Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN OSTEOSARCOMA DI RUANG POLI ORTOPEDI RUMAH


SAKIT BINA SEHAT JEMBER

Oleh:

Adhi Nur Satrio Alim

NIM 162310101281

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
BAB 1

KONSEP PENYAKIT

1.1 Morfologi Penyakit


Terdapat beberapa jenis osteosarcoma yang dikelompokkan menurut :
a. Tempat asal (intrameduler, intrakortikal, atau pada permukaan)
b. Gradasi histologic (rendah, tinggi)
c. Primer (pada tulang biasa) atau sekunder terhadap kelainan tulang
(tumor jinak, penyakit Paget, infark tulang, radiasi)
d. Gambaran histologic (osteoblast, kondroblas, fibroblast, telengiektasi,
sel kecil, sel datia)

Jenis yang tersering ialah osteosarcoma pada metafisis tulang panjang,


primer, intrameduler, osteoblast, dengan gradasi tinggi.

Makroskopik, osteosarcoma merupakan tumor besar, berpasir, berwarna


abu-abu keputihan dan sering mempunyai area perdarahan dan degenerasi kristik.
Tumor ini sering meusak korteks sekitar dan membentuk massa jaringan lunak,
yang dapat menyebar kekanalis meduler, berpenetrasi ke lempeng epifisis, atau
masuk kedalam rongga sendi.

Poliferasi jaringan mesenkim bersifat pluripotensial. Walau secara


predominan sel osteoblastik yang membentuk tulang, dapat juga ditemukan fokus
jaringan fibrosa dan kartilago. Sering terdapat pseudokapsul yang membungkus
jaringan tumor pada bagian tepid an prognosis pada keadaan ini lebih baik.

Miskroskopik, tampak sel-sesl osteoblast maligna yang memproduksi


matriks osteoid atau tulang. Hal ini merupakan gambaran yang diagnostik. Sel
tumor bervariasi dalam jumlah, ukuran, bentuk dengan inti besar hiperkromatik.
Sering ditemukan sel bizzare, mitosis dengan beberapa mitosis abnormal
(tripolar). Pembentukan jaringan osteoid atau tulang oleh sel tumor merupakan
gambaran diagnostik osteosarcoma. Biasanya terdapat invasi vaskuler dan
jaringan nekrosis. Lesi bisa sangat hiperseluler dengan produksi sedikit jaringan
osteoid sampai kurang. Jaringan osteoid terdiri dari kolagen tipe I, tipe II pada
focus kondroit. Jaringan ini tampak sebagai massa eosinophil, seperti kaca,
kontur, ireguler dan dikelilingi oleh lingkaran osteoblast.

Sel-sel osteoblast sering bercampur dengan focus sel fibroblast dan


kondroblas. Tergantung dari komponen yang predominan., osteosarcoma dibagi
dalam osteoblastik, fibroblastic dan kondroblastik. Prognosis dari jenis-jenis ini
tampaknya tidak berbeda. Namun osteosarcoma mempunyai profil imun yang luas
dan kurang spesifik untuk diagnostik.

1.2 Definisi

Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer


yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang tempat yang
paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama
lutut (Price, 1998).

Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari


mesenkim pembentuk tulang (Wong, 2003).

Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang


paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke
paru. Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada
anak-anak. Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka
kejadian pada anak laki-laki dan anak perempuan adalah sama, tetapi pada akhir
masa remaja penyakit ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki (Smeltzer,
2001).

Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk osteoid atau tulang yang imatur.

1.3 Epidemiologi

Osteosarcoma merupakan tumor ganas tulang primer non hemopeotik yang


paling sering ditemukan. Insiden osteosarcoma pada semua populasi menurut
WHO sekitar 4-5 per 1.000.000 penduduk. Perkiraan insiden osteosarcoma
meningkat menjadi 8-11 per 1.000.000 penduduk per tahun pada usia 15-19 tahun.
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terdapat 219 kasus (16,8 kasus/ tahun)
dalam kurun waktu 13 tahun (1995-2007) yang merupakan jumlah terbanyak dari
seluruh keganasan tulang (70,59%) dengan distribusi terbanyak pada dekade ke-2.

Osteosarcoma konvensional lebih sering terjadi pada pria daripada wanita


dengan perbandingan 3:2. Hal ini bisa disebabkan masa pertumbuha tulang ada
pria lebih lama daripada wanita. Tumor ini paling sering diderita oleh anak-anak
usia dekade ke-2 kehidupan, lebih dari 60% pada pasien kurang dari 25 tahun.
Insiden osteosarcoma dapat meningkat kembali pada usia diatas 60 tahun,
sehingga penyakit ini disebut juga memiliki distribusi yang bersifat bimodal.

Pedileksi tersering pada: daerah lutut yaitu distal femur, proksimal tibia, dan
proksimal humerus, osteosarcoma muncul terutama pada daerah metafisis tulang
panjang dengan rasio pertumbuhan yang cepat meskipun tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada semua tulang.

1.4 Etiologi

Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini,


penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos
dapat meningkatkan kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radioaktif dosis tinggi,
keturunan, beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget
(akibat pajanan radiasi), (Smeltzer, 2001).

Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan osteosarkoma antara


lain:

1. Trauma

Osteosarkoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah


terjadinya injuri. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai
penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah
jarang menyebabkan osteosarkoma.
2. Ektstrinsik karsinogenik

Penggunaan substansi radioaktif dalam jangku waktu lama dan melebihi


dosis juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarcoma ini. Salah satu
contoh adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang seperti kista
tulang aneurismal, fibrosis dysplasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan
osteosarcoma.

3. Karsinogenik kimia

Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita tuberculosis


mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi osteosarcoma.

4. Virus

Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarcoma baru


dilakukan pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan onkogenik
virus pada osteosarcoma manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa laporan
menyatakan adanya pertikel seperti virus pada sel osteosarcoma dalam kultur
jaringan. Bahan kimia, virus, radiasi, dan faktor trauma. Pertumbuhan yang cepat
dan besarnya ukuran tubuh dapat juga menyebabkan terjadinya osteosarcoma
selama masa pubertas. Hal ini menunjukkan bahwa hormon sex penting walaupun
belum jelas bagaimana hormone dapat mempengaruhi perkembangan
osteosarcoma.

5. Keturunan (genetik)
1.5 Klasifikasi

Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka


osteosarcoma dibagi atas bebe/rapa klasifikasi atau variasi yaitu:

1. Osteosarcoma klasik

Osteosarcoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe ini
disebut juga osteosarcoma intramedular derajat tinggi (High-Grade Intramedullary
Osteosarkoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada anak-anak dan
dewasa muda. Terbanyak pada distalfemur. Sangat jarang ditemukan pada tulang
kecil di kaki maupun ditangan, begitu juga pada kolumna vertebralis. Apabila
terdapat pada kaki biasanya mengenai tulang besar pada kaki bagian belakang
(hindfoot), yaitu pada tulang talus dan calcaneus dengan prognosis yang lebih
jelek (Errol, 2005).

Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan, padahal


keluhan biasanya sudah ada minimal tiga bulan sebelumnya dan sering kali
dihubungkan dengan trauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan saat
istirahat atau pada malam hari dan biasanya tidak berhubungan dengan aktivitas.
Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yang sering kali sangat besar, nyeri
tekan dan tampak pelebaran pembuluh darah pada kulit di permukaannya. Tidak
jarang menimbulkan efusi pada sendi yang berdekatan. Sering juga ditemukan
adanya patah tulang patologis (Saltzer, 1999).

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan alkaline fosfate dan


laktat dehydrogenase, yang mana ini dihubungkan dengan kepastian diagnosis dan
prognosis dari osteosarcoma tersebut. Gambaran klasik osteosarcoma pada plain
foto menunjukkan lesi yang agresif pada daerah metafise tulang panjang.
Rusaknya gambaran trabekula tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi
endosteal. Tampak juga campuran area radio-opak dan radio-lusen oleh karena
adanya proses destruksi tulang (bone destruction) dan proses pembentukan tulang
(bone formation). Pembentukan tulang baru pada periosteum, pengangkatan
kortek tulang, dengan pembentukan Codman’s triangle, dan gambaran Sunburst
dan disertai dengan gambaran massa jaringan lunak, merupakan gambaran yang
sering dijumpai.

2. Osteosarcoma talangektasis atau hemoragi

Pada plain radiografi kelihatan gambaran lesi yang radio lusen dengan
sedikit klasifikasi atau pembentukan tulang. Dengan gambaran seperti ini
dikelirukan dengan lesi benigna pada tulang seperti aneurysmal bone cyst. Terjadi
pada umur yang sama dengan klasik osteosarcoma. Tumor ini mempunyai derajat
keganasan yang sangat tinggi dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsy sangat
sulit oleh karena tumor memiliki sedikit jaringan yang padat, dan sangat vaskuler.
Pengobatannya sama dengan osteosarcoma klasik.sifatnya sangat responsive
terhadap kemoterapi adjuvant.

3. Parosteal osteosarcoma

Parosteal osteosarcoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan


tulang., dengan terjadinya diferinsiasi derajat rendah dari fibroblast dan
membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya terjadi pada umur lebih tua
dari osteosarcoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai 40 tahun. Bagian posterior
dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling sering, selain bisa juga
mengenai tulang-tulang panjang lainnya. Tumor dimulai dari daerah korteks
tulang dengan dasr yang lebar, yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam
korteks dan masuk ke endosteal. Pengobatannya adalah dengan cara operasi,
melakukan eksisi dari tumor dan survival retnya bisa mencapai 80-90%.

4. Periosteal osteosarcoma

Periosteal sarcoma merupakan derajat sedang (moderate grade) yang


merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat kondroblastik, dan sering terdapat
pada daerah proksimal tibia. Sering juga terdapat pada diafise tulang panjang
seperti pada femur dan bahkan bisa pada tulang pipih seperti mandibular. Terjadi
pada umur yang sma dengan pada klasik osteosarcoma. Derajat metastasenya
lebih rendah dari osteosarcoma klasik yaitu 20-35% terutama ke paru-paru.
Pengobatannya adalah dilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-
marginsurgical resection), dengan didahului kemoterapi preoperative dan
dilanjutkan sampai post-operasi (Errol, 2005).

5. Osteosarcoma sekunder

Osteosarcoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang mengalami
mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur lebih tua. dapat berasal dari
Piaget’s disease osteoblastoma, fibrosis dysplasia, dan benigngiant cell tumor.
Contoh klasik dari osteosarcoma sekunder adalah yang berasal dari Piaget’s
disease yang disebut pagetic osteosarcoma (Bielack, 2009).

Di Eropa merupakan 3% dari seluruh osteosarcoma dan terjadi pada umur


tua. Lokasi yang tersering adalah di humerus, kemudian di daerah pelvis dan
femur. Perjalanan penyakit sampai mengalami degenerasi ganas memakan waktu
cukup lama berkisar 15-25 tahun dengan keluhan nyeri pada daerah inflamasi dari
Piaget’s diasease. Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan disusul dengan terjadinya
destruksi tulang.

Prognosis dari pagetic osteosarcoma sangat jelek dengan five years survival
rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi pada orang tua, maka pengobatan
dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan karena toleransinya yang rendah
(Ottaviani, 2009).

6. Osteosarcoma intrameduler derajat rendah

Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osteofibrous derajat rendah
yang terletak intrameduler. Secara mikroskopik gambarannya mirip dengan
parosteal osteosarcoma. Lokasinya pada daerah metafise tulang dan terbanyak
pada daerah lutut. Penderita biasnya mempunyai umur yang lebih tua yaitu antara
15-65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama. Pada pemeriksaan
radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah intrameduler metafise tulang
panjang. Seperti pada parosteal osteosarcoma, osteosarcoma tipe ini mempunyai
prognosis yang baik dengan hanya melakukan local eksisi saja.

7. Osteosarcoma akibat radiasi

Osteosarcoma bias terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari 30 Gy.


Onsetnya biasanyasangat lama berkisar antara 3-35 tahun, dan terkait derajat
keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dan angka metastase yang
tinggi.
8. Multifocal osteosrkoma

Disebut juga multifocal osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu


terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal ini
sangat sulit membedakan apakah sarcoma memang terjadi bersamaan pada lebih
dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu metastase. Ada dua tipe yaitu
tipe Synchromous dimana terdapatnya lesi secara bersamaan lebih dari satu tulang,
sering terdapat pada anak-anak dan remaja dengan tingkat keganasan yang sangat
tinggi dan tipe Metachromous terdapat pada orang dewasa dimana terdapat tumor
pada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan tumor pertama.
Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah (Errol, 2005).

Stadium
System stadium tumor tulang yang digunakan adalah system yang
dikembangkan oleh Musculoskeletal Tumor Society (Enneking) dan system
TNM (AJCC-UICC). Yang dianut saat ini adalah system Ennekinh. System
yang dikembangkan oleh Enneking et al, adalah membagi stadium tumor
berdasarkan tingkat (grade=G), letak tumor (T) dan adanya metastasis (M).
tingkat terdiri dari jinak (G0), ganas tingkat rendah (G1) dan ganas tingkat
tinggi (G2). Letak tumor menilai terhadap adanya tumor dalam
kompartemen atau diluar kompartemen tulang, yaitu bila tumor hanya
berada dalam kompartemen maka dimasukkan dalam klasifikasi
intrakompartemen (T1), sedangkan bila tumor telah melewati tulang dan
meluas ke jaringan lunak sekitarnya diklasifikasikan sebgai
ekstrakompartemen (T2). Metastasis dibagi menjadi dua keadaan yaitu tanpa
metastasis (M0) dan dengan metastasis (M1). Jika tampak adanya metastasis
limfonodi maka staging menjadi metastasis jauh. System Enneking ini
menggabungkan gambaran histologis, radiologis (system tingkat Lodwick)
dan temuan klinis.
Staging system ini sangat berguna dalam perencanaan strategi, perencanaan
pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarcoma tersebut
(Enneking, 2003).
1.6 Patofisiologi

Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak di invasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru
dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan yang abortif.

Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan
pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara
histologic, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang
berdifferensiasi jelek dan sering dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan
fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan
darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan
menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap
gambarannya di dalam tulang.

Osteosarcoma merupakan tumor ganas yang penyebab pastina tidak


diketahui. Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan osteosarcoma. Sel
berdiferensiasi dengan pertumbuhan yang abnormal dan cepat pada tulang
panjang yang akan menyebabkan munculnya neoplasma (osteosarkoma).
Penampakan luar dari osteosarcoma adalah bervariasi. Bisa berupa:

1. Osteolitik dimana tulang telah mengalami perusakan dan jaringan lunak


di invasi oleh tumor.
2. Osteoblastik sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang baru.

Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi, dan pada
hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya suatu bangunan yang
berbentuk segitiga. Walaupun gambaran ini juga dapat terlihat pada berbagai
bentuk keganasan tulang yang lain, tetapi bersifat khas untuk osteosarcoma; tumor
itu sendiri dapat menghasilkan suatu pertumbuhan tulang yang bersifat abortif.
Gambaran seperti ini pada radiogram akan terlihat sebagai suatu “sunburst”
(pancaran sinar matahari).

Reaksi tulang normal dengan respon osteolitik dapat bermetastase ke paru-


paru dan keadaan ini diketahui ketika pasien pertama kali berobat. Jika belum
terjadi penyebaran ke paru-paru, maka angka harapan hidup mencapai 60%.
Tetapi jika sudah terjadi penyebaran ke paru-paru merupakan angka mortalitas
tinggi. Tumor bisa menyebabkan tulang menjadi lemah. Patah tulang di tempat
tumbunya tumor disebut fraktur patologis dan seringkali terjadi setelah suatu
gerakan rutin. Dapat juga terjadi pembengkakan, dimana pada tumor mungkin
teraba hangat dan agak memerah (Smeltzer, Suzanne C, 2001).

1.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien dengan osteoserkoma menurut Smeltzer


Suzanne C (2001) adalah sebagai berikut:

1. Nyeri pada ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah


pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
2. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan
yang terbatas
3. Keterbatasan gerak
4. Kehilangan berat badan (dianggap sebagia temuan yang mengerikan)
5. Massa tulang dapat teraba, nyeri tekan, dan tidak bisa di gerakan, dengan
peningkatan suhu kulit diatas massa dan ketegangan vena.
6. Kelelahan, anoreksi dan anemia
7. Lesi primer dapat mengenai semua tulang, namun tempat yang paling
sering adalah distal femur, proksimal tibia, dan proksimal humerus.
8. Gejala penyakit mestastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat
badan menurun dan malaise.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi

Biasanya gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan


kegananasan relative dari tumor tulang. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis meliputi foto sinar-x lokal pada lokasi
lesi atau foto survey seluruh tulang (bone survey) apabila ada gambran klinis yang
mendukung adanya tumor ganas/ metastasis. Foto polos tulang dapat memberikan
gambaran tentang:

a. Lokasi lesi yang lebih akurat, apakah pada daerah epifisis, metafisis,
diafisis, atau pada organ-organ tertentu.
b. Apakah tumor bersifat soliter atau multiple.
c. Jenis tulang yang terkena
d. Dapat memberikan gambran sifat tumor, yaitu:
1) Batas, apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung klasifikasi
atau tidak.
2) Sifat tumor, apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah
memberikan reaksi pada periosteum, apakah berbentuk jaringan
lunak di sekitarnya terinfiltrasi.
3) Sifat lesi, apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung sabun.

Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Pemindaian radionuklida
Pemeriksaan ini biasanya dipergunakan pada lesi yang kecil seperti
osteoma.
b. CT-scan
Pemeriksaan Ct-scan dapat memberikan informasi tentang
keberadaan tumor, apakah intraoseus atau ekstraoseus.
c. MRI
MRI dapat memberikan informasi tentang apakah tumor berada
dalam tulang, apakah tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke
jaringan lunak.
2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/ penunjang


dalam membantu menegakkan diagnosis tumor. Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan meliputi:

a. Darah
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah,
hemoglobin, fosfate alkali serum, elektroforesis protein serum,
fosfatase asam serum yang memberikan nilai diagnostic pada tumor
ganas tulang.
b. Urine
Pemeriksaan urine yang penting adalah pemeriksaan protein Bence-
Jones.
3. Biopsi

Tujuan pengambilan biopsy adalah memperoleh material yang cukup untuk


pemeriksaan histologist, untuk membantu menetapkan diagnosis serta grading
tumor. Waktu pelaksanaan biopsi sangat penting sebab dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan radiologi yang dipergunakan pada grading. Apabila pemeriksaan CT-
scan dilakukan setelah biopsi, akan tampak perdarahan pada jaringan lunak yang
memberikan kesan gambaran suatu keganasan pada jaringan lunak. Ada dua
metode pemeriksaan biopsi, yaitu:

a. Biopsi tertutup dengan menggunakan jarum halus (fine needle aspiration,


FNA) dengan menggunakan sito diagnosis, merupakan salah satu biopsi
untuk melakukan diagnosis pada tumor.
b. Biopsi terbuka
Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif.
Keunggulan biopsi terbuka dibandingkan biopsi tertutup, yaitu dapat
mengambil jaringan yang lebih besar untuk pemeriksaan histologis dan
pemeriksaan ultra mikroskopik, mengurangi kesalahan pengambilan
jaringan, dan mengurangi kecenderungan perbedaan diagnostic tumor
jinak dan tumor ganas (seperti antara enkondroma dan kondrosakroma,
osteoblastoma dan osteosarkoma). Biopsi terbuka tidak boleh dilakukan
bila dapat menimbulkan kesulitan pada prosedur operasi berikutnya,
misalnya pada reaksi end-block.
1.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul, antara lain gangguan produksi antibody,


infeksi yang biasa disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang yang luas dan
merupakan juga efek dari kemoterapi, radioterapi dan steroid yang dapat
menyokong terjadinya leucopenia dan fraktur patologis, gangguan ginjal dan
system hematologis, serta hilangnya anggota ekstremitas. Komplikasi lebih lanjut
adalah adanya tanda-tanda apatis dan kelemahan.

1.10 Penatalaksanaan

Pengobatan bertujuan untuk menghancurkan atau mengangkat jaringan


maligna dengan menggunakan metode yang se efektif mungkin.

Penatalaksanaan yang bisa diberikan:


1. Tindakan medis
a. Pembedahan secara menyeluruh atau amputasi. Amputasi dapat
dilakukan melalui tulang daerah proksimal tumor atau sendi
proksimal dari pada tumor.
b. Kemoterapi
Merupakan senyawa kimia untuk membunuh sel kanker.
Efektif pada kanker yang sudah metastase. Dapat merusak sel
normal. Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam
pengobatan osteosarcoma adalah kemoterapi preoperative
(preoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan induction
chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi
postoperative (postoperative chemotherapy) yang disebut jug
adengan adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperative merangsang terjadinya nekrosis pada
tumor primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan
memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-
metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan
operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat
mempertahankan esktrimnya. Pemberian kemoterapi pstoperatif
paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah
operasi.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif
untuk osteosarcoma adalah: doxorubicin (Andriamycin), cisplatin
(Platinol), ifosfamide (Ifex), mesna (Rheumatrex). Protokol standar
yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa
methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant)
atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapt ditambah dengan
ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi agent ini,
dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap
survival rate 60-80%.

c. Radiasi
Efek lanjut dari radiasi dosis tinggi adalah timbulnya fibrosis.
Apabila fibrosis ini timbul di sekitar pleksus saraf maka bisa timbul
nyeri di daerah yang dipersyarafinya. Nyeri disini sering disertai
parestesia. Kadang-kadang akibat fibrosis ini terjadi pula limfedema
di daerah distal dari proses fibrosis tersebut. Misalnya fibrosis dari
pleksus lumbosacral akan menghasilkan nyeri disertai perubahan
motoric dan sensorik serta limfedema di kedua tungkai.
d. Analgesik atau transquiser
Analgesik non narkotik, sedative, psikoterapi serta bila perlu
narkotika.
e. Diet tinggi protein tinggi kalori.
2. Tindakan Keperawatan
a. Manejemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas
dalam, visualisasi dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi
(pemberian analgesik).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka,
dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk
berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek
samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi
yang adekuat. Antiemetic dan teknik relaksasi dapat mengurangi
reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan
sesuai dengan indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang
kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik
perawatan luka dirumah
1.11 Pathway

Genetika Virus Onkogenik TUMOR Terpapar Radiasi


Kelainan genetik pada lengan panjang kromosm 13 Masuk ke dalam tubuh
Terjadi delesi pada tulang Tumbuh ke ddalam jaringan metafin
Pertumbuhan tulang abnormal Tulang rusak Mengoresi korteks
OSTEOBLASTIK OSTEOLITIK
OSTEOSARCOMA Timbul Lesi destruktif irregular Jaringan lunak terserang
Tulang humerus Paru
Nyeri tulang rawan Metasis paru Kerusakan integritas kulit
Gangguan rasa nyaman Timbul benjolan Komplikasi penyakit
TERAPI
Infeksi

Radiasi X ray Tindakan Bedah Kemoterapi Mual/ Muntah Perubahan Nutrisi

Biopsi Amputasi Alopesia


Kerusakan Keletihan
berat badan turun
integritas
kulit
Hambatan Gangguan
Gangguan rasa
Mobilitas citra tubuh
nyaman
fisik
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Data pasien yang harus dikaji mencakup beberapa hal, yaitu:
1. Identitas Pasien
Merupakan biodata klien yang meliputi: nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa/ ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan,
penghasilan dan alamat.
2. Riwayat Penyakit Terdahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita suatu penyakit yang berat/
penyakit tertentu yang memungkinkan berpengaruh pada kesehatan
sekarang, kaji adanya trauma prosedur operatif dan penggunaan obat-
obatan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena, klien
mengatakan susah untuk beraktifitas/ keterbatasan gerak,
mengungkapkan kecemasan akan keadaannya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien/ gangguan tertentu yang berhubungan secara
langsung dengan gangguan hormonal seperti gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
5. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual yang mungkin terganggu
a. Bernapas
Gejala: napas pendek, dyspnea nocturnal paroksismal, batuk dengan
atau tanpa sputum
Tanda: Takipnea, dyspnea, pernapasan kusmaul, batuk produktif.
b. Makan dan Minum
Gejala: kebiasaan diet buruk (misalnya: rendah serat, tinggi lemak,
aditif, dan bahan pengawet), anoreksia, mual/ muntah, intoleransi
makanan.
Tanda: perubahan berat badan (BB), penurunan BB hebat, kaheksia,
berkurangnya massa otot, perubahan pada kelembapan/ turgor kulit,
edema.
c. Eliminasi
Gejala: perubahan pola defekasi, misalnya: darah pada fese, nyeri
saat defekasi. Perubahan eliminasi urinearius misalnya: nyeri atau
rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda: perubahan bising usus, distensi abdomen.
d. Aktivitas
Gejala: kelemahan, malaise.
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak,
pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen, tingkat stress
tinggi.
e. Istirahat Tidur
Gejala: perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada malam hari.
Tanda: nyeri, ansietas, dan berkeringat malam.
f. Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh pasien biasanya meningkat pada saat infeksi.
g. Kebersihan/ Hygiene
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri akibat
kelemahan yang dialami.
h. Nyaman
Gejala: nyeri tekan/ nyeri local pada sisi yang sakit, mungkin hebat
atau dangkal.
Tanda: perilaku hati-hati (distraksi), gelisah, jalan pincang.
i. Keamanan
Gejala: berulangnya infeksi. Pemajanan pada kimia toksik,
karsinogen, pemajanan matahari lama/ berlebihan.
Tanda: fraktur tulang, klasifikasi metastasik, keterbatasan gerak
sendi, ruam kulit, ulserasi.
j. Komunikasi dan Sosialisasi
Gejala: kesulitan menjalankan fungsi peran dalam keluarga
k. Belajar
Kebanyakan pasien tidak mengetahui penyakit yang dialaminya serta
apa pemicu munculnya stroke tersebut.
l. Rekreasi
Pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau pun keluar rumah
karena mengalami kelemahan dan mengikuti prosedur pengobatan.
m. Prestasi
n. Spiritual
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik atau inflamasi.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya tumor.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dann
kerusakan musculoskeletal.
4. Keletihan berhubungan dengan ansietas
5. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan
jaringan.
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan yang
berhubungan dengan hipermetabolik.
7. Resiko kerusakan integrritas kulit berhubungan dengan efek radiasi.
2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1. Nyeri akut berhubungan NOC: NIC:
dengan obstruksi jaringan saraf 1. Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
atau inflamasi. 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
3. Tingkat kenyamanan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor
Kriteria Hasil: presipitasi.
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan, seperti
penyebab nyeri, mampu pasien tampak meringis, dan memegangi bagian tubuh
menggunakan teknik non yang sakit.
farmakologi untuk mengurangi 3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
nyeri) 4. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri.
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
2. Gangguan citra tubuh NOC: NIC:
berhubungan dengan adanya 1. Body image Peningkatan Body Image
tumor 2. Harga diri 1. Diskusikan dengan klien tentang perubahan dirinya
Kriteria Hasil: 2. Bantu klien dalam memutuskan tingkat actual perubahan
1. Body image positif dalam tubh atau level fungsi tubuh
2. Mampu mengidentifikasi kekuatan 3. Monitor frekuensi pernyataan klien
personal 4. Berikan dukungan dan support mental serta spiritual.
3. Mendiskripsikan secara factual 5. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan secara
perubahan fungsi tubuh mental dan spiritual.
4. Mempertahankan interaksi sosial
3. Hambatan mobilitas fisik NOC: NIC:
berhubungan dengan 1. Gerakan sendi: aktif Terapi pemanasan: ambulasi
penurunan kekuatan dan 2. Tingkat mobilitas 1. Monitor tanda-tanda vital sebelum/ sesudah latihan dan
kerusakan musculoskeletal 3. Perawatan diri: ADL lihat respon pasien saat latihan
4. Transfer performance 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
Kriteria Hasil: ambulasi sesuai dengan kebutuhan
1. Klien meningkat dalam aktivitas 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
fisik. cegah terhadap cedera
2. Mengerti tujuan dari peningkatan ADL
mobilitas 1. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
3. Memverbalisasikan perasaan 2. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
dalam meningkatkan kekuatan dan bantuan jika diperlukan.
kemampuan berpindah.
4. Memperagakan penggunaan alat
bantu untuk mobilisasi (walker)
4. Keletihan berhubungan dengan NOC: NIC:
ansietas Kriteria Hasil: Manajemen energi
1. Tingkat kelelahan menurun 1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan
2. Tingkat kehilangan selera makan sesuai dengan konteks usai dan perkembangan’
menurun 2. Monitor intake nutrisi untuk mengethaui sumber energy
yang adekuat
3. Konsulkan dengan ahli gzi mengenai cara meningkatkan
asupan energy dari makanan
5. Resiko infeksi berhubungan NOC: NIC:
dengan penyakit kronis dan 1. Status imun Kontrol infeksi
kerusakan jaringan 2. Pengetahuan: control infeksi 1. Pertahankan teknik aseptif
3. Control resiko 2. Batasi pengunjung bila perlu
Kriteria Hasil: 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
1. Klien bebas dari tanda dan gejala keperawatan
infeksi 4. Gunakan baju, sarung tangan sebgaia alat pelindung
2. Menunjukkan kemampuan untuk 5. Ganti letaj IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk
mencegah timbulnya infeksi umum
3. Jumlah leukosit dalam batas 6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
normal kandung kencing
Menunjukkan perilaku hidup sehat 7. Tingkatkan intake nutrisi
Mencegah Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2. Pertahankan teknik isolaso k/p
3. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
4. Monitor adanya luka
5. Dorong masukan cairan
6. Dorong istirahat
7. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam.
6. Resiko ketidakseimbangan NOC: NIC
nutrisi kurang dari kebutuhan 1. Status nutrisi Manajemen nutrisi
yang berhubungan dengan 2. Status nutrisi: intake makanan dan 1. Kaji adanya alergi makanan
hipermetabolik cairan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
3. Status nutrisi: intake nutrisi kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
4. Control berat badan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake FE
Kriteria Hasil: 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin
1. Adanya peningkatan berat badan C
sesuai dengan tujuan 5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
2. Berat badan ideal sesuai dengan 6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
tinggi badan 7. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
3. Mampu mengidentifikasi dibutuhkan
kebutuhan nutrisi Monitor Nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 1. BB pasien dalam bats normal
5. Menunjukkan peningkatan fungsi 2. Monitor adanya penurunan berta badan
pengecapan dari menelan. 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan
Tidak terjadi penurunan berat badan 4. Monitor lingkungan selama makan
yang berarti 5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
6. Monitor mual muntah
7. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
Monitor kalori dan intake nutrisi
7. Resiko kerusakan integritas NOC: NIC:
kulit berhubungan dengan efek 1. Integritas jaringan: kulit dan Manajemen Tekanan
radiasi membran mukosa 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
2. Akses hemodialisi longgar
Kriteria Hasil: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
1. Integritas kulit yang baik bisa 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
2. Melaporkan adanya gangguan sekali
sensasi atau nyeri pada daerah 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
kulit yang mengalami gangguan. 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang
3. Menunjukkan pemahaman dalam tertekan
proses perbaikan kulit dan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi psien
mencegah terjadinya cedera 8. Monitor status nutrisi pasien
berulang 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
4. Mampu melindungi kulit dan 10. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol
mempertahankan kelembapan kulit dan titik=titik tekanan ketika merubah posisi pasien.
dan perawatan alami.

1.4 Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Selama implementasi perhatikan respon
klien dan dokumentasikan.
1.4 Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah NOC yang telah kita rencanakan telah tercapai atau tidak. Evaluasi
dilakukan dengan SOAP.
\
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Perempuan usia 17 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan benjolan pada
lutut kiri. Benjolan dirasakan sejak 7 bulan yang lalu, awalnya benjolan seperti
telur puyuh kemudian makin lama makin membesar. Benjolan terasa nyeri yang
dirasakan terus menerus, ketika nyeri pasien hanya bisa menggosok-gosok. Sejak
2 bulan ini pasien mengeluh tidak bisa berjalan dan menghabiskan waktu ditempat
tidur. Pemeriksaan TTV N: 116x/mnt, TD 90/50 mmHg, RR 20x/mnt, t 36,5°C.
pada cruris sinistra terdapat massa. Pemeriksaan Lab. Hb 5,8 g/dl, RBC
2,68x106/uL, HCT 19,8%, BC 10,26x103/uL, PLT 257x103/uL. Diagnosa medis
Osteosarcoma proximal tibia fibula sinistra. Pasien di indikasikan operasi
amputasi lutut atas.

1.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Ny. P
Usia : 17 tahun
2. Keluhan Utama : benjolan pada lutut kiri
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Benjolan sudah dirasakan sejak 7 bulan
yang lalu. Awalnya benjolan seperti telur puyuh kemudian makin lama
makin membesar. Benjolan terasa nyeri yang dirasakan terus menerus,
ketika nyeri hanya bisa menggosok-gosok. Sejak 2 bulan ini pasien
mengeluh tidak bisa berjalan dan hanya menghabiskan waktu di tempat
tidur.
4. Pemeriksaan Fisik
a. TTV:

 N: 116x/ mnt  RR: 20x/ mnt


 TD: 90/50 mmHg  T: 36,5°C
 Hb: 5,8 g/dl  PLT: 257x103/uL
 RBC: 2,68x106/uL
Pada cruris sinistraa terdapat
 HCT: 19,8%
massa
 BC: 10,26x103/uL

1.2 Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH PARAF


DS: Agens Nyeri Kronis
ϗ
- Benjolan terasa pencedera
nyeri yang Ns. A

dirasakan terus
menerus, ketika
nyeri hanya bisa
menggosok-
gosok
DS: Nyeri Hambatan Mobilitas
ϗ
Sejak 2 bulan ini Fisik
pasien mengeluh Ns. A

tidak bisa berjalan


dan hanya
menghabiskan
waktu di tempat
tidur.

DS: Resiko kerusakan


ϗ
Sejak 2 bulan ini integritas jaringan
pasien mengeluh Ns. A

tidak bisa berjalan


dan hanya
menghabiskan
waktu di tempat
tidur.
DO:

1.3 Diagnosa Keperawatan

No DIAGNOSA
.
1. Nyeri kronis b.d Agens pencedera d.d Benjolan terasa nyeri yang
dirasakan terus menerus, ketika nyeri hanya bisa menggosok-gosok
2. Hambatan Mobilitas Fisik b.d nyeri d.d Sejak 2 bulan ini pasien
mengeluh tidak bisa berjalan dan hanya menghabiskan waktu di
tempat tidur.
3. Resiko kerusakan integritas jaringan d.d Sejak 2 bulan ini pasien
mengeluh tidak bisa berjalan dan hanya menghabiskan waktu di
tempat tidur.

3.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Paraf


.
1. Nyeri kronis b.d Agens Setelah dilakukan terapi 1. Pastikan perawatan
ϗ
pencedera d.d Benjolan selama 7x24 jam nyeri analgesik baagi pasien
terasa nyeri yang kronis berkurang dengan dilakukan dengan Ns. A
dirasakan terus kriteria hasil: pemantauan yang ketat.
menerus, ketika nyeri 1. Nyeri yang 2. Bantu keluarga dalam
hanya bisa menggosok- dilaporkan naik ke mencari dan
gosok skala 3 (sedang) menyediakan dukungan.
2. Menggosok area 3. Pilih dan
yang terkena dampak implementasikan
naik ke skala 3 tindakan yang beragam
(sedang) (misalnya, farmakologi,
3. Menggunakan non farmakologi,
analgesik yang interpersonal) untuk
direkomendasikan memfasilitasi penurunan
naik ke skala 4 nyeri sesuai kebutuhan.
(sering 4. Dorong pasien untuk
menunjukkan) memonitor nyerei dan
menangani nyerinya
dengan tepat.
2. Hambatan Mobilitas Setelah dilakukan terapi 1. Dorong pasien untuk
ϗ
Fisik b.d nyeri d.d selama 3x24 jam terlibat dalam perubahan
Sejak 2 bulan ini pasien hambatan mobilitas fisik posisi. Ns. A

mengeluh tidak bisa pasien dapat berkurang 2. Tempatkan pasien dalam


berjalan dan hanya dengan kriteria hasil: posisi terapeutik yang sudah
menghabiskan waktu di 1. Berpindah dari satu dirancang.
tempat tidur. permukaan ke 3. Jangan menempatkan
permukaan yang lain pasien pada posisi yang bisa
sambil berbaring meningkatkan nyeri.
niak ke skala 3 4. Dorong latihan ROM aktif
(cukup terganggu) dan pasif.
2. Gerakan otot naik ke 5. Minimalisisr gesekan dan
skala 3 (cukup cedera ketika memposisikan
terganggu) dan membalikkan tubuh
pasien.
3. Resiko kerusakan Setelah dilakukan terapi 1. Identifikasi risiko biologis,
ϗ
integritas jaringan d.d selama 3x24 jam resiko ligkungan dan perilaku serta
Sejak 2 bulan ini pasien kerusakan integritas hubungan timbal balik Ns. A

mengeluh tidak bisa jaringan berkurang 2. Implementasikan aktivitas-


berjalan dan hanya dengan kriteria hasil: aktivitas pengurangan
menghabiskan waktu di 1. Mengidentifikasi resiko
tempat tidur. faktor risiko naik ke 3. Diskusikan dan rencanakan
skala 4 (sering aktivitas-aktivitas
menunjukkan) pengurangan risiko
2. Menjalankan strategi berkolaborasi dengan
kontrol risiko yang individu atau kelompok
sudah ditetapkan 4. Rencanakan monitor risiko
naik ke skala 4 kesehatan dalam jangka
(sering
menunjukkan)
Berpartisipasi dalam
skrining risiko naik ke
skala 4 (sering
menunjukkan)

3.5 Evaluasi Keperawatan


NO HARI/ DIAGNOSA EVALUASI PARAF
TANGGAL/ JAM
1 21 januari 2019 Nyeri kronis b.d S: pasien mengatakan nyeri nya sudah
ϗ
Agens pencedera d.d agak berkurang
Benjolan terasa nyeri O: pasien terlihat tidak merintih Ns. A
yang dirasakan terus kesakitan
menerus, ketika nyeri A: masalah teratasi sebagian
hanya bisa P: lanjutkan intervensi
menggosok-gosok
2 21 januari 2019 Hambatan Mobilitas S : pasien mengatakan sudah bisa
ϗ
Fisik b.d nyeri d.d berpindah sedikit sedikit
Sejak 2 bulan ini O : pasien terlihat ada peningkatan Ns. A
pasien mengeluh kekuatan otot
tidak bisa berjalan A : masalah teratasi sebagian
dan hanya P : lanjutkan intervensi
menghabiskan waktu
di tempat tidur
3 21 januari 2019 Resiko kerusakan S : -
ϗ
integritas jaringan O : terjadi perbaikan jaringan dan
d.d Sejak 2 bulan ini integritas jaringan pada pasien Ns. A

pasien mengeluh A : masalah teratasi


tidak bisa berjalan P : hentikan intervensi
dan hanya
menghabiskan waktu
di tempat tidur.

Discharge Planning
1. Segera cari perawatan jika: jika ada darah dalam urin, jika mengalami
kejang, jika tidak merasakan apa apa di daerah osteosarcoma, jika tidak
bisa menggerakan anggota tubuh yang memiliki tumor
2. Minum obat sesuai anjuran
3. Melakukan kemoterapi
4. Minum air putih yang banyak
5. Makan makanan yang sehat seperti: buah – buahan, sayuran, roti gandum,
produk susu rendah lemak, kacang –kacangan, daging tanpa lemak, dan
ikan

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta:
EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku/ Elizabeth J. Corwin. Jakarta:


EGC.

Doenges, E. Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk


perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hadaming, Elvi. 2014. Askep Osteosarkoma.


http://evyhadaming.blogspot.com/2014/04/askep-osteosarkoma.html.
Diakses tanggal 19 Januari 2019. Pukul 20.00 wib.

Kurniasih, Amanda. 2013. Laporan pendahuluan Askep Osteosarkoma.


https://id.scribd.com/doc/168720911/Laporan-Pendahuluan-
Osteosarcoma. Diakses tanggal 19 Januari 2019. Pukul 20.00 wib.

Loho, L.L. 2014. Osteosarkoma. Jurnal Biomedik. 6(3): 55-61.

Panduan Penatalaksanaan Osteosarkoma.


http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKOsteosarkoma.pdf. Diakses
tanggal 19 Januari 2019. Pukul 20.00 wib.

Price, S. dan Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses


Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Seger, R. W. 2014. Studi Kasus Osteosarkoma Metastase. Widya Medika


Surabaya. 2(2): 73-81.

Anda mungkin juga menyukai