Anda di halaman 1dari 17

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Ilmu Sosial Budaya Dasar”

Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan


Dosen pengampu:
Arni Widyastuti, SKM, M.Kes
Indah Restiaty SKM, M.Kes

Disusun Oleh Kelas 1 DIV A Kelompok 3:

1. Adinda Nugrahani ( P21335122005)


2. Fadhil Rahman ( P21335122026)
3. Fajar Assalam ( P21335122027)
4. Fanny Julia Putri ( P21335122029)
5. Intan Febrian (P21335122038)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI


LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II
Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang
diberikan-Nya sehingga makalah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar yang berjudul
“Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan” dapat terselesaikan dengan
baik dan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata
pelajaran Ilmu Sosial dan Budaya.
Makalah ini berisi tentang hasil analisis Individu, Keluarga dan
Masyarakat sehingga diharapkan Indonesia bisa menjadi lebih maju dan lebih baik
dengan tetap menyejahterakan seluruh penduduk.

Makalah ini penulis susun secara maksimal dan mendapatkan bantuan


dari berbagai pihak, sehingga pembuatan makalah dapat berjalan dengan lancar.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arni Widyastuti, SKM,
M.Kes dan Ibu Indah Restiaty, SKM, M.Kes selaku dosen Ilmu Sosial dan
Budaya yang sudah membimbing penulis sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat waktu. Tidak lupa penulis  juga berterima kasih kepada
seluruh anggota kelompok yang sudah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan, baik pada teknik


penulisan maupun materi. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membaca.

Jakarta, 11 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB 1 : PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................1
BAB 2 : ISI...............................................................................................................2

2.1 Pengertian Masyarakat................................................................................2


2.2 Ciri Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan.................................5
2.3 Urbanisasi dan Urbanisme.........................................................................10
BAB 3 : PENUTUP...............................................................................................13

3.1 Kesimpulan................................................................................................13
3.2 Saran...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

iii
Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama
dalam satu komunitas yang teratur.

Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk


menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan
masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara pelbagai individu. Dari
segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat - atau tidak dibuat - oleh
kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains
sosial.

Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian masyarakat?
2. Apa ciri-ciri masyarakat ?
3. Apa urbanisasi dan urbanisme?

Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian masyarakat?
2. Untuk mengetahui ciri masyarakat perkotaan dan pedesaan?
3. Untuk mengetahui urbanisasi dan urbanisme?

iv
Bab II
Pembahasan

1. Pengertian Masyarakat
Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius yang berarti
“kawan”. Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya
“bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiran
hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur
– unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.

A. Masyarakat Pedesaan
Pengertian desa/pedesaan
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma
mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana
bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri[2] Menurut Bintaro,
desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi ,sosial, ekonomi, politik dan
kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Sedang menurut Paul H.
Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai
berikut :

 Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan


jiwa.
 Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
 Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan

Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition


artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada
beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu
sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara
unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan
pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong
menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam
berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang
mempunyai ciri yang jelas.

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai


kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk

v
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi


keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari
bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti
keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya
bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan
tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.

Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan


pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan
rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf
hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan
masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet
tujuan tersebut mandek diatas kertas.

Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan,


yang keuntungannya direguk oleh actor yang melaksanakan pembangunan di desa
tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat.[3] Di desa, pembangunan
fisik menjadi indicator keberhasilan pembangunan. Karena itu, Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara teoritis
memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan
menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananyapun lebih untuk
pembangunan fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala
desa (disana disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan
fisik semata, istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para klebun.

Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi
sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk,
dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa
(nation) bernama Indonesia. Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah
program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan
konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering
dilontarkan oleh banyak kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang
khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.

B. Masyarakat Perkotaan
Pengertian Kota

Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-


macam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini.

Wirth

Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh
orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.

vi
Max Weber

Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar


kebutuhan ekonominya dipasar lokal.

Dwigth Sanderson

Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.

Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-


ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau
lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.

Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut Kota,[5] karena


memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah sekarang
kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang
diantaranya mempunyai ciri-ciri :

a). Netral Afektif

Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat


Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft
atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat
emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang
bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam
perasaannya.

b). Orientasi Diri


Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya
sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai
hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa
hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk
individualistik.

c). Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu
pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.

d). Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima
berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.

vii
e). Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari
lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.

2. Ciri Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan


Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)

Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli


Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat
tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :

a. Afektifitas
Ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan
kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong,
menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya
tanpa pamrih.

b. Orientasi

Kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka


mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang
yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman
persamaan.

c. Partikularisme

Pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan


keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,
perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu
saja.(lawannya Universalisme)

d. Askripsi

Yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh
berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan
yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).

viii
e. Kekabaran (diffuseness).

Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa
ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak
langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott
Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa
pengaruh dari luar.

Ciri-ciri masyarakat Perkotaan


Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :

a. Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan


karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
b. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
berdantung pada orang lain (Individualisme).
c. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai
batas-batas yang nyata.
d. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak
diperoleh warga kota.
e. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor
waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting,
intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
f. Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya
terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

3. Urbanisasi dan Urbanisme

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi


adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang
tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan
kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang
signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan,
fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain
sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan
keluarnya.

Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti


persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari
desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. Perpindahan itu sendiri
dikategorikan 2 macam, yakni migrasi penduduk dan mobilitas penduduk. Migrasi
penduduk adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk
tinggal menetap di kota, sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan
penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap.

ix
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa,
seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan,
informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain
sebagainya.

Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong,


memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam
bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa
atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan seseorang untuk
melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.

Penyebab urbanisasi atau perpindahan penduduk perdesaan ke perkotaan


terjadi karena adanya daya tarik (pull factors) dari perkotaan dan daya
dorong (push factors) dari perdesaan. Faktor Pendorong dari Desa:

 Faktor pendorong dan desa yang menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai


beriikut.
 Terbatasnya kesempatan kerja atau lapangan kerja di desa.
 Tanah pertanian di desa banyak yang sudah tidak subur atau mengalami
kekeringan.
 Kehidupan pedesaan lebih monoton (tetap/tidak berubah) daripada

Faktor Penarik dari Kota :

 Faktor penarik dan kota yang menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai


berikut.
 Kesempatan kerja lebih banyak dibandingkan dengan di desa.
 Upah kerja tinggi.
 Tersedia beragam fasilitas kehidupan, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan,
transportasi, rekreasi, dan pusat-pusat perbelanjaan.
 Kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.

Terjadinya urbanisasi membawa dampak positil dan negatif, baik bagi desa yang
ditinggalkan, maupun bagi kota yang dihuni. Dampak positif urbanisasi bagi
desa (daerah asal) sebagai berikut.

 Meningkatnya kesejahteraan penduduk melalui kiriman uang dan hasil


pekerjaan di kota.
 Mendorong pembangunan desa karena penduduk telah mengetahui kemajuan
dikota.
 Bagi desa yang padat penduduknya, urbanisasi dapat mengurangi jumlah
penduduk.
 Mengurangi jumlah pengangguran di pedesaan.

Adapun dampak negatif urbanisasi bagi desa sebagai berikut:

x
 Desa kekurangan tenaga kerja untuk mengolah pertanian.
 Perilaku yang tidak sesuai dengan norma setempat sering ditularkan dan
kehidupan kota.
 Desa banyak kehilangan penduduk yang berkualitas.

Dampak Urbanisasi bagi Kota terdiri dari dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positif urbanisasi bagi kota sebagai berikut.

 Kota dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja.


 Semakin banyaknya sumber daya manusia yang berkualitas.

Dampak negatif urbanisasi bagi kota sebagai berikut.

 Timbulnya pengangguran.
 Munculnya tunawisma dan gubuk-gubuk liar di tengah-tengah kota.
 Meningkatnya kemacetan lalu lintas.
 Meningkatnya kejahatan, pelacuran, perjudian, dan bentuk masalah sosial
lainnya.

 Solusi Penangan Urbanisasi Megapolitan

Orientasi kebijakan pembangunan nasional harus mulai dirancang


kembali. Selama ini tidak jelas kemana arah pembangunan nasional.
Pembangunan nasional seringkali hanya berupa proyek-proyek sporadis bersifat
politis yang keberlanjutannya sering tidak jelas. Misalnya program Inpres Desa
Tertinggal (IDT) pada masa pemerintahan Soeharto sekarang tidak lagi
dilaksanakan IDT adalah salah satu contoh tindakan untuk meningkatkan daya
saing desa terhadap kota. Jika daya saing desa bagus, yang ditandai peningkatan
kualitas sarana dan prasarana pembangunan, maka godaan terhadap penduduk
desa untuk migrasi ke kota bisa semakin ditekan.

Dengan kata lain perlu dilakukan proses ”pengkotaan” atau melengkapi


desa dengan kualitas sarana dan prasarana setara dengan kota. Tetapi melengkapi
desa dengan fasilitas kota harus dibatasi hanya pada hal-hal yang secara sosiologis
bisa diterima masyarakat. hal lain dengan pembatasan tertentu agar tidak merusak
bangunan kultur setempat. Serta tentu saja membangun sentra pengembangan
ekonomi setempat, misalnya sentra kerajinan, pertanian dengan teknologi tepat
guna, atau pengolahan bahan mentah. Pembangunan sentra ekonomi di daerah
harus pula diimbangi dengan kebijakan perdagangan atau perlindungan harga bagi
hasil produksi desa.

Hal ini penting mengingat salah satu alasan klasik urbanisasi (migrasi)
adalah rendahnya penghasilan sektor ekonomi desa. Kebanyakan migran adalah
mantan petani, pengrajin, serta pelaku usaha-usaha ekstraktif lainnya yang merasa
putus asa karena hasil usaha mereka di desa dihargai terlalu rendah sehingga tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari.

xi
Uraian-uraian di atas pada dasarnya bicara mengenai upaya menahan
penduduk desa agar tidak migrasi ke Jakarta. Jika kondisi perekonomian
desa/wilayah di sekeliling kota telah berkembang, kota akan sedikit mendapat
pasokan tenaga kerja. Akibat lebih lanjut, penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS) di Jakarta mulai berkurang. Atau setidaknya tidak akan ada lagi
penambahan jumlah penduduk, sehingga pemerintah Kota bisa lebih
berkonsentrasi menangani PMKS yang sudah ada tanpa was-was akan
penambahan PMKS baru dari daerah/desa.

Sebaliknya wilayah yang kenyamanan sosial-ekonomi-spasialnya rendah


akan membuat kohesi longgar. Akibatnya melonggarnya kohesi, penduduk akan
tertarik oleh gaya kohesi wilayah lain yang tingkat kenyamanan sosial-ekonomi-
spasialnya lebih tinggi. Perpindahan penduduk dari wilayah kohesi lemah menuju
wilayah kohesi kuat merupakan bentuk dasar urbanisasi/migrasi dari desa ke kota.
Demi pencegaha urbanisasi, maka pembangunan desa/wilayah harus lebih
diutamakan dibanding pembangunan kota. Sekali lagi, tujuannya adalah
menguatkan kohesi antara desa dengan penduduknya demi memperlemah arus
urbanisasi.

Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam pemecahannya terhadap masalah


Urbanisasi dan Perkotaan adalah, adalah:

1. Mengembalikan para penganggur di kota ke desa masing-masing.


2. Memberikan keterampilan kerja (usaha) produktif kepada angkatan kerja di
daerah pedesaan.
3. Memberikan bantuan modal untuk usaha produktif.
4. Mentransmigrasikan para penganggur yang berada di perkotaan.
5. Dan langkah-langkah lainnya yang dapat mengurangi atau mengatasi
terjadinya “urbanisasi”.

Selain langkah-langkah tersebut di atas, juga dapat dilaksanakan berbagai upaya


preventif yang dapat mencegah terjadinya “urbanisasi”, antara lain:

1. Mengantisipasi perpindahan penduduk dari desa ke kota, sehingga


“urbanisasi” dapat ditekan.
2. Memperbaiki tingkat ekonomi daerah pedesaan, sehingga mereka mampu
hidup dengan penghasilan yang diperoleh di desa.

3. Meningkatan fasilitas pendidikan, kesehatan dan rekreasi di daerah pedesaan,


sehingga membuat mereka kerasan ‘betah’ tinggal di desa mereka masing-
masing.
4. Dan langkah-langkah lain yang kiranya dapat mencegah mereka untuk tidak
berbondong-bondong berpindah ke kota.

Berbagai langkah tersebut di atas akan dapat dilaksanakan apabila ada


jalinan kerja sama yang baik antara masyarakat dan pihak pemerintah. Dalam hal

xii
ini partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan, sehingga program-program
pembangunan akan berjalan lebih tertib dan lancar. Dan tujuan pembangunan
nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya sebagai suatu ethopia
atau cita-cita belaka.

3. Urbanisasi dan Urbanisme

Teori
Urbanisme teori penulis abad ke-20

Saat ini banyak arsitek, perencana, dan sosiolog (seperti Louis Wirth)
menyelidiki cara orang hidup di daerah perkotaan padat penduduk dari berbagai
perspektif termasuk perspektif sosiologis. Untuk sampai pada konsepsi yang
memadai ‘urbanisme sebagai cara hidup’ Wirth mengatakan perlu untuk
menghentikan ‘mengidentifikasi [ing] urbanisme dengan entitas fisik kota’, pergi
‘di luar garis batas yang sewenang-wenang dan mempertimbangkan bagaimana’
teknologi perkembangan transportasi dan komunikasi telah sangat besar
diperpanjang modus perkotaan hidup di luar batas-batas kota itu sendiri.

Dalam urbanisme kontemporer, juga dikenal sebagai perencanaan kota di


berbagai belahan dunia, ada banyak cara yang berbeda untuk membingkai praktek
karena ada kota di dunia. Menurut arsitek Amerika dan perencana Jonathan
Barnett pendekatan mendefinisikan semua ‘urbanisms’ yang berbeda di dunia
adalah salah satu yang tak ada habisnya.

Mainstream vs urbanisme alternatif

Dalam buku kami dan Desain, Paul Knox mengacu pada salah satu dari
banyak tren dalam urbanisme kontemporer sebagai “aestheticization dari
kehidupan sehari-hari”. Alex Krieger mempelajari teori urbanisme dalam rangka
memberikan wawasan tentang bagaimana praktisi perkotaan bekerja. Dia
mengidentifikasi sepuluh bidang di mana urbanisme terjadi dalam praktek.
Sepuluh adalah: menghubungkan perencanaan jembatan dan arsitektur, kategori-
bentuk berbasis kebijakan publik, arsitektur kota, desain perkotaan sebagai
urbanisme restoratif, desain perkotaan sebagai seni pembuatan tempat-, desain
perkotaan pertumbuhan pintar, infrastruktur kota, desain perkotaan sebagai
urbanisme lansekap, desain perkotaan sebagai visioner urbanisme, dan desain
perkotaan sebagai advokasi masyarakat atau tidak membahayakan. Krieger
menyimpulkan dengan menyatakan bahwa desain perkotaan kurang disiplin teknis
daripada pola pikir berdasarkan komitmen untuk kota.

Dalam Tiga Urbanisms dan Alam Publik, Douglas Kelbaugh dari


University of Michigan menulis tentang tiga urbanisms di ujung tombak kegiatan
teoritis dan profesional di kota-kota Barat. Ketiga paradigma termasuk New
Urbanism, Everyday Urbanism, dan pasca-Urbanism. Dia meneliti tumpang tindih

xiii
dan oposisi, metodologi dan modalitas, kekuatan dan kelemahan, dengan harapan
membuat sketsa garis besar posisi yang lebih terintegrasi.

Jaringan Urbanisme

Melalui buku Networks Perkotaan – Jaringan Urbanism, Gabriel Dupuy


berusaha untuk menerapkan pemikiran jaringan di bidang urbanisme sebagai
respon terhadap apa yang dianggap sebagai krisis di arena perencanaan kota.
Konflik dikatakan ada antara perencanaan kota berdasarkan konsepsi terpisah
ruang (yaitu zona, batas-batas dan tepi) dan perencanaan kota pada konsepsi
berbasis jaringan ruang. Jaringan Urbanism menekankan kebutuhan untuk
memahami ‘sociation’ tidak dalam hal dibatasi, skala kecil, masyarakat dengan
ruang publik yang intens, tetapi dalam hal karakter desentralisasi dan luas mereka
yang bergantung pada segudang jaringan teknologi, informasi, pribadi dan
organisasi bahwa lokasi link dalam cara yang kompleks.

Jaringan Urbanisme dipandang sebagai paradigma baru yang


menghadapkan perencanaan tata ruang dengan tantangan untuk perubahan
mendasar dalam pertimbangan konteks baru. Berpikir jaringan memiliki implikasi
langsung untuk cara proses perencanaan diatur dengan mengharuskan gaya
pemerintahan yang mencakup berbagai pemangku kepentingan yang
mengorganisir diri dalam jaringan. Namun, Albrechts dan Mandelbaum
menggambarkan pemikiran fisik berorientasi, berpikir paradigmatik dan
pemikiran jaringan berorientasi sosial kadang-kadang sebagai jauh dari satu sama
lain sebagai zonal dan pemikiran jaringan dalam perencanaan tata ruang.

Konteks sejarah

The ‘Urbanis’ dekade awal abad kedua puluh dikaitkan dengan


perkembangan manufaktur terpusat, penggunaan lingkungan campuran, lapisan
tebal organisasi sosial mendarah daging lokal dan jaringan, dan konvergensi
antara kewarganegaraan politik, sosial dan ekonomi di mana para elit telah
mereka kepentingan ekonomi tegas terletak di salah satu tempat. Mereka juga
memberikan kontribusi untuk mengembangkan lanskap sipil melalui berada di
dalam kota itu.

Teknologi, proses ekonomi dan sosial telah berubah urbanisme melalui


desentralisasi energi menuju lokasi perifer. Stephen Graham dan Simon Marvin
berpendapat bahwa kita sedang menyaksikan sebuah lingkungan pasca-urban di
mana inti mengatur peran ruang publik perkotaan dikalahkan melalui kebangkitan
lingkungan desentralisasi dan zona aktivitas yang longgar terhubung satu sama
lain melalui jalan, telekomunikasi dan sirkuit organisasi yang tidak memiliki pusat

xiv
jelas. Gabriel Dupuy menunjukkan bahwa karakteristik dominan tunggal
urbanisme modern karakter jaringan tersebut.

Konsep urbanisme

Pendekatan pragmatis terhadap urbanisme mempromosikan tindakan di


atas refleksi. Pragmatisme menekankan budaya inklusi di dalam kota di mana
kontradiksi dan bekerja perselisihan untuk membangun kebenaran kuat. Inti dari
pragmatisme tetap dalam kehidupan sehari-hari kontemporer di daerah perkotaan
sebagai bahan filosofis utama. Meskipun ekspresi telah digunakan selama lebih
dari satu abad, itu bukanlah konsep tetap. Sementara dunia bahwa gerakan berakar
di memiliki banyak perubahan, sebagai bingkai untuk melihat dunia, pragmatisme
juga mengalami berbagai tingkat modifikasi. Perubahan tersebut sangat relevan
dengan perkembangan kota dan tema dasar pragmatisme dapat diterapkan pada
urbanisme bahkan lebih kuat.

Anti-fondasionalisme dan fallibilism erat berhubungan satu sama lain.


Dalam konteks yang sama dari kedua, konsep kota adalah sementara dan tidak
pernah absolut atau tertentu, dan pragmatis berpendapat bahwa ide ruang harus
lentur dan mudah beradaptasi dan mampu mengatasi ketidakpastian dan
perubahan. Gagasan tentang masyarakat sebagai penanya adalah proses
berkelanjutan dari koreksi diri dan legitimasi spasial ditentukan dari masyarakat
yang lebih besar di mana mereka disajikan, dalam pengertian ini ide tempat akan
dipertahankan hanya selama ada komunitas untuk mendukung itu. William James
pluralisme terlibat mendorong orang untuk secara aktif menjangkau titik
persimpangan di mana orang kritis dapat terlibat dengan orang lain. Di bawah
pragmatisme tidak mungkin ideal platonis dari tak bertempat atau definisi penting
dari tempat karena tempat didefinisikan seluruh interaksi terus-menerus dengan
penghuninya.

John Dewey percaya bahwa personifikasi pengetahuan dalam praktik


sehari-hari adalah penting dan pertanyaan proaktif tentang hubungan antara teori
dan praktek menghubungkan ke ide tanggung jawab sosial. Tema demokrasi
adalah pusat versi Dewey pragmatisme. Dia percaya bahwa dalam suatu
masyarakat demokratis, setiap warga negara berdaulat mampu mencapai
kepribadian. Dia berpendapat bahwa konsep tempat harus terbuka untuk
eksperimen untuk harapan mewujudkan dunia yang lebih baik.

Menurut Bernstein, “tema ini juga aplikasi dasar urbanisme.” Sebagai


pragmatisme berbagi sejarah perkembangan dengan kota-kota modern, baik
pragmatis dan praktisi perkotaan telah mempengaruhi satu sama lain. Dewey
mengatakan bahwa interaksi adalah pengalaman manusia. “Untuk hidup ada
pawai terganggu seragam atau aliran Ini adalah hal sejarah, masing-masing
dengan plot sendiri, awal sendiri dan gerakan menuju penutupan, masing-masing
memiliki gerakan yang berirama tertentu sendiri; masing-masing dengan kualitas
yang tidak berulang sendiri meresapi ke seluruh. ”

xv
Bab III

Penutup
Kesimpulan
Manusia menjalani kehidupan didunia ini tidaklah bisa hanya
mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan dan pertolongan orang
lain , maka dari itu manusia disebut makhluk sosial, sesuai dengan Firman Allah
SWT yang artinya : “ Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal
( bersosialisasi ).....” (Al-Hujurat :13 ). Oleh karena itu kehidupan bermasyarakat
hendaklah menjadi sebuah pendorong atau sumber kekuatan untuk mencapai cita-
cita kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun diperkotaan.
Tentunya itulah harapan kita bersama, tetapi fenomena apa yang kita saksikan
sekarang ini, jauh sekali dari harapan dan tujuan pembangunan Nasional negara
ini, kesenjangan Sosial, yang kaya makin Kaya dan yang Miskin tambah melarat ,
mutu pendidikan yang masih rendah, orang mudah sekali membunuh saudaranya
(dekadensi moral ) hanya karena hal sepele saja, dan masih banyak lagi fenomena
kehidupan tersebut diatas yang kita rasakan bersama, mungkin juga fenomena itu
ada pada lingkungan dimana kita tinggal.

Saran
Pembangunan Wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus dengan
pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap pembangunan kota.
Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem masalah yang
terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat urbanisasi
menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma yang sempit
bahwa dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi bahagia dan
sejahtera menjadi masalah serius. Problem itu tidak akan menjadi masalah serius
apabila pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan pembangunan desa
tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan dipedesaan sekaligus mengalirnya
investasi dari kota dan juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang

xvi
memberikan keleluasaan kepada seluruh daerah untuk mengembangkan
potensinya menjadi lebih baik, sehingga kota dan desa saling mendukung dalam
segala aspek kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.

Kosim, H, E. 1996. Bandung: Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari Marwanto, 12


November 2006. Jangan bunuh desa kami. Jakarta:Kompas

_______, 1994. Sosiologi 3 SMU. Jakarta: Yudistira

xvii

Anda mungkin juga menyukai