Anda di halaman 1dari 12

KEARIFAN LOKAL MADURA

KEBUDAYAAN MASYARAKAT MADURA DENGAN


CIRI KHAS YANG DIMILIKINYA

DISUSUN OLEH :
NAMA : QOMARIYA
KELAS : XII IPA 4

NEGERI 04 BANGKALAN
TAHUN AJARAN 2016 2017
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan Puji Syukur Kehadirat ALLAH SWT, yang telah
melimpahkan rahmat serta Hidayah- Nya, sehingga kami dapat meyelesaikan tugas Bahasa
Indonesia yaitu penulisan essay tentang Kebudayaan Masyarakat Madura Dengan Ciri
Khas Yang Dimilikinya
Kami mengucapkan terima kasih kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, Ibu
Sriatun, M.Si, selaku guru pembimbing kami dan semua pihak yang turut membantu sehingga
tugas ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa penulisan essay kami terdapat banyak kekurangan, kami harap
penulisan essay ini dapat memberikan imformasi bagi orang lain dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.

Bangkalan, Maret 2017

QOMARIYA
PENDAHULUAN

Kebudayaan adalah seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para
anggota masyarakat, yang kalau dilaksanakan oleh para anggotanya, melahirkan perilaku yang
oleh para anggotanya dipandang layak dan dapat diterima.
Kebudayaan terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang
berada di balik perilaku manusia, dan yang tercermin dalam perilaku. Semua itu adalah milik
bersama para anggota masyrakat, dan apabila orang berbuat sesuai dengan itu, maka perilaku
mereka dianggap dapat diterima di dalam masyarakat.
Kebudayaan dipelajari melalui sarana bahasa, bukan diwariskan secara biologis, dan unsur-
unsur kebudayaan berfungsi sebagai suatu keseluruhan yang terpadu.
Dari definisi diatas masyarakat Madura memiliki kebudayaan yang berbeda dengan
kebudayaan masyarakat-masyarakat pada umumnya (masyarakat di luar Pulau Madura),
meskipun Madura masih berada di wilayah Indonesia tapi karena factor letak membuat
kebudayaan-kebudayaan di Indonesia berbeda-beda, dari satu daerah-ke daerah lain pasti
memiliki perbedaan kebudayaan.
Untuk kebudayaan masyarakat Madura sendir berbeda dengan kebudayaan masyarakat
lainnya, termasuk dengan kebudayaan Jawa Timur (Surabaya, Malang dll) meskipun Madura
masih satu provinsi dengan mereka. Masyarakat Madura memiliki corak, karakter dan sifat
yang berbeda dengan masyarakat Jawa. Masyarakatnya yang santun, membuat masyarakat
Madura disegani, dihormati bahkan ditakuti oleh masyarakat yang lain.
Kebaikan yang diperoleh oleh masyarakat atau orang Madura akan dibalas dengan serupa atau
lebih baik. Namun, jika dia disakiti atau diinjak harga dirinya, tidak menutup kemungkinan
mereka akan membalas dengan yang lebih kejam. Banyak orang yang berpendapat bahwa
masyarakat Madura itu unik, estetis dan agamis. Dapat dibuktikan dengan banyaknya masjid-
masjid megah berdiri di Madura dan tidak hanya itu saja, kebanyakan masyarakat Madura
termasuk penganut agama Islam yang tekun, ditambah lagi mereka juga berusaha menyisihkan
uangnya untuk naik haji. Dari hal tersebut tidak salah kalau masyarakat Madura juda dikenal
sebagai masyarakat santri yang sopan tutur katanya dan kepribadiannya.
PEMBAHASAN

Masyarakat Madura masih mempercayai dengan kekuatan magis, dengan melakukan berbagai
macam ritual dan ritual tersebut memberikan peranan yang penting dalam pelaksanaan
kehidupan masyarakat Madura. Slah satu bentuk kepercayaan terhadap hal yang berbau magis
tersebut adalah terhadab bendah pusaka yang berupa keris atau jenis tosan aji dan ada kalanya
melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji).

Rokat Tase
Rokat Tase juga disebut Petik Laut, atau Larung Sesaji bagi masyarakat Jawa, merupakan
peristiwa ritual yang dilakukan para nelayan sebagai bentuk rasa syukur kepada Yang Maha
Kuasa yang telah memberi limpahan hasil ikan tangkapan di laut.
Demikian pula yang dilakukan masyarakat nelayan di Desa Tanjung Kecamatan Saronggi
Kabupaten Sumenep, berlangsung hitmad pada 12 Januari 2012. Upacara ritual Rokat tase
yang sebelumnya diawali parade kesenian tradisi masyarakat setempat, dimulai arakan sesaji
yang akan dilarung ke laut serta pertunjukan ludruk (ketoprak) dengan mengambil cerita
sekitar sejarah terjadinya rokat tase.
Peristiwa rokat tase, ujar Muhammad, salah seorang tokoh dan pelaksana acara upacara rokat
tase yang ditemui Lontar Madura dikediamannya, bahwa rokat tase terlah berlangsung dari
generasi ke generasi.
Para penduhulu mereka, konon menurut Muhammad, salah seorang pelaku rokat tase, pada
jaman dulu, katanya, ada seorang kesohor dengan pembatunya ketika menjala ikan di laut
(setelah sekian lama tidak mendapatkan hasil tangkapan ikan) tiba-tiba mendapatkan ikan
besar. Namun, ketika ikan itu diraihnya ikan tersebut berbicara dan meminta agar dilepaskan
kembali, dan ikan itu berjanji akan menggantikan tangkapan ikan yang lebih banyak.
Atas permintaan ikan tersebut, sang tokoh tentu melepaskannya. Anehnya, sambung
Muhammad, pada tangkan ikat selanjut, dia benar-benar menghasilkan tangkapan ikan yang
melimbah.
Pada saat setelah itulah, secara rutin, setiap tahun, yang biasanya dilakukan bulan pertama, dia
dan masyarakat nelayan setempat melakukan rokat, yaitu selamatan memberi sekedah ke laut.
Dan selama melakukan rokatan itukan, kehidupan nelayan setempat menjadi makmur. Meski
demikian, katanya, mitos yang dibangun dari cerita tersebut dilakukan sebegai bentuk tradisi
memungkinkan masyatakat nelayan menjadi lebih bergairah ketika sedang melaut.
Mengingat masyarakat Desa Tanjung menganut Islam yang taat, dalam prosesi rokat tase,
mereka melibat para ulama dan kiyai untuk menyambung doa. Maka menjelang pelepasan
(larung) sesaji ke laut dilakukan doa bersama yang diawali dengan sholawatan dan tahlilan
dengan harapan doa-doa tersebut mengantar para nelayan mendapat hasil yang melimpah.

BAHASA MADURA
Untuk bahasa masyarakat Madura memiliki bahasa daerahnya sendiri yang mayoritas
digunakan oleh masyarkat asli Madura. Bahasa Madura hamper mirip dengan bahasa-bahasa
daerah lainnya di Indonesia, karena bahasa Madura banyak terpengaruh oleh bahasa Jawa,
Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa sangat terasa dalam
bentuk system hierarki berbahasa sebgai akibat pendudukan Kerajaan Mataram atas Pulau
Madura pada masa lampau.
Bahasa Madura mempunyai system pelafalan yang unik. Begitu uniknya sehingga orang luar
Madura yang berusaha mempelajarinyapun mengalami kesulitan, khususnya dari segi
pelafalannya. Bahasa Madura sebagaimana bahasa-bahasa di kawasan Jawa dan Bali juga
mengenal Tingkatan-tingkatan, namun agak berbeda karena hanya terbagi atas tingkat yakni :
Ja iya (sama dengan ngoko)
Engghi-Enthen (sama dengan Madya)
Engghi-Bunthen (sama dengan Krama)
Bahasa Madura juga mempunyai dialek-dialek yang tersebar di seluruh wilayah Madura. Di
Pulau Madura sendiri pada galibnya terdapat beberapa dialek seperti dialek Bangkalan,
Sampang, Pamekasan, Sumenep dan Kangean. Dialeg yang dijadikan acuan standar Bahasa
Madura adalah dialek Sumenep, karena Sumenep di masa lalu merupakan pusat kerajaan dan
kebudayaan Madura.

KERAPAN SAPI
merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura,
Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu
(tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat
melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan
lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa kota di
Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun,
dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di eks Kota Karesidenan,
Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.

Di bulan November tahun 2013, penyelenggaraan Piala Presiden berganti nama menjadi Piala
Gubernur.

Sejarah

Awal mula kerapan sapi dilatar belakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk
lahan pertanian, sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan matapencahariannya
sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk
bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.

Suatu Ketika seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran
Katandur) yang memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang
bambu yang dikenal dengan masyarakat madura dengan sebutan "nanggala" atau "salaga"
yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal diadakannya Karapan Sapi adalah untuk
memperoleh sapi-sapi yang kuat untuk membajak sawah. Orang Madura memelihara sapi
dan menggarapnya di sawah-sawah mereka sesegera mungkin. Gagasan ini kemudian
menimbulkan adanya tradisi karapan sapi. Karapan sapi segera menjadi kegiatan rutin
setiap tahunnya khususnya setelah menjelang musim panen habis. Karapan Sapi didahului
dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi
musik saronen.

Pelaksanaan Kerapan Sapi

Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu : babak pertama, seluruh sapi
diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok menang dan
kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang kalah dapat
bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya.

Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan
dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di kelompok kalah, dan
pada babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding
kembali kecuali beberapa pasang sapi yang memempati kemenangan urutan teratas di
masing-masing kelompok.

babak Ketiga atau semifinal, pada babak ini masing sapi yang menang pada masing-
masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi pemenang dan tiga
sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk
menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah.

Kritik

Karapan sapi dikritik berbagai pihak seperti Majelis Ulama Indonesia dan pemerintah
daerah di Madura karena tradisi kekerasan rekeng yang dilakukan pemilik sapi. MUI
Pamekasan sudah memfatwakan haram mengenai tradisi rekeng karena dinilai menyakiti
sapi, dan Gubernur Jawa Timur melalui Instruksi Gubernur sudah menyatakan pelarangan
tradisi rekeng. Namun tradisi ini masih berlanjut di kalangan pelaku karapan sapi

TOPENG MADURA
Topeng merupakan alat upacara tradisional yang dimiliki oleh berbagai daerah di Indonesia.
Seni Topeng tidak saja dikenal di Aceh, Batak, Jawa, Kalimantan dan Irian Jaya, tetapi juga
berkembang di Madura. Konon istilah "topeng dalang" sudah dikenal luas di Madura sejak
abad XV-XVI untuk menamakan sejenis pertunjukan rakyat yang berbentuk teater topeng.
Topeng Madura biasanya digunakan untuk pentas kesenian topeng dalang, yaitu kesenian
topeng yang dalam memerankan suatu cerita, penarinya tidak berbicara, dialog dilakukan oleh
dalangnya cerita yang dibawakan adalah cerita Ramayana dan Mahabarata.
Hubungan yang akrab antara istana-istana Jawa dan Madura nampaknya telah mendorong laju
perkembangan seni topeng tersebut. Muncullah kemudian topeng ukiran dan tokoh-tokoh baru
yang disesuaikan dengan wajah tokoh-tokoh wayang kulit.
Pada abad ke XIII Madura sudah menjadi salah satu pusat kegiatan budaya di Nusantara selain
Kerajaan Sangasari. Sebuah inskripsi baru yang mewartai pembuatan makam para raja
Madura di Asta (dekat Sumenep) bertarikh 1212 Caka (1290 M) menunjang data tersebut.
Pada waktu itu telah berkembang jenis-jenis seni pahat, seni sastra dan seni musik Madura,
bahkan istana telah memiliki perbendaharaan sejumlah pustaka sastra berjudul Rama, Arjuna
Sasrabahu, Arjuna Wiwaha dan lain-lain. Bentuk-bentuk kesenian itu kemudian semakin
diperkaya lagi dengan masuknya pengaruh Majapahit ketika Madura menjadi koloni
Majapahit pada abad XIV.
Pada abad XVII topeng dalang yang semula merupakan pertunjukan rakyat itu kemudian
berkembang menjadi salah satu jenis kesenian istana yang sangat populer dan sangat
"dibanggakan oleh para raja Jawa dan Madura. Hubungan akrab antara istana-istana Jawa dan
Madura nampaknya merupakan faktor pendorong utama bagi perkembangan topeng dalang
dalam kerajaan di kedua daerah itu. Pada masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwono II
(1727-1749) bentuk topeng yang semula sederhana kemudian diperindah dengan membuat
topeng ukiran. Detail rambut, kumis, alis, cambang dan ornamennya diukirkan secara
menyeluruh. Hal itu kemudian berkembang pula pada seni topeng di Madura, kendati tidak
sehalus buatan pengukir Kasunanan.
Ukiran topeng dari kraton Madura pada umumnya dititikberatkan pada ikalan rambut dan
ornamen yang menghiasi sebagian rambut di atas dahi yang melintang sampai bagian atas
telinga.
Perbendaharaan topeng diperkaya lagi dengan pembuatan topeng baru yang disesuaikan
dengan wajah tokoh-tokoh wayang kulit. Topeng Panji yang semula dibuat berdasarkan wajah
tokoh Panji wayang gedong, kemudian dibuat berdasarkan wajah tokoh Arjuna wayang kulit.
Topeng Klana Sepuh dibuat berdasarkan wajah tokoh Dasamuka/Rahwana. Topeng Klana
Timur dibuat berdasarkan wajah tokoh Baladewa atau tokoh Boma. Topeng Gunungsari dibuat
berdasarkan wajah tokoh Samba dan sebagainya. Pembaharuan ini juga diikuti oleh kalangan
istana Madura.

BATIK MADURA
Batik Madura adalah salah satu bentuk seni budaya, batik tulis Madura banyak diminati dan
populer dengan konsumen lokal dan internasional. Dengan bentuk khas dan motif batik tulis
Madura memiliki keunikan sendiri untuk konsumen. Gaya dan berbagai unik dan bebas, sifat
pribadi produksinya dilakukan di unit, mereka masih mempertahankan produksi tradisional,
yang ditulis dan diolah dengan cara tradisional.
Kebanyakan orang mengenal batik tulis Madura dengan karakter yang kuat, yang dicirikan
oleh bebas, dengan warna yang berani (merah, kuning, hijau muda). Tapi jarang yang
mengetahui bahwa batik Madura mungkin telah lebih dari seribu motif dan paling terkemuka
di pasar batik di indonesia maupun mancanegara. Sejarah mencatat produsen batik Madura
yang cukup terkenal. Apa yang membuatnya menjadi seperti itu, mungkin karena kedua
komoditas tersebut merupakan bagian integral dari tradisi masyarakat mereka sendiri.
Pada dasaranya, Batik dengan berbagai bentuk dan pola, apakah itu batik Madura, batik
pekalongan, batik Jawa, batik jogja, solo batik dan batik-batik daerah lain budaya tinggi
adalah karya seni yang perlu dipertahankan, dilestarikan, dikembangkan sehingga menjadi
aset berharga bangsa ini di mata internasional.
Di Pulau Madura sendiri sudah sejak lama dikenal sejumlah sentra kerajinan batik. Misalnya
di Kabupaten Pamekasan, sejak zaman dulu banyak perajin dan pengusaha batik bermukin dan
mengembangkan usaha batiknya di wilayah tersebut. Sampai saat ini Kabupaten Pamekasan
dikenal sebagai salah satu sentra industri kerajinan Batik di Pulau Madura. Karena,
dibandingkan dengan kabupaten-kabupten lain di Pulau Madura, Kabupaten Pamekasan inilah
yang paling banyak dihuni para perajin dan pengusaha batik.
Tradisi mengenai kain batik yang tertanam cukup kuat di kalangan masyarakat Madura telah
membuat budaya membatik dan memakai kain batik terpelihara dengan baik di kalangan
mereka. Bahkan ketika kain batik belum sepopuler seperti dewasa ini, masyarakat Madura
tetap memproduksi dan mengenakan pakaian batik, karena batik merupakan bagian dari adat
dan budaya mereka sehari-hari. Kini ketika kain batik sudah begitu populer dan
memasyarakat, para perajin dan pengusaha batik di Pulau Madura semakin bergairah dalam
memprodusi kain batik.

SENJATA MADURA
Keris juga merupakan sebuah kerajinan tradisional dari Madura meskipun tidak begitu
diketahui sejak kapan keris sudah menjadi senjata tradisional masyarakat Madura. Tempat
kerajinan keris sekarang berada di Kabupaten Sumenep di desa Aeng Tongtong, kecamatan
Saronggi. Keris sekarang dan keris pada masa lalu berbeda, bila keris sekarang digunakan
hanya untuk meningkatkan/menaikkan pamor seseorang dan keris pada masa lalu digunakan
sebagai alat berperang.
Celurit juga termasuk alat tradisional milik masyrakat Madura, terutama para rakyat kecil
memperlakukan celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak
mengherankan, bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di pulau Madura.
Celurit dibuat di desa Peterongan, kecamatan Galis, kabupaten Bangkalan. Disana sebagian
besar penduduknya menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit
dan keahlian mereka adalah warisan sejak ratusan tahun lampau.
Kleles adalah alat yang dipakai untuk pasangan sapi yang dikerap agar keduanya dapat lari
seirama, sedangkan pada bagian buritan adalah tempat duduk joki, yang akan mengendalikan
arah dan larinya sapi. Tuk-tuk sebagai instrument pengiring pada saat kerap sedang dibawa
keliling maupun pada saat sedang berlangsung perlombaan kerapan sapi.
Cara hidup masyarakat Madura ada berbagai macam seperti ada masyarakat Madura yang
merantau kedaerah-daerah lain yang bertujuan agar dapat menaikkan derajat mereka, ada pula
yang masih di daerahnya untuk melakukan ternak sapi, bila yang tinggal didaerah pesisir
mereka bekerja sebagai nelayan dan pembuat garam tradisional, ada pula yang membuat usaha
di rumah seperti usaha batik tulis Madura, kerajinan celurit dan keris.

RUMAH DAN PAKAIAN ADAT MADURA


Pakaian adat masyarakat Madura untuk pria sangat identik dengan motif garis horizontal yang
biasanya berwarna merah-putih dan memakai ikat kepala. Lebih terlihat gagah lagi bila
mereka membawa senjata tradisional yang berupa clurit. Dan untuk wanita, biasanya hanya
menggunakan bawahan kain batik khas Madura dan mengenakan kebaya yang lebih simple.

Untuk rumahnya sendiri, masyarakat Madura kebanyakan rumahnya hamper mirip rumah
Jawa (Joglo), karena bila dilihat dari sejarahnya Jawa masih ada benang merah dengan
Madura maka ada akulturasi kebudayaan, antara budaya Jawa dengan budaya Madura.
KESIMPULAN

Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa Madura memiliki kebudayaan yang komplek dan
menakjubkan. Tinggal kita, sebagai generasi muda apakah dapat melestarikan kebudayaan-
kebudayaan peninggalan nenek moyang kita atau kebudayaan itu akan hilang dengan
sendirinya dan anak cucu kita nantinya tidak akan dapat mengetahui dan menikmati
kebudayaan peninggalan nenek moyang mereka.
Dimulai dari Bahasa Madura, kesenian dan tradisi-tradisi yang terus hidup dan lestari di
tengah masyarkat. Sungguh sangat disayangkan apabila nilai kearifan local yang begitu tinggi
nilainya hilang seiring dengan perkembangan zaman. Terlebih sangat disayangkan apabila
nilai agama dan tatakrama yang sudah mulai luntur terutama generasi muda yang telah
dipengaruhi dengan teknologi kekinian.
DAFTAR PUSTAKA

https://chepoetbeudt08.wordpress.com/sejarah-kesenian-indonesia/antropologi/
http://www.lontarmadura.com/upacara-rokat-tase-tanjung-saronggi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Karapan_sapi
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1050/topeng-madura
https://id.wikipedia.org/wiki/Batik_Madura

Anda mungkin juga menyukai