Anda di halaman 1dari 3

Laporan Hasil Sinopsis Fiksi

DI BAWAH LINDUNGAN KABAH


A. Unsur Ekstrinsik :
Judul buku

: Di Bawah Lindungan Kabah

Pengarang

: Haji Abdul Malik Karim Amrullah

Penerbit

: PT. Bulan Bintang

Terbitan

: Tahun 2009

Edisi

: Cetakan ke 31

Tebal buku

: 66 halaman

Sinopsis Di Bawah Lindungan Kabah


Pada tahun 1927, dari pelabuhan Belawan saya mulai berlayar ke Jedah. Empat
belas hari lamanya saya terkatung-katung di lautan besar. Hingga sampailah saya di
Pelabuhan Jedah. Dua hari kemudian saya pun sampai di Mekkah. Dan secara
kebetulan saya dapat berkenalan dengan seorang anak muda yang berusia 23 tahun,
laki-laki itu berasal dari Sumatra. Hamid biasanya orang memanggil dia. Sifatnya
yang pendiam, sopan, dan karena kehalusan budi pekertinya itulah saya menaruh
hormat kepadanya.
Tak terasa dua bulan sudah berlalu, tiba seorang teman baru dari Padang, ia
tidaklah asing bagi Hamid karena laki-laki yang bernama Saleh itu merupakan
sahabat lama Hamid. Namun kedatangannya seperti mengingatkan suatu peristiwa
pilu di benak Hamid yang mengubah keadaan dan sifat-sifat Hamid. Beberapa hari
setelahnya saya melihat tingkah laku yang tidak biasanya terjadi pada Hamid,
sekarang ini ia lebih suka menyendiri, dan ia seperti merasakan kepedihan yang
mendalam di dalam batinya. Saleh, ia yang telah membuka kembali ingatan yang
lama terpendam di dalam diri Hamid. Itulah sebabnya saya mulai penasaran dan
bertanya-tanya akan sesuatu hal yang menyebabkan Hamid menjadi berbeda. Ia pun
mulai menceritakan kejadian di masa hidupnya yang selama ini telah lama
terpendam.
Sewaktu Hamid masih berumur empat tahun, ayahnya telah meninggal dunia,
dan tempat tinggalnya hanya sebuah gubuk kecil yang telah tua. Di umur sekecil itu
pun ia sudah bisa membantu ibunya berjualan kue untuk biaya hidup mereka. Hingga
pada suatu saat keberuntungan mulai berpihak kepadanya, yaitu sewaktu ia sedang

berjualan kue tiba-tiba seorang hartawan yang bernama Mak Asiah memanggilnya
dan hendak membeli kue-kue dagangan Hamid. Dimulai dari sinilah Hamid dan
ibunya mulai tertolong karena rasa iba keluarga hartawan yang melihat nasib Hamid
tersebut, Engku Haji Jafar dan Mak Asiah selaku hartawan itu menganggap mereka
sebagai saudara sekaligus merawat mereka dengan sepenuh hati. Sejak itu pula
Zainab anak dari Engku Haji Jafar dianggap sebagai adik daripada Hamid. Karena
keterbatasan biaya yang dimiliki ibu Hamid, maka Engku Haji Jafar menyekolahkan
Hamid bersama dengan Zainab. Setelah mereka berdua menyelesaikan pendidikan
MULO, sekolah mereka tak di sambung lagi karena Zainab mulai masuk dalam masa
pingitan sementara Hamid mengikuti didikan ibunya yaitu mempelajari ilmu agama
dan Hamid melanjutkannya dengan bersekolah di Padang Panjang yang merupakan
tempat bertemunya Hamid dan Saleh. Perpisahan Hamid dan Zainab menjadikan
duka yang menyebabkan suatu perasaan yang tidak biasa antara mereka berdua,
sepertinya mereka saling menaruh hati, cinta yang bergejolak pun mulai muncul dari
benak mereka berdua.
Namun disaat mereka masih dalam dunia asmara yang mengikat, dengan tak
disangka musibah datang secara berturut-turut. Diawali kematian yang sekonyongkonyong dari Engku Haji Jafar yang dermawan tersebut. Selang beberapa waktu
setelahnya datang pula musibah baru kepada diri Hamid. Ibunya yang telah
mengasuh Hamid selama bertahun-tahun jatuh sakit dan beberapa hari berikutnya
kematian telah merenggut nyawa ibunya tersebut. Kini Hamid hidup hanya sebatang
kara.
Hamid juga merasa benar-benar sedih karena ia telah mendengar berita dari ibu
Zainab yang sepertinya akan menjodohkan Zainab dengan Kemenakannya itu. Rasa
yang selama ini ia pendam, pudar sudah, hanya sakit yang masih tertinggal di dalam
hatinya. Karena itu untuk menenangkan perasaan hatinya, Hamid pun pergi dari
Padang berhijrah menuju lindungan Kabah yang damai, namun sebelumnya ia
meninggalkan secarik kertas yang berisikan surat untuk Zainab. Begitulah
pengalaman Hamid sejak ia kecil yang menjadikan dirinya bersedih setiap kali ia
meratapi kejadian itu.
Sementara itu Saleh sahabat dari Hamid mengaku bahwa ia telah menikah
dengan Rosna sahabat karib Zainab. Saleh juga memberikan kabar dari Rosna bahwa
Zainab merasa sedih setiap kali ia meratapi sebuah album dan surat yang telah lusuh
yang merupakan pemberian dari Hamid. Rosna juga mengatakan mungkin itu semua
karena Zainab jatuh hati kepada Hamid. Sepuluh hari sebelum jamaah haji
mengerjakan wuquf, surat balasan dari Zainab yang dikirimkan oleh Rosna pun

datang, tetapi malang karena surat itu memberikan kabar bahwa Zainab terserang
penyakit, sementara Hamid saat itu masih jauh dari hadapan Zainab. Karenanya,
beberapa hari setelahnya Hamid pun jatuh sakit. Dalam perjalanannya di Padang
Arafah semakin lama sakitnya semakin parah. Dan di kemudian hari, Khadam Syekh
mengantarkan sepucuk surat dari Sumatra. Disaat Saleh membacanya muka Saleh
langsung terlihat pucat karena tak disangka-sangka ternyata Zainab wafat. Setelah
Hamid mendengar surat tersebut ia langsung merasa lemas dan sakitnya pun kembali
kambuh, hingga beberapa hari kemudian Hamid pun meninggal dunia dan
dikuburkan di taman makam Maala yang mahsyur.

Anda mungkin juga menyukai