Anda di halaman 1dari 10

KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT BANTARAN SUNGAI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dari


Ibu Muzdalifah, S.P., M.Sc.
Dosen Pengampu Mata Kuliah Ilmu Sosial & Budaya Dasar

Oleh Kelompok 3
Dede Farid Zakaria 1611011210006
Fatimatuzzahroh 1811011320005
Juhairiah 1811011120015
Koirul Lutfan Hamid 1811011210006
Runa Ristia Lula 1811011220011
Syelia Fitri Widiana 1711011320015

Universitas Lambung Mangkurat


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program studi Matematika
Banjarbaru
Tahun 2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan Puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang KEHIDUPAN SOSIAL
MASYARAKAT BANTARAN SUNGAI.
Keberhasilan makalah ini kami raih dengan adanya bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, dan kami mengucapkan terima
kasih terutama untuk dosen mata kuliah Ilmu Sosial & Budaya Dasar ibu Muzdalifah ,S.P.,
M.Sc yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat terhadap
pembaca.
Banjarbaru, 12 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………………............................... 4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………................................ 4
1.3 Tujuan...................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian masyarakat, permukiman dan bantaran sungai...................................... 5
2.2 Bagaimana kehidupan masyarakat dibantaran sungai ?............................................ 6
2.3 Mengapa hingga saat ini masih ada masyarakat yang hidup dibantaran sungai ?..... 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………....................................... 9
3.2 Saran .......................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 10

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sungai merupakan salah satu tempat berkembangnya kebudayaan karena sungai
menjadi salah satu sumber hidup manusia. Maka dari itu, ada sekelompok orang yang
berkembang di wilayah sungai. Sejarah juga menunjukkan adanya keterkaitan erat antara
permukiman dan sungai, terutama pada daerah - daerah Kalimantan yang telah memiliki
hubungan yang sangat dekat antara sungai dalam perkembangan perkotaan dan
masyarakatnya. Kita ketahui juga, di Kalimantan masih banyak permukiman warga yang
berada di pinggir – pinggir sungai.
Dari perkembangan waktu masyarakat yang bermukim di bantaran sungai, mereka
dapat menjadikan sungai sebagai salah satu sumber kebutuhan hidup dan sumber
penghasilan mereka, baik dari aspek transportasi, ekonomi, sosial dan budaya. Dengan
adanya interaksi masyarakat dan sungai, maka terbentuklah budaya sungai. Yaitu, dengan
melakukan segala aktifitasnya bergantung dengan sungai, seperti buang air,mandi dan
keperluan – keperluan rumah tangga lainnya, masyarakat juga memanfaatkan sungai
sebagai sumber penghasilan seperti memanfaatkan sumber daya perairan yang ada
disungai, sumber daya perairan disungai juga bisa dimanfaatkan untuk sumber makanan.
Hal ini lah yang menyebabkan masyarakatnya sangat erat dengan sungai.
Tipe permukiman dibantara sungai itu berbeda dengan tipe permukiman biasa, tipe
permukiman mereka itu bisa disebut dengan tipe rumah panggung atau terapung, hal itu
dibuat untuk menghindari banjir yang terjadi, kayu- kayu yang digunakan pun merupakan
kayu-kayu khusus yang di nilai memiliki ketahanan kuat jika direndam dalam air.
1.2 RUMUSAN MASALAH
3 Pengertian masyarakat, permukiman dan bantaran sungai
4 Bagaimana kehidupan masyarakat dibantaran sungai ?
5 Mengapa hingga saat ini masih ada masyarakat yang hidup dibantaran sungai ?
1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui kehidupan masyarakat yang berada dibantaran sungai, dan
mengerti kenapa masih ada masyarakat yang tinggal dibantaran sungai.

4
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Masyarakat, Permukiman, dan Bantaran Sungai

Bila kita mengikuti berbagai perkembangan pemikiran, ada banyak banyak definisi
tentang masyarakat. Linton mendefinisikan masyarakat sebagai“…any group of people who
have lived and worked together long enough to get themselves organized and to think of
themselves as a social unit with well defined limits”.
Unsur spirit hidup dan kerja bersama terorganisasi ini disebut sebagai esprit de
corps.Namun sebagaimana juga dinyatakan Budiono definisi ini lebih bersifat hipotesis
daripada menyatakan suatu realitas kehidupan. Hal ini karena tidak ada yang dapat mendikte
suatu kelompok masyarakat untuk “hidup bersama cukup lama dan mengorganisasi diri
sedemikian rupa sehingga merasa diri sebagai suatu kelompok yang utuh”.
Budiono kemudian lebih bersikap mendeskripsikan realitas masyakat sebagai
organisme yang bisa tumbuh dan berkembang, bisa sakit, dan bahkan bisa juga punah. Dalam
empiri tidak ada cerita bahwa ada yang bisa memerintah kepada sekelompok orang: “kalian
harus menjadi masyarakat”. Demikian juga Daniel Bell tidak mendefenisikan masyarakat
tetapi lebih menampilkan situasi masyarakat (the realmsofsociety) yakni medan tekno
ekonomi, politik, dan budaya.
Ulrich Beck pun lebih melihat masyarakat sebagai realitas dinamis dengan
mengatakan bahwa masyarakat dewasa ini menghadapi apa yang disebutnya sebagai risk
society. Karena penelitian ini merupakan sebuah tinjauan filosofis maka penulis tidak
berpretensi menjelaskan berbagai definisi dalam masyarakat dari berbagai lintas sosial dan
antropologi tetapi lebih ingin mencari benang merah berbagai fenomena yang terjadi. Penulis
ingin menekankan beberapa pokok pikiran yang menjadi concern penelitian ini.
Beberapa ahli mendefinisikan permukiman masyarakat sebagai suatu kawasan
tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana. Doxiadis dalam Soetomo (2013)
menyebutkan bahwa permukiman masyarakat terdiri dari content dan container yaitu
permukiman masyarakat mencakup ruang dan manusia yang hidup di dalamnya. Container
adalah ruang, prasarana sarana fisik, dan alam. Content adalah isi dari container atau manusia
yang merupakan subyek sentral yang memberi makna terhadap container. Oleh sebab itu,
permukiman masyarakat dalam content dan container terdiri dari sheels, network, nature,
man, dan society.
Dalam hal ini permukiman dapat dil;ihan dari sumber daya buatan, sumber daya manusia,
dan sumber daya alam. Pengertian kampung telah berubah dari masa ke masa. Setiawan
(2010) menyatakan bahwa istilah kampung berasal dari Bahasa Melayu yang diartikan sebagai
permukiman di pedesaaan. Selanjutnya, Roychansyah dalam Setiawan (2010) menyebutkan
bahwa kampung merepresentasikan konsep baru pembangunan kota yaitu compact city.
Kampung telah memenuhi prinsip compact city dari aspek kepadatan penduduk, efisiensi
lahan, dan sarana prasarana.
Kepadatan penduduk di kampung sangat tinggi. Sungai memiliki daerah penguasaan
diantaranya yaitu palung sungai, bantaran sungai, tanggul sungai, sempadan sungai, garis
sempadan sungai, dan dataran banjir. Bantaran sungai atau sering disebut juga sempadan
sungai sebenarnya memiliki sedikit perbedan. Bantaran sungai dan sempadan sungai

5
diperlukan fungsinya sebagai daerah transisi antara sungai dan kegiatan manusia dengan
tujuan agar fungsi hidrolis sungai sesuai kondisi hidrologis tetap mampu menampung
kuantitas debit aliran terurtama debit banjir tanpa melewati daerah sempadan. Permukiman
perkotaan atau kampung kota memiliki potensi yang luar biasa yaitu berupa modal sosial yang
kuat yang dimiliki masyarakatnya berupa pikiran dan sikap gotong royong atau solid karena
merasa senasib dan sepenanggungan.
Sedangkan Setiawan (2010) menyebutkan bahwa kampung memiliki beberapa
permasalahan yaitu kurangnya sarana dan prasarana, konflik internal, dan legalitas yang tidak
jelas. Selanjutnya, preferensi bermukim dipengaruhi oleh beberapa faktor. Chapman dalam
Siregar (2010) menyebutkan bahwa preferensi bermukim diartikan sebagai pemilihan untuk
menyatakan keinginan terhadap sesuatu yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menilai
terutama mengenai ciri-ciri lingkungannya, seperti seseorang memilih lokasi bermukim
dengan pertimbangan dekat pusat kota, tempat kerja, jalan, sekolah, atau sarana prasarana
lain. Aksesibilitas merupakan penentu terpenting seseorang dalam preferensi bermukim.
Moore dalam Siregar (2010: 5) menyatakan bahwa preferensi bermukim dipengaruhi
oleh gaya hidup penghuni yaitu consumption oriented, social prestige oriented, family
oriented atau community oriented. Sedangkan, Turner dalam Nur (2010) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan antara kondisi ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan
hidup dan kebutuhan perumahan. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi
bermukim adalah aksesibilitas, kondisi ekonomi, dan konsisi social.

2.2 Kehidupan Masyarakat Bantaran Sungai

Permukiman bantaran Sungai mempunyai ciri dan aktivitas yang berbeda dengan
permukiman darat, ciri yang selalu mengikuti medan sungai dan aktivitas sehari-hari yang
dapat berhubungan dengan sungai. Aktivitas yang sering timbul dipermukiman bantaran
sungai adalah:
1. Membuang sampah di sungai menjadi perilaku dan aktivitas masyarakat di bantaran
sungai.
2. Limbah dari manusia, masyarakat di permukiman bantaran sungai melakukan buang air
besar di sungai. Hal ini dapat dilihat dari bangunan rumahnya yang mempunyai jamban
layang atau jamban yang dibuat di sungai.
3. Mandi, merupakan kontak langsung antara manusia dan sungai. Kegiatan membersihkan
diri ini biasanya dilakukan setiap pagi dan sore.
4. Mencuci dan aktivitas mandi. Hasil sisa dari kegiatan ini adalah busa deterjen yang dapat
mencemari sungai.
5. Sebagai ruang produksi (menangkap ikan) untuk dikonsumsi sendiri ataupun dijual
6. Sebagai tempat transportasi yang dari suatu tempat ketempat lain atau sebagai tempat
bersosialisasi.

Salah satu aktivitas yang setiap hari dilakukan adalah membuang sampah dan sanitasi
langsung kebadan sungai. Kegiatan ini dilakukan karena memang lebih praktis membuangnya
ke bawah (sungai). Hal ini juga ditunjang dengan ketidakadaan sarana tempat pembuangan
sampah pada permukiman di sepanjang bantaran sungai dan juga belum disediakannya
tempat pembuangan limbah kakus yang tidak menuju ke sungai. Aktivitas mandi dan mencuci
biasanya dilakukan pada pagi hari dan sore hari, pada waktu tersebut banyak masyarakat
melakukan aktivitas mencuci mandi.

6
Pada waktu pagi hari masyarakat banyak mandi untuk mempersiapkan diri melakukan
aktivitas lainnya dan terdapat juga sebagian masyarakat yang mencuci pada pagi hari. Sore
hari aktivitas mandi juga terjadi dan prosesnya lama karena masyarakat pada sore hari
melakukan mandi sebagai pembersih diri dan penghilang penat di sungai dan juga masih
terdapat masyarakat yang mencuci. Aktivitas ini sudah sering dilakukan sejak dahulu sehingga
sudah menjadi aktivitas rutin masyarakat.
Air sungai biasanya juga dimanfaatkan oleh penduduk untuk air minum (ada yang
menggunakan kapur, tawar dan penjernih air sebelumnya dimasak). Terdapat dua cara dalam
mengambil air sungai yaitu dengan cara menimba dan menggunakan pompa. Padahal sungai
juga dipakai sebagai tempat buang air besar dan masyarakat juga sering membuang sampah
organic maupun non organik ke sungai. air sungai juga di gunakan sebagai Raw Material air
PDAM yang kemudian diolah dan sebarkan sebagai air PDAM. Pada waktu pagi hari
masyarakat banyak mandi untuk mempersiapkan diri melakukan aktivitas lainnya dan
terdapat juga sebagian masyarakat yang mencuci pada pagi hari. Sore hari aktivitas mandi
juga terjadi dan prosesnya lama karena masyarakat pada sore hari melakukan mandi sebagai
pembersih diri dan penghilang penat di sungai dan juga masih terdapat masyarakat yang
mencuci. Aktivitas ini sudah sering dilakukan sejak dahulu sehingga sudah menjadi aktivitas
rutin masyarakat.
Transportasi sungainya masih digunakan oleh masyarakat dengan menggunakan modal
transportasi berupa kapal, speedboat “kelotok” (kapal kecil denga mesin), “jukung” (Perahu
tanpa mesin) sebagai alat transportasinya. Kapal dan speed boat biasanya digunakan untuk
perjalanan jarak jauh (antar kecamatan atau kabupaten), keloktok digunakan sebagai moda
transportasi sungai umum yang digunakan untuk perjalanan dalam kota (Kota Sampit).
Sedangkan Jukung digunakan masyarakat sebagai transportasi sungai pribadi yang paling
banyak dimiliki dan digunakan untuk perjalanan jarak dekat (antar rumah ke rumah). Batang
menjadi salah satu fasilitas yang penting di permukiman bantaran sungai, bukan hanya karena
sebagai tempat berbagai aktivitas masyarakat pada sungai tapi juga tanda bahwa suatu
rumah tersebut dapat melakukan aktivitas transportasi sungai atau rumah tersebut dapat
disinggahi oleh kelotok. Rumah yang tidak mempunyai batang melakukan aktivitas terhadap
sungai (termasuk transportasi dan MCK) pada batang milik umum.
Contoh Kehidupan Masyarakat Bantaran Sungai :
Desa Teluk Aur Kecamatan Bunut Hilir Kabupaten Kapuas Hulu tidak menunjukkan
perbedaan dari segi kehidupan di bantaran sungai Kapuas pada umumnya. Sendi kehidupan
sosial ekonominya tak bisa terlepas dari aliran sungai. Rumah-rumah di desa ini hampir
semuanya terbuat dari kayu. Berbentuk rumah panggung dengan tiang setinggi kurang lebih
6 - 7 meter. Setiap rumah terhubung dengan jembatan kayu. Begitu pula dengan jalan utama
desa. Dalam keadaan sosial masyarakat bantaran Sungai Kapuas masih ada hubungan-
hubungan sosial seperti tolong menolong serta komunikasi antar masyarakat pendatang
maupun dengan masyarakat asli. Sedangkan keadaan ekonomi masyarakat bantaran Sungai
Kapuas
mayoritas adalah di sektor informal, seperti wiraswasta, pedagang keliling, buruh, dan lain-
lain.

2.3 Alasan Masyarakat Hidup di Bantaran Sungai


Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah
dalam yang terletak di kiri atau kanan palung sungai. Area bantaran sungai merupakan area
yang tepat berada di tepi sungai dan merupakan area yang tertutup oleh luapan air sungai

7
saat banjir. Bantaran sungai memiliki fungsi ekologis sebagai daerah penyangga daerah
pengelolaan air dan merupakan jalur koridor hijau. Sebagai daerah penyangga dan jalur
koridor hijau daerah bantaran sungai menjembatani keberadaan habitat dan ekosistem darat
dengan perairan. Sehingga jika fungsi bantaran sungai terganggu, maka keberadaan habitat
dan ekosistem juga akan terganggu. Terganggunya habitat dan ekosistem ini dalam jangka
panjang dapat menyebabkan permasalahan lingkungan lain seperti pencemaran air,
berkurangnya kemampuan tata kelola air dan iklim mikro. Saat ini lingkungan yang terbangun
di bantaran sungai-sungai tersebut pada umumnya merupakan kawasan terbangun sangat
padat dengan rata-rata KDB mencapai 80-90%.
Keberadaan permukiman di sepanjang bantaran sungai bukan sesuatu yang baru.
Kondisi geografis negara Indonesia yang memiliki banyak sungai sebagai orientasi kehidupan
menjadikan tepian air/sungai sebagai tempat bermukim dan mencari mata pencaharian.
Cukup banyak kota-kota di Indonesia yang terbentuk karena keberadaan sungai. Dari total
472 kota dan kabupaten, hampir 300 kota dan kabupaten dibangun dekat sumber air, baik
berupa danau,daerah aliran sungai (DAS), maupun tepi pantai. Namun yang membedakan
perkembangan permukiman di bantaran sungai dulu dan sekarang adalah bagaimana
persepsi masyarakat terhadap kawasan tersebut. Pada awalnya permukiman-permukiman
tumbuh di daerah tepi sungai karena para pemukim mendekati sumber air bagi kegiatan
mereka sehari-hari. Permasalahan mulai muncul ketika lahan yang semakin terbatas
menjadikan tepian sungai sebagai alternatif bagi kegiatan bermukim, khususnya bagi kaum
urban berpenghasilan rendah. Dari sini dapat kita lihat bagaimana persepsi masyarakat
terhadap sungai berubah dari persepsi yang baik menjadi kurang baik. Dari sumber
penghidupan dan pusat kegiatan menjadi alternatif tempat hidup bagi mereka yang
berpenghasilan rendah. Masyarakat yang hidup di bantaran sungai memanfaatkan air sungai
sebagai sumber air utama dalam kehidupan sehari-harinya.
Beberapa alasan masyarakat masih menggunakan air Sungai sebagai sumber air
adalah karena sudah merupakan pola hidup yang masih mementingkan yang sederhana
(mengambil air langsung dari sungai) dari pada kesehatan, sistem pemasangan PDAM yang
agak rumit (sistem Komunal) dan biayanya yang mahal.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kehidupan dipinggir sungai tidak menjadi kendala untuk kemajuan teknologi,
informasi, ekonomi dan lain-lain. Tapi banyak masyarakat yang tak jarang
membuang sampah dan beraktivitas setiap hari seperti mandi, mencuci, dan bahkan
menggunakan air sungai sebagai air minum.

8
Sebagai contoh pada masyarakat Desa Teluk Aur Kecamatan Bunut Hilir
Kabupaten Kapuas Hulu kehidupan sosial ekonominya tak bisa terlepas dari aliran
sungai. Rumah-rumah di desa hampir semuanya terbuat dari kayu. Berbentuk
rumah panggung dengan tiang setinggi kurang lebih 6 - 7 meter. Setiap rumah
terhubung dengan jembatan kayu.
Masyarakatnya pun masih sangat kental dengan kehidupan sosial
seperti tolong menolong serta komunikasi antar masyarakat pendatang maupun
dengan masyarakat asli. Sedangkan keadaan ekonomi masyarakat bantaran Sungai
Kapuas mayoritas adalah di sektor informal, seperti wiraswasta, pedagang keliling,
buruh, dan lain-lain.
Masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai atau di bantaran sungai
mempunyai alasan tersendiri karena kondisi geografis Indonesia pun banyak
terdapat sungai dan salah satu alternative masyarakat melakukan transaksi ekonomi
dan kemudahan mendapatkan air untuk kehidupan sehari-hari dan rumitnya
pemasangan PDAM pada daerah terpencil yang dekat dengan sungai.

3.2 Saran
Untuk masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai agar tidak membuang
sampah ke sungai karena itu membuat sungai tercemar. Dan air yang di sungai
menjadi tidak bagus untuk di konsumsi untuk masyarakat sungai, karena banyaknya
bahan kimia yang akan larut dan mencemari sungai aka nada berbagai macam
penyakit yang ada di air sungai hingga tidak layak konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Boby, Rahman.2017. Hubungan Aktivitas Budaya Pemukiman Bantaran Sungai.Makalah.


Dikutip dari https://www.researchgate.net/publication/324391260/ . Diakses pada tanggal
Juli 2015
Binar, T.Cesarin,Cholina Ginting.2015. Persepsi Masyarakat Terhadap Pemukiman Bantaran
Sungai.Skripsi. Dikutip dari http://pustaka.pu.go.id/. Diakses pada tanggal 2015
BBWS Serayu Opak.2009. Laporan Akhir utama Pekerjaan Detail Desain Pengelolaan
Pemanfaatan SDA Sungai Code. Yogyakarta: Reka Kusuma Buana.

9
10

Anda mungkin juga menyukai