Pengarang
Penerbit
Terbitan
: Tahun 2009
Edisi
: Cetakan ke 31
Tebal buku
: 66 halaman
berjualan kue tiba-tiba seorang hartawan yang bernama Mak Asiah memanggilnya
dan hendak membeli kue-kue dagangan Hamid. Dimulai dari sinilah Hamid dan
ibunya mulai tertolong karena rasa iba keluarga hartawan yang melihat nasib Hamid
tersebut, Engku Haji Jafar dan Mak Asiah selaku hartawan itu menganggap mereka
sebagai saudara sekaligus merawat mereka dengan sepenuh hati. Sejak itu pula
Zainab anak dari Engku Haji Jafar dianggap sebagai adik daripada Hamid. Karena
keterbatasan biaya yang dimiliki ibu Hamid, maka Engku Haji Jafar menyekolahkan
Hamid bersama dengan Zainab. Setelah mereka berdua menyelesaikan pendidikan
MULO, sekolah mereka tak di sambung lagi karena Zainab mulai masuk dalam masa
pingitan sementara Hamid mengikuti didikan ibunya yaitu mempelajari ilmu agama
dan Hamid melanjutkannya dengan bersekolah di Padang Panjang yang merupakan
tempat bertemunya Hamid dan Saleh. Perpisahan Hamid dan Zainab menjadikan
duka yang menyebabkan suatu perasaan yang tidak biasa antara mereka berdua,
sepertinya mereka saling menaruh hati, cinta yang bergejolak pun mulai muncul dari
benak mereka berdua.
Namun disaat mereka masih dalam dunia asmara yang mengikat, dengan tak
disangka musibah datang secara berturut-turut. Diawali kematian yang sekonyongkonyong dari Engku Haji Jafar yang dermawan tersebut. Selang beberapa waktu
setelahnya datang pula musibah baru kepada diri Hamid. Ibunya yang telah
mengasuh Hamid selama bertahun-tahun jatuh sakit dan beberapa hari berikutnya
kematian telah merenggut nyawa ibunya tersebut. Kini Hamid hidup hanya sebatang
kara.
Hamid juga merasa benar-benar sedih karena ia telah mendengar berita dari ibu
Zainab yang sepertinya akan menjodohkan Zainab dengan Kemenakannya itu. Rasa
yang selama ini ia pendam, pudar sudah, hanya sakit yang masih tertinggal di dalam
hatinya. Karena itu untuk menenangkan perasaan hatinya, Hamid pun pergi dari
Padang berhijrah menuju lindungan Kabah yang damai, namun sebelumnya ia
meninggalkan secarik kertas yang berisikan surat untuk Zainab. Begitulah
pengalaman Hamid sejak ia kecil yang menjadikan dirinya bersedih setiap kali ia
meratapi kejadian itu.
Sementara itu Saleh sahabat dari Hamid mengaku bahwa ia telah menikah
dengan Rosna sahabat karib Zainab. Saleh juga memberikan kabar dari Rosna bahwa
Zainab merasa sedih setiap kali ia meratapi sebuah album dan surat yang telah lusuh
yang merupakan pemberian dari Hamid. Rosna juga mengatakan mungkin itu semua
karena Zainab jatuh hati kepada Hamid. Sepuluh hari sebelum jamaah haji
mengerjakan wuquf, surat balasan dari Zainab yang dikirimkan oleh Rosna pun
datang, tetapi malang karena surat itu memberikan kabar bahwa Zainab terserang
penyakit, sementara Hamid saat itu masih jauh dari hadapan Zainab. Karenanya,
beberapa hari setelahnya Hamid pun jatuh sakit. Dalam perjalanannya di Padang
Arafah semakin lama sakitnya semakin parah. Dan di kemudian hari, Khadam Syekh
mengantarkan sepucuk surat dari Sumatra. Disaat Saleh membacanya muka Saleh
langsung terlihat pucat karena tak disangka-sangka ternyata Zainab wafat. Setelah
Hamid mendengar surat tersebut ia langsung merasa lemas dan sakitnya pun kembali
kambuh, hingga beberapa hari kemudian Hamid pun meninggal dunia dan
dikuburkan di taman makam Maala yang mahsyur.