu barattimur secara imajiner terlihat memisahkan
antara kelompok rumah dan ruang luar. Langgar sebagai akhiran semakin
memberikan arti penting dan utama dari komposisi ruangnya. Peninggian lantai
bangunan juga memberikan satu nilai hirarki ruang yang semakin jelas. Akhiran
peninggian berakhir pada langgar di ujung atau akhiran sumbu barat-timur.
Tata tetak tanean lanjang memberikan gambaran tentang zoning ruang
sesuai dengan fungsinya. Rumah tinggal, dapur dan kandang di bagian timur, di

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 14


bagian ujung barat adalah langgar. Langgar memiliki nilai tertinggi, bersifat
rohani dibanding dengan bangunan lain yang sifatnya duniawi. Langgar
mencerminkan fungsi utama dalam kehidupan yang bersifat religius, suci untuk
melaksanakan ibadah lima waktu, melakukan ritual daur kehidupan dan sekaligus
sebagai pusat kegiatan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, langgar
memerankan fungsinya sebagai tempat kerja, sekaligus sebagai tempat laki laki
untuk mengawasi hasil bumi, ternak, istri dan anaknya.
Fungsi lain adalah untuk menerima tamu dan ruang tidur tamu laki laki yang
bermalam, juga gudang. Dalam beberapa data menyebutkan bahwa langgar
berfungsi sebagai
tempat yang strategis untuk memudahkan laki laki dalam mengawasi perempuan
(Mansurnoor, 1990). Fungsi yang demikian membuat langgar memiliki arti yang
sangat penting dan spesifik.

Gambar Pembagian Berdasar Primordial Masyarakat Ladang pada Tanean.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 15


Gambar Skema Hirarki Ruang pada Tanean Sumber Barat-Timur Membagi Area Menjadi Dua
dengan Sangat Jelasnya.

Tinjauan terhadap kepercayaan awal atau primordialnya, masyarakat


Madura adalah masyarakat ladang. Meskipun Kuntowijoyo (2002) menyebutkan
sebagai kelompok masyarakat tegalan tetapi struktur masyarakatnya secara garis
besar adalah masyarakat primordial ladang. Ciri-ciri yang mendasari adalah
masalah pembagian ruang, kedudukan perempuan, kekerabatan, sistem
kemasyarakatan, serta posisi perkampungan terhadap lahan garapan. Pada skema
ruang di bawah terlihat pembedaan dualisme primordial ladang, pertentangan
utara-selatan, barat-timur, laki laki-perempuan, tua-muda, kanan-kiri, gelap-
terang, atas-bawah.
Utara sebagai tempat tinggal perempuan, dengan ruang yang tertutup, gelap,
tanpa bukaan kecuali di bagian depan, posisi ruang yang lebih tinggi atau bagian
atas, merupakan daerah khusus perempuan. Simbolisasi sumber kehidupan,
tempat memulainya kehidupan. Rumah hanya digunakan untuk tempat tingal
perempuan dan bagian luar atau serambi dipakai untuk menerima tamu
perempuan juga. Sebaliknya di bagian selatan adalah daerah yang terbuka, terang,
kiri, bawah, tanpa peninggian lantai adalah daerah laki laki. Barat terletak langgar,
kematian, tua.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 16


Timur berarti awal kehidupan, generasi baru, muda (tampak dari susunan
rumahnya yang berurut dari barat ke timur adalah tua ke muda). Dalam primordial
masyarakat ladang makna utara-selatan adalah perempuan dan laki laki. Artinya
utara adalah tempat perempuan yang bermakna surgawi atau rohani, dunia atas
yaitu yang abadi, gelap, terbatasi, tertutup, basah. Selatan bermakna duniawi,
dunia bawah yang sekarang terang, terbuka, kering dan bebas. Namun demikian
pada susunan tenean lanjang, tampak ada penyimpangan karena susunan rumah
yang saling berhadap-hadapan. Perubahan ini terjadi karena pertimbangan
pemakaian lahan yang tidak boleh mengurangi lahan garapan, atau sedikit
mungkin dalam menggunakan lahan untuk tempat tinggal. Falsafah ini berakibat
juga pada permukiman yang sangat efektif dalam pembagian ruangnya. Apakah
hal ini terjadi akibat dari pengaruh perkembangan Islam selanjutnya? Belum ada
penelitian yang mengungkap masalah ini. Dalam falsafah masyarakatnya, susunan
yang demikian adalah karena faktor pengawasan laki laki terhadap keluarganya.
Susunan seperti ini memungkinkan laki laki untuk dengan mudah mengawasi dari
langgar segala aktivitas yang terjadi di tanean tersebut (mengawasi hasil
pertanian, ternak dan keluarganya).
Denah ruang di bawah memperlihatkan pembedaan berdasar konsep
dualisme, ruang laki laki adalah kebalikan dari ruang perempuan, laki laki yang
serba terbuka, terang dan bebas. Penghargaan terhadap perempuan yang
ditempatkan pada posisi yang khusus, gelap dan tertutup adalah ungkapan bahwa
ruang perempuan adalah suatu tempat yang sangat penting. Asal usul kehidupan
untuk kelangsungan hidup keluarga adalah berasal dari rahim ibu yang gelap dan
tertutup. Demikian pula kebiasaan untuk membuatkan rumah untuk perempuan
yang sudah menikah bukanlah karena alasan terhadap kesejahteraan belaka. Tetapi
dapat dianalisis sebagai ungkapan nilai primordial masyarakatnya, dan hal ini
memberikan gambaran tentang pola matrilineal yang terlihat dengan jelas.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 17


Pernyataan tersebut di atas sangat jelas dari pemahaman konsep mandala
dimana paduan barat-timur bermakna kematian (barat) dan kelahiran (timur). Jadi,
inilah alasan mengapa susunan rumah di Madura selalu berurutan dari yang tua (di
sebelah barat) dan yang paling muda (di paling timur). Terlihat dengan jelas
bahwa sumber kehidupan atau kelahiran adalah berasal dari timur, yaitu
tempatnya manusia muda. Sementara ke barat mengarah kepada bagian yang
menuju kematian yaitu yang semakin tua. Konsep ini sangat jelas ditekankan
kepada pola yang ada sampai dengan saat ini (Jakub, 2002). Dari susunan
ruangnya dapat dibaca bahwa perempuan adalah dalam, yang berkuasa didalam
keluarga, sementara rumah sebagai perempuan sangat terlihat dari sifatnya yang
tertutup dan gelap. Sementara laki laki melengkapi peran di luar rumah, bebas,
tidak terbatas.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 18


2.5 estetika

Kekerabatan dan persaudaraan adalah segala-galanya bagi suku Madura.


Suku-suku di Indonesia juga sebenarnya memiliki prinsip dan filosofi yang sama,
yakni persaudaraan dalam kekerabatan di atas segala-galanya Bagi orang Madura,
kekerabatan adalah cirri khas dari masyarakat Madura. Simbol-simbol yang
mendukung hal ini bisa dilihat dari rumah adat yang sebagian besar masih
terpelihara dengan rapi di berbagai pelosok di Madura.

Rumah adat Madura disebut Tanean Lanjang. Tanean Lanjang adalah


pemukiman taradisional masyarakat Madura yang terdiri dari kumpulan rumah
yang beberapa keluarga yang masih terikat dalam satu ikatan keluarga. Jarak
antara satu rumah dengan rumah lainnya pun terbilang cukup dekat. Biasanya
hanya dibatasi oleh pekarangan. Letaknya sangat berdekatan dengan lahan
garapan, mata air atau sungai.

Tanean Lanjang terbentuk karena sejumlah rumah di tata berjejeran dengan


rumah induk yang berada di tengah-tengah. Biasanya, rumah induk ini ditandai
dengan hiasan 2 jengger ayam di atapnya dengan posisi berhadapan layaknya batu
nisan pada sebuah makam. Hiasan ini mengingatkan penghuni rumah pada
kematian, yang pasti akan dijalani oleh setiap makhluk hidup. Rumah induk ini
ditempati oleh orang tertua pada keluarga tersebut.

Orang tua ini disebut kepala somah. Ibarat raja kecil, kepala somah adalah
yang menguasai semua kebijakan keluarga, terutama menyangkut masalah
perkawinan. Susunan rumah disusun berdasarkan hierarki dalam keluarga. Barat –
timur adalah arah yang menunjukkan urutan tua – muda. Ikatan kekeluargaan
menjadi sangat erat berkat diberlakukan sistem tersebut. Sedangkan hubungan
antar kelompok cenderung renggang, karena letak pemukiman yang menyebar dan
terpisah. Di ujung paling barat merupakan letak langgar. Bagian utara adalah
kelompok rumah yang tersusun sesuai hierarki keluarga. Sementara itu susunan
barat – timur terletak rumah orang tua, anak-anak, cucu hingga cicit dari
keturunan perempuan.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 19


Kelompok keluarga seperti itu deisebut sebagai koren atau rumpun bambu. Istilah
ini sangat cocok karena satu koren berarti satu keluarga inti. Rumah adat Madura
ini hanya memilki satu pintu di depan. Hal ini dimaksudkan agar pemilik rumah
dapat mengontrol aktifitas keluar masuk anggota keluarganya. Pintu ini dihiasi
ukiran-ukiran asll Madura, dengan warna hujau dan merah yang merupakan
lambing kesetiaan dan perjuangan.

Sebuah lukisan bunga juga tampak menghiasi dinding depan rumah.


Lukisan ini menggambarkan keharmonisan keluarga, sebuah impian rumah masa
depan yang bahagia. Di bagian dalam rumah berdiri 4 buah pilar penyangga yang
tampak kokoh. Pilar-pilar ini terhubung satu dengan lainnya, sehingga membentuk
sebuah bujur sangkar. Pilar-pilar ini disebut dengan pilar pasarean.

Semua arsitektur rumah adat Madura, berpijak di atas prinsip dan filosofi
kehidupan yang mengutamakan kekerabatan dan persaudaraan. Memang suku
Madura sangat kental dengan persaudaraan.

Rumah Tanean Lanjheng dibangun menggunakan beragam material yang


ada. Ada yang berasal dari alam, ada pula yang di beli di took terdekat. Bgai lantai
rumah ini dapat ditemukan dengan alas tanah atau plesteran semen yang biasanya.

Untuk tinggi lantai biasanya sekitar 40 cm dari tanah di sekitarnya begitu.


Ketinggian ini bertujuan untuk menghindari merembesnya air ke permukaan
lantai dalam rumah saat terjadi hujan.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 20


Dinding dan rangka rumah terbuat dari kayu yang sudah di bentuk.
Kerangka dindingnya dari balok kayu, dinding dari papan, sementara kerangka
atap dibuat dari bamboo yang sudah kering dan di potong kecil-kecil memanjang.
Untuk atapnya sendiri digunakan genteng tanah, daun nipah, atau daun alang-
alang tergantung kemampuan ekonomi pemiliknya yang akan membuat rimah.
Sedangkan atapnya, dikenal beberapa desain yang biasa digunakan dalam rumah
adat Jawa Timur ini, yaitu desain pacenan, jadrih, lalu Trompesan.

Pacenan punya hiasan berupa tanduk atau ekor ular pada bagian bubungannya
seperti rumah atau bangunan china, jadrih memiliki 2 bubungan, sementara
trompesan adalah atap dengan 3 patahan bagian tergantung dari lebarnya rumah.

Menjunjung tinggi tali kefamilyan merupakan ciri khas dari masyarakat Madura
pulau Garam. Lambang-lambang yang mendukung hal ini bisa dilihat dari rumah
adat yang sebagian besar masih terpelihara dengan rapi di berbagai pelosok di
Madura pulau Garam.

Salah satunya yang terletak di Desa Pamaroh, Kecamatan Kadur, Pamekasan,


Madura pulau Garam. Halaman panjang atau yang terkenal dengan sebutan
Tanean Lanjang adalah bukti kekerabatan masyarakat Madura pulau Garam.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 21


Contoh Gambar Rumah Adat Madura

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 22


2.6 tata cara membangun

Rumah bagi orang Madura tidak hanya sekadar sebuah tempat berlindungnya
tubuh dari sinar matahari dan hujan. Ia memiliki makna yang sangat kompleks
karena berkaitan erat dengan masalah ekonomi, kesehatan, ketentraman hidup,
dan sebagainya.

Keterkaitan itu terkadang timbul dengan cara yang tak bisa dinalar oleh akal
manusia, semacam keyakinan atas mitos-mitos pada zaman dahulu. Karena itu,
jika akan membuat rumah, orang Madura tidak hanya sekadar mempertimbangkan
hal-hal fisik semacam material bangunan. Jauh di luar itu, mereka juga punya
hitung-hitungan ?mistis? yang diyakini akan memiliki dampak kepada rumah
yang dibangun nantinya.

Hitung-hitungan tersebut dalam istilah lain disebut primbon. Ia digunakan bahkan


ketika awal-awal orang akan membangun sebuah rumah. Ada tipe-tipe tanah
tertentu yang tidak bisa dibangun rumah di atasnya. Jika terpaksa dibangun, ada
beberapa akibat yang akan didapat oleh penghuninya kelak, misalnya menderita
gila, sakit kambuhan, suka bertengkar, rezeki seret, dll. Karena itu, pertimbangan
mengenai kontur, topografi tanah, dan lainnya merupakan hal awal yang mereka
perhatikan. Biasanya, mereka akan datang kepada seseorang yang paham terhadap
hitung-hitungan tersebut.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 23


Lepas dari masalah pekarangan belumlah selesai soal primbon ini. Saat sebuah
rumah sedang dibangun, para tukang yang mengerjakannya harus hati-hati,
terutama arsiteknya (jika menggunakan jasa arsitek. Di pelosok Madura jarang
menggunakan arsitek, kecuali untuk bangunan-bangunan besar semacam sekolah).
Mereka tak boleh asal membuat sebuah desain rumah, harus berdasarkan primbon
tadi.

Menurut primbon tersebut, salah satu hal yang harus dihindari dalam membangun
rumah adalah membuat dua atau tiga pintu dengan posisi yang saling berhadap-
hadapan alias lurus. Hal itu diyakini akan membuat penghuninya sakit-sakitan.
Hal yang sama juga diakibatkan oleh lurusnya sambungan kayu penutup gedung
bagian atas dengan pintu. Karena itu, mereka harus membuat tiga atau dua pintu
tersebut dengan posisi zig-zag dan sambungan penutup gedung yang lurus dengan
pintu harus digeser. Atau bisa juga dengan menggeser pintu jika penutup gedung
sudah terpasang dan sulit diubah.

Pada zaman dahulu, rumah-rumah kuno di Madura menggunakan saka guru di


masing-masing sudutnya. Rumah-rumah ini sering disebut sebagai rumah pecinan.
Untuk bangunan semacam ini, saka tersebut tidak bisa sembarang kayu. Jika ada
kayu beruas dan ruasan paling bawah setinggi pinggang, jangan sekali-kali
menggunakannya untuk penyangga atap rumah. Menurut keyakinan orang
Madura, hal itu akan membuat rumah sering dipindah-pindah oleh penghuninya

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 24


2.7 struktur/ konstruksi/ material

1. Elemen Lantai (Denah)

Elemen lantai rumah bangsal memiliki terdiri dari bentuk dasar persegi dan
persegi panjang yang simetris. Denah rumah bangsal hanya terdiri dari dua ruang
yaitu amper (teras/ruang luar) dan ruang dalam. Amper berfungsi sebagai ruang
tamu dan tempat mengolah hasil pertanian. Ruang dalam berfungsi sebagai ruang
tidur dan ruang keluarga. Aktivitas penghuni pada siang hari lebih banyak
dilakukan pada amper dari pada ruang dalam rumah bangsal.
Rumah bangsal memiliki beberapa tipe yang dibedakan berdasarkan letak
amper dan jumlah ruangnya. Letak amper rumah bangsal biasanya pada bagian
depan rumah yang menghadap ke arah tanean. Namun, terdapat pula yang
menggunakan amper pada bagian belakang, mengarah ke jalan. Rumah bangsal
yang mempunyai dua atau tiga ruang dalam dengan satu amper disebut dengan
denah tipe sedana, denah sedana merupakan denah dengan 2 atau lebih ruang
dalam dengan pintu pada masing-masing ruang dan terdapat amper di bagian
depan (Tulisyantoro, 2010) seperti pada tipe 4. Luas amper pada rumah bangsal
ada dua jenis yaitu amper dengan 1 modul struktur dan amper dengan dua modul
struktur. Lebar amper ini mempengaruhi jumlah kolom penyangga atap dan
bentuk atap rumah bangsal sendiri. (Gambar 3)

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 25


Material penutup lantai pada rumah bangsal menggunakan 3 tipe
yaitu:
 Tegel ukuran 20x20 cm warna hitam, kuning dan merah.
 Plester semen hitam
 Keramik 30x30cm, merupakan material perubahan yang digunakan pada
elemen lantai rumah bangsal. Perubahan denah rumah bangsal terjadi
karena pertambahan kebutuhan penghuni akan ruang tambahan.
Penambahan ruang biasanya terjadi pada bagian samping atau belakang
rumah. Ruang yang ditambahkan biasanya berupa kamar tidur, dapur dan
kamar mandi. Tipe elemen denah yang mengalami perubahan ditunjukkan
oleh tipe 5, 6 dan 7.
2. Elemen Dinding
Elemen dinding rumah bangsal menurut materialnya dibagi menjadi dua jenis
yaitu dinding dari kayu dan dinding dari batu bata. Elemen dinding kayu memiliki
ukiran khas Madura. Dinding ini biasa disebut dengan gejug, jika pada arsitektur
Jawa dikenal dengan gebyok. Dinding gejug terdiri dari 3 bagian yaitu dua papan
sebagai dinding dan satu papan berfungsi sebagai pintu yang letaknya dibagian
tengah. Ukiran pada dinding gejug menggambarkan adanya percampuran budaya
Madura, Jawa, Cina dan kepercayaan. Ornamen Madura pada rumah bangsal ini
banyak berorientasi pada Keraton Sumenep sebagai pusatnya. Seperti yang
disebutkan oleh Ratnasari (2002) bahwa pada rumah rakyat ornamen yang
digunakan jauh lebih sederhana dan disesuaikan dengan mata pencaharian pemilik
rumah. Berdasarkan letak ukirannya dinding gejug dibedakan menjadi dua
jenisyaitu dinding yang hanya memiliki ukiran pada bagian atas yang juga

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 26


berfungsi sebagai ventilasi (tipe1) dan dinding yang memiliki ukiran di bagian
atas dan tengah papan (tipe 2).

Dinding batu bata rumah bangsal terbuat dari batu kombhu atau batu kapur
biasanya juga disebut dengan batu putih.
Komposisi elemen dinding pada rumah dengan tipe denah sedana memiliki
komposisi yang simetris jika elemennya masih asli, namun komposisinya berubah
menjadi asimetris ketika terdapat perubahan elemen seperti pada tipe 6.
Komposisi elemen dinding depan dengan elemen pintu dan jendela pada rumah
yang tidak menggunakan dinding gejug memiliki keseimbangan yang simetris
seperti yang ditunjukan tipe 7. Berikut ini merupakan tipe-tipe dari elemen
dinding rumah bangsal: (Tabel 3)

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 27


3. Elemen Pintu
Elemen pintu rumah bangsal bermaterialkan kayu jati. Tipe pintu yang telah
menggunakan material kaca merupakan pintu yang telah mendapat pengaruh dari
perkembangan teknologi. Pintu-pintutersebut merupakan elemen pintu rumah
bangsal yang telah mengalami perubahan.
Tipe pintu rumah bangsal yang dinding depannya menggunakan dinding gejug
menggunakan pintu dengan papan-papan berukir disekelilingnya. Tipe ini terbagi
menjadi beberapa jenis menurut ornamen yang digunakannya (tipe 2, 3, 4 dan 5).
Rumah bangsal yang tidak menggunakan dinding gejug pintunya berdiri sendiri
dan biasanya dibagian kanan kirinya terdapat jendela (Tipe 1, 6 dan 7). Tipe-tipe
pintu tersebut menggunakan dua daun pintu atau sering disebut dengan pintu kupu
tarung.
Tipe pintu 8, 9 dan 10 merupakan elemen pintu yang telah berubah. Perubahan
elemen pintu ditunjukan dengan mulai digunakannya material kaca yang
menunjukan kemajuan teknologi konstruksi. Tipe pintu 11 merupakan pintu
sekunder yang terdapat pada rumah bangsal tipe sedana. Pintu ini terletak pada
bagian samping ruang untuk menghubungkan antar ruang dalam. (Tabel 4).

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 28


3 Elemen Jendela
Elemen jendela hanya terdapat pada rumah bangsal yang tidak menggunakan
dinding gejug. Letak elemen jendela pada samping kanan dan kiri pintu masuk.
Elemen jendela asli rumah bangsal ada dua tipe yaitu jendela dengan kisi-kisi
kayu dan jendela dengan dua daun (tipe 1 dan 2). Elemen jendela yang telah
berubah ditunjukkan dengan mulai digunakannya material kaca. Gaya elemen
jendela juga telah berubah dan mulai menggunakan gaya arsitektur modern tahun
1980an. Mulai digunakannya material kaca menunjukkan adanya kemajuan
teknologi konstruksi arsitektur Madura. (Tabel 5)

4 Elemen Kolom
Elemen kolom rumah bangsal menurut jenis materialnya terbagi menjadi dua
jenis yaitu kolom batu dan kolom kayu. Kolom batu rumah bangsal memiliki dua
tipe yaitu kolom berbentuk dasak persegi dan lingkaran. Kolom batu ini
merupakan pengaruh dari arsitektur kolonial Belanda yang terlihat dari
dimensinya yang besar dan materialnya. Kolom kayu rumah bangsal ada banyak
tipenya seperti yang dijelaskan pada tabel diatas tipe 3 sampai dengan tipe 10
merupakan tipe dari kolom bermaterialkan kayu. Kolom tipe 3, 4 dan 5 memiliki
bagian yang disebut dengan ompak oleh orang Madura. Bagian ini mirip dengan
bentuk lonceng terbalik yang merupakan pengaruh dari arsitektur kolonial
Belanda. Kolom kayu memiliki dimensi kecil dengan ukiran-ukiran yang
menggambarkan ciri khas arsitektur Madura. Kolom ini digunakan pada bagian
depan rumah bangsal sebagai penyangga tritisan atap. (Tabel 6)

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 29


Elemen Atap
Elemen atap rumah bangsal merupakan perkembangan dari atap joglo pada
arsitektur Jawa. Tipe atap joglo yang diadaptasi adalah joglo lawakan dan joglo
sinom. Atap rumah bangsal pada bagian samping dan belakangnya nampak
seolah-olah dipotong sehingga hanya bagian depan saja yang memanjang. Hal
tersebut yang membedakan atap rumah bangsal dengan atap rumah joglo. Rumah
bangsal memiliki tritisan atap yang panjang, hal tersebut merupakan suatu
tindakan tanggap iklim pulau Madura yang panas. Penutup atap rumah bangsal
menggunakan genteng tanah liat.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 30


Tipe atap rumah bangsal dibedakan menurut panjang tritisannya dan
bubungannya. Atap rumah tipe 1 dan 2 merupakan atap yang hanya memiliki
tritisan atap sepanjang 1 modul sehingga hanya terlihat duatumpukan atap. Atap
jenis ini pada Arsitektur Jawa dikenal dengan atap joglo lawakan. (Gambar 5)

Atap tipe 2 memiliki tritisan pada bagain depan dan belakangnya, karena pada
bagian depan dan belakang memiliki amper. Tipe atap seperti ini memiliki jumlah
tiang penyangga pada bagian depan 4 buah, tengah 4 buah, dan belakang 4 buah.
(Gambar 6)

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 31


Atap rumah bangsal tipe 3 merupakan atap yang mengadaptasi atap joglo sinom
karena memiliki 3 tumpukan atap dan memiliki tritisan sepanjang 2 modul. Atap
seperti ini disangga oleh 8 kolom pada amper dan 4 kolom pada ruang dalam
bangunan. (Gambar 7)

Atap tipe 4 mempunyai 2 bubungan yang letaknya sejajar. Atap ini disebut juga
dengan atap jadrih. Tritisan atap jadrih hanya sepanjang 1 modul seperti pada tipe
1 dan 2. Atap ini digunakan pada rumah dengan denah tipe sedana. (Gambar 8)

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 32


BAB III
PENUTUP
3. 1 kesimpulan
Salah satu kekayaan budaya indonesia adalah bangunan tradisonalnya yang
cukup beragam sehingga sebagai generasi penerus bangsa kita wajib melestarikan
budaya tersebut. Salah satu bangunan tradisonal di indonesia adalah bangunan
tradisional madura yaitu “taanean lanjang”

Rumah adat Madura disebut Tanean Lanjang. Tanean Lanjang adalah


pemukiman taradisional masyarakat Madura yang terdiri dari kumpulan rumah
yang beberapa keluarga yang masih terikat dalam satu ikatan keluarga. Jarak
antara satu rumah dengan rumah lainnya pun terbilang cukup dekat. Biasanya
hanya dibatasi oleh pekarangan. Letaknya sangat berdekatan dengan lahan
garapan, mata air atau sungai.

Tanean Lanjang terbentuk karena sejumlah rumah di tata berjejeran dengan


rumah induk yang berada di tengah-tengah. Biasanya, rumah induk ini ditandai
dengan hiasan 2 jengger ayam di atapnya dengan posisi berhadapan layaknya batu
nisan pada sebuah makam. Hiasan ini mengingatkan penghuni rumah pada
kematian, yang pasti akan dijalani oleh setiap makhluk hidup. Rumah induk ini
ditempati oleh orang tertua pada keluarga tersebut.

3.2 saran

Setelah memahami bagaimana arsitektur tradisional di daerah madura pembaca


haruslah menghargai dan menjaga serta memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang pentingnya menjaga kaebuadayaan bangsa kita khususnya
bangunan tradisional yang sangat berharga bagi bangsa dan negara.

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 33


DAFTAR PUSTAKA

KARAKTERISTIK_RUANG_PADA_RUMAH_TRADISIONAL_TANEAN_(1)

MAKNA_RUANG_PADA_TANEAN_LANJANG_DI_MADURA

Pola Permukiman Tradisional Madura Desa Ellak Daya Kabupaten Sumenep Antariksa
Sudikno - Academia.edu

127-220-1-PB

127-220-1-PB

ARSITEKTUR NUSANTARA nonnyoktavia90

tentang pemukiman tanean lanjang

Tanean Lanjeng Sebuah Filosofi Sempurna dari Madura Blogger Plat-Madura

Tanean Lanjeng Sebuah Filosofi Sempurna dari Madura Blogger Plat-Madura

ARSITEKTUR TRADISONAL MADURA 34

Anda mungkin juga menyukai