Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

FRAKTUR PATOLOGIS PADA MULTIPLE MYELOMA

DISUSUN OLEH :

Gilang Teguh Pratama G99181034


Abdurrahman Azzam G99172021

Periode :1-7 September 2019

Pembimbing :
dr. Mujaddid Idulhaq, Sp.OT(K)

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT ORTHOPAEDI PROF.DR.R. SOEHARSO SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu


Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /
Rumah Sakit Orthopaedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Referat dengan judul:

FRAKTUR PATOLOGIS PADA MULTIPLE MYELOMA

Hari Jumat, tanggal : 6 September 2019

Oleh:
Gilang Teguh Pratama G99181034
Abdurrahman Azzam G99172021

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referat

dr. Mujaddid Idulhaq, Sp.OT(K)

1
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Pada fraktur

terjadi hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, tulang rawan epifisis, baik

yang bersifat total maupun yang parsial.1

Fraktur dapat terjadi pada segala usia. Penyebab terjadinya fraktur terdiri

atas 3, yaitu akibat peristiwa trauma (fraktur traumatik), tekanan yang berulang

(fraktur stres) dan kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis).2

Fraktur patologis adalah yang terjadi pada tulang yang telah melemah oleh

kondisi sebelumnya. Kondisi yang paling sering bertanggungjawab atas fraktur

patologis di antaranya metastasis keganasan atau multipel myeloma. Kondisi

seperti osteogenesis imperfekta, osteoporosis atau penyakit Paget juga dapat

menyebabkan fraktur patologis. Bisa juga disebabkan oleh penyakit-penyakit

jinak pada tulang yang menyebabkan kelemahan, seperti kiste, enchondroma,

kiste aneurisma dan displasia fibrosa. Kelainan metabolik yang menyebabkan

hilangnya sebagian besar substansi pada tulang seperti osteoporosis, osteomalasia,

hyperthyroid juga menyebabkan tulang lebih mudah fraktur.3,4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi karena adanya

kelainan / penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang. Fraktur

patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan. 2

2.2 Etiologi1

Fraktur patologis dapat disebabkan oleh kelainan kongenital,

inflamasi, neoplastik, metabolik dan penyakit sekunder. Penyebab

fraktur patologis juga dapat diklasifikasikan menjadi penyakit tulang

umum, keadaan lokal benigna, tumor ganas primer dan tumor

metastatik.

1. Penyakit Tulang  Osteogenesis Imperfecta

Umum  Osteoporosis

 Penyakit tulang metabolik

 Multiple myeloma

 Displasia fibrosa poliostotik

 Penyakit Paget

2. Keadaan Lokal  Infeksi kronik

Benigna  Kondroma

 Kista tulang soliter

3
 Defek fibrosa pada korteks

 Fibroma kondromiksoid

 Kista tulang aneurisma

 Displasia fibrosa monostotik

3. Tumor Ganas Primer  Osteosarkoma

 Tumor Ewing

 Kondrosarkoma

4. Tumor Metastatik  Karsinoma metastatik pada

payudara, paru-paru, ginjal,

tiroid dan prostat.

2.3 Diagnosis1,2

2.3.1 Anamnesis

Tulang yang mengalami fraktur secara spontan atau setelah

trauma ringan maka harus dianggap sebagai suatu fraktur patologis

sampai terbukti sebaliknya. Pada pasien lanjut usia ditanyakan tentang

riwayat penyakit atau operasi sebelumnya, adanya penyakit tumor

ganas, atau riwayat gastrektomi yang akan menyebabkan malabsorbsi.

Gejala seperti penurunan berat badan, nyeri, benjolan, batuk

atau hematuria menunjukkan kecurigaan akan adanya tumor ganas di

tempat lain.

Pada pasien yang lebih muda, adanya riwayat beberapa kali

fraktur sebelumnya dapat menunjukkan suatu diagnosis osteogenesis

4
imperfekta, sekalipun pasien tidak memperlihatkan tanda-tanda klasik

kelainan itu.

2.3.2 Pemeriksaan

Tanda-tanda lokal pada penyakit tulang (sinus yang terinfeksi,

jaringan parut, pembengkakan, deformitas) tidak boleh terlewatkan.

Pemeriksaan umum dapat memberikan informasi. Displasia

kongenital, displasia fibrosa, sindroma Cushing, penyakit Paget,

semua menimbulkan penampilan yang khas. Pasien dapat menjadi

kurus (kemungkinan akibat penyakit keganasan). Kelenjar-kelenjar

getah bening atau hati dapat membesar. Pada anak dibawah umur 20

tahun, penyebab tersering fraktur patologis adalah tumor dan kista.

Pada usia diatas 40 tahun penyebab tersering adalah meilomatosis,

karsinoma sekunder akibat metastasis, dan penyakit Paget.

Pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan antara lain

pemeriksaan foto polos dengan sinar-X, radionuklida imaging, CT-

scan, dan MRI. Pada pemeriksaan foto polos dengan sinar-X harus

diperhatikan bentuk kelainan, baik pada tulang yang mengalami

fraktur maupun tulang sekelilingnya: apakah ada bentuk kista, erosi

korteks, trabekulasi yang abnormal dan penebalan periosteum. Selain

itu, jenis fraktur juga penting untuk diperhatikan: fraktur kompresi

pada vertebra dapat diakibatkan oleh osteoporosis yang berat atau

osteomalacia, dapat juga disebabkan oleh metastasis keganasan pada

5
tulang rangka atau mieloma. Pemeriksaan sinar-X terhadap tulang

lain, paru-paru serta saluran urogenital dapat dilakukan untuk

menyingkirkan penyakit keganasan.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu

pemeriksaan darah, pemeriksaan urin dan biopsi tulang.

6
2.4 Multiple myeloma

Multiple myeloma adalah keganasan sel B dari sel plasma yang

memproduksi protein imunoglobulin monoklonal. Hal ini ditandai

dengan adanya proliferasi clone dari sel plasma yang ganas pada

sumsum tulang, protein monoklonal pada darah atau urin, dan berkaitan

dengan disfungsi organ. Proliferasi berlebihan dalam sumsum tulang

menyebabkan matriks tulang terdestruksi dan produksi imunoglobulin

abnormal dalam jumlah besar, dan melalui berbagai mekanisme

menimbulkan gejala dan tanda klinis. Setelah sumsum tulang

digantikan oleh sel plasma ganas, sel normal sumsum tulang terdepresi,

sel hemopoietik normal terdestruksi, akhirnya sumsum tulang

mengalami kegagalan total, destruksi matriks tulang menimbulkan

osteosklerosis, lesi osteolitik, fraktur patologis, dan nyeri tulang. Dalam

serum muncul sejumlah besar protein monoklonal atau subunit rantai

polipeptida produk dari proliferasi sel plasma monoklonal, sedangkan

imunoglobulin normal berkurang. Walaupun masih kontroversial

dikatakan bahwa semua kasus multiple myeloma berkembang dari

gammopatia monoklonal esensial atau MGUS (Monoclonal

Gammopathy of Undetermined Significance).

Multiple myeloma adalah neoplasma ganas primer yang paling

umum dari sistem skeletal. Neoplasma ini merupakan proliferasi ganas

sel plasma yang berasal dari clone tunggal. Neoplasma, produk, dan

respon host mengakibatkan sejumlah disfungsi organ dan gejala nyeri

7
tulang atau fraktur, gagal ginjal, kerentanan terhadap infeksi, anemia,

hiperkalsemia, dan kadang-kadang kelainan pembekuan darah, gejala

neurologis, dan manifestasi dari hiperviskositas.

Myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan

simptomatik atau myeloma aktif, bergantung pada ada atau tidaknya

organ yang berhubungan dengan myeloma atau disfungsi jaringan,

termasuk hiperkalsemia, insufisiensi renal, anemia, dan penyakit tulang.

Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri

pada tulang (terutama pada tulang belakang atau tulang rusuk) dengan

atau tanpa fraktur ataupun infeksi dan pengeroposan tulang sehingga

tulang mudah patah.

Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma

seperti fraktur kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang

(contoh: femur proksimal). Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan

kompresi vertebra berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau

disestesia pada ekstremitas. Imunitas humoral yang abnormal dan

leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang melibatkan infeksi

seperti gram-positive organisme (eg, Streptococcus pneumoniae,

Staphylococcus aureus) dan Haemophilus influenzae.

Lesi tulang pada myeloma disebabkan oleh proliferasi sel tumor,

aktivasi osteoklas yang merusak tulang, dan supresi osteoblast yang

membentuk tulang baru. Osteoklas respon Osteoclast Activating

Factors (OAF) yang dibuat oleh sel-sel myeloma [Aktivitas OAF dapat

8
dimediasi oleh beberapa sitokin, termasuk, IL-1 lymphotoxin, VEGF,

reseptor NF-B (RANK) ligan, makrofag inhibitory factor (MIP)-1, dan

tumor necrosis factor (TNF)]. Namun, produksi dari faktor-faktor ini

menurunkan glukokortikoid atau interferon (IFN). Lesi tulang litik

jarang berhubungan dengan pembentukan tulang osteoblastik yang

baru. Oleh karena itu, radioisotopic bone scanning kurang berguna

dalam diagnosis daripada radiografi polos. Hasil lisis tulang dalam

mobilisasi besar kalsium dari tulang, dan komplikasi akut dan kronis

dari hypercalcemia mungkin mendominasi gambaran klinis. Lesi tulang

lokal dapat meluas ke titik bahwa lesi massa dapat dipalpasi, terutama

pada tengkorak, klavikula, sternum dan, dan kolaps vertebra dapat

menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang.

Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik

multiple, berbatas tegas, punch out, dan bulat pada calvaria, vertebra,

dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini

umumnya berawal di rongga medula, mengikis tulang, dan secara

progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang

pada pasien myeloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami

demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran

osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. 20% penderita

menunjukkan gambaran radiologi yang normal.

Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami

kelainan tulang. Film polos memperlihatkan :

9
a. Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang,

terutama vertebra yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada

jaringan myeloma. Hilangnya densitas vertebra mungkin merupakan

tanda radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur

patologis sering dijumpai.

b. Fraktur kompresi pada corpus vertebra, tidak dapat dibedakan

dengan osteoprosis senilis.

c. Lesi-lesi litik “punch out lesion” yang menyebar dengan batas yang

jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal

scalloping.

d. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan

massa jaringan lunak.

Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut

ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus:

kolumna vertebra 66%, costa 44%, calvaria 41%, pelvis 28%, femur

24%, clavicula 10% dan scapula 10%.

10
Gambar 1. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi

litik “punch out lesion” yang khas pada calvaria, yang merupakan

karakteristik dari gambaran multiple myeloma.

11
Gambar 2. Lateral radiografi tulang belakang lumbal. Gambar

ini menunjukkan deformitas dari vertebra L4 yang dihasilkan dari suatu

plasmacytoma.

Gambar 3. Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang

sangat banyak sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan

gambaran multiple myeloma.

12
Gambar 5. Foto femur kanan menunjukkan penampilan khas

dari lesi myeloma tunggal berupa lusen di wilayah intertrochanteric.

Lesi yang lebih kecil terlihat di trokanter mayor.

Gambar 6. Foto femur menunjukkan adanya endosteal

scalloping (erosi pada cortex interna) pada pasien dengan multiple

myeloma.

13
Gambar 7. Foto humerus kanan menggambarkan destruktif lesi

pada diafisis dan terdapat faktur patologis

14
Gambar 8. Anteroposterior radiografi bahu kiri menunjukkan

proses expansile di glenoid.

Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena


nyeri pada tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya.
Regimen awal yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara
thalidomide dan dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen
nonkemoterapeutik bartezomib dan lenalidomide sedang diteliti.
Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk intravena merupakan
inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna pada myeloma.
Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan turunan dari
thalidomide.
Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi
yang optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah
transplantasi stem sel autolog. Radioterapi terlokalisasi dapat berguna
sebagai terapi paliatif nyeri pada tulang atau untuk mengeradikasi tumor
pada fraktur patologis. Hiperkalsemia dapat diterapi secara agresif,
imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. Bifosfonat mengurangi fraktur
patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang.
Penatalaksanaan yang bisa diberikan:

1. Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada
tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2. Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air
kemihnya harus banyak minum untuk mengencerkan air kemih dan
membantu mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal.
3. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan
bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang
mudah patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat
karena tulang-tulangnya rapuh.

15
4. Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam,
menggigil, daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5. Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau
mendapatkan eritropoetin (obat untuk merangsang pembentukan
sel darah merah). Kadar kalsium darah yang tinggi bisa diobati
dengan prednison dan cairan intravena, dan kadang dengan
bifosfonat (obat untuk menurunkan kadar kalsium). Allopurinol
diberikan kepada penderita yang memiliki kadar asam urat tinggi.
6. Kemoterapi memperlambat perkembangan penyakit dengan
membunuh sel plasma yang abnormal. Yang paling sering
digunakan adalah melfalan dan siklofosfamid. Kemoterapi juga
membunuh sel yang normal, karena itu sel darah dipantau dan
dosisnya disesuaikan jika jumlah sel darah putih dan trombosit
terlalu banyak berkurang. Kortikosteroid (misalnya prednison atau
deksametason) juga diberikan sebagai bagian dari kemoterapi.
7. Kemoterapi dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran
masih dalam penelitian. Pengobatan kombinasi ini sangat beracun,
sehingga sebelum pengobatan sel stem harus diangkat dari darah
atau sumsum tulang penderita dan dikembalikan lagi setelah
pengobatan selesai. Biasanya prosedur ini dilakukan pada penderita
yang berusia dibawah 50 tahun. peneliti dari Klinik Mayo
melaporkan 67 persen pasien yang menggunakan Revlimid (plus
steroid dexamethasone) sebagai terapi utama, mencapai reaksi
yang dikategorikan lengkap atau sangat baik, dengan tingkat
perkembangan penyakit rendah yang berlanjut bahkan setelah dua
tahun.
8. Perawatan pasca-radiasi dan pasca-kemoterapi diberikan pada
kasus yang berat. Selain itu, pasien juga dipantau kalau-kalau ada
infeksi, perdarahan, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pasien
dianjurkan untuk memantau gejala yang muncul di rumah,

16
termasuk gejala yang timbul dari patah tulang, kejang, dan batu
ginjal.

Gambar 9. Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis


multiple myeloma (MM).

2.5 Prognosis
Kebanyakan fraktur patologis dapat menyatu, karena laju deposisi

pada penyembuhan fraktur lebih cepat daripada laju resorbsi penyakit yang

mendasari fraktur tersebut. Fraktur patologis pada osteomielitis tidak akan

menyatu sampai infeksi bisa terkontrol. Pada neoplasma ganas seperti

17
osteosarkoma, laju deposisi dan resorpsi tulang bisa sama cepat, sehingga

bisa terjadi delayed union dan merupakan suatu indikasi amputasi. Fraktur

patologis akibat metastasis neoplasma pada ekstremitas biasanya memerlukan

fiksasi internal dikombinasi dengan terapi radiasi dan hormonal.4

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, akan tetapi tulang

juga merupakan bagian untuk susunan sendi dan di samping itu pada tulang

melekat origo dan insertio dari otot-otot. Fraktur yang terjadi pada tulang karena

adanya kelainan atau penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang. Dapat

terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan. Trauma yang menyebabkan

tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.

Kebanyakan fraktur patologis dapat menyatu, karena laju deposisi pada

penyembuhan fraktur lebih cepat daripada laju resorbsi penyakit yang mendasari

fraktur tersebut.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Syahrir, Mediarty. Mieloma Multipel dan Penyakit Gamopati Lain. Buku


Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI. Jakarta: 2006.
2. Palumbo,Antonio M.D. and Anderson,Kenneth M.D. Medical Progress
Multiple Myeloma. The New England Journal of Medicine, [online].
2011;364:1046-60 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1011442
3. Wenqi, Jiang. Mieloma Multipel. Buku Ajar – Onkologi Klinis Edisi 2.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2008.
4. Angtuaco, Edgardo J.C, M.D, et al. Multiple Myeloma: Clinical Review
and Diagnostic Imaging. Departement of Radiology and the Myeloma
Institute, University of Arkansas, [online]. 2004 [cited 2012 Oktober 15].
Available from: http://radiology.rsna.org/content/231/1/11.full.pdf+html
5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Plasma Cell Disorder in Harrison’s –
Principles of Internal Medicine 17th Edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc. US: 2008.
6. Besa, Emmanuel C, M.D. Multiple Myeloma. Medscape Reference,
[online] 2011 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview
7. Baron, Rolland, DDS,PhD. Anatomy and Ultrastructure of Bone
Histogenesis, Growth and Remodelling. Endotext – The most accesed
source endocrinology for Medical Professionals, [online]. 2008 [cited
2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid1/parathyroid1.html
8. Belch, Andrew R,MD, et al. Multiple Myeloma Patient Handbook.
Multiple Myeloma Canada, [online]. 2007 [cited 2012 Oktober 15].
Available from: http://myeloma.org/pdfs/PHCanada.pdf

20
9. Ki Yap, Dr. Multiple Myeloma. Radiopaedia.org, [online]. 2010 [cited
2012 Oktober 15]. Available from: http://radiopaedia.org/articles/multiple-
myeloma-1
10. Schmaier, Alvin H.,MD, et al. Multiple Myeloma and Plasmacytoma -
Hematology for the Medical Student. Lippincott Williams & Wilkins.
United States of America: 2003.
11. Vickery, Eric, PA-C. Multiple myeloma: Vague symptoms can challenge
diagnostic skill. Journal of the American Academy of Physician Assistans,
[online]. 2008 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.jaapa.com/multiple-myeloma-vague-symptoms-can-challenge-
diagnostic-skills/article/121750/
12. Reyna, Rolando. Lytic Lesion in Multiple Myeloma – Radiology Teaching
Files. MyPACS.net, [online]. 2005 [cited 2012 Oktober 15]. Available
from: http://www.mypacs.net/cases/LYTIC-LESIONS-IN-MULTIPLE-
MYELOMA-1664181.html
13. ______. Guidelines on the Diagnosis and Management of Multiple
Myeloma. UK Myeloma Forum, [online]. [cited 2012 Oktober 15].
Available from: http://www.ukmf.org.uk/guidelines/gdmm/context.htm
14. Kumar, Cotran, Robbins. Mieloma Multipel dan Gangguan Sel Plasma
Terkait – Buku Ajar Patologi Edisi 7, Robbins volume 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 2004.
15. Brant, William E.,et al. Fundamentals of Diagnostic Radiology – 2nd Ed.
Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
16. Berquist, Thomas H. Musculoskeletal Imaging Companion. Lippincott
Williams & Wilkins. 2007.
17. ______. Cardiothoracic Pulmonary Imaging Correlation Conference –
Case of the Week. Virginia Commonwealth University Health System,
[online]. 2009 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=9&fid=1
18. ______. MRI of Multiple Myeloma. Science Photo Library, [online].
[cited 2012 Oktober 16]. Available from:

21
http://www.sciencephoto.com/images/download_lo_res.html?id=7713408
76
19. Michael Mulligan, MD. Multiple Myeloma Imaging. Medscape Reference,
[online] 2011 [cited 2012 Oktober 17]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/391742-overview

22

Anda mungkin juga menyukai