Anda di halaman 1dari 10

2.1.

1 Pola Hubungan Dokter-Pasien

2.1.1.1 Pengertian Pola-Hubungan Dokter-Pasien

Hubungan antara dokter dan pasien telah banyak diteliti oleh para ahli,

baik di bidang medis maupun sosiologis dan antropologis antara lain hasil

penelitian Russel, Freidson dan Darsky, Schwarz dan Kart, Kisch dan Reeder,

serta Szasz dan Hollender (Lumenta. 1989a : 71-75) sebagai berikut.

Hasil penelitian Russel menunjukkan bahwa hubungan antara dokter dan

pasien lebih merupakan hubungan kekuasaan, yaitu hubungan antara pihak yang

aktif memiliki wewenang dengan pihak yang pasif dan lemah serta menjalankan

peran kebergantungan. Namun, besar kemungkinan dapat dibina suatu hubungan

yang sempurna, agar kedua belah pihak dapat berperan dan berinteraksi secara

aktif dan saling mempengaruhi.

Freidson, Freeborn dan Darsky mengungkapkan bahwa hubungan antara

dokter dan pasien merupakan pelaksanaan kekuasaan medis oleh dokter terhadap

pasien.

Hasil penelitian dari Schwarz dan Kart membuktikan bahwa jenis praktik

dokter juga turut mempengaruhi hubungan antara dokter dan pasien, yaitu dalam

perimbangan kekuasaannya. Dalam praktik dokter umum, kendali ada pada

pasien karena dokter umum sangat bergantung pada kedatangan pasien. Lain

halnya dalam praktik dokter spesialis. Kendali ada pada dokter umum selaku

sejawatnya yang merujuk pasiennya agar berkonsultasi pada dokter spesialis

tertentu. Dengan demikian, berarti hubungan pasien dengan dokter umum lebih

seimbang daripada hubungan pasien dengan dokter spesialis. Kisch dan Reeder

dalam penelitiannya terhadap hubungan antara dokter dan pasien, berusaha

mengungkapkan seberapa jauh pasien dapat memegang kendali hubungan dan


menilai penampilan kerja serta mutu pelayanan medis para dokter. Penelitian

yang dilakukan oleh kedua peneliti ini dikaitkan dengan jenis praktik dokter

dilihat dari kedudukannya, baik sebagai dokter praktik individual, dokter praktik

bersama, dokter praktik berkelompok, ataupun sebagai dokter dalam suatu

lembaga kedokteran. Ternyata, masing-masing kedudukan itu mempunyai

dampak terhadap peran pasien dalam hubungan pelayanan medis.

Oleh karena itu, untuk menilai penampilan dan mutu pelayanan medis dari

dokter diperlukan beberapa variabel dan ketelitian dalam menentukan faktor yang

paling berpengaruh dalam kemampuan pasien.

Sehubungan dengan hal tersebut, oleh Szasz dan Hollender dikemukakan

beberapa jenis pola dasar hubungan antara dokter dan pasien yang didasarkan atas

suatu prototip hubungan, yaitu hubungan antara orang tua dan anak, antara orang

tua dan remaja, serta hubungan antara orang dewasa.

Hubungan antara dokter dan pasien telah banyak diteliti oleh para ahli,

baik di bidang medis maupun sosiologis dan antropologis antara lain hasil

penelitian Russel, Freidson dan Darsky, Schwarz dan Kart, Kisch dan Reeder,

serta Szasz dan Hollender (Lumenta. 1989a : 71-75) sebagai berikut.

Hasil penelitian Russel menunjukkan bahwa hubungan antara dokter dan

pasien lebih merupakan hubungan kekuasaan, yaitu hubungan antara pihak yang

aktif memiliki wewenang dengan pihak yang pasif dan lemah serta menjalankan

peran kebergantungan. Namun, besar kemungkinan dapat dibina suatu hubungan

yang sempurna, agar kedua belah pihak dapat berperan dan berinteraksi secara

aktif dan saling mempengaruhi.


Freidson, Freeborn dan Darsky mengungkapkan bahwa hubungan antara

dokter dan pasien merupakan pelaksanaan kekuasaan medis oleh dokter terhadap

pasien.

Hasil penelitian dari Schwarz dan Kart membuktikan bahwa jenis praktik

dokter juga turut mempengaruhi hubungan antara dokter dan pasien, yaitu dalam

perimbangan kekuasaannya. Dalam praktik dokter umum, kendali ada pada

pasien karena dokter umum sangat bergantung pada kedatangan pasien. Lain

halnya dalam praktik dokter spesialis. Kendali ada pada dokter umum selaku

sejawatnya yang merujuk pasiennya agar berkonsultasi pada dokter spesialis

tertentu. Dengan demikian, berarti hubungan pasien dengan dokter umum lebih

seimbang daripada hubungan pasien dengan dokter spesialis. Kisch dan Reeder

dalam penelitiannya terhadap hubungan antara dokter dan pasien, berusaha

mengungkapkan seberapa jauh pasien dapat memegang kendali hubungan dan

menilai penampilan kerja serta mutu pelayanan medis para dokter. Penelitian

yang dilakukan oleh kedua peneliti ini dikaitkan dengan jenis praktik dokter

dilihat dari kedudukannya, baik sebagai dokter praktik individual, dokter praktik

bersama, dokter praktik berkelompok, ataupun sebagai dokter dalam suatu

lembaga kedokteran. Ternyata, masing-masing kedudukan itu mempunyai

dampak terhadap peran pasien dalam hubungan pelayanan medis.

Oleh karena itu, untuk menilai penampilan dan mutu pelayanan medis dari

dokter diperlukan beberapa variabel dan ketelitian dalam menentukan faktor yang

paling berpengaruh dalam kemampuan pasien.

Sehubungan dengan hal tersebut, oleh Szasz dan Hollender dikemukakan

beberapa jenis pola dasar hubungan antara dokter dan pasien yang didasarkan atas
suatu prototip hubungan, yaitu hubungan antara orang tua dan anak, antara orang

tua dan remaja, serta hubungan antara orang dewasa.

Pola hubungan dokter pasien merupakan macam-macam cara yang

digunakan dalam interaksi profesional antara dokter dan pasien. Prinsip hubungan

dokter pasien:

1) Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak

pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination)

--à melahirkan inform consent

2) Prinsip Beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan

tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien.

3) Prinsip non Maleficience, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan

memperburuk keadaan pasien, “primum non nocere” atau “above all

do no harm”.

4) Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan

keadilan dalam besikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya

(distributive justice)

2.1.1.2 Manfaat Pola Hubungan Dokter-Pasien

1) Mengetahui kebutuhan pelayanan pasien. Pasien yang memiliki

kerakter tertentu tentunya membutuhkan penanganan khusus,

sehingga jika mengetahui apa yag dibutuhkan pasien perawatan akan

lebih mudah dilakukan.

2) Memahami perawatan yang dibutuhkan pasien

3) Membantu kesembuhan pasien


2.1.1.3 Model Pola Hubungan Dokter-Pasien

1) Menurut Solis (1980)

Dikemukakan oleh Solis (1980 : 33) seorang Guru Besar Philipina

dalam bidang Legal Medicine dan Medical Jurisprudence, tiga pola

hubungan antara dokter dan pasien, yaitu :

a. Activity-Passivity Relation

Tidak terdapat interaksi antara dokter dengan pasien karena

pasien tidak dapat berkontribusi dalam hubungan ini. Hubungan

ini merupakan pola karakteristik dalam situasi kegawatdaruratan

saat pasien tidak sadarkan diri.

Jika dihubungkan dengan prototip hubungan yang dikemukakan

oleh Szasz dan Hollender, maka dapat disimpulkan bahwa

activity-passivity relation dapat ditemukan pada prototip

hubungan orangtua dan anak yang masih kecil, yang hanya

menerima segala sesuatu yang dilakukan orangtua terhadapnya.

Hubungan ini, paling dikenal sejak profesi kedokteran mulai

mengenal kode etik, yaitu sejak Hippocrates (469-377 SM).

b. Guidance-Cooperation Relation

Meskipun pasien sakit, dia tetap sadarkan diri dan memiliki

perasaan dan aspirasi sendiri. Semenjak pasien merasa nyeri,

cemas, dan merasakan berbagai gejala berbahaya lainnya, dia

mencari pertolongan dan siap serta mau untuk bekerja sama

dengan dokter. Dokter menyadari dirinya berada dalam posisi

yang dipercaya oleh pasien.


Jika dihubungkan dengan prototip hubungan yang dikemukakan

oleh Szasz dan Hollender, maka guidance-cooperative relation

atau hubungan membimbing dan kerja sama dapat ditemukan

dalam prototip hubungan orangtua dan remaja. Orangtua

memberi nasihat dan membimbing, sedangkan anak yang sudah

remaja mengikuti nasihat dan bimbingan orangtuanya, akan tetapi

ada kekuasaan yang dimiliki oleh pihak satu (pengetahuan

kedokteran) dan kemampuan atau kemauan yang dimiliki oleh

pihak lain untuk menuruti nasihat dan bimbingan, maka ada

kemungkinan dilakukannya penyalahgunaan situasi atau keadaan

oleh pihak yang lebih berkuasa.

c. Mutual Participation Relation

Pasien berpikir dirinya sama dengan dokter dan hubungan pasien

dengan dokter merupakan kerja sama antara kedua belah pihak.

Jika dihubungkan dengan prototip hubungan yang dikemukakan

oleh Szasz dan Hollender, maka mutual participation relation

dapat ditemukan dalam prototip hubungan antara orang dewasa.

Dalam hal ini, dapat dilihat adanya pencerminan bahwa semua

manusia memiliki hak dan martabat yang sama.

Dalam hubungan ini, kedua belah pihak saling bergantung

berlandaskan proses identifikasi pengenalan yang sangat

kompleks, sehingga diperlukan adanya keterbukaan satu sama

lain. Masing-masing memperlakukan pihak lawan sebagai dirinya

sendiri, agar suatu hubungan yang serasi dan seimbang dapat


dipertahankan. Kedua belah pihak memiliki kekuasaan yang

hampir sama karena saling membutuhkan.

Pola hubungan mutual participation relation selain besar

kemungkinannya terjadi pada waktu pemeriksaan medis (medical

check up), juga terjadi dengan pasien yang berpenyakit menahun

(kronis), seperti penyakit gula, penyakit jantung koroner,

penyakit arthritis, dan sebagainya. Hal ini disebabkan dalam

hubungan semacam itu pasien dapat menceritakan

pengalamannya sendiri berkaitan dengan penyakitnya, dan dapat

membantu dokter secara aktif dalam menentukan keadaan yang

sebenarnya, sehingga dapat diberikan nasihat dan pengobatan

yang tepat. Dalam hal ini pasien secara sadar dan aktif berperan

dalam pengobatan terhadap dirinya.

2) Menurut David Ozar

Seseorang yang sangat berpengaruh dalam bidang etika kedokteran

gigi, David Ozar, telah menulis mengenai “tiga model

profesionalisme dan kewajiban professional dalam bidang Kedokteran

Gigi” yaitu commercial model, guild model, dan interactive model.

a. The Commercial Model

Model ini dasar pikirannya adalah perawatan kedokteran gigi

merupakan suatu perdagangan, dengan dokter gigi sebagai

penjual jasa dan pasien sebagai pembeli jasa.

b. The Guild Model


Dasar pikiran dari guild model adalah bukan bisnis, tetapi melihat

bidang kedokteran gigi sebagai suatu profesi. Pada model ini,

profesi merupakan hal yang terpenting, dan pelaku profesi ini

harus berlaku atau bersikap seperti peran dalam profesinya

(dokter).

c. The Interactive Model

Model ini melihat sumber pembuat keputusan dan dasar

kebenaran untuk kewajiban dokter gigi dan hak pasien baik

sebagai prinsip pasar bebas (perdagangan) maupun melihat

kedokteran gigi sebagai profesi. Model ini menganggap dokter

sebagai yang terbaik di bidangnya dan pasien sebagai pemilik

dan pemilih yang harus berkontribusi dalam mencapai sukses dari

perawatannya. Dalam interactive model, hubungan antara dokter

dengan pasien yaitu bersama-sama membuat keputusan,

dibandingkan dengan kompetisi pada commercial model atau

unilateral expertise, seperti dalam guide model.

Ketiga model umum ini sangat berguna untuk mendeskripsikan

hubungan umum dokter gigi dan pasien secara umum dan alami.

Penting juga untuk mempertimbangkan beberapa kewajiban

konkrit dokter gigi terhadap pasien, antara lain kewajiban untuk

memberi tahu kebenaran dan menepati janji kepada pasien.

Kewajiban ini tercantum dalam peraturan etika pula. Terdapat

satu klarifikasi mengenai “tugas” dan “kewajiban”, dimana hal

ini bergantung pada tiap-tiap individu, hukum, dan moral. Kedua

hal ini dapat berubah bila terdapat penyesuaian.


3) Menurut Thiroux

Oleh karena itu, ada tiga pandangan mengenai hubungan yang

seharusnya antara dokter-pasien, seperti dikemukakan oleh Thiroux

(1980 : 264-267), yaitu paternalisme, individualism, dan reciprocal

atau collegial.

a. Paternaslism

Menurut pandangan paternalisme, dokter harus berperan sebagai

orang tua terhadap pasien atau keluarganya. Hal ini disebabkan,

dokter mempunyai kemampuan superior tentang pengobatan,

sedangkan pasien tidak mempunyai pengetahuan yang demikian

sehingga harus mempercayai dokter dan tidak boleh campur

tangan dalam pengobatan yang dianjurkannya. Dalam pandangan

ini, segala dan setiap keputusan tentang perawatan dan

pengobatan pasien termasuk informasi yang dapat diberikan

harus seluruhnya berada dalam tangan dokter dan asisten

profesionalnya.

b. Individualism

Menurut pandangan individualisme, pasien mempunyai hak

mutlak atas tubuh dan nyawanya sendiri. Dalam pandangan ini,

segala dan setiap keputusan tentang perawatan dan pengobatan

pasien termasuk mengenai pemberian informasi kesehatannya

berada dalam tangan pasien karena sepenuhnya pasien yang

mempunyai hak atas dirinya sendiri.

c. Reciprocal / Collegial
Menurut pandangan reciprocal atau collegial, pasien dan

keluarganya adalah anggota inti dari kelompok, sedangkan

dokter, juru rawat, dan para professional kesehatan lainnya

bekerja sama untuk melakukan yang terbaik bagi pasien dan

keluarganya. Dalam pandangan ini, kemampuan professional

dokter dilihat sesuai dengan ilmu dan keterampilannya, dan hak

pasien atas tubuh dan nyawanya sendiri tidak dilihat secara

mutlak tetapi harus diberi prioritas utama. Dalam hal ini,

terutama mengenai hak pasien untuk mendapatkan informasi

tentang setiap prosedur yang harus didasarkan persetujuan setelah

diberi informasi secukupnya atau disebut dengan informed

consent. Oleh karena itu, keputusan yang diambil mengenai

perawatan dan pengobatan harus bersifat reciprocal (artinya,

menyangkut memberi dan menerima) dan collegial (artinya,

menyangkut suatu pendekatan kelompok atau tim yang setiap

anggotanya mempunyai masukan yang sama).

Namun demikian, penerimaan atau dianutnya pandangan tersebut

di dalam masyarakat tertentu erat kaitannya dengan nilai kultural

dan sistem pelayanan kesehatan yang dimilikinya.

Anda mungkin juga menyukai