Anda di halaman 1dari 13

Makalah

Norma,Tradisi dan Etika yang berlaku di Suku Minangkabau

Dosen Pengajar : Dr. Effiyaldi, MM


Disusun Oleh Kelompok 2:
-Surya Maulana Saputra
-Tissa Cantika
-Zepi Darmawan
-Zurman Rivliansyah

Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Dinamika Bangsa Jambi


2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil ‘aalamiin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam
atas segala karunia nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Norma,Tradisi,dan Etika Suku
Minang” disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Etika Profesi
yang diajar oleh Bapak Dr. Effiyaldi, MM.

Makalah ini berisi tentang norma-norma,tradisi,adat kebiasaan serta etika yang


berlaku di suku Minang.Dalam penyusunannya penyusun melibatkan berbagai
pihak, baik dari dalam sekolah maupun luar sekolah. Oleh karena itu penyusun
mengucapkan banyak terima kasih atas segala dukungan yang diberikan untuk
menyelesaikan makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimal oleh penyusun, akan tetapi penyusun sebagai
manusia biasa sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya
dan masih jauh dari kata sempurna. Karenanya penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Besar harapan penyusun makalah ini dapat menjadi inspirasi atau sarana pembantu
masyarakat dalam mengenal dan tau lebih dalam tentang suku Minang.

Demikian yang dapat penyusun sampaikan, semoga para pembaca dapat


mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Jambi, 10 Juli 2019

(Penyusun)

2
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL……………………………………………….………………1
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….… 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………...1

 A. Latar Belakang …………………………………………………………..2


 B. Tujuan Penulisan …………………………………………………..…….3
 C. Manfaat Penulisan ……………………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………....4

 A. Kebudayaan Suku Minang ………………………………………………5


 B.Aturan Adat Minangkabau …………………………………………...…..5
 C. Ciri Khas Suku Minang ………………………………………………….6
 D. Norma dan Kehidupan Suku Minang………………………………….…9

BAB II PENUTUP ……………..……………………………………...…….......13

 A. Kesimpulan ……………………………………………………………..13
 B. Saran ……………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA …...………………………………………………………13

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Etika profesi. Tugas ini disusun dengan mempelajari materi tentang
“norma,tradisi,dan etika yang berlaku pada suku minang” dimana materi ini
akan menjadi pembelajaran kita untuk mengenal norma,tradisi, dan etika
yang berlaku pada suku minang.

1.2 TUJUAN PENULISAN


Penyusuna makalah ini bertujuan untuk mendapatkan nilai pada matakuliah
etika profesi dan menuntaskan tugas dari kajian materi yang telah diberikan.
Selain itu tugas ini bertujuan untuk mengetahui dan mengenal norma-
norma,adat kebiasaan dan etika yang berlaku pada suku minang.

1.3 MANFAAT PENULISAN


Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah kita dapat mengetahui norma-
norma, adat kebiasaan, dan etika yang berlaku pada suku minang.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

A.KEBUDAYAAN MINANGKABAU
Budaya Minangkabau adalah sebuah budaya yang berkembang di Minangkabau serta
daerah rantau Minang. Budaya Minangkabau merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di
Nusantara yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis,
dan sintetik. Hal ini menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni Budaya Jawa yang
bersifat feodal dan sinkretik.Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini,
adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di
kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon
dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-
kerajaan tersebut.

B.Aturan Adat Minangkabu


Aturan adat paksi berlandas pada tiga ketetapan utama adat Melayu Minang.Duo ketetapan
pertama ditetapkan oleh Datuk Perpatih Nan Sobatang dan Datuk Tamanggungan, iaitu:

Portamo: Ulayah/Waris Adat Milik Bersama. artinya tidak ada pemilikan sesiapa terhadap
ulayat adat Minangkabau. Untuk kemanfaatan ditetapkan Niniekmamak sebagai pengurus
keadaan.

Koduo: Penurunan Ulayat/ Warisan Adat Pada Perempuan Atur Mak atau Ibu . Kaum
perempuan diamanah sebagai pemegang ulayat adat dan diturunkan kepada anak perempuannya
sebagai pemegang tunggal ulayat adat. Perempuan pemegang ulayat adat tersebut dikenal dengan
istilah Bundo Kanduang.

Katatapan kotigo Adat Masyarakat Minang ditatapkan di puncak Patuah Bukit Mara pelam.
Kesepakatan penghulu adat dengan penghulu ugamo Islam,Ulama bersepakat menambahoam
satu ketatapan adat untuk lengkapi dua ketatapan adat yang sudah ado sobolumnyo,adalah:

Kotigo: Islam Ugamo Masyarakat Adat Melayu Minang. Akibat katatapan kotigo tersebut di
masyarakat adat lahir suatu lagi pucok kepemimpinan masyarakat yang ditugas menjaga bimbing
masyarakat dalam sisi ugamo Islam iaitu Alim 'Ulama.

5
Tigo katatapan adat torsobut dikonali sebagai "Tali Tigo Sapilin" Adat Minangkabau, yang
mengikat masyarakat adat sebagai satu kesatuan masyarakat adat Minangkabau.

C.Ciri Khas Suku Minang


1. Memiliki Kesenian Yang Beragam

Masyarakat Suku Minang memiliki banyak sekali kesenian mulai dari seni bela
diri, tari-tarian hingga seni berkata-kata. Uniknya, seni berkata-kata ini diajarkan
untuk dengan tujuan untuk menjaga kehormatan atau harga diri. Jadi tidak perlu
menggunakan senjata atau melakukan kontak fisik.

2. Penganut Islam Yang Taat

Masyarakat Minang memang terkenal sebagai masyarakat yang sangat religius.


Tak heran jika ada pepatah yang mengatakan bahwa ‘ di setiap jengkal tanah
minang akan selalu ada suara adzan yang berkumandang’. Ke arah manapun anda
menengok, maka hampir dapat dipastikan anda akan selalu menemui kubah masjid.

Paling tidak sebuah surau dengan arsitektur khas minang. Bahkan, jika ada yang
keluar dari agama islam maka orang tersebut akan dikucilkan bahkan tidak
dianggap lagi sebagai keluarga minangkabau. Untuk upacara adatnya pun sarat
dengan nilai-nilai keislaman seperti dalam upacara pernikahan, idul fitri, dan lain
sebagainya.

3. Memiliki Jiwa Perantau

Masyarakat Minangkabau terkenal sebagai perantau yang ulung dan mandiri.


Entah itu merantau untuk menuntut ilmu atau untuk bekerja. Namun rata-rata
mereka pergi mengadu nasib di kota-kota besar seperti Jakarta, Palembang, Medan,
Aceh, Batam dan lain sebagainya. Bahkan, tak sedikit juga yang pergi merantau ke
negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Budaya merantau juga merupakan imbas dari sistem matrilineal yang dianut.
Sehingga sebagian besar lelaki yang sudah dewasa akan pergi merantau untuk
mencari uang. Bahkan laki-laki minang yang pergi merantau dilarang untuk pulang
sebelum sukses.

6
Tak heran jika banyak sekali masyarakat minang yang merantau di kota-kota besar
dan menjadi wirausahawan. Misalnya saja dengan membuka restoran Masakan
Padang.

4. Tali Persaudaraan Yang Kuat

Selain terkenal sebagai perantau, masyarakat Minangkabau juga memiliki sistem


persaudaraan yang sangat kuat. Sehingga, pada saat mereka merantau dan bertemu
di suatu tempat maka mereka akan menganggap bertemu dengan saudara sendiri.

Hal itu disebabkan karena tali persaudaraan masyarakat Minangkabau sangatlah


kuat. Sehingga meskipun bukan saudara sedarah mereka akan tetap menjadi
saudara setanah leluhur.

5. Sangat Egaliter Dan Demokratis

Masyarakat Minang merupakan masyarakat yang egaliter dan demokratis.


Sehingga, semua masalah yang menyangkut masyarakat secara keseluruhan wajib
hukumnya untuk dimusyawarahkan demi mendapatkan mufakat.

Selain itu, masyarakat Minangkabau juga terkenal sangat egaliter sehingga tidak
canggung ketika berhadapan dengan suku atau bangsa lain, sehingga mereka
sangat percaya diri dalam kondisi apapun.

6. Menganut Sistem Matrilineal

Keunikan lain dari Suku Minangkabau adalah menganut sistem matrilineal dimana
garis ibu lebih dominan dengan sistem keturunan menganut garis ibu. Uniknya,
satu-satunya suku di Indonesia yang menganut sistem matrilineal adalah Suku
Minangkabau.

Sehingga, pada sistem pembagian warisan pihak wanita akan menerima bagian
lebih banyak dibandingkan laki-laki. Positifnya, apabila suatu saat si lelaki
meninggalkan wanitanya, maka wanita tersebut tidak rentan ataupun bergantung
pada lelaki tersebut.

7. Menggunakan Bahasa Minangkabau

7
Suku Minangkabau memiliki bahasa khusus yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari namanya Bahasa Minangkabau. Untuk logat atau dialeknya mirip
dengan Bahasa Melayu. Meskipun demikian, ada yang mengatakan bahwa bahasa
minang adalah bahasa mandiri dan bukan serapan dari bahasa melayu. Bahasanya
lumayan rumit namun tidak susah untuk dipelajari masyarakat dari luar minang.

8. Adat Pernikahan Yang Unik

Pada dasarnya, adat pernikahan masyarakat Minang sarat dengan syariat islam.
Syarat utama sebelum pernikahan adalah kedua calon pengantin harus beragama
islam. Kedua, kedua calon pengantin tidak berasal dari suku yang sama. Ketiga,
kedua calon mempelai harus saling menghormati keluarga besar kedua belah
pihak. Terakhir adalah calon suami wajib memiliki penghasilan.

Untuk tradisi pernikahan sendiri, ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi,
seperti tahapan mamisek, malam bainai, maminang, prosesi akad nikah, dan lain
sebagainya.

9. Upacara Khusus Kematian

Selain tradisi pernikahan, masyarakat Minangkabau juga memiliki upacara khusus


yang digelar ketika ada kematian. Untuk upacara kematian juga tidak lepas dari
syari’at islam dan adat istiadat yang dianut. Seperti, Sakik Basilau, Kacang
Pali,Cabiek Kapan, mengaji di rumah duka selama tiga hari, memperingati pada
hari ketujuh, dan lain sebagainya.

Nah berikut tadi hal yang bisa anda ketahui tentang Suku Minangkabau yang
berada di Indonesia. Indonesia memang tak lepas dari nilai sejarah, salah satu bukti
dari nilai sejarah tersebut adalah dengan adanya suku-suku dan kebudayaan di
Indonesia. Kita sebagai generasi penerus bangsa wajib hukumnya untuk
menjaganya.

8
D.Norma dan Kehidupan Suku Minang
TERTIB
Adapun tertib kepada raja-raja dan orang-orang besar serta kepada alim ulama;
kepada ibu dan bapak; dan kepada ninik mamak dan orang tua-tua dengan orang
mulia-mulia; jikalau menyambut barang sesuatu hendaklah meletakkan tangan
kanannya diatas tangan kirinya. Sewaktu mengunjukkan barang sesuatu, duduk
menghadap dengan cara bersimpuh, jika berjalan mengiring di belakang; jikalau
sama-sama minum dan makan, hendaklah kemudian daripadanya, jangan
meremas-remas nasi, jangan mengibas-ngibaskan tangan kearah belakang atau
samping kanan belakang sehingga besar sekali kemungkinan ada orang lain atau
sekurang-kurangnya dinding rumah akan kejipratan air bekas pembasuh tangan
yang masih melengket dijari-jari tangan. Selain dari itu lebihkanlah menekurkan
kepala daripada menengadah kepadanya dan apabila berkata-kata hendaklah
dengan suara yang lemah lembut.

SIFAT PEREMPUAN
setiap wanita itu hendaklah dia berhati sabar; menurut perintah suaminya, serta ibu
bapaknya; baikpun ninik mamaknya; kalau dia berkata-kata hendaklah
merendahkan diri terhadap mereka itu. Dan wajib baginya untuk mempelajari ilmu
dan tertib sopan, serta kelakuan yang baik-baik; menghindarkan segala macam
perangai yang akan menjadi cela kepadanya, atau kepada suaminya, atau kepada
kaum kerabatnya, yang timbul oleh karena tingkah laku dan perangainya yang
kurang tertib, hemat cermat. Kalau dia sudah bersuami, hendaklah dia berhati
mukmin terhadap suaminya itu.

PERANGAI
perangai yang wajib, berlaku atas segala makhluk, baik laki-laki maupun
perempuan; ialah menuntut ilmu, dan mempelajari adat dan hormat, dan
merendahkan dirinya pada tempatnya juga, dan wajib dia berguru, sifat berkata-
kata yang “mardesa” (tertib sopan; hemat cermat) bagaimana bunyi yang akan
baik, didengar oleh telinga si pendengar, serta dengan perangai yang lemah lembut
juga dilakukan, dengan halus budi bahasanya, karena kita berlaku hormat kepada
orang-orang besar dan orang-orang mulia dan orang-orang tua, supaya terpelihara
daripada umpat dan caci; itulah kesempurnaan perbasaan bagi orang baik-baik,
yang terpakai dalam nagari atau dalam alam ini.

9
HUTANG BAGI ORANG TUA-TUA
Adapun yang menjadi hutang bagi orang tua-tua dan cerdik pandai serta orang
mulia-mulia dan segala arif bijaksana yaitu harus baginya mengingatkan kepada
segala ahlinya, dan kepada segala orang nan percaya kepadanya, dan segala
kaumnya, yang tidak ikut melakukan perangai dan tertib yang baik-baik. Maka
hendaklah dibantahi; segala kelakuan mereka itu, yang bersalahan dengan
kebenaran juga, memberi petunjuk ia akan segala kaumnya itu, supaya dia
melakukan segala perangai yang baik-baik dan membuangkan segala perangai
yang kurang baik itu, supaya mudah sekalian mereka itu mengetahui akan
keindahan dan kemuliaan yang terpakai oleh orang besar-besar yang membawa
kepada jalan kebajikan, dan kesempurnaan hidupnya, supaya ingat segala anak
kemenakannya itu kepada yang baik, dan lembut hatinya yang keras itu, karena
hati lebih keras dari batu dan besi. Apabila sudah berkata-kata dengan orang tua-
tua dan orang cerdik pandai itu; dengan ilmunya dan pengetahuannya yang
sempurna, tidak boleh tidak akan lembutlah orang yang keras-keras itu oleh
muslihatnya, dan kendorlah yang tegang itu, sebab kepandaiannya berkata-kata,
melakukan nasihat nan baik-baik itu. Karena itu wajiblah bagi orang yang tua-tua
dan cerdik pandai itu akan menajak segala kaum keluarganya dan orang yang
percaya kepadanya, dengan perkataan yang lemah lembut juga, serta tutur kata
yang baik-baik, akan menarik hati sekalian mereka itu, karena sekalian jalan
kebajikan, memberi sukahatinya mendengarkan; serta wajib juga kepada orang tua-
tua dan cerdik pandai itu, akan bercerita dan memberi ingat kepada segala kaum
kerabatnya, apapun cerita dan kabar; baik maupun buruk; menceritakan kabar-
kabar yang dahulu kala, yang dilihat dan didengarnya, dengan menyatakan kesan-
kesannya yang baik ataupun yang jelek. Supaya menjadi pengajaran dan peringatan
juga untuk semua ahli baitnya; yakni kabar-kabar yang kira-kira cocok dengan
pendapat dan pikiran si pendengar. Demikianlah yang wajib dipakaikan oleh orang
tua-tua dan cerdik pandai serta arif bijaksana;”menyigai-nyigaikan”(sigai=diusut,
diselidiki sebaik-baiknya; di dalam ini berbarti mendengarkan/menghampirkan
dirinya) artinya, janganlah dia mengatakan jauhnya dengan mereka itu, melainkan
wajib dia menyatakan hampirnya juga, supaya tertambah-tambah kasih sayangnya,
kaum kerabatnya itu dan murah baginya melakukan segala nasihat dan petunjuk
yang dilakukannya kepada sekalian orang.

ADAT BERKAUM BERKELUARGA


Apabila ada kerja dalam kampung atau dalam suku dan nagari, baik “kerja yang
baik” (kerja yang menyukakan hati) maupun “kerja yang tidak baik” (dukacita,
kematian, musibah dan kerugian yang mendadak); jikalau suka sama-sama ketawa,
kalau duka sama-sama menangis; jika pergi karena disuruh, jika berhenti karena

10
dilarang; artinya semua perbuatan hendaklah dengan sepengetahuanpenghulu-
penghulunya juga, serta orang tua-tuanya dan sanak saudaranya yang patut-patut.
Demikianlah adat orang berkaum keluarga dan beranak berbapak, beripar besan,
berindu bersuku. Itulah yang dipertalikan dengan adat lembaga, yang “persaluk
urat, yang berjumbai akar, berlembai pucuk” (bertali kerabat) namanya,
menyerunduk sama bongkok, melompat sama patah; kalau ke air sama basah, jika
ke api sama letup, itulah yang dinamakan “semalu sesopan”, kalau kekurangan
tambah-menambah, jika “senteng bilai-membilaia’, yang berat sama dipikul
dijunjung dan yang ringan sama dijinjing. Adat penghulu kepada anak kemenakan,
baik dalam pekerjaan yang baik maupun didalam pekerjaan yang tidak baik.
Apabila sesuatu persoalan anak kemenakan disampaikan kepada penghulu dan
orang tua-tua wajiblah bagi beliau itu; bila kusut diselesaikan, bila keruh
diperjernih, menghukum dengan jalan keadilan, beserta dengan orang tua-tuanya
disana. Adapun yang dikatakan tua disana, ialah orang yang cerdik pandai, orang
yang berakal juga, yang akan menimbang buruk dengan baik, tinggi dengan
rendah, supaya menjadi selesai seisi kampungnya itu. Jika tidak putus oleh
penghulu-penghulu dan orang tua-tua didalam masing-masing kampung mengenai
apa-apa yang diperselisihkan oleh anak buahnya; wajiblah kepada penghulu-
penghulu dan orang tua-tua tersebut untuk membawa “serantau hilir, serantau
mudik” (sepanjang sungai kesana kemari mencarikan air yang jernih, sayak yang
landai” (keadilan) katian (timbangan dengan ukuran berat sekati) yang genab;
supaya diperoleh kata kebenaran dan aman segala kaum keluarganya. Adat orang
menjadi “kali” (Tuan Kadi; penghulu nikah), pendeta dan alim ulama, imam,
khatib dan bilal serta maulana; hendaklah dia mengetahui benar-benar segala
aturan agama (syarat; syariat Islam) di dalam surau dan mesjid-mesjidnya atau
didalam segala majelis perjamuan, dan pada tempat yang suci-suci baikpun di
dusun-dusun atau di medan majelis orang banyak, hendaklah selalu dia melakukan
perangai nan suci dan hormat, supaya menjadi suluh, kepada segala isi nagari dan
yang akan diturut, oleh segala murid-muridnya. Wajib dia mengatur segala
penjagaan nan bersalahan, dalam mesjid dan surau dan didalam majelis perjamuan
yang akan menjadi cacat dan cela bagi ketertiban agamanya, yang boleh
membinasakan tertib kesopanan orang-orang “siak” (santri) dan alim ulama yang
sempurna.

ADAT LAKI-LAKI KEPADA WANITA YANG SUDAH DINIKAHINYA


Wajib laki-laki itu memberi nafkah lahir dan bathin kepada istrinya dan memberi
tempat kediaman serta memberi minum dan makannya serta pakaian sekurang-
kurangnya dua persalin setahun; dan wajib pula bagi perempuan itu berperangai
yang sempurna kepada segala ahli-ahli (karib bait) suaminya dengan perangai yang
hormat dan tertib sopan seperti adab kepada suaminya juga. Demikianlah pula

11
wajiblah bagi lelaki tsb berperangai nan sopan, kepada segala kaum kerabat anak
istrinya seperti dia melakukannya terhadap kaum kerabatnya sendiri yang patut-
patut. Cara bagaimana hormatnya istri kepada ibu bapaknya dan ninik mamaknya
begitu pulalah hendaknya dia menghormati dan mempunyai rasa malu terhadap ibu
bapak dan ninik mamak istrinya itu. Yakni dengan basa-basi yang lemah lembut
dan hendaklah dia memberi petunjuk akan anak istrinya yang alpa dalam
menghormati kaum kerabatnya dan ibu bapak serta ninik mamaknya yang
sepatutnya dihormatinya, supaya istrinya itu berlaku baik dan beradat yang
sempurna terhadap kepada ahli-ahlinya (karib baitnya). Wajib pula suami melarang
istrinya berperangai yang salah menurut adab dan tertib yang sopan dan santun,
supaya istrinya itu tetap menurut jalan yang baik-baik dan sopan; begitulah yang
sebaik-baiknya yang dilakukan oleh segala suami terhadap istrinya masing-masing.

MILIK
Ada berbagai milik; ada milik raja, ada milik penghulu, ada milik kadi, ada milik
dubalang dan pegawai, ada milik imam dan khatib dan ada pula milik orang
banyak. Masing-masing milik tsb tidak boleh dikuasai oleh yang bukan
pemiliknya. Adapun yang menjadi milik raja itu adalah memerintah dan
menghukum segala perselisihan hamba rakyatnya yang disampaikan kepadanya
dan menjaga kesentosaan nagari, dan mengetahui dia akan perangai sekalian
orang-orang yang dibawah kekuasaannya serta berhubungan dengan pembantunya
dan apabila pembantu-pembantunya bersalah maka diapun akan menghukum
mereka itu juga supaya nagari menjadi sempurna dan rakyat menjadi sentosa.
Adapun milik penghulu itu adalah menjaga akan kesentosaan dan keselamatan
anak buahnya; baik yang ada dalam kampung dalam suku, dalam nagari, pada
tempat masing-masing, dan wajib baginya menentukan batas dan “bintalak”
(pasupadan; sempadan) milik anak buahnya didalam pegangan masing-masingnya;
dan yang lain-lainnya yang akan memberi kebajikan kepada segala anak buahnya.
Adapun milik tuan Kardi itu adalah menghukumkan menurut jalan hukum dan
syariat agama nabi kita Muhammad dan menentukan sah dan batal, pasal dan bab,
dalil dan maknanya, setiap hukum agama dikeluarkannya (diterapkannya). Adapun
milik pegawai dan hulubalang, menjelaskan apa-apa yang dititahkan penghulu-
penghulu; “menakik” yang keras, “menyudu” yang lunak; berdasarkan jalan
kebenaran juga. Adapun milik bagi orang banyak itu, wajib kita menutur segala
titah dan perintah penghulu-penghulu, orang tua-tuanya; memelihara akan
pekerjaannya masing-masing; dengan yakin menjalankan titah rajanya dan
disampaikan kepadanya; Tuan Kadinya dan ibu bapaknya serta sanak saudaranya.
Adapun milik bagi harta benda itu, seperti sawah ladang, emas perak kerbau sapi,
ayam itik dan lain-lainnya, wajib tergenggam pada yang punya milik masing-
masing juga, tidaklah harus dimiliki oleh bukan pemiliknya.

12
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia memiliki keanekaragaman suku dan budaya termasuk diantara nya ialah
kebudayaan suku minang, yang didalam nya terdapat norma dan adat kebiasaan yang
mencontohkan kebaikan, maka dari mengenal norma dan adat kebiasaan dari suku
minang inilah menambah wawasan kita dalam mengenal salah satu suku dari sekian
banyak suku yang ada di indonesia tercinta ini. Maka dari ini kita berharap dengan
ada nya pengenalan ini kita saling mengenal suku-suku dan kebudayaan yang
membuat kita saling menghormati satu dengan yang lain nya, walaupun indonesia
beranekaragam suku dan budaya namun itu bukanlah sebuah alasan bagi kita untuk
tidak saling mengenal dan mencintai sama lain.

B. Saran
Demikianlah pokok bahasan mengenai norma dan adat kebiasaan suku minang
kabau yang dapat kami paparkan, Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat
untuk teman-teman sekalian. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih
baik lagi dimasa yang akan datang.

Daftar Pustaka

Referensi Dari: https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-norma.html

https://www.gurupendidikan.co.id/suku-minangkabau/

https://www.romadecade.org/suku-minangkabau/

http://rahmatps.blogspot.com/2013/11/norma-norma-adat-yang-masih-berlaku-
di.html

13

Anda mungkin juga menyukai