Anda di halaman 1dari 8

MOH.

YAMIN

 PROFIL DAN BIOGRAFI MUHAMMAD YAMIN


Prof. Mr. Muhammad Yamin, S.H dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat,
pada tanggal 23 Agustus 1903. Ia menikah dengan Raden Ajeng Sundari
Mertoatmadjo. Salah seorang anaknya yang dikenal, yaitu Rahadijan Yamin.

Ketika kecil , Muhammad Yamin oleh orang tuanya diberi pendidikan adat
dan agama hingga tahun 1914. Di zaman penjajahan, ia termasuk segelintir orang
yang beruntung karena dapat menikmati pendidikan menengah dan tinggi. Lewat
pendidikan itulah, ia sempat menyerap kesusastraan asing, khususnya kesusastraan
Belanda.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi sastra Belanda diserapnya


sebagai seorang intelektual sehingga ia tidak menyerap mentah-mentah apa yang
didapatnya itu. Dia menerima konsep sastra Barat, dan memadukannya dengan
gagasan budaya yang nasionalis.

 RIWAYAT PENDIDIKAN MUHAMMAD YAMIN


Pendidikan yang sempat diterima oleh Muhammad Yamin, antara lain,
Hollands inlands School (HIS) di Palembang, tercatat sebagai peserta kursus pada
Lembaga Pendidikan Peternakan dan Pertanian di Cisarua, Bogor, Algemene
Middelbare School (AMS) ‘Sekolah Menengah Umum’ di Yogya, dan HIS di Jakarta.

Muhammad Yamin menempuh pendidikan di AMS setelah menyelesaikan


sekolahnya di Bogor yang dijalaninya selama lima tahun. Studi di AMS Yogya
sebetulnya merupakan persiapannya untuk mempelajari kesusastraan Timur di
Universitas Leiden, Belanda.
Di AMS, ia mempelajari bahasa Yunani, bahasa Latin, bahasa Kaei, dan
sejarah purbakala. Dalam waktu tiga tahun saja ia berhasil menguasai keempat mata
pelajaran tersebut, suatu prestasi yang jarang dicapai oleh otak manusia biasa.

Dalam mempelajari bahasa Yunani, ia banyak mendapat bantuan dari pastor-


pastor di Seminari Yogya, sedangkan dalam bahasa Latin ia dibantu Prof. H. Kraemer
dan Ds. Backer.

Setamat AMS Yogya, Ia bersiap-siap berangkat ke Leiden. Akan tetapi,


sebelum sempat berangkat sebuah telegram dari Sawahlunto mengabarkan bahwa
ayahnya meninggal dunia.

Karena itu, kandaslah cita-cita Yamin untuk belajar di Eropa sebab uang
peninggalan ayahnya hanya cukup untuk belajar lima tahun di sana. Padahal, belajar
kesusastraan Timur membutuhkan waktu tujuh tahun.

Ia akhirnya melanjutkan kuliah di Recht Hogeschool (RHS) di Jakarta dan


berhasil mendapatkan gelar Meester in de Rechten ‘Sarjana Hukum’ pada tahun 1932.

 RIWAYAT ORGANISASI MUHAMMAD YAMIN


Sebelum tamat dari pendidikan tinggi, Muhammad Yamin telah aktif
berkecimpung dalam perjuangan kemerdekaan. Berbagai organisaasi yang berdiri
dalam rangka mencapai Indonesia merdeka yang pernah dipimpinnya antara lain,
adalah, Yong Sumatramen Bond ‘Organisasi Pemuda Sumatera’ (1926–1928).

Peran Muhammad Yamin bisa dilihat dalam Kongres Pemuda II. Muhammad
Yamin termasuk tokoh yang ikut merumuskan sumpah pemuda. Disana disepakati
penggunaan bahasa Indonesia.

Pada tahun 1938 hingga 1942, ia tercatat sebagai anggota Pertindo, yang
merangkap sebagai anggota Volksraad ‘Dewan Perwakilan Rakyat’.
Setelah kemerdekaan Indonesia terwujud, jabatan-jabatan yang pernah dipangku
Muhammad Yamin dalam pemerintahan Indonesia antara lain sebagai Menteri
Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (1953-1955),
Ketua Dewan Perancang Nasional (1962), dan Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara
(1961-1962).

Dari riwayat pendidikan Muhammad Yamin dan dari keterlibatannya dalam


organisasi politik maupun perjuangan kemerdekaan, tampaklah bahwa ia termasuk
seorang yang berwawasan luas.

Walaupun pendidikannya pendidikan Barat, ia tidak pernah menerima mentah-mentah


apa yang diperolehnya itu sehingga ia tidak menjadi kebarat-baratan. Ini merupakan
salah satu sifat teladan Muhammad Yamin.

Ia tetap membawakan nasionalisme dan rasa cinta tanah air dalam karya-karyanya.
Barangkali hal ini merupakan pengaruh lingkungan keluarganya karena ayah ibunya
adalah keturunan kepala adat di Minangkabau.

Dengan demikian, dapat dipahami apabila ia tidak terhanyut begitu saja oleh hal-hal
yang pernah diterimanya, baik itu berupa karya-karya sastra Barat yang pernah
dinikmatinya maupun sistem pendidikan Barat yang pernah dialaminya.

 Karya sastra Muhammad yamin


Umar Junus dalam bukunya Perkembangan Puisi Indonesia dan Melayu Modern
(1981) menyatakan bahwa puisi Yamin terasa masih berkisah, bahkan bentul-betul
terasa sebagai sebuah kisah.
Dengan demikian, puisi Yamin memang dekat sekali dengan syair yang memang
merupakan puisi untuk mengisahkan sesuatu.”Puisi Yamin itu dapat dirasakan sebagai
syair dalam bentuk yang bukan syair”, demikian Umar Junus.
Karena itu, sajak-sajak Yamin dapat dikatakan lebih merupakan suatu pembaruan
syair daripada suatu bentuk puisi baru. Akan tetapi, pada puisinya seringkali bagian
pertamanya merupakan lukisan alam, yang membawa pembaca kepada suasana
pantun sehingga puisi Yamin tidak dapat dianggap sebagai syair baru begitu saja.

Umar Junus menduga bahwa dalam penulisan sajak-sajaknya, Yamin


menggunakan pantun, syair, dan puisi Barat sebagai sumber. Perpaduan ketiga bentuk
itu adalah hal umum terjadi terjadi pada awal perkembangan puisi modern di
Indonesia.

Jika Umar Junus melihat adanya kedekatan untuk soneta yang dipergunakan
Yamin dengan bentuk pantun dan syair, sebetulnya hal itu tidak dapat dipisahkan dari
tradisi sastra yang melingkunginya pada waktu masih amat dipengaruhi pantun dan
syair.

Soneta yang dikenal Yamin melalui kesusastraan Belanda ternyata hanya


menyentuhnya pada segi isi dan semangatnya saja. Karena itu, Junus menangkap
kesan berkisah dari sajak-sajak Yamin itu terpancar sifat melankolik, yang kebetulan
merupakan sifat dan pembawaan soneta.

Sifat soneta yang melankolik dan kecenderungan berkisah yang terdapat


didalamnya tidak berbeda jauh dengan yang terdapat dalam pantun dan syair. Dua hal
yang disebut terakhir, yakni sifat melankolik dan kecenderungan berkisah, kebetulan
sesuai untuk gejolak perasaan Yamin pada masa remajanya.

Karena itu, soneta yang baru saja dikenal Yamin dan yang kemudian
digunakannya sebagai bentuk pengungkapan estetiknyha mengesankan bukan bentuk
soneta yang murni.

Keith Robert Foulcher (1974) dalam disertasinyha mengemukakan bahwa


konsepsi Yamin tentang soneta dipengaruhi sastra Belanda dan tradisi kesusastraan
Melayu.

Karena itu, soneta Yamin bukanlah suatu adopsi bentuk eropa dalam
keseluruhan kompleksitas strukturalnya, tetapi lebih merupakan suatu pengungkapan
yang visual, sesuatu yang bersifat permukaan saja dari soneta Belanda, yang masih
memiliki ekspresi puitis yang khas Melayu.
Berikut ini ditampilkan sebuah soneta Yamin yang masih dilekati tradisi sastra
Melayu dan yang menggambarkan kerinduan dan kecitaan penyair pada tanah
kelahiran.

Di Lautan Hindia
Mendengarkan ombak pada hampirku
Debar-mendebar kiri dan kanan
Melagukan nyanyi penuh santunan
Terbitlah rindu ke tempat lahirku
Sebelah Timur pada pinggirku
Diliputi langit berawan-awan 
Kelihatan pulau penuh keheranan
Itulah gerangan tanah airku
Di mana laut debur-mendebur
Serta mendesir tiba di papsir
Di sanalah jiwaku, mula bertabur
Di mana ombak sembur-menyembur
Membasahi barissan sebuah pesisir
Di sanalah hendaknya, aku berkubur

Dalam biografi Muhammad Yamin diketahui bahwa pada tahun 1928, ia


menerbitkan kumpulan sajaknya yang berjudul Indonesia, Tumpah Darahku.
Penerbitan itu bertepatan dengan Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda
yang terkenal itu.

Dalam kumpulan sajak ini, Yamin tidak lagi menyanyikan Pulau Perca atau Sumatera
saja, melainkan telah menyanyikan kebesaran dan keagungan Nusantara.

Kebesaran sejarah berbagai kerajaan dan suku bangsa di Nusantara seperti


kerajaan Majapahit, Sriwijaya, dan Pasai terlukis dalam sajak-sajaknya. Dalam salah
satu sajaknya, ia mengatakan demikian: ‘….. kita sedarah sebangsa/Bertanah air di
Indonesia’.

Keagungan dan keluhuran masa silam bangsanya menimbulkan pula kesadaran pada
diri Yamin bahwa:

Buat kami anak sekarang 


Sejarah demikian tanda nan terang 
Kami berpoyong asal nan gadang
Bertenaga tinggi petang dan pagi

Di atas terbaca warna nasionalisme dalam sajak-sajak Muhammad Yamin.


Warna nasionalisme dalam kepenyairan Yamin agaknya tidak dapat dipisahkan dari
peranan Yamin sebagai pejuang dalam masa-masa mencapai kemerdekaank.

Di samping itu, adanya Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda


itu juga memegang peranan yang amat penting. Dengan adanya sumpah pemuda itu
kesadaran nasional semakin meningkat dan organisasi-organisasi pemuda yang
semula bersifat kedaerahan mulai mengubah dirinya ke arah nasionalistis.

Hal ini dapat dikatakan berpengaruh pada pandangan Yamin sebagai penyair
dan peranannya yang ingin disumbangkannya untuk kejayaan bangsa dan negaranya.
Sebagai pemuda yang mencita-citakan kejayaan masa depan bangsanya, ia tetap
mengenang kegemilangan masa silam bangsanya:

Tiap gelombang di lautan berdesir


Sampai ke pantai tanah pesisir
Setiap butir berbisik di pasir
Semua itu terdengar bagiku
Menceriterakan hikayat zaman yang lalu
Peninggalan bangsaku segenap waktu
Berkat cahaya pelita poyangku

Penggalan sajak berikut ini juga memperlihatkan adanya kesadaran untuk memelihara
hasi-hasil yang pernah dicapai oleh para pendahulu bangsa dan menjadikannya
sebagai modal untuk meraih kegemilangan masa depan:

Adapun kami anak sekarang 


Mari berjejrih berbanting tulang 
Menjaga kemegahan jangalah hilang, 
Supaya lepas ke padang yang bebas 
Sebagai poyangku masa dahulu, 
Karena bangsaku dalam hatiku 
Turunan Indonesia darah Melayu

Patriotisme Yamin yang juga mengilhami untuk menumbuhkan kecintaan pada


bangsa dan sastra. Ia melihat adanya hubungan langsung antara patriotisme atau
semangat kebangsaan yang diwujudkan lewat kecintaan pada bahasa dan
pengembangan sastra Indonesia. Ini mungkin merupakan salah satu bentuk
perjuangan MuhammadYamin.
Sebagai penyair yang kecintaannya pada bahasa nasionalnya berkobar-kobar, ia
cenderung mengekspresikan rasa estetisnya dalam bahasa nasionalnya dengan
harapan kesusastraan baru akan tumbuh lebih pesat. Hal ini tampak dalam baik
berikut ini:

Apabila perasaan baru sudah mendirikan pustaka


baru dalam bahasa tumpah daerah kita, maka
lahirlah zaman yang mulia, sebagai pertandaan
peradaban baru, yaitu peradaban Indonesia-Raya

Muhammad Yamin wafat pada tanggal tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta.


Atas peran dan jasa Muhammad Yamin maka pemerintah kemudian memberikan
gelar Pahlawan Nasional.

Walaupun pada masa dewasanya ia praktis meninggalkan lapangan sastra dan


lebih banyak berkecimpung dalam lapangan politik dan kenegaraan ia telah
meninggalkan karya-karya yang berarti dalam perkembangan sastra Indonesia.

Di samping menulis sajak, misalnya Ken Arok dan Ken Dedes (1943) dan
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (1932?). Yamin memang banyak menaruh minat
pada sejarah, terutama sejarah nasional.

Baginya sejarah adalah salah satu cara dalam rangka mewujudkan cita-cita
Indonesia Raya. Dengan fantasi seorang pengarang roman dan dengan bahasa
yang liris, ia pun menulis Gadjah Mada (1946) dan Pangeran Diponegoro (1950).

Ia banyak pula menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia,


antara lain karya sastrawan Inggris William Shakespeare (1564–1616) berjudul
Julius Caesar (1952) dan dari pengarang India Rabindranath Tagore (1861–1941)
berjudul Menantikan Surat dari Raja dan Di Dalam dan Di Luar Lingkungan
Rumah Tangga

 KARYA MUHAMMAD YAMIN

 Puisi : Indonesia, Tumpah Darahku


 Drama :Ken Arok dan Ken Dedes, Kalau Dewa Tara Sudah Berkata.
 Terjemahan : Julius Caesar karya Shakspeare, Menantikan Surat dari Raja, Di
Dalam dan di Luar Lingkungan Rumah Tangga, Tan Malaka.
 Sejarah :Gadjah Mada, Sejarah Pangerah Dipenogoro.

 Karir Muhammad yamin

 Ketua Jong Sumatera Bond (1926-1928)


 Anggota Partai Indonesia (1931)
 Pendiri partai Gerakan Rakyat Indonesia
 Anggota BPUPKI
 Anggota panitia Sembilan
 anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
 Menteri Pendidikan
 Menteri Kebudayaan
 Menteri Penerangan
 Ketua Dewan Perancang Nasional (1962)
 Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962)
 Penghargaan mohammad yamin
 Gelar pahlawanan nasional pada tahun 1973 sesuai dengan SK Presiden RI No.
088/TK/1973
 Bintang Mahaputra RI
 Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai pencipta lambang Gajah
Mada dan Panca Darma Corps
 Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya menciptakan Petaka Komando
Strategi Angkatan Darat

Anda mungkin juga menyukai