Nurul Haromain
Peri Anggraeni
Maya Atri Komalasari, S.Sos., MA.
KEARIFAN LOKAL
BESIRU
Sebagai Daya Juang Masyarakat Pasca
Gempa Bumi Lombok
Penulis:
Siti Ilhami Fatmahandayani; Nurul Haromain;
Peri Anggraeni; dan Maya Atri Komalasari, S.Sos., MA
Layout:
Tim Mataram University Press
Design Sampul:
Tim Mataram University Press
Design Isi:
Tim Mataram University Press
Penerbit:
Mataram University Press
Jln. Majapahit No. 62 Mataram-NTB
Telp. (0370) 633035, Fax. (0370) 640189, Mobile Phone
+6281917431789
e-mail: upt.mataramuniversitypress@gmail.com
website: www.uptpress.unram.ac.id.
ISBN: 978-602-6640-88-8
ii
Ucapan Terimakasih
Sebelum karya ini menjadi sebuah buku,
karya ini merupakan sebuah luaran yang
diharapkan dari PKM-PSH (program Kreatifitas
Mahasiswa bidang penelitian sosial humaniora)
pada bulan juni 2019 yang beranggotakan tiga
mahasiswa yaitu Siti Ilhami Fatma Handayani,
Nurul Haromain, dan Peri anggraeni. Tiga
mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa
program studi Sosiologi Universitas Mataram.
iii
kepada: Seluruh dosen Program studi Sosiologi
Universitas Mataram yang telah membantu dan
menfasilitasi khususnya kepada ibu Maya Atri
Komalasari S.Sos., MA. Sebagai dosen pembimbing
PKM kami dan telah banyak meluangkan
waktunya untuk berdiskusi dan memberikan saran
terhadap perkembangan PKM kami.
v
vi
DAFTAR ISI
vii
viii
BAB I
Pendahuluan
Masyarakat Indonesia terkenal dengan sikap
ramah, kekeluargaan dan kesetiakawanan
memungkinkan lahirnya prinsip hidup bersama
yang kemudian di sebut gotong royong dan dapat
menjadi penguat karakter bangsa. Gotong royong
merupakan perwujudan sila pancasila yang
mampu menciptakan solidaritas sosial,
mempererat tali persaudaraan, menyadarkan
masayarakat akan kepentingan umum dan
tanggung jawab sosial, menciptakan kerukunan,
toleransi yang tinggi serta rasa persatuan dalam
masyarakat Indonesia. Gotong royong tidak
sekedar menjadi prinsip tapi mampu menjadi
spirit dan tata cara hidup bersama.
Gotong royong hidup dalam masyarakat
yang dinamis, bersamanya masyarakat tertantang
untuk mewariskan prinsip hidup ini dari generasi
ke generasi. Selain itu, hal tersebut juga menjadi
ancaman seiring derasnya arus globalisasi saat ini
yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap
perkembangan budaya dan nilai-nilai kearifan
lokal yang dimiliki bangsa indonesia. Kemajuan
teknologi informasi dan globalisasi menjadi suatu
hal yang tidak dapat dihindari, arus globalisasi
yang deras menawarkan gaya hidup yang
cenderung pragmatis yang mengutamakan prinsip
individualis, materialis serta gaya hidup
konsumtif. Perlahan-lahan hal ini telah mereduksi
nilai-nilai yang diajarkan dalam kearifan lokal.
Hal ini dibuktikan dalam penelitian Setiadi, E
dan Kolip, U. (2011) mengemukakan bahwa
masyarakat Indonesia dalam proses pembangunan
di era globalisasi ini memiliki kecenderungan
berupa merosotnya semangat gotong royong,
tidak menghargai prestasi, menempuh jalan
pintas, cenderung menyelematkan diri sendiri
serta memiliki rasa solidaritas sosial dan semangat
kedisiplinan yang menurun. Selain itu, diperkuat
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hamaidah (2002) di tujuh daerah di Jawa Timur
menunjukkan adanya indikasi penurunan
kepedulian sosial dan kepekaan terhadap orang
lain banyak terjadi pada remaja yang nampak
lebih mementingkan diri sendiri dan
keberhasilannya tanpa mempertimbangkan
keadaan orang lain di sekitarnya.
Pergeseran nilai akibat globalisasi ini bukan
hanya menjadi tantangan tapi dapat menjadi
ancaman pada perubahan karakter bangsa.
Demikian pula pada masyarakat di Pulau
2
Lombok, perkembangan teknologi global yang
semakin pesat, kemajuan pariwisata dan
menjamurnya pusat perbelanjaan modern
memberikan dampak yang sangat signifikan dan
cenderung berakibat pada tersingkirnya nilai-nilai
kearifan lokal seperti budaya tolong menolong
atau yang dikenal dengan budaya besiru pada
masyarakat Lombok. Masyarakat Sembalun
merupakan salah satu daerah di Pulau Lombok
yang memiliki tingkat kepedulian dan tradisi
kegotong royongan (besiru) semakin lama
mengalami degradasi akibat dari kemajuan
pariwisata dan ditetapkannya daerah ini sebagai
the best halal tourism dan best honey moon yang
membuat masyarakat terkontaminasi ke arah yang
negatif. Namun, sebuah kejadian alam menjadi
refleksi diri bagi masyarakat Lombok, kejadian
alam gempa bumi berturut-turut dengan
kekuatan 6,5 Skala Richter di daerah Sembalun,
Lombok Timur serta dilanjutkan dengan gempa
berkekuatan 7,0 Skala Richter di daerah
Kabupaten Lombok Utara mengakibatkan
pembangunan yang terjadi di Lombok menjadi
lumpuh total dan 23.098 rumah rusak serta 466
Korban Meninggal dunia dengan kerugian
mencapai 8,8 Triliun Rupiah mengingatkan
masyarakat Lombok akan makna solidaritas yang
telah memudar.
3
Kejadian alam gempa bumi tersebut
membuat masyarakat Lombok kembali
melestarikan budaya saling tolong menolong,
gotong royong, serta rasa persatuan yang tinggi
untuk membangun Lombok kembali. Sementara
di daerah lain beredar kabar tentang penjarahan
dan pencurian. Namun, masyarakat Lombok
khusunya di Desa Sembalun Bumbung
Kecamatan Sembalun menunjukan ekspresi sosial
yang berbeda dengan munculya sebuah gerakan
untuk membantu korban Gempa dan Tsunami
yang ada di Sulawesi Tengah. Saat mereka sedang
dilanda kesusahan, gempa skala ringan yang
sering terjadi, tempat tinggal masih menggunakan
tenda dan kebutuhan hidup yang belum normal
tidak menyurutkan niat mereka untuk membantu.
Upaya yang dilakukan adalah menjual hasil bumi
mereka yang nantinya hasil penjualan tersebut
akan digunakan sepenuhnya untuk korbang
gempa yang ada di daerah Palu dan Donggala.
Selain itu, masyarakat Desa Sembalun Bumbung
juga melakukan hal yang sama untuk membangun
kembali masjid mereka. Semangat tolong
menolong, gotong royong serta persatuan yang
kuat mulai perlahan-lahan muncul kembali
(Kompas, 2018)
5
6
BAB II
Sejarah Sembalun
Desa Sembahulun disebut juga Desa
Sembalun. Sembahulun berarti Suku Sasak yang
pertama mengenal dan diajarkan tauhid lewat
meditasi penyatuan diri dengan Alam Raya,
sebagai konsekuesinya bahwa seorang hamba
harus patuh dan taat kepada Tuhannya, saling
menghormati dengan kehidupan lainnya. Jadi,
kata sembahulun berarti menyembah kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Desa Sembahulun pada
masa Pradesa didiami oleh tujuh pasang suami
istri yang tinggal dan hidup secara primitip tanpa
mengenal peradaban dalam mengatur kehidupan
dan penghidupan kelompoknya. Keadaan alam
Desa Sembalun pada masa Pradesa ini merupakan
tanah Rawa-rawa yang sulit dimanfaatkan untuk
sumber penghidupan penduduknya, apalagi
penduduknya masih belum mengenal peradaban
yaitu belum mengenal cara berpakain/berbusana,
bertani dan memasak makanan.
7
Pada masa Pradesa penduduk yang terdiri
dari 7 pasang suami istri itu tidak pernah
mengalami per-tambahan penduduk atau tidak
pernah terjadi regenerasi penduduk. Keadaan
kestatisan kependuduk-kan ini berlangsung
berpuluh - puluh tahun tanpa ada perubahan,
baik dari jumlah penduduk maupun tingkat
kehidupan dan penghidupannya. Dalam keadaan
ke-statisan datang dua pendatang yang membawa
pe-rubahan bagi 7 (tujuh) pasang suami istri itu.
Kedua pendatang tersebut bernama Raden Harya
Pati dan Raden Harya Mangun Jaya. Asal dari
kedua pendatang tersebut dan tahun berapa
kedatangan mereka belum ada catatan sejarah dan
angka tahun yang tertulis, tetapi yang jelas bahwa
kedua pendatang tersebut datang pertama kali di
sekitar lokasi Lendang Guar Desa Sembalun
Lawang sekarang ini. Raden Harya Pati dan
Raden Harya Mangun Jaya mendatangi tujuh
pasangan suami istri itu ketika mereka membuat
gundukan tanah di atas tanah Rawa - rawa.
Pembuatan gundukan tanah itu hanya dikerjakan
dengan tangan sendiri (primitip) tanpa
menggunakan peralatan per-tanian sebagai mana
mestinya. Ketika Raden Harya Pati dan Raden
Harya Mangun Jaya melihat dari dekat apa yang
sedang dikerjakan oleh penduduk tersebut, maka
Raden Harya Pati dan Raden Harya Mangun
8
Jaya memanggil mereka semua untuk berkumpul
guna diberikan pelajaran sebagai bekal
kehidupanya di alam. Pelajaran– pelajaran yang
diberikan oleh Raden Harya Pati dan Raden
Harya Mangun Jaya di awali dengan beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
“Hai manusia: maukah kalian
menjadi manusia yang beradab
dengan mengenakan pakaian /
busana, maukah kalian hidup di atas
tanahmu ini sebagai manusia
selanyaknya, dan maukah kalian
menjadi manusia yang mau
menyembah Tuhan sebagai pencipta-
mu?”
Dengan serentak 7 (tujuh) pasangan suami
istri itu menjawab sebagai tanda kesedianya
menerima pelajaran yang berguna bagi diri
mereka, tetapi dibalik kesedianya itu mereka
masih mengasingkan kemampuan dirinya karena
merasa dirinya belum pernah mengetahui
peradaban manusia sebenarnya.
Kemudian Raden Harya Pati dan Raden
Harzya Mangun Jaya melanjutkan ajarannya
dengan memberikan 4 macam pegangan hidup
yaitu sebagai berikut:
9
1. Kuberikan kamu adat dan agama (Islam)
sebagai pegangan hidupmu
2. Kuberikan kamu kitab (Al-Qur’an) sebagai
pedoman adat agamamu
3. Kuberikan kami padi (Satu ikat padi merah)
sebagai makananmu
4. Kuberikan kamu senjata untuk bertani dan
membela dirimu
Selesai memberikan pelajaran tersebut,
selanjutnya Raden Harya Mangun Jaya
menyiapkan tanah persawahan sebagai tempat
menanam padi bagi 7 pasangan suami istri itu.
Dikisahkan bahwa tanah tersebut dibuat oleh
Raden Haria Mangun Jaya dengan syarat
jungkatnya diputar – putarkan ke tanah (diatas
tanah), dengan izin dan kekuasaan Tuhan Yang
Maha Kuasa, maka tanah sawah ini terhampar
dan membentang dari Sembalun Lawang sampai
Sembalun Bumbung sekarang. Pada kesempatan
itu juga ketujuh pasangan suami istri itu
diberikan nama panggilan masing – masing,
antara lain yang dapat disebutkan adalah Nek
Islamin, Nek Ketanegara, Nek Bagia dan Nek
Ratani. Dengan selesainya keempat pelajaran
yang dilengkapi dengan tanah sawah luas, Raden
Harya Pati dan Raden Harya Mangun Jaya
memberikan wejangan (nasehat) dan peringatan
10
kepada 7 pasangan suami istri, yang mana
wejangan / peringatan itu disampaikan oleh
Raden Harya Pati yaitu sebagai berikut:
1. Mulai saat ini tanah tempat kalian hidup ini
kuberi nama SEMBAHULUN atau tanah
Sembalun
2. Kalian harus ingat dan waspada bahwa untuk
waktu yang akan datang kalian pasti akan
menhadapi peperangan, tetapi dalam
menghadapi peperangan nanti kalian pasti
mendapat bantuan atau pertolongan.
SEMBALUN DALAM MASA
PEPERANGAN
Sebagai mana telah diingatkan oleh Raden
Harya Pati dan Raden Harya Mangun
Jaya kepada 7 pasangan suami istri itu tentang
datangnya peperangan, maka 7 pasangan suami
istri yang pada saat berikutnya sudah mengalami
perkembangan jumlah penduduk (pertambahan
penduduk), menghadapi 3 kali peperangan
berturut – turut yaitu sebagai berikut:
1. Perang Ketupat Yaitu Perang Melawan Iblis
(Jin Jahat)
Dalam peperangan melawan iblis ini,
penduduk tanah Sembahulun berperang mati
– matian mempertahankan dirinya denga
11
sekuat tenaga, tetapi lawan perang yang
dihadapi ini adalah tentara iblis dan jin jahat
yang kuat dan sukar dihancurkan.Tentara
iblis itu tidak bisa dilawan dengan senjata
tajam seperti parang atau pedang karena
setiap kali iblis itu tertebas parang/ pedang
menjadi dua atau tiga potong, maka
potongan-potongannya itu akan berubah
menjadi iblis-iblis yang baru dan menyerang
semakin ganas lagi.
Jadi, semakin lama bergolak peperangan
ini semakin berkurang jumlah penduduk
tanah Sembahulun, sebaliknya jumlah tentara
iblis semakin bertambah banyak, ini berarti
bahwa penduduk tanah Sembahulun akan
mengalami kepunahan. Dalam keadaan kritis
ini dan sebagai janji/pesan Raden Harya Pati
dan Raden Harya Mangun Jaya tentang akan
adanya bantuan, penduduk tanah
sembahulun dibantu oleh tiga pendatang
yaitu Raden Ketip Muda, Raden Sayyid
Hamzah dan Raden Patih jorong.
Ketiga penolong tersebut dengan mudah
mengalahkan tentara iblis yang garang
dengan bersenjatakan ketupat yang mana
ketupat-ketupat yang digunakan sebagai
senjata dari ketiga penolong ini digunakan
dengan cara melemparkan ketupat kearah
12
tentara iblis sebanyak 3 lemparan yaitu
sebagai berikut:
a. lemparan pertama pada tanggal 5, dengan
mengucapkan tanggal 5
b. lemparan kedua pada tanggal 15, dengan
mengucapkan tanggal 15
c. lemparan ketiga pada tanggal 25, dengan
mengucapkan tanggal 25
Ketika pada lemparan ketiga dilakukan,
iblis itu habis dan hilang tanpa bekas kemana
perginya atau iblis itu hilang lenyap seketika
itu juga. Setelah selesai peperangan Raden
Ketip Muda, Raden Sayid Hamzah dan
Raden Patih jorong berpesan
kepada penduduk tanah Sembahulun yang
masih tersisa yaitu sebagai berikut:
a. kamu harus mengambil air setiap kali
penurunan bibit /panen padi sebagai
tanda kemenanganmu pada perang
melawan iblis.
b. setiap tiga tahun sekali kamu harus
memotong kerbau sebagai rasa syukur atas
kemenanganmu menghadapi peperangan.
Kedua pesan diatas dilaksanakan dalam
upacara peringatan perang ketupat yang
diperingati tiga tahun sekali oleh masyarakat
13
Desa Sembalun Lawan dan Desa Sembalun
Bumbung sampai saat sekarang ini sebagai
upacara adat yang dikenal dengan Upacara
Adat Ngayu – Ayu.
2. Perang Panah Racun
Perang ketupat yang bisa diatasai oleh
penduduk tanah Sembahulun atas bantuan
Raden Ketip Muda, Raden Sayyid Hamzah
dan Raden Patih Jorong menyebabkan
hancurnya tentara iblis dan kekalahan iblis
itu menyebakan balas dendam tentara iblis
pada peran g berikutnya yaitu pada Perang
Panah Racun. Perang Panah Racun
merupakan perang pembalasan iblis atas
kekalahannya pada perang ketupat, yang
mana dalam perang ini tentara iblis
melancarkan serangannya dari jarak jauh
karena secara langsung atau perang tanding
tentara iblis sudah tidak berani lagi karena
takut menginjakkan kakinya di tanah atau
Gumi Sembahulun.
Perang Panah Racun ini menyerang
tanaman pertanian penduduk tanah
Sembahulun ,dalam serangan itu penduduk
tidak tahu apa yang haru dikerjakann karena
dalam peperangan ini pihak musuh tidak
menampakkan dirinya tetapi yang tampak
14
adalah serangannya berupa racun atau hama
tanaman yang di tiupkan dari jarak jauh dan
dapat memusnahkan seluruh tanaman di
sawah.
Dalam kesulitan menghadapi serangan
racun atau hama tanaman ini , penduduk
hampir berputus asa karena segala cara dan
usaha tidak membawa hasil yang diharapkan
malah sebaliknya penduduk mengalami krisis
pangan karena hasil sawahnya tidak
mendapatkan hasil sama sekali.Pada suasana
sulit seperti inilah datangnya
bantuan/pertolongan dari Raden Patra Guru
(masih dalam kelompok penolong
sebelumnya).Raden Patra Guru memberikan
petunjuk kepada penduduk tanah
Sembahulun tentang bagaimana cara
menghadapi serangan perang panah racun
yang merusak tanaman di sawah.Petunjuk
yang di berikan yaitu dengan menggunakan
obat penawar racun yang berupa air yang
diperoleh dari air Timba Bau.perang panah
racun bisa diatasi oleh penduduk tanah
sembahulun dan secara berangsur – angsur
tanaman di sawah penduduk kembali baik
seperti sediakala, dan untuk memperingati
kemengan ini diadakan upacara Bija Tawar.
3. Perang Bala
15
Perang demi perang dapat diatasi oleh
penduduk tanah Sembahulun dengan gigih
dan susah payah seperti Perang Ketupat yang
hampir memusnahkan penduduk dan Perang
Panah Racun merusak habis tanaman
penduduk tanah Sembahulun. Kemenangan
pada peperangan tersebut di bantu oleh
Raden Ketip Muda, Raden Sayid Hamzah,
Raden Patih Jorong dan Raden Patra Guru
yang mana keempat Raden ini adalah
penolong yang sama seperti Raden Harya
Pati dan Raden Harya Mangun Jaya. Dalam
Perang Bala ini, penduduk tanah Sembahulun
mengahadapi serangan wabah penyakit yang
diderita oleh seluruh penduduk dan itu
berarti bahwa seluruh penduduk tidak bisa
melakukan segala kegiatan sehari – harinya
terutama dalam mengolah sawahnya.
Perang ini merupakakan perang terberat
yang dihadapi oleh penduduk karena
penduduk tidak bisa saling tolong –
menolong satu sama lain.Apabila perang
melawan Bala ini berkepanjangan,dapat
dipastikan bahwa kehidupan dan
penghidupan akan kembali seperti keadaan
semula yaitu hilangnya tata kehidupan
penduduk dan hancurnya sumber
penghidupan penduduk.Sudah menjadi
16
urutan sejarah penduduk tanah Sembahulun
harus mengalami waktu atau masa yang pahit
dalam perjuangan hidupnya,dan begitu pula
dengan keberhasilannya saat menghadapi
perang Bala ini karena dalam perang ini
penduduk tanah Sembahulun di jenguk oleh
Raden Harya Pati , Raden Harya Mangun
jaya, Raden Ketip Muda, Raden Sayyid
Hamzah, Raden Patih Jorong dan Raden
Patra Guru. Bantuan dari keenam Raden
tersebut dapat menormalkan keadaan
penduduk tanah Sembahulun dari ancaman
wabah penyakit. Keenam Raden itu
memberikan petunjuk, bagaimana caranya
melawan perang wabah penyakit kepada
setiap penduduk dengan senjata ampuh yang
disebut senjata Tolak Bala yaitu berupa
kalimat asma Allah : Lailahhaillah
Muhammadarasulloh/Hingsun Hame Muji
Hanebut Nama Ning Allah Kang Murah
Hing Dunia Reko Ingkang Asih Ring
Akhirat Lan Muhammad Satu Hune Utusan
Allah (tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah).
Akhirnya perang melawan Bala dengan
kemenangan di pihak penduduk tanah
Sembahulun,maka berakhirlah tiga
peperangan yang menjadi halangan,rintangan
17
dan sekalig us menjadi ujian berat untuk
menuju keberhasilan dan ketentraman lahir
batin.Untuk memelihara keamanan dan
ketentraman penduduk tanah Sembahulun,
keenam Raden tersebut diatas mengajak
penduduk untuk menetapkan siapa – siapa
yang mampu menjaga dam memelihara
keamanan dan ketentraman tanah
sembahulun sesuai bidang tugasnya masing –
masing.
Sebagai hasil keputusan dan atas restu
Raden Harya Pati dan Raden Harya Mangun
Jaya maka ditunjuklah empat dari ketujuh
pasangan suami istri itu yaitu:
a. Nek Kertanegara sebagai Prabekel yaitu
pimpinan atau ketua adat yang bertugas
memperhatikan dan mendengarkan
kepentingan penduduk.
b. Nek Islamin sebagai Kyai yaitu melakukan
pembinaan mental sepiritual atau
mengurus bidang keagamaan penduduk.
c. Nek Bagia sebagai Pemangkku adat atau
Krama desa.
d. Nek Ratani sebagai Pande yaitu orang
yang mampu memberikan pelajaran atau
pengetahuan kepada penduduk,
menyiapkan atau membuat peralatan
18
rumah tangga, pertanian dan senjata untuk
perang.
Dengan selesainya pembentukan pimpinan
ketua adat maka Raden Harya Pati atas nama
keenam Raden tersebut menetapkan tanah
Sembahulun sebagai Desa Sembahulun yang
akhirnya menjadi Desa Sembalun.Raden Haria
Pati beserta kelima orang rekannya melanjutkan
perjalanan kearah selatan dari Lendang Luar dan
perjalanan mereka menuju ke selatan ini diikuti
oleh seluruh penduduk desa yang ada pada saat
itu.Selanjutnya mereka menuju ke desa tua yang
sekarang disebut Desa Belek.Perjalanan mereka
berakhir pada sebuah tempat yaitu sebelah selatan
masjid Nurul Palah Sembalun Bumbung
sekarang.
20
1. Hablummina Allah (Menjaga hubungan
dengan Allah) yang tercermin dari
masyarakatnya yang religius, selalu
berusaha untuk tetap mendirikan sholat
dan menjaga tauhidnya agar jangan sampai
goyah
2. Hablummina An-Nas (menjaga hubungan
kerukunan dengan semua manusia) yang
diimplementasikan dengan bersikap baik
dan ramah kepada semua orang baik itu
saudara yan dikenal atau yang tidak dikenal
bahkan orang-orang yang berasal dari
agama yang berbeda akan senatiasa
dihargai selama mereka tidak menggangu
interaksi dan keberlangsungan kehidupan
antar masyarakat Sembalun.
3. Hablum Minal Alam menjaga hubungan
dengan Alam artinya setiap tindakan dan
perilaku yang dilakukan harus arif terhadap
alam dan tidak boleh berdasarkan
kehendak semata tanpa memperdulikan
alam karena pada zaman dahulu Sembalun
hanyalah berbentuk seperti hutan belantara
yang dikeliling oleh pohon-pohon sehingga
mereka sangat menjaga hubungan baik
dengan alam bahkan masyarakat Sembalun
juga memiliki kemampuan untuk berbicara
dengan batu, kayu, gunung. Hal ini
21
dikarenakan setiap masyarakat ingin
memanfaatkan pohon-pohon atau hal lain
dari alam masyarakat Sembalun selalu
meminta izin kepada batu, gunung dan
kayu tersebut dikarenkan masyarakat
beranggapan bahwa benda-benda tersebut
memiliki aturan.
Berdasarkan landasan tersebut masyarakat
Semalun terus menjaga hubungan dengan
lingkungannya. Keadaan inilah yang
memunculkan suatu tindakan atau Budaya Besiru
sebagai implementasi dari 3 landasan hidup
tersebut.
TERBENTUKNYA PEMERINTAHAN
DESA SEMBALUN BUMBUNG DAN
SEMBALUN LAWANG
22
Pimpinan Adat atau Kepala Desa pada saat
itu Prabekel dibantu oleh perangkat –
prangkatnya yaitu Kyai/Penghulu,pemangku
dan Pande.
b. Nek islamin menjabat sebagai Kyai/Penghulu
atau Pemuka Agama /Pimpinan Bidang
Agama
c. Nek Bagia menjabat sebagai Pemangku yaitu
menjaga dan memelihara keamanan,
ketentraman, kesejahteraan dan kemakmuran
desa.
d. Nek Ratani menjabat sebagai Pande yaitu
menyiapkan atau membuat peralatan rumah
tangga, peralatan pertanian seperti pacul, alat
baja dan ala/senjata untuk membela diri
seperti pedang, parang dan sebagainya.
Maka masa pemerintahan ini berlangsung
ratusan tahun (di hitung dari sejak berdirinya
pada tahun 1428) atau secara regenerasi dari
pada bentuk pemerintahan ini berlangsung
sampai dengan 4 generasi atau generasi keempat.
Setelah regenerasi pemerintahan sampai pada
generasi keempat maka lahirlah pemerintahan
Desa sembalun bumbung yang lebih
sempurna dari bentuk pemerintahan sebelumnya
dan pemerintahan Desa Sembalun Bumbung
diperkirakan berdirinya pada tahun 1855.
23
Sejak berdirinya pemerintahan Desa
Sembalun Bumbung pada tahun 1855 sampai
sekarang sudah terjadi 15 (Lima Belas) kali
pergantian Kepala Desa Sembalun Bumbung
yaitu sebagai berikut
1) Pe Darmasih : Tahun 1855 - 1858
2) Pe Sumenep : Tahun 1858 - 1888
3) Pe Sairah : Tahun 1888 - 1915
4) Pe Darwisah : Tahun 1915 - 1925
5) Pe Darmenep : Tahun 1925 - 1954
6) Pe Darmeti : Tahun 1954 - 1959
7) Pe Maringgih : Tahun 1959 - 1961
8) Pe Rumedi : Tahun 1961 - 1965
9) Pe Seriaksa (H. Nurahsan): Tahun 1965 - 1968
10) Seriaksa : Tahun 19681 - 1974
11) H. Rumedi Surnipa : Tahun 1974 - 1997
12) H. Muh. Kartip SH : Tahun 1997 - 2005
13) Supdi : Tahun 2005 - 2011
14) Supdi : Tahun 2005 - 2017
15) Sunardi : Tahun 2018 -
Sekarang
24
Sedangkan pemerintahan Desa Sembalun
Lawang yaitu sebagai berikut:
1) Pe Nawinih
2) Pe Milamsyah
3) Pe Nawirih
4) H. Mustiadi NH,
5) Ust.ABD.Rahman
6) H. Idris
Sedangkan pemerintahan desa sajang adalah
sebagai berikut:
1) Pe Rumihin
2) Pe Indrajati
3) A. Nil
4) H. Tarmizi
5) Srimawan.
6) H. L. Kanahan
Sedangkan pemerintah Desa Bilok Petung
Sebagai berikut:
1) Jadi Wrdian, S. Pd.
25
26
BAB III
Gambaran Umum Desa
Sembalun
A. Kondisi Fisik
27
Serta jarak ke Ibu Kota Propinsi Sepanjang 89
Km .dan di tempuh selama 3 Jam
28
Selain itu juga Desa Sembalun Bumbung
merupakan desa yang mempunyai beberapa
sumber mata air dan sungai yang dimamfaatkan
oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
mereka sehari-sehari termasuk di mamfaatkan
oleh masyarakat untuk keperluan irigasi.
B. Kondisi Sosial
Pada kondisi sosial, Desa Sembalun
Bumbung masih memegang prinsip gotong-
royong hal ini tampak pada jumlah persentase
29
jumlah gotong-royong pada setiap kegiatan. Baik
kegiatan membangun sarana umum seperti :
Masjid, Jalan, membangun Rumah, menjaga
kebersihan, menaggulangi bencana alam
Desa Sembalun Bumbung dalam
mewujudkan keamanan dan ketertiban
masyarakat yaitu dengan melaksanakannya piket
ronda portal, poskamling Desa Sembalun
Bumbung sedangkan peran serta masyarakat yaitu
dengan adanya ronda malam disetiap kekadusan
yang sudah di jadwalkan oleh kepala Dusun
masing-masing dan dilaporkan kepemerintah
Desa. Peran serta ini menujukkan partisipasi
masyarakat yang sudah cukup baik di Desa
Sembalun Bumbung sehingga keamanan dan
ketertiban di Desa Sembalun Bumbung sudah
terjaga dengan baik.
30
BAB IV
Konsep Kearifan Lokal
Kearifan lokal (local wisdom) dalam disiplin
antropologi dikenal juga dengan istilah local
genius. Local genius ini merupakan istilah yang
mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales,
(Ayatro haedi, 1986). Para antropolog
membahas secara panjang lebar pengertian local
genius ini, antara lain Haryati Soebadio
mengatakan bahwa local genius merupakan
bagian culturalidentity, identitas/kepribadian
budaya bangsa yang menyebabkan bangsa
tersebut mampu menyerap dan mengolah
kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan
sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara
Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41)
mengatakan bahwa unsur budaya daerah
potensial sebagai local genius karena telah teruji
kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.
Ciri-ciri kearifan lokal tersebut adalah sebagai
berikut: (1) mampu bertahan terhadap budaya
luar, (2) memiliki kemampuan mengakomodasi
31
unsur-unsur budaya luar, (3) mempunyai
kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar
ke dalam budaya asli, (4) mempunyai
kemampuan mengendalikan, (5) mampu
memberi arah pada perkembangan budaya.
33
34
BAB V
Apa Itu Besiru?
Pada masyarakat Sasak khususnya di desa
Sembalun, Besiru sering dilakukan dalam
kegiatan membantu masyarakat khususnya pada
bidang pertanian atau agraria. Besiru ini terus
dilakukan sejak zaman Nenek moyang dan masih
dilestarikan serta tertanam kuat dalam diri
masyarakatnya hingga saat ini sebagaiamana
ungkapan dari salah satu informan (Tokoh
Agama)
“ besiruan min sembalun khususna
Desa Sembalun Bumbung nene uwah
arak lekan ita masih jari angin sampai
ningka masih tetep lestariang min
masyarakat “.
Artinya Besiruan telah ada di Desa Sembalun
Bumbung ini sudah dari zaman dahulu bahkan
sebelum saya lahir juga sudah ada dan tetap
dilestarikan oleh masyarakat sampai sekarang.
Besiru jika diistilahkan menggunakan bahasa
Indonesia adalah gotong royong atau saling balas
35
(resiprositas) yang berarti masyarakat sembalun
Bumbung saling balas dalam hal kebaikan dimana
setiap ada kelebihan yang dimiliki oleh
masyarakat mereka akan menyumbangkannya
kepada masyarakat lain yang membutuhkan.
Konsep tindakan besiru tidak jauh dengan gotong
royong tetapi perbedaannya adalah besiru
dilakukan oleh masyarakat untuk membantu
pekerjaan orang lain dengan menggunakan
sumberdaya atau kemampuan seadanya sehingga
semua pekerjaan dikerjakan bersama-sama dengan
saling mengisi kekurangan satu sama lain. Jadi
Besiru ini dilakukan untuk mempermudah
pekerjaan orang lain misalnya dalam suatu
kegiatan seperti membuka sawah, membangun
rumah, hingga pekerjaan yang besar seperti
membuka jalan. Setiap masyarakat yang memiliki
sumberdaya baik berupa apapun yang dibutuhkan
dalam kegiatan itu seperti misalnya, cangkul,
kerbau, alat banguna lainnya maka alat itu yang
dibawa untuk membantu masyarakat dalam
menyelesaikan pekerjaan tersebut bahkan
meskipun yang hanya memiliki tenaga saja maka
tetap membantu sesama dengan kemampuan
seadanya. Kemudian pada situasi yag sama
masyarakat yang membantu orang sebelumnya
akan membantu pekerjaan yang dilakukan dengan
kemampuan atau sumberdaya yang dimiliki. Hal
36
ini yang memunculkan resiprositas atau timbal
balik meskipun masyarakat tidak pernah
mengharapkannya tetapi masyarakat terdorong
untuk melakukannya sendiri tanpa harus diminta
sehingga besiru ini mejadi budaya dan dapat
dikatakan sebagai suatu bentuk solidarias sosial
karena membentuk prilaku kolektif serta
kebersamaan secara kuat.
37
masyarakat dalam hal kegiatan besiru, misalnya
terdapat kelompok pemilik ternak seperti kerbau
maka membantu kelompok petani dalam
membajak sawah dan nantinya kelompok petani
akan membantu pemilik kerbau dalam hal lain,
maka disini muncul resiprositas yang saling
membantu terhadap kelebihan yag dimiliki
masing-masing, Hal ini diperkuat dengan
pendapat salah satu informan terkait pelaksanaan
besiru.
“ min masyarakat sembalun besiru
kami lakuang pertama kami mulai lelek
nanem pade. Kami min desa sembalun
nene bareng-bareng ngolah tanak
ngadu cangkul, sapi kanca kebo. Bagi
masyarakat ita bedeang cangkul
ngantik cangkul, lamun arak bedeang
sampi ato kebo ngantik kebo ato
bdeang tenaga doang antik wah tenaga
yang penting ta bareng-bareng nulung
baturta ngolah tanak ta kadu nanem
pade sampai namanen iya padeno tetep
ita saling bantu”
Artinya Aktivitas besiruan tersebut dimulai
dari melakukan pengolahan tanah secara
bersama-sama masyarakat yang memiliki sapi
atau kerbau akan membawa sapi atau kerbaunya
sebagai alat bajak sawah dan bagi masyarakat
yang tidak memiliki sapi atau kerbau akan
38
membantu melalu tenaga dan membawa cangkul.
Setelah proses tersebut, maka dilanjutkan dengan
Aktivitas Lowong padi secara bersama-sama
hingga menempatkan hasil panen ke lumbung.
Selanjutnya tindakan besiru di Desa
Sembalun Bumbung terus berkembang dengan
melakukan tindakan besiru pada kegiatan
pembukaan jalan di Sembalun hingga Pesugulan.
Besiruan dalam pembukaan jalan tersebut tidak
hanya dilakukan oleh masyarakat Sembalun saja,
melainkan melibatkan partisipasi masyarakat dari
kecamatan-kecamatan lain yang secara geografis
dekat dengan daerah Sembalun seperti kecamatan
Pringgabaya, Wanasaba, Aikmel dan Suela.
39
melakukan pembagian kerja dengan adanya tugas
masing-masing, seperti ada yang bertugas menjadi
panitia penangung jawab untuk memasak nasi
dan ada yang bertanggung jawab untuk memasak
lauk-pauk serta bertugas untuk menyiapkan
bahan-bahan dan alat-alat yang akan digunakan
untuk memasak. hal ini sebagaimana ungkapan
informan :
“lamun na arak batur ita begawe min
Sembalun Bumbung ne lapuan batur
min sembalun saling tulung lamun
dengan mama nyugulang kayu minimal
arak dua kanca nyur, lamun dengan
nina nyugulang beras, telur kanca
minyak karena ita jaok lelek kota jari
ita ngadu sistem marak arisan”
Artinya pada saat acara Begawe baik itu
untuk acara kematian, pernikahan maupun
sunatan maka berdasrkan kebiasaan atau budaya
yang ada masyarakat khususnya laki-laki sama-
sama mengeluarkan kayu dan kelapa dua buah
serta bagi perempuan khusus mengeluarkan beras,
minyak dan telur sebagai solusi untuk
mempermudah pemenuhan bahan-bahan karena
masyarakat di Desa Sembalun Bumbung sangat
daerahnya jauh dari pusat kota.
40
varitas pertanian yang ditanam oleh masyarakat
yakni masyarakat telah mampu mengembangkan
hasil pertaniannya dengan menanam bawang
putih yang dilakukan dengan sistem besiru
(Saling balas) masyarakat mulai menanam kesuna
putih (bawang putih) dan bawang merah yang
merupakan varitas pertanian asli dari masyarakat
sembalun digunakan hanya sekedar untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat saja. Namun,
setelah tahun 1970an bawang putih mulai
berkembang dikarenakan adanya benih yang
diperoleh dari Thailand berdampak pada
meningkatnya perekonomian masyarakat yang
ditambah dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk maupun kebutuhan hidup berimplikasi
pada menurunnya tradisi besiru yang tergantikan
dengan sistem upah per hari, dimana upah untuk
perempuan 50 ribu dan laki-laki 100 ribu. Tidak
hanya itu, tradisi besiruan juga sudah mulai
menurun dalam hal pembukaan jalan karena
adanya program pemerintah yang telah membayar
pekerja untuk program pembukaan jalan tersebut.
42
BAB VI
Besiru Bagi Masyarakat
A. Pemaknaan Masyarakat Terhadap Besiru
Masyarakat di Desa Sembalun Bumbung
meskipun mereka masih tetap menjaga kearifan
lokal dan berada di daerah yang jauh dari kota,
namun sikap terbuka dan toleransi terhadap
orang lain sangat tinggi. Masyarakat di Desa ini
terkenal dengan kebaikan dan keramhannya
kepada semua orang baik terhadap saudara,
sesama orang Lombok maupun kepada para
pengunjung domestik dan internasional. Hal ini
tercermin dari kebiasaan masyarakat di Desa
Sembalun Bumbung yang sering menolong orang
lain yang belum pernah mereka kenal secara baik.
Hal ini sebagaimana ungkapan dari informan
(Inaq Salju)
“Masyarakat min Desa Sembalun
Bumbung nene lamunna arak dengan
kesasar pasti ginta tolong marak
piranna arak dengan jual topi petani no
laguk sampe mal ndarak laku terus da
keto kete doang sang ndark langanda
43
tindok yakna sengaja amakda nak salju
liwat tenakda ka iya kite timpak bale
alasanda awaku na bli topi pe kanca ito
wah pe tindok min bale ahkelem jemak
pe lanjutang dagangan pe”
Artinya Masyarakat di Desa Sembalun
Bumbung jika melihat ada orang yang tersesat
atau pulang larut malam dan mereka tidak
memiliki saudara atau tempat untuk menginap,
maka masyarakat akan menawarkan mereka
untuk menginap di rumahnya, seperti kemaren
suami saya melihat ada seorang bapak penjual
topi sawah yang masih di Sembalun Bumbung
sampai malam dan ia tidak memiliki tempat
untuk menginap kemudian suami saya
mengajaknya ke rumah dan kami membeli topi
yang dijual meskipun kami tidak bekerja di sawah
karena kami membayangkan bagaimana jika kami
diposisi bapak tersebut. Selanjutnya, diperkuat
dari ungkapan informan Pemuda di Dusun
Jorong
“kami batur-batur pemuda uwah
endah nulung geng motor jakanna
turing timpak sembalun laguk wah mal
na sampe sembalun laguk masih luek
baturna kesesat yakpo na sampe
sembalun jarina arak baturna salah
saik no lakok tulung min kami terus
kerahang lapuan pemuda Jorong meta
44
batur-batur lain kesesat sampai
kendaitan terus surunta tindok min
Jorong”
Artinya Pemuda di Desa Sembalun Bumbung
khususnya pemuda di Dusun Jorong juga pernah
membantu teman-teman dari daerah di luar
Lombok yang sedang melakukan perjalanan
touring ke Sembalun, namun sebagaian dari
teman-temannya tersebut belum sampai ke
Sembalun dan kondisi sudah malam seingga
mereka yang sampai terlebih duahulu meminta
bantuan kepada kami para pemuda untuk
mencari teman-temanya. Lalu, kami langsung
meminta bantuan pemuda yang lain dan mencari
mereka yang tersesat sampai berhasil ditemukan
serta kami mengajak mereka untuk menginap di
Dusn Jorong karena mereka adalah saudara kita
meskipun kita tidak pernah mengenal mereka
sebelumnya serta panggilan dari hati nurani.
47
langsung begerak tank no endah jelo
ahad”
Artinya ketika pihak dari dinas Kehutanan
ingin membuka kembali jalur pendakian melalui
Lombok Tengah secara bersamaan bumi kembali
bergerak dan bahkan pada saat hari minngu
kemaren banyak anak muda yang naik ke bukit
pagesangan dan secara bersamaan juga terjadinya
gempa lagi.
49
min bangkit, bersihang bale kanca
saling tulung na bagus”.
Artinya relawan-relawan yang datang ke
Sembalun kagum kepada masyarakat Sembalun
karena keramahan masyarakatnya seperti sudah
mengenal mereka sejak lama dan semangat
masyarakat yang cepat untuk bangkit dan
melakukan aktivitasnya.
51
Hal tersebut membuat para pemuda terenyuh
dan berfikir bahwa mereka harus bangkit dan
jangan sampai selalu tergantung pada bantuan-
bantuan yang diberikan dan mereka juga
mengambil bagian dengan membantu Desa lain
yang terkena musibah lebih parah dengan
memberikan air bersih yang diberikan oleh
donatur karena di Desa Sembalun Bumbung air
dari gunung masih layak diminum serta
memberikan bahan-bahan makanan berupa
sayuran yang dikumpulkan dari hasil panen
masyarakat.
52
berkebun adalah tempat mereka
menggantungkan hidupnya. Oleh karena itu, jika
mereka tidak pergi ke kebun atau ke sawah
mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnnya dan pada saat itu sedang dalam
keadaan panen hasil bumi.
53
sama lain. hal ini tercermin pada saat pasca
terjadinya gempa para pemuda yang terdapat di
Desa Sembalun bersinergi dengan dukungan serta
kepercayaan para tetua untuk membagikan secara
sama rata kepada semua masyarakat di Desa
Sembalun Bumbung bahkan logistik-logistik yang
masuk di Desa Sembalun Bumbung dibagikan ke
Desa lain seperti di daerah Sajang dengan
mengirim air bersih yang dikirimkan oleh para
donatur karena masyarakatnya merasa air bersih
di Desa Sembalun Bumbung masih bersih dan
layak untuk diminum. Tidak hanya itu, pasca
terjadinya gempa susulan yang meruntuhkan
Kabupaten Lombok Utara masyarakat Sembalun
Bumbung juga memberikan bantuan dengan
mengirimkan sayur-sayuran dan buah-buahan
dari hasil panen masyarakat sebagai bentuk dari
rasa persaudaraan bahkan pemuda-pemuda
khususnya di Desa Jorong berinisiatif untuk
menjadi penyalur untuk menjualkan masyarakat
hasil-hasil panennya seperti sayur-sayuran dan
strawberry serta mengajak masyarakat untuk
menyumbang sebagian hasil bumi yang dimiliki
untuk berdonasi kepada masyarakat yang
terdampak gempa sampai ke Donggala Palu dan
Pembangunan Masjid.
55
Artinya Hasil dari penjualan hasil bumi
tersebut disalurkan untuk pembangunan masjid
dan juga sebagain lagi untuk diberikan pada
masyarakat korban gempa di Palu. Dana yang
terkumpul dari berbagai kegiatan yang dilakukan
para pemuda dan masyarakat setempat berjumlah
43 juta dan dana lain sebesar 7 juta berasal dari
salah seorang donatur dan uang tersebut langsung
dibawa ke palu Donggala oleh maturidi dan didik
bahkan para pemuda juga bersinergi dengan
membantu masyarakat membuat 500 hunian
sementara yang diberikan oleh donatur. Selain itu
pasca gempa, tradisi besiruan terlihat ketika para
pemuda membantu masyarakat untuk
membereskan sisa banguan rumah yang roboh
dan membantu ibu-ibu untuk mengumpulkan
bahan-bahan untuk memasak lauk-pauk. Hal ini
sesuai dari ungkapan (Ketua Adat Remaja
Junaedi, S.H)
“Kami batur-batur pemuda endah saling tenak
bantu masyarakat untuk bersihang bale-bale
wah roboh karena gempa kanca nulung inak-
inak ngumpulang bahan-bahan kadu ngelak
jangan”
Artinya para pemuda membantu masyarakat
untuk membereskan sisa banguan rumah yang
roboh dan membantu ibu-ibu untuk
56
mengumpulkan bahan-bahan untuk memasak
lauk-pauk.
61
kanca yak ita ulak nyugulang kepeng
hanya kadu mangan doang “
Tradisi Besiruan ini dapat menghemat
pengeluaran karena dalam mengerjakan sesuatu
seerti membuat pondasi rumah atau menanam
bawang putih masyarakat tidak perlu dibayar
hanya disediakan makanan saja. Sedangkan bagi
para pemuda besiru ini sangat penting yang
dikutip dalam ungkapan informan dari salah satu
pemuda (Junaedi)
“Besiru sangat penting bagi kami para
pemuda khususnya sebagai generasi
lanjutan kanca salah satu kekayaan
bedeang kami min Sembalun Bumbung
nene soalna tanpa besiru program piak
ita yak na gin jalan untuk bantu
masyarakat”
Artinya besiru itu adalah sesuatu yang sangat
penting dalam kehidupan terutama bagi pemuda
sebagai generasi penerus. besiru menjadi salah
satu kekayaan yang dimiliki oleh Desa Sembalun
Bumbung, dimana tanpa besiru tersebut tidak
akan dapat tercipta sebuah program yang
bertujuan untuk saling membantu satu sama lain.
E. Cara diperkenalkan Besiru
Sosialisasi merupakan media internalisasi
dalam masyarakat artinya dalam penanaman nilai-
nilai sosialisasi merupakan hal penting agar nilai-
62
nilai tersebut dapat menjadi bagian dari
masyarakat.
Besiru sebagai bentuk perilaku atau tindakan
saling membalas kebaikan dengan cara
berkelompok-kelompok, memiliki ancaman akan
kelestariannya dimasa mendatang khususnya pada
era globalisasi oleh karena itu sebagai bentuk
internalisasi dalam masyarakat sangat perlu
penanaman nilai sehingga tiap individu dapat
memaknai besiru sebagai hal yang penting. Besiru
sebagai kearifan lokal yang telah ada sejak zaman
Nenek moyang dan masih dilestarikan serta
tertanam kuat dalam diri masyarakatnya memiliki
istilah yang berbeda pada setiap daerahnya di
suku sasak seperti saling tulung (saling tolong
menolong) dan sesuruan (saling panggil untuk
bekerja bersama) tetapi hanya di daerah Sembaun
Bumbunglah besiru masih tertanam kuat dan
diimplementasikan dari satu generasi ke genarasi.
Pada masyarakat desa Sembalun Bumbung
cara diperkenalkan besiru berdasarkan informasi
dari informan (Tokoh adat H. Purnipa) yakni:
“cara kami jari selaku tokoh adat
ngenalang besiru dengan sering
ngadaang ssialisasi tentang pentingna
jaga kearifan lokal bedeang itaendah
wah luik anak-anak ita sekolah
bependidikan jarina mudak ita
63
sosialisasiang antekna terus jaga
budaya besiru nene.”
Artinya “cara untuk melestarikan tindakan
besiruan ini adalah salah satunya dengan sering
mengadakan sosialisasi kepada pemuda terkait
pentingnya menjaga kearifan lokal yang telah
dimiliki dan diwariskan oleh generasi sebelumnya
agar semua kearifan lokal tersebut terus dijaga
dan dimmplementasikan serta jangan sampai
hilang. Dengan kondisi para pemuda Sembalun
Bumbung yang saat ini sudah banyak yang
berpendidikan upaya untuk menyampaikan
sosialisasi tersebut tidak memiliki hambatan
bahkan mereka cepat memahami.
64
sehari-hari serta dapat merasakan adanya
tindakan besiruan dalam kehidupan mereka.
66
sosial sebagaiamana informasi yang diperoleh dari
Ketua Remaja Adat (Junaedi)
“Lamunna arak masyarakat min desa
sembalun nene yakda milu besiru
misalna untuk kegiatan irigasi sawah,
jarina ida pada yakda milu no yakda
ngimbeng aik untuk tanaman ida pada
“
Artinya ketika ada salah seorang warga yang
tidak berpartisipasi dalam kegiatan besiru seperti
irigasi sawah secara bersama-sama, maka bagi
mereka yang tidak ikut tidak akan diberikan air
untuk irigasi sawahnya.
68
BAB VII
Besiru Dan Altruisme
Menurut Walstern, dan Piliavin (Deaux,
1976). Perilaku altruistik adalah perilaku
menolong yang timbul bukan karena adanya
tekanan atau kewajiban, melainkan tindakan
tersebut bersifat suka rela dan tidak berdasarkan
norma–norma tertentu, tindakan tersebut juga
merugikan penolong, karena meminta
pengorbanan waktu, usaha,uang dan tidak ada
imbalan atau pun reward dari semua pengorbanan
.
70
“Sebaik – baiknya manusia adalah yang
lebih bermanfaat bagi manusia yang
lain “ (H-R Thabrani).
Budaya besiru yang terus dijaga dan semakin
kuat dengan adanya musibah gempa bumi yang
dialami oleh masyarakat di Desa Sembalun dan
Pulalu Lombok juga melahirkan altruisme dalam
kehidupan masyarakat di Desa Sembalun
Bumbung. Altruisme merupakan suatu tindakan
yang dilakukan secara ikhlas oleh seseorang. Hal
ini tercermin dari ungkapan salah satu informan
(Inaq Salju)
“lamun dengan panen tene min
sembalun batur-batur bedeang bangkit
sekenang ida ita hasil panenda bagi-
bagiang da wah min batur-batur
ahgubuk aijak mele ngaken kanca
munarak kegiatan begawe arak batur
ida doang tukang keliling timpak balen-
balen batur-batur tene nyinggak piring,
lumur, teper kanca galang untuk batur
kekurangan pas da ahgawe. Yakna
nono doang munna arak batur endah
min sembalun ndarakda pada kadu
belanja ngimbengna ida lek batur arak
kepengna laguk yakna ulak nenagin
batur piranjakna arak wah pokda
mbeng batur “
Artinya jika ada masyarakat yang panen hasil
buminya maka mereka selalu membagikan hasil
71
bumi tersebut ke seluruh tetangga bahkan satu
kampung dapat menikmatinya tanpa harus dibeli
sehingga untuk sayur-sayuran dan buah-buahan
masyarakat jarang beli serta jika ada yang
mengadakan acara begawe dan dia tidak memiliki
piring, gelas, selimut dan tikar, di Desa Sembalun
ini sudah ada seseorang yang selalu keliling di
setiap rumah warga untuk meminjam alat-alat
tersebut dan mengembalikannya jika acara telah
selesai tanpa harus dibayar bahkan ketika ada
salah satu masyarakat yang tidak memiliki uang
dan meminjam ke masyarakat lain mereka tidak
akan menagih uang yang dipinjamkan dan
menunggu sampai kapan mereka ada uang untuk
mengembalikan.
Altruisme dalam kehidupan masyarakat di
Desa Sembalun Bumbung juga semakin terlihat
pasca terjadinya musibah gempa bumi di Pulau
Lombok. Hal ini terlihat beberapa saat pasca
terjadinya gempa bumi dengan membantu korban
terdampak gempa di Kabupaten Lombok Timur
dan Kabupaten Lombok Utara bahkan sampai ke
Donggala Sulawesi. Padahal, pada saat itu mereka
juga sedang dilanda kesusahan karena musibah
gempa, tempat tinggal masih menggunakan tenda
dan kebutuhan hidup yang belum normal serta
sering terjadi gempa skala ringan tetapi hal
72
tersebut tidak menyurutkan niat mereka untuk
membantu.
73
kepada masyarakat di Desa Sembalun Bumbung
dan membawa sayur-sayuran dan buah-buahan
mengunakan 4 (empat) mobil dan air bersih
karena mereka merasa bahwa bantuan logistik
sudah tercukupi dan air tidak teralu masyarakat
butuhkan karena air dari gunung masih bersih
dan dapat digunakan serta pada saat itu hasil
panen masyarakat sedang berlimpah.
74
Terus lelek makassar wah kami ngadu
jalur udara sampai Palu. Perjalanan
kami sampai ahminggu pok kami
sampai palu“
Saya dan matukridi berangkat ke Palu untuk
membawa uang dari hasil sumbangan dan
penjualan hasil bumi secara langsung lewat jalur
darat dari Pulau Lombok dan naik kapal laut
menuju Bali. Setelah mendarat di Gili Manuk
Bali, mereka lalu menuju Banyuwangi kemudian
ke Surabaya. Mereka kembali melintasi jalur laut
menuju ke Makassar memakan waktu hingga dua
hari dan akhirnya dari Makassar melalui jalur
udara hingga ke Palu. Perjalanan tersebut
memakan waktu selama satu minggu menuju
Palu.
75
76
BAB VIII
Penutup
Besiru merupakan budaya yang terdapat
dalam masyarakat sasak khususnya di daerah
Sembalun Bumbung kecamatana Sembalun.
Besiru ini bisa diartikan tolong menolong, atau
saing balas dalam kebaikan. Pada awalnya Besiru
muncul karena adanya sistem pertanian yang
saling membantu, baik dari membajak sawah,
menanam hingga panen kemudian saling
memberikan hasil panen. Hal tersebut yang
membuat masyarakat saling membantu satu sama
lain sehingga saling mencukupi satu sama lain.
Dalam bidang budaya juga Besiru terlihat dalam
acara penikaha, kelahiran maupun kematian dan
haji. Pada kegiatan tersebut masyarakat saling
membantu untuk menyiapkan semua peralatan
maupun perlengkapan yang dibutuhkan, dan
saling menyumbang miliknya satu sama lain.
78
DAFTAR PUSTAKA
79
http://repositori.usu.ac.id/bitstream
/handle/123456789/4019/1307030
21.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Di akses 4 Juni 2019
81
82
TENTANG PENULIS
Buku ini merupakan sebuah karya yang
diadaptasi dari PKM-PSH (Program kreatifitas
Mahasiswa bidang Penelitian Sosial Humaniora)
sebagai luaran dari PKM tersebut. Penulis terdiri
dari tiga anggota PKM:
S iti Ilhami
Fatmahandayani
Lahir di Cengok, 6 Mei 1999.
Jenjang pendidikan yang
telah dilalui oleh penulis adalah: SDN 2 Bagik
Payung, SMPN 1 Selong dan SMAN 1 Selong.
Paska menyelesaikan pendidikan menengah atas
melanjutkan S1 Sosiologi di Universitas Mataram
dan saat ini penulis masih menempuh studinya di
Semester 4 (empat). Di tengah kesibukan sebagai
seorang mahasiswa penulis juga aktif di berbagai
organisasi seperti menjadi sekretaris di Devisi
Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa
Sosiologi UNRAM, pernah menjadi bendahara di
83
Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa
Sosiologi UNRAM pada semester 1 hingga 2,
menjadi anggota BEM Universias Mataram,
menjadi anggota pada organisasi PBS2 Lombok,
menjadi anggota UKM PRIMA Departemen PSI
dan pernah ikut dalam kepanitian nasional seperti
seminar nasional bersama Andrea Hirata dan
Lomba LKTI Nasional. Penulis juga pernah
mengikuti beberapa lomba seperti lomba penulisan
puisi bertema bebas yang dilaksanakan UGM,
menjadi pemenang harapan dalam lomba puisi
tema bebas yang dilaksanakan oleh Dema Aksara,
mengikuti lomba kepenulisan artikel zero waste
dan Lolos PKM PSH 2018. Saat ini penulis
berfokus untuk menyelesaikan pendidikan S1-nya.
N urul Haromain
P eri Anggraeni
85
adalah: SDN 2 Suralaga, MTS NW Suralaga dan
MA NW suralaga. Paska menyelesaikan
pendidikan menengah atas melanjutkan S1
Sosiologi di Universitas Mataram dan saat ini
penulis masih menempuh studinya di Semester 6
(enam). Di tengah kesibukan sebagai seorang
mahasiswa penulis juga aktif di berbagai
organisasi seperti anggota Departement Prestasi
UKM Prima UNRAM sekaligus menjadi tutor
kepenulisan, pernah menjadi ketua Departement
Riset dan Kajian Ilmiah pada sememster 4 sampai
semester 5 di Himpunan Mahasiswa Sosiologi
UNRAM, menjadi anggota Pemberdayaan
Perempuan di Organisasi PMKS (Persatuan
Mahasiswa Kecamatan Suralaga) dan saat ini
menjadi salah satu pemilik usaha JONES (jam
oleh-oleh tenun etnik Sasambo).
Penulis juga pernah menjuarai beberapa lomba
nasional dan internasional diantaranya Juara 1
Lomba Karya tulis Ilmiah Yang diselenggarakan
oleh Unram English Festival, Mawapres 1
Sosiologi 2018, Juara Favorit Persentasi PIMNAS
Ke- 31 (Pekan Ilmiah Nasional) yang
diselenggarakan oleh DIKTI, Delegasi Pengabdian
Masyarakat Ke Malaysia, Lolos PKM PSH 2018.
86
Saat ini penulis berfokus untuk menyelesaikan
pendidikan S1-nya dan mengembangkan bisnis
JONES (Jam oleh-oleh tenun etnik Sasambo).
M aya Atri
Komalasari, S.Sos., MA
87
BAPPEDA Kota Surakarta, Modal Sosial dan
Refleksivitas Dalam Masyarakat Risiko (Suatu
Kajian terhadap Anggota Klub Motor Wonogiri
King Club (WKC) sebagai judul skripsi , Relasi
Sosial di Sentra Industri Genteng Press (Studi
Hubungan Kerja Pengusaha dan Buruh Industri
Genteng Press Wiroko) sebagi judul tesis, Laporan
Analisis Situasi Ibu dan Anak (ASIA) Kota
Surakarta Tahun 2015 diselenggarakan oleh
BAPPEDA Kota Surakarta. Selain memiliki
pengalam dalam bidang penelitian, penulis juga
memiliki pengalaman pekerjaan yaitu sebagai
anggota tim penyusun laporan capaian program
Pendidikan Untuk Semua (PUS) tahun 2011-2012
diselenggrakan oleh BAPPEDA Kota Surakarta,
dan Anggota Tenaga Ahli Pemutahiran Analisis
Situasi Ibu dan Anak tahun 201.5 diselenggarakan
oleh BAPPEDA Kota Surakarta. Saat ini penulis
menjadi dosen tetap di program studi sosiologi di
Universitas Mataram.
88