Ajaran Samin disebut juga Pergerakan Samin atau Saminisme adalah salah satu suku yang
ada di Indonesia.Masyrakat ini adalah keturunan para pengikut Samin Surosentiko.
Sebagaimana paham lain yang dianggap oleh pendukungnya sebagai agama,orang samin juga
memiliki kitab suci.Kitab suci itu adalah Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa
buku antara lain,Serat Punjer Kawitan,Serat Pikukuh Kasajaten,Serat Uri-Uri Pambudi,Serat
Jati Sawit,Serat Lampahing Urip dan merupakan nama-nama kitab yang amat popular dan
dimuliakan oleh orang Samin.
Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (pengukuhan kehidupan sejati)ditulis dalam
bentuk puisi tembang yaitu suatu genre puisi tradisional kesusasteraan Jawa.Dengan
mempedomani kitab itulah orang Samin hendak membangun sebuah Negara batin yang jauh
dari sikap drengki srei,tukar padu,dahpen kemeren.Sebaliknya,mereka hendak mewujudkan
perintah”Lakonana sabar trokal.Sabar dieling-eling.Trokali dilakoni”
Dalam pergaulan sehari-hari baik terhadap sesame Samin maupun orang luar,masyarakat
Samin memegang prinsip”ono niro mergo ningsun,ono ningsun mergo niro”(saya ada karena
kamu,kamu ada karena saya),karena prinsip itu orang Samin tidak mau menyakiti orang
lain,tidak mau mengambil hak orang lain,tapi mereka juga tidak mau hak mereka dirampas.
Suku Samin tidak mengenal tingkatan bahasa Jawa,jadi bagi mereka bahasa yang dipakai
sehari-hari adalah bahasa Jawa ngoko.Bagi mereka menghormati orang lain tidka dari bahasa
yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang ditujukan.
Pakaian orang Samin biasanya berupa baju lengan panjang tanpa kerah,berwarna hitam.Laki-
laki memakai ikat kepala,untuk pakaian wanita bentuknya kedaya lengan panjang,berkain
sebatas dibawah termputung lutut atau diatas mata kaki.
Upacara-upacra tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran(bersih
desa)sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat
pada masyarakat.Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu
kehamilan,kelahiran,khitanan,perkawinan,dan kematian.Mereka melakukan tradisi tersebut
secara sederhana.Dalam kekerabatan masyarakat Samin memiliki persamaan dengan
kekerabatan Jawa pada umunya.Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama.Hanya saja
mereka tidak terlalu mengenai hubungan darah atau generasi lebih keatas setelah kakek atau
nenek.
Menurut Samin,perkawinan itu sangat penting dalam ajarannya perkawinan itu merupakan
alat untuk meraih keturunan budi yang seterusnya untuk mencipyakan “Atmaja (U)Tama”
(anak yang mulia).Dalam ajaran Samin dalam perkawinan seorang pengantin laki-laki
diharuskan mengucpksn syahadat,yang berbunyi kurang lebih demikian :”Sejak Nabi Adam
pekerjaan saya memang kawin.(kali ini) mengawini seorang bernama….. saya berjanji seria
kepadanya.Hidup bersama telah kami jalani berdua”.
Yang menjadi menarik adalah ada suatu tradisi dikalangan suku samin berkaitan dengan
pernikahan dimana para calon pasangan dimungkinkan untuk melakukan perkawinan terlebih
dahulu untuk menentukan apakah akan melanjutkan pilihannya untuk kejenjang pernikahan
atau tidak.Periaku ini sudah banyak dicatat dan dituis baik oeh peneiti Indonesia maupun
asing.
Hubungan ketetetanggaan baik Samin maupun masyarakat di luar Samin terjalin dengan
baik.Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Samin memiliki
tradisi untuk saling berkunjung terutama satu keluarga mempunyai hajat sekalipun tempat
tinggalnya jauh.
Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah agar
memudahkan untukberkomunikasi,Rumah tersebut terbuat dari kayu terutama kayu jati dan
juga bambu,jarang ditemui rumah berdinding batu bata.Bangunan rumah relatif luas dengan
bentuk limasan,kampong atau joglo.Penataan ruang sangat sederhana dan masih
tradisional,terdiri dari ruang tamu yang cukup luas kamar tidur dan dapur.Kamar mandi dan
sumur terletak agak jauh dan biasanya digunakan oleh beberapa keluarga,kandang ternak
berada diluar,disamping rumah.
Hal lain terhadap sifat kegotongroyongan manakala ada di antara komunitas Samin menderita
sakit maka perkumpulan meminjami sejumlah uang.Ketika pinjaman dikembalikan tidak
disertai bunga,karena mereka tidak mengenal bunga uang yang dipinjamkan.Pemuka
Samin,selalu mwngajarkan kepada para pengikutnya agar jangan menyakiti orang lain,saling
hormat-menghormati sesame manusia di dunia dan jangan pernah mengambil apapun yang
bukan hak nya.Disamping itu,pengikut Samin diajarkan tidak berbuat kejahatan dan
kekerasan.
Mereka bercocok tanam dengan tidak menggunakan baham kimia dan membuat alat
pertanian sendiri dengan cara memande.Hasilnya,cukup untuk makan sehari-hari,mereka tak
berpikir untung rugi,karena yang terpenting bagi mereka adalah sebuah rasa”cukup”.
Orang Samin sering bepergian dengan berjalan kaki,bahkan untuk perjalanan antar kota
sekalipun,mereka tetap berjalan kaki.Orang samin menyatu dengan alam sejak dulu.pada
masa penjajahan Belanda,pernah ada warga samin yang didatangi petugas pajak Belanda.Ia
hendak menagih pajak warga saminitu,bukannya membayar orang samin itu justru keluar
rumah dengan membawa cangkul dan sekantung uang.Dihadapan petugas pajak itu,ia
menggali tanah dan menanam uang itu didalamnya.
Masyarakat Samin sejak dulu dikenal selalu menentang penguasa yang memimpin sewenang-
wenang.Pada zaman Belanda,mereka dikenal selalu menolak membayar pajak dan
upeti,mereka juga menolak saat Belanda hendak mendirikan kebun jati,kesal dengan sikap
mereka pemerintah Belanda menyebut orang samin gila.
Setelah mengetahui Indonesia merdeka,mereka resmi membayar pajak bumi dan bangunan
(PBB)kepada pemerintah yang sah.Sampai sekarang bisa dilihat,bahwa masyarakata Samin
taat membayar PBB bahkan sampai 100 persen.Jadi Wong Samin tidak melawan
pemerintah,tetapi melakukan perlawanan kepda pemerintah kolonial dengan tanpa kekerasan.
Komunitas Samin terbuka bagi siapa saja, ketika mengunjungi dusun ini masyarakat setempat
menerima dengn baik.Di dusun itu hanya terdapat sekolah dasar(SD),selepas SD biasanya
melanjutkan sekolah menengah pertama (SMP)dan sekolah menengah atas (SMA)ke
Bojonegoro,Ngawi atau di ibukota kecamatan.
Jumlah komitas suku Samin di Dusun Jipang sebanyak100 kepala keluarga atau sekitar 250
jiwa.Menurut putra bungsu dari tujuh bersaudara keluarga Hardjo,Bambang Sutrisno,mata
pencaharian komunitas ini sebagian besar adalah petani.Mereka menanam jenis tanaman
palawija diantaranya jagung,atau singkong ditanam disela-sela tanaman kayu jati milik
perhutani.
Para petani samin diberi kebebasan oleh perhutani secara cuma-cuma.Upaya itu dilakukan
agar mereka turut mengawasi tanaman jati,supaya tidak dijarah oknum yang tidak
bertanggung jawab.Meskipun jumlah pengikut samin terus berkurang tetapi,ajaran tentang
kebersamaan,kejujuran,kesederhanaan dan anti kekerasan,akan terus ditaati para
pengikutnya,karena ajaran tentang kebaikan tadi bisa digunakan sepanjang masa.
Tugu Samin Surosentiko berada tak jauh dari rumah Hardjo Kardi,85,generasi keempat
Samin.Selain patung,diujung jalan menuju dusun Jipang juga dibangun sebuah tugu separuh
badan.Dibelakang patung terdapt lima pilar yang menandakan “Pitutu Leluhur Sedulur
Sikep”.
Ajaran itu ialah laku jujur sabar tawakkal lan nrimo aja dengki srei dahwen kemeren pek
pinek barange liyan,aja mbedak-mbedakne sapadha padaning urip kabeh iku sedulure
dhewe,aja waton omomng nanging omong sing nganggo waton,bisa rasa rumangsa.Artinya
kurang lebih mengajarkan nilai-nilai luhur tentang kejujuran,spiritual dan sosial,peduli pada
alam serta menjauhkan diri dari sifat mengambil hak orang lain.
Sebagai pembendung sifat-sifat tercela,adapula lima larangan mutlak dalam ajaran Samin
seperti,bersikap drengki(tindak tanduk yang jahil),srei(menjegal),dahpen(suka
mencela),kemeren(iri hati),pek pinek liyan(mengambil milik orang lain tanpa ijin),dan beda
sepodo pada ning urip (membeda-bedakan sesama makhluk hidup) larangan inilah yang
menjauhkan masyarakat dari segala bentuk kejahatan sehingga tingkat kriminalitas sangat
minim di daerahnya.
Pada masa kini,mereka tidak lengah dengan tetap merekatkan ajaran-ajaran Samin pada
kehidupan sehari-hari.Dari keindahan hidup yang berpendar dari kearifan dan
kesederhanaan,ambisi dan egoism yang menjangkiti kebanyakan masyarakat modern nyaris
tak terlihat.
Soal jargon yang bermunulan saat ini untuk mrngampanyekan aksi peduli lingkungan hidup
melawan pemanasan glonal seperti “Think globally,act locally” ternyata justru telah
dilakukan masyarakat Samin sejak dulu.
Mereka tidak hanya memikirkan tentang keseimbangan alam dan kerukunan hidup antar
warga saja,namun juga memikirkan kelangsungan alam untuk generasi penerus dan
membantu dalam menjaga keutuhan persatuan nasional.Bgaimana bisa ajaran tersebut
bertahan di era yang sudah modern ini.Karena ajaran tersebut sudah menyatu pada sistem
kehidupan masyarakat Samin.
Adapun inti dari Samin adalah sebuah pergerakan atau sikap bahwa perjuangan tidak harus
dilakukan dengan cara kasar.Karena ketegasan atas sikap akan berubah keberhasilan.Menurut
Hardjo Kardi,Samin Surosentiko dikenal sebagai sosok pemberani,jujur dan suka menolong
sesamanya.
Ajaran Samin Surosentiko Bojonegoro yang adihulung tersebut telah ditetapkan sebagai
Warisan Budaya Tak Benda Nasional oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia pada tahun 2019,sebagai bentuk apresiasi pada Masyarakat Samin.