Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung. Secara umum sarcoma dibagi ke dalam dua kelompok yaitu tulang dan jaringan lunak. Ada empat tipe utama dari sarkoma tulang ini, antara lain randro sarkoma, sarkoma ewing, fibrosarkoma dan osteosarkoma. Pada makalah ini akan dibahas tentang osteosarkoma, karena osteosarkoma merupakan jenis malignansi terbanyak yang berjumlah kira- kira 20 % dari semua kasus. Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (19952004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 25 tahun ( pada usia pertumbuhan ) ( Smeltzer. 2001: 2347 ). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak lakilaki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui. Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya hereditery retinoblastoma dan sindrom Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan

menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent yang digunakan pada kemoterapi, serta adanya trauma juga dapat menyebabkan terjadinya osteosarkoma ini (Sitarani, 2010). Tindakan penatalaksanaan dilakukan sesuai dengan tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi farmakologi, pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi. Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan dalam kasus ini adalah melakukan perawatan luka, menejemen nyeri, mengajarkan mekanisme koping yang efektif, memberikan nutrisi yang adekuat, pendidikan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep sarkoma osteogenik (osteosarkoma)? 2. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan sarkoma osteogenik (osteosarkoma)

1.3 Tujuan Tujuan Umum Mengetahui osteosarkoma. Tujuan Khusus a. Mengetahui definisi dari osteosarkoma. b. Mengetahui klasifikasi dari osteosarkoma. c. Mengetahui penyebab terjadinya osteosarkoma. d. Menjelaskan patofisiologi osteosarkoma. e. Menjelaskan manifestasi klinis dari klien dengan osteosarkoma. f. Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada pasien osteosarkoma. g. Mengetahui penatalaksanaan osteosarkoma. h. Menjelaskan prognosis dari pasien osteosarkoma. i. Mengetahui komplikasi pada pasien dengan osteosarkoma. konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan

j. Mengetahui asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan ksaus osteo sarkoma. 1.4 Manfaat Mahasiswa dapat mengetahui tentang konsep osteosarkoma dan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan osteosarkoma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk gerak pasif, proteksi alatalat di dalam tubuh.Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.

Sebagaimana jaringan pengikat lainnya, tulang terdiri dari komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein nonkolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas, oisteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.

Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang

melarutkan mineral tulan90g sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. (Setyohadi, 2007; Wilson. 2005; Guyton. 1997).

2.2 Definisi Sarkoma Osteogenik (Osteosarkoma) Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle 1999). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong 2003). Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang.( Wong. 2003). Menurut Chairuddin rasjad (2003), nama sarcoma osteogenik bukan karena tumor membentuk tulang tetapi tumor ini pembentukanya berasal dari seri osteoblastik dari sel-sel mesenkim primitive serta tumor ini sering ditemukan di daerah metafisis tulang panjang terutama pada femur distal dan tibia proksimal dan dapat pula ditemukan pada radius distal dan humerus proksimal. Tetapi kadang-kadang sarcoma osteogenik juga ditemukan di tulang tengkorak, rahang, atau pelvis (Cancer Center, Stanford Medicine 2011). Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut (Price. 1998). Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat (Smeltzer. 2001). Pada tumor muskuloskeletal stagingnya memakai Enneking System, yang telah dipakai oleh Musculoskeletal Tumor Society, begitu juga pada osteosarkoma. Staging ini berdasarkan gradasi histologis dari tumor (ada lowgrade dan high-grade), ekstensi anatomis dari tumor (intrakompartmental atau ekstrakomparmental), dan ada tidaknya metastase. Sesuai dengan EnnekingSystem maka staging dari Osteosarkoma adalah sebagai berikut:

1) Stage I Low-grade Tumor Low grade central osteosarcoma adalah stadium yang jarang terjadi, jenis osteosarkoma yang termasuk ke dalam stadium ini adalah parosteal osteosarcoma dan periosteal osteosarcoma di mana tipe ini kurang progesif dan angka metastase rendah. Low grade central osteosarcoma mempunyai prognosa yang lebih baik dari pada high grade osteosarcoma (>90%). 2) Stage II High-grade Ukuran sosttium adeosarkoma ini besar salah satunya dipengaruhi oleh kadar p-glikoprotein. Stadium ini seringkali sudah bermetastase ke paruparu. Yang termasuk ke dalam tipe high-grade osteosarcoma di antaranya ialah telangiectatic osteosarcoma, small-cell osteosarcoma, high-grade surface osteosarcoma, dan secondary osteosarcoma. 3) Stage III Any Grade with metastase Pada stadium ini osteosarkoma sudah bermetastase ke organ tubuh lain, yang paling sering ialah paru-paru. Stadium ini mempunyai prognosis yang buruk tergantung dari keparahan dari tumor primer dan nodul-nodul yang ada di organ metastase, jumlah tumor utama yang nekrosis, dan jumlah metastase. Bisa disimpulkan prognosis dari tipe osteosarkoma ini kurang lebih 30%.

Staging system ini sangat berguna dalam perencanaan strategi, perencanaan pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarkoma tersebut.

2.3 Klasifikasi Osteosarkoma 1) Parosteal Osteosarkoma Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas dan membentuk woven bone atau lamellar bone. Parosteal osteosarkoma biasanya terjadi pada umur 20 sampai 40 tahun. Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya. Tumor dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar,

yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal. Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari tumor dan survival ratenya bisa mencapai 80- 90%.

2) Periosteal Osteosarkoma Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang

(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering juga terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur 8 dan bahkan bisa pada tulang pipih seperti mandibula.15 Terjadi pada umur yang sama dengan pada klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma klasik yaitu 20% - 35% terutama ke paru-paru.5,8 Pengobatannya adalah dilakukan operasi marginal-wide eksisi (widemargin surgical resection), dengan didahului preoperatif kemoterapi dan dilanjutkan sampai post-operasi.

3) Telangiectasis Osteosarkoma Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan gambaran lesi yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang. Dengan gambaran seperti ini sering dikelirukan dengan lesi benigna pada tulang seperti aneurysmal bone cyst. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang sangat tinggi dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsi sangat sulit oleh karena tumor sedikit jaringan yang padat, dan sangat vaskuler.

4) Osteosarkoma Sekunder Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang mengalami mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur lebih tua, misalnya bisa berasal dari pagets disease, osteoblastoma, fibous dysplasia, benign giant cell tumor. Contoh klasik dari osteosarkoma sekuder adalah yang berasal dari pagets disease yang disebut pagetic osteosarcomas. Di Eropa merupakan 3% dari seluruh osteosarkoma dan

terjadi pada umur tua. Lokasi yang tersering adalah di humerus, kemudian di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit sampai mengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama berkisar 15 25 tahun dengan mengeluh nyeri pada daerah inflamasi dari pagets disease. Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan disusul oleh terjadinya destruksi tulang. Prognosis dari pageticosteosarcoma sangat jelek denganfive years survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi pada orang tua, maka pengobatan dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan karena

toleransinya rendah.

5) Osteosarkoma Intrameduler Derajat Rendah Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osseofibrous derajat rendah yang terletak intrameduler. Secara mikroskopik gambarannya mirip parosteal osteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulang dan terbanyak pada daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur yang lebih tua yaitu antara 15 65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama. Pada pemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah intrameduler metafise tulang panjang. Seperti pada parosteal osteosarkoma, osteosarkoma tipe ini mempunyai prognosis yang baik dengan hanya melakukan lokal eksisi saja.

6) Osteosarkoma Akibat Radiasi Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari 30Gy. Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 35 tahun, dan derajat keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dengan angka metastasenya tinggi.

7) Multisentrik Osteosarkoma Multisentrik Osteosarkoma disebut juga Multifocal Osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi bersamaan pada lebih dari satu tempat

atau lesi tersebut merupakan suatu metastase. Ada dua tipe yaitu tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi secara bersamaan pada lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada anak-anak dan remaja dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe lainnya adalah tipe

Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu terdapat tumor pada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan tumor pertama. Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah.

2.4 Etiologi Osteosarkoma Etiologi dari osteosarkoma masih belum diketahui tetapi radiasi dan virus onkogenik yang telah terlibat dalam terjadinya keganasan serta faktor genetik. Etiologi lain yang disebutkan (Rahayu Arie, 2010) dari osteosarkoma adalah : a) Radiasi sinar radioaktif dosis tinggi. b) Keturunan (genetik). c) Beberapa kondisi tulang yang sebelumnya disebabkan oleh penyakit seperti penyakit paget (akibat pejanan radiasi). (Smeltzer 2001). d) Pertumbuhan tulang yang terlalu cepat. e) Sering mengkonsumsi zat-zat toksik, seperti makanan dengan zat pengawet, merokok, dan lain-lain.

2.5 Patofisiologi Osteosarkoma Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada orang tua umur di atas 50 tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari pagets disease, dengan prognosis sangat jelek (Mehlman, 2010). Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya hereditery retinoblastoma dan sindrom Fraumeni. Dikatakan beberapa virus

dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent yang digunakan pada kemoterapi, serta adanya trauma juga dapat menyebabkan terjadinya osteosarkoma ini (Sitarani, 2010). Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat dengan tempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif (Price, 1998). Sel kanker yang tumbuh akan menggantikan jaringan metafisis kemudian akan di jumpai adanya erosi korteks dan jaringan lunak, selanjutnya kavum medula akan di gantikan oleh tumor hingga ke permukaan tulang. Kemudian periosteum dan korteks terpisah hingga terjadi kalsifikasi dan menciptakan segitiga codman.

2.6 Manifestasi klinis Osteosarkoma Menurut Chairuddin rasjad (2003), nyeri merupakan gejala utama yang pertama muncul yang bersifat constant dan bertambah hebat pada malam hari. Gejala-gejala umum lain yang dapat ditemukan adalah anemia, penurunan berat badan, serta nafsu makan. Adapun secara umum manifestasi klinis sarkoma osteogenik adalah : a) Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit). b) Fraktur patologik. c) Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas ( Gale, 1999 ). d) Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena.

e) Gejala-gejala yang muncul jika terjadi metastasis di paru-paru meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise ( Smeltzer, 2001)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Osteosarkoma Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Adapun pemeriksaan penunjang yand dapat dilukan adalah : 1) Pemeriksaan radiologik Dari pemeriksaan radiolog didapatkan gambaran segitiga codman yang merupakan sisa dari festrujsi tulang dan reaksi periosteum. Selain itu, juga ditemukan adanya bagian korteks yang terputus dan tumor menembus jaringan di sekitarnya dan membentuk garis-garis pembentukan tulang yang radier kea rah luar yang berasal adari korteks dan dikenal sebagai sunburst appearance. 2) CT-scan dan MRI untuk menilai tumor tulang malignant. 3) Pemeriksaan radiodensitas menyatakan adanya pembentukan tulang baru. 4) Biopsi. Merupakan hal yang vital dalam menntukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi, eksisi, biopsy jarum, dan lesi-lesi yang dicurigai. 5) Pemeriksaan foto thoraks. Dilakukan sebagai prosedur rutin dan untuk follow up adanya metastase pada paru (Chairuddin rasjad 2003). 2.8 Penatalaksanaan Osteosarkoma Belakangan ini Osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik, disebabkan oleh prosedur penegakkan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih baik, begitu juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam penanganan osteosarkoma modalitas pengobatannya dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan dengan operasi.

1. Kemoterapi Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakukan prosedur operasi penyelamatan

ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase tersebut. Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy. Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi. Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide (Ifex), mesna (Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex). Protokol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multiagent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadapsurvival rate sampai 60 80%. Kemoterapi menimbulkan efek samping antara lain adalah: a. Gejala gastrointestinal. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis.

b. Gejala supresi sumsum tulang Gejala supresi sumsum tulang yaitu seperti penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemialama setelah pemberian sitostatika dan berlangsung tidak melebihi 24 jam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus gastrointestinal. c. Kerontokan rambut (alopesia) Alopesia dapat bervariasi dari kerontokan ringan sampai pada kebotakan. d. Efek samping lain Efek samping yang lain yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat / berlebihan bila terjadi erosi pada traktus

mengakibatkan terjadinya kanker baru.

2. Operasi Saat ini prosedur Limb Salvage (penyelamatan ekstremitas) merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ektermitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan memberikan kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant

chemotherpy) melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limbsparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarkoma. Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara operasi amputasi dengan limb-sparing resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb-salvage tidak dapat atau tidakmemungkinkan lagi dikerjakan. Setelah melakukan

reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endoprostesis dari methal. Prostesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat menginjak (weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi postoperasinya dibanding dengan

menggunakan bone graft. 3. Follow-up Post-operasi Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai maka dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya metastase, Biasanya dan komplikasi yang terhadap terjadi proses terhadap

rekonstruksinya.

komplikasi

rekonstruksinya adalah: longgarnya prostesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase. Pembuatan plain-foto dan CT scan dari lokal ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post operasinya, dan setiap 6 bulan pada 5 tahun berikutnya.

2.9

Prognosis Osteosarkoma Dahulu prognosa osteosarkoma jelek yaitu dengan kelangsungan hidup selama 5 tahun sebesar 10-20% dengan metastase. Sedangkan pada saat ini prognosa dengan metastase adalah 40% kehidupan selama 5 tahun.

2.10

Komplikasi Osteosarkoma Komplikasi yang dapat timbul antara lain gangguan produksi antibodi, infeksi yang biasanya disebabkan karena kerusakan sumsum tulang yang luasmerupakan efek kemoterapi, radioterapi, dan steroid

yang

dapat

menyokong

terjadinya

leukopeniafraktur

patologis,

gangguan pada ginjal dan sistem hematologic, serta hilangnya anggota ekstremitas. Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda-tanda apatis dan kelemahan (Anonim 2011). 2.11 WOC Osteosarkoma (terlampir)

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1

Contoh kasus An S sudah 1 minggu menjalani rawat inap di RS Mawar sejak tanggal 10 Januari 2011. Diagnosa medis menyatakan bahwa An S terserang keganasan, yaitu Sarkoma Osteogenik. An S berusia 15 tahun. Berdasarkan pengkajian, penyebab keganasan diduga dari riwayat trauma kecelakaan 1 tahun yang lalu. An S sering mengeluh nyeri pada bagian paha kanan (skala nyeri 7) dan terlihat ekspresi wajah klien menyeringai. Klien juga mengatakan kesulitan untuk mobilisasi karena nyeri pada bagian paha. Setiap aktifitas klien di bantu oleh orang tuanya. Saat ini An S sedang menjalani kemoterapi neoadjuvan di RS sebagai penatalaksanaan

awal untuk menjalani operasi. Klien mengatakan perutnya terasa mual dan tidak nafsu makan. Lingkar lengan 18 cm (nilai ambang bawah 23,5 cm). Konjungtiva anemis. Kesadaran klien compos mentis, TD: 110/70 mmHg, HR: 90 prm, RR: 28 prm, T: 36 oC.

3.2

Asuhan Keperawatan 3.2.1 Pengkajian 1) Identitas klien a) Nama: An S b) Alamat: Surabaya c) Umur: 15 tahun d) Pendidikan: SMP e) Suku/bangsa: Jawa/ Indonesia f) Agama: Islam 2) Keluhan utama Nyeri di bagian paha kanan (femur) 3) Riwayat penyakit sekarang Satu bulan yang lalu klien merasakan nyeri di bagian paha kanannya, nyeri bertambah hebat ketika klien bermobilisasi menggerakkan bagian paha tersebut. Klien dan orang tuanya mengira nyeri yang timbul hanya merupakan nyeri otot biasa sehingga hanya dikompres dengan air hangat ketika nyeri. Namun setelah 3 minggu, klien merasakan nyeri semakin hebat, sehingga klien dibawa ke rumah sakit dan melakukan beberapa pemeriksaan. Pada tanggal 10 Januari 2011 klien mendapatkan diagnosa pasti mengenai penyakitnya yaitu osteosarkoma, dan harus menjalani rawat inap di RS Mawar. 4) Riwayat penyakit keluarga Tidak ada keluarga yang pernah mengalami sakit seperti klien saat ini, DM disangkal, Hipertensi disangkal, Hepatitis disangkal. 5) Riwayat psikososial

Klien sering terlihat tegang ketika proses terapi (kemoterapi). Klien mengatakan takut tidak bisa pulih seperti semula dan takut pahanya diamputasi. 6) Riwayat Spiritual Klien mengatakan, sejak sakit klien melaksanakan ibadah dengan duduk, karena merasa sakit saat berdiri. 7) Terapi yang didapatkan Kemoterapi (neoadjuvan) Injeksi ondansentron 3x1/IV Injeksi antrain 3x1/IV

Review Of System (ROS): B1: suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan B2: CRT >2 detik, akral dingin, konjungtiva anemis B3: GCS: 456, kesadaran komposmentis B4: intake minum 1500 cc/ hari, produksi urin 1000 cc/hari, warna urin kuning jernih. B5: klien terlihat kurus, nafsu makan menurun, peristaltik usus 6 kali/ menit, porsi makan tidak habis, lingkar lengan 18 cm, BAB 2 kali dalam seminggu, albumin 2,9mg/dl (nilai normal 3.5-5 mg/dl). B6: bengkak, keletihan, dalam melakukan aktivitas klien dibantu orang tuanya. 3.2.2 Analisa data Data DS: klien mengeluh nyeri di daerah paha yang bengkak DO: - wajah klien tegang - RR 25 x/mnt - Klien memberi nilai 7 (dari rentang 1-10) pada Nyeri kompresi sarafsaraf di sekitar paha Etiologi Osteosarkoma Masalah Keperawatan Gangguan rasa nyaman : Nyeri

kualitas nyeri Gangguan rasa nyaman DS : Klien mengeluh kesulitan untuk bergerak karena nyeri DO : - Kekuatan tonus otot klien: 2 kompresi sarafsaraf di sekitar paha dan mengganggu kontraksi otot sekitar paha Osteosarkoma Gangguan mobilitas fisik

Nyeri pada tulang dan kelemahan otot untuk berkontraksi

Mobilisasi berkurang (sulit bergerak)

Gangguan mobilisasi fisik

DS : klien mengeluh tidak nafsu makan dan merasa mual DO : - BB menurun 5 kg dari berat badan awal - Turgor kulit klien tidak

Penatalaksanaan terapi radiasi dan kemoterapi

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Efek toksik dari kemoterapi dan penyinaran dari

bagus (jelek).

radiasi

Merangsang pusat mual

Nafsu makan turun

Asupan nutrisi tidak adekuat

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh DS : klien mengatakan cemas dengan penyakitnya. DO : - Wajah klien tegang - Nafas cepat (RR= 28 x/mnt) Klien banyak bertanya tentang penyakit dan kesembuhannya DS : klien mengatakan tidak percaya diri karena rambutnya mulai rontok DO : - Kulit kepala klien mulai terlihat - Klien terlihat tidak senang ketika melihat penampilannya di cermin Alopesia Efek toksik dari kemoterapi Ansietas Penatalaksanaan terapi radiasi dan kemoterapi Perubahan citra diri Kecemasan terhadap kondisi kesehatan Kurang informasi mengenai penyakit Ansietas

3.2.3

Diagnosis keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan kompresi saraf-saraf di sekitar paha. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kesulitan mobilisasi 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat akibat efek toksik dari kemoterapi 4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya. 5. Perubahan citra diri berhubungan dengan perubahan rambut (alopesia) akibat efek kemoterapi.

3.2.4

Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d kompresi saraf-saraf di sekitar paha Tujuan: dalam perawatan 2x24 jam klien dapat mengontrol rasa nyeri yang di derita Kriteria hasil: Klien dapat mengatasi factor yang meningkatkan gejala Klien dapat melakukan tindakan yang dapat meningkatkan kenyamanannya Intervensi 1. Kaji sumber ketidaknyamanan, seperti lokasi nyeri, seberapa berat nyeri. 2. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat untuk meredakan nyeri, seperti analgesik 3. Tingkatkan kenyamanan Rasional 1. Dengan mengetahui sumber ketidaknyamanan klien dapat mengetahui sejauh mana rasa nyeri yg di derita 2. Pemberian analgesic dapat mengurangi stimulus dari nyeri sehingga meningkatkan kenyamanan 3. Pemberian posisi yg nyaman

klien terhadap lingkungan sekitar, salah satunya dengan posisi yang memberikan rasa nyaman 4. Bila klien mengalami kesulitan mobilisasi, bantu klien untuk berubah posisi.

bagi pasien dapat membantu pasien mengurangi rasa nyeri yang ada

4. Bantu klien untuk mobilisasi sehingga memperlancar aliran darah klien

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada tulang dan kelemahan otot untuk berkontraksi. Tujuan: daya tahan ekstremitas dan kekuatan klien bertambah Kriteria Hasil: - Klien dapat mendemonstrasikan cara menggunakan alat adaptif untuk meningkatkan mobilitas. - Klien dapat melakukan langkah-langkah pengamanan untuk

meminimalkan kemungkinan cidera. - Klien dapat mendemonstrasikan langkah-langkah untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi 1. Kaji factor penyebab Rasional 1. Mengetahui penyebab

imobilisasi sehingga dapat menentukan langkah lanjut sebagai upaya pencegahan terjadinbya komplikasi 2. Lakukan aktivitas ROM 2. ROM aktif meningkatkan massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot serta

pasif atau ROM aktif asisitif

memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan. ROM pasif meningkatkan sendi dan sirkulasi. 3. Sokong ekstremitas dengan 3. Untuk mencegah komplikasi mobilitas

bantal untuk mencegah atau mengurangi pembengkakan 4. Posisikan tubuh sejajar

lebih lanjut

4. Imobilisasi yang lama dan gangguan neurosensori menyebabkan permanen fungsi dapat kontraktur

untuk mencegah komplikasi

5. Berikan progresif

mobilitas

yang

5. Tirah baring yang lama atau penurunan dapat turunnya volume darah

menyebabkan tekanan darah

secara tiba-tiba karena darah kembali ke dalam sirkulasi perifer. aktivitas dapat kelemahan Peningkatan secara bertahap

mengurangi dan

meningkatkan daya tahan tubuh.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat akibat efek toksik dari kemoterapi dan penyinaran dari radiasi. Tujuan: klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi harian sesuai dengan tingkat aktivitas dan kebutuhan metabolik Kriteria Hasil: Klien dapat menjelaskan tentang pentingnya nutrisi yang baik. Klien dapat mengidentifikasi kekurangan/defisiensi dalam asupan

sehari-hari. Menyebutkan metode untuk meningkatkan nafsu makan. Rasional

Intervensi

1. Jelaskan tentang perlunya konsumsi lemak, karbohidrat, protein, vitamin,

1. Nutrisi menyediakan sumber energy, jaringan, dan membentuk mengatur

mineral, dan cairan yang adekuat 2. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk menetapkan

proses metabolic tubuh.

2. Konsultasi dapat membantu menetapkan diet yang

kebutuhan kalori harian dan jenis makanan yang sesuai bagi klien 3. Diskusikan bersama klien tentang kemungkinan

memenuhi asupan kalori dan nutrisi yang optimal.

3. Upaya identifikasi tentang kemungkinan memudahkan penyebab kita untuk

penyebab penurunan nafsu makan

melakukan intervensi guna menghilangkan meminimalkan nafsu makan atau penurunan

4. Anjurkan

klien

untuk

4. Kondisi yang lemah lambat laun menurunkan keinginan dan kemampuan klien untuk makan

istirahat sebelum makan

5. Tawarkan makanan dalam jumlah sedikit, tetapi sering, bukan banyak tetapi jarang; tawarkan disajikan dingin 6. Pada kasus penurunan nafsu makan, batasi asupan cairan saat makan dan hindari makanan dalam yang

5. Distribusi

total

asupan

kalori harian yang merata sepanjang hari membantu mencegah distensi lambung sehingga selera makan

keadaan

mungkin akan meningkat. 6. Pembatasan asupan cairan saat makan membantu

mencegah distensi lambung

mengkonsumsi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan

7. Dorong dan bantu klien untuk menjaga kebersihan mulut yang baik

7. Kebersihan

mulut

yang

kurang menyebabkan bau dan rasa yang tidak sedap yang dapat mengurangi

nafsu makan 8. Atur agar porsi makanan tinggi kalori dan tinggi 8. Menyediakan tinggi-kalori protein pada dan saat makanan tinggiklien

protein disajikan saat klien biasanya merasa paling lapar

merasa paling lapar akan meningkatkan kemungkinan klien untuk mengkonsumsi kalori adekuat dan protein yang

9. Beri daftar materi nutrisi diet pada klien

9. Perencanaan diet berfokus pada upaya pencegahan nutrisi. konsumsi

kelebihan Mengurangi

lemak, garam, dan gula dapat menurunkan resiko penyakit.

4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya. Tujuan: klien akan menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis Kriteria Hasil: Mendeskripsikan ansietas dan pola koping dirinya. Menggunakan mekanisme koping efektif. Rasional klien di untuk dalam 1. Ikut berpartisipasi dalam

Intervensi 1. Ajak

berpartisipasi

pembuatan keputusan dapat membantu menumbuhkan

pengambilan keputusan

perasaan control-diri pada klien, yang dapat

meningkatkan kopingnya 2. Berikan dukungan emosi kepada klien dan biarkan klien mengungkapkan 2. Dapat

kemampuan

membantu

klien dan

mengklarifikasi memverbalisasikan ketakutannya memudahkan memberikan yang

perasaannya

sehingga perawat umpan balik dan

realistis

penenangan 3. Berikan akurat informasi tentang yang proses 3. Berbagai ketakutan yang

terjadiberkaitan erat dengan ketidakakuratan informasi

pemgobatan

dan ini dapat dihilangkan dengan memberikan

informasi yang akurat 4. Berikan pujian pada klien bila klien melakukan koping yang efektif 4. Memberikan klien yang pujian pada

melakukan

koping yang efektif dapat memperkuat respon koping yang positif pada masa yang akan dating

5. Perubahan citra diri berhubungan dengan perubahan rambut (alopesia) akibat efek kemoterapi. Tujuan: klien akan mengimplementasikan pola koping yang baru dan menyebutkan serta mendemonstrasikan penerimaan atas penampilan. Kriteria Hasil: Klien dapat memperlihatkan ketersediaan dan kemampuan untuk menjalankan kembali tanggung jawab perawatan diri/ peran.

Klien dapat memulai kontak yang baru atau membangun kembali kontak dengan system pendukung yang ada.

Intervensi 1. Dorong klien untuk menyampaikan kekhawatiran, ketakutan, dan persepsinya tentang dampak perubahan tersebut terhadap kehidupannya. 2. Jelasakan tentang lokasi kerontokan rambut yang dapat terjadi 3. Jelaskan bahwa rambut tersebut akan tumbuh kembali setelah pengobatan, tetapi warna dan teksturnya berubah 4. Pilih rambut palsu sebelum kerontokan rambut, kenakan wig tersebut sebelum kerontokan rambut terjadi 5. Anjurkan menggunakan penutup rambut saat tidak sedang memakai wig

Rasional 1. Meningkatkan rasa percaya klien terhadap perawat sehingga klien dapat lebih terbuka.

2. Agar klien tidak merasa kaget setelah kerontokan terjadi 3. Agar klien mengetahui kondisinya setelah kemoterapi selesai

4. Untuk memodisikasi penampilan sehingga klien merasa lebih nyaman berinteraksi dengan orang lain. 5. Sebagai pengganti wig dan kenyamanan

BAB IV PENUTUP

1.1

Kesimpulan Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. (Price. 1998). Etiologi dari osteosarkoma adalah radiasi sinar radioaktif dosis tinggi, keturunan, beberapa kondisi tulang yang sebelumnya disebabkan oleh penyakit, pertumbuhan tulang yang terlalu cepat, sering mengkonsumsi zat-zat toksik. Manifestasi klinis umum yang bisa ditemukan antara lain nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena, fraktur patologik,

pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian, pergerakan yang terbatas, teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena, nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise. Adapun pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah emeriksaan radiologick, CT-scan dan MRI, pemeriksaan foto thoraks. Untuk penatalaksanaan dapat dilakukan kemoterapi, obat-obat kemoterapi, operasi, follow-up post-operasi.

1.2

Saran 1) Pasien yang mempunyai tanda dan gejala menyerupai tanda dan gejala osteosarkoma sebaiknya segera memeriksakan pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan dini dan untuk meminimalisir untuk terjadinya komplikasi yang lebih buruk. 2) Mahasiswa keperawatan sebaiknya mengembangkan penelitian dalam bidang system musculoskeletal khususnya pada kasus osteosarkoma. 3) Perawat sebaiknya memahami secara mendalam tentang konsep dan pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan osteosarcoma.

DAFTAR PUSTAKA

Kawiyana, Siki, 2010, Osteosarkoma Diagnosis dan Penanganannya, diakses tanggal 24 Maret 2011, <http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/drsiki_9_pdf> Mehlman, Charles T, 2010, Osteosarcoma, diakses tanggal 24 Maret, <http://emedicine.medscape.com/overwiev> Price, Silvia Anderson and Wilson, Lorraine Mc Carty, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis dan Proses Penyakit, Jakarta, EGC Sitarani, Rindang, 2010, Gambaran Radiologi Osteosarkoma Pada Femur Sinistra, diakses tanggal 24 Maret 2011,

<http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Gambaran+Radiologi+ Osteosarkoma+Pada+Femur+Sinistra> Hide, Geoff, 2008, Imaging in Classic Osteosarkoma, diakses tanggal 24 Maret 2011, <http://emedicine.medscape.com/article/393927-imaging>

Anda mungkin juga menyukai