Anda di halaman 1dari 21

1.

Definisi Osteosarcoma
Pengertian Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) menurut Saferi Wijaya (2013),
adalah tumor tulang ganas, yang biasanya berhubungan dengan periode kecepatan
pertumbuhan pada masa remaja. Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang paling
sering ditemukan pada anak-anak.
Menurut Price (2012), Osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer
yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling
sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.

2. Etiologi Osteosarcoma

Etiologi osteosarkoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada berbagai macam faktor
predisposisi sebagai penyebab osteosarkoma. Adapun faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan osteosarcoma antara lain

1. Trauma
Osteosarkoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya
trauma. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab
utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang
menyebabkan osteosarkoma.
2. Karsinogenik ekstrinsik
Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis
juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarkoma ini. Salah satu contoh
adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang seperti kista tulang
aneurismal, fibrous displasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan
osteosarkoma.
3. Karsinogenik kimia
Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita tuberculosis
mengakibatkan 14 dari 53 pasien mengalami osteosarkoma.
4. Virus
Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarkoma baru dilakukan
pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan virus onkogenik pada
osteosarkoma manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa laporan menyatakan
adanya partikel seperti virus pada sel osteosarkoma dalam kultur jaringan. Bahan
kimia, virus, radiasi, dan faktor trauma. Pertumbuhan yang cepat dan besarnya
ukuran tubuh dapat juga menyebabkan terjadinya osteosarkoma selama masa
pubertas. Hal ini menunjukkan bahwa hormon sex penting walaupun belum jelas
bagaimana hormon dapat mempengaruhi perkembangan osteosarkoma.
5. Faktor Keluarga

3. Klasifikasi Osteosarcoma

Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka


osteosarkoma dibagi atas beberapa klasifikasi atau variasi yaitu : Osteosarkoma klasik,
Osteosarkoma hemoragi atau telangektasis, Parosteal osteosarkoma, Periosteal
osteosarkoma, Osteosarkoma sekunder, Osteosarkoma intrameduler derajat rendah,
Osteosarkoma akibat radiasi, dan Multifokal osteosarkoma.

1. Osteosarkoma Klasik.
Osteosarkoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe
ini disebut juga: osteosarkoma intrameduler derajat tinggi (High-Grade
Intramedullary Osteosarcoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada anak-
anak dan dewasa muda, terbanyak pada distal dari femur. Sangat jarang
ditemukan pada tulang-tulang kecil di kaki maupun di tangan, begitu juga pada
kolumna vertebralis. Apabila terdapat pada kaki biasanya mengenai tulang besar
pada kaki bagian belakang (hind foot) yaitu pada tulang talus dan calcaneus,
dengan prognosis yang lebih jelek.
Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan. Pada hal
keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan
dengan trauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan saat istirahat atau
pada malam hari dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Terdapat benjolan pada
daerah dekat sendi yang sering kali sangat besar, nyeri tekan dan tampak
pelebaran pembuluh darah pada kulit di permukaannya. Tidak jarang
menimbulkan efusi pada sendi yang berdekatan. Sering juga ditemukan adanya
patah tulang patologis.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan alkaline
phosphatase dan lactic dehydrogenase, yang mana ini dihubungkan dengan
kepastian diagnosis dan prognosis dari osteosarkoma tersebut.

2. Osteosarcoma Telangektaksis
Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan gambaran
lesi yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang.
Dengan gambaran seperti ini sering dikelirukan dengan lesi binigna pada
tulang seperti aneurysmal bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan
klasik osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang sangat
tinggi dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsi sangat sulit oleh karena
tumor sedikit jaringan yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya sama
dengan osteosarkoma klasik, dan sangat resposif terhadap adjuvant
chemotherapy.

3. Parosteal Osteosarcoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada
permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas
dan membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya terjadi pada umur
lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai 40 tahun.
Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling
sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya. Tumor
dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin lama
lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal. Pengobatannya
adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari tumor dan survival ratenya
bisa mencapai 80 – 90%.
4. Periosteal Osteosarcoma
Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat
kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering juga
terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan bahkan bisa pada
tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama dengan pada
klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma
klasik yaitu 20% – 35% terutama ke paru-paru. Pengobatannya adalah
dilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-margin surgical resection),
dengan didahului preoperatif kemoterapi dan dilanjutkan sampai post-
operasi.
5. Osteosarcoma Sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang
mengalami mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur lebih tua,
misalnya bisa berasal dari paget’s disease, osteoblastoma, fibous dysplasia,
benign giant cell tumor. Contoh klasik dari osteosarkoma sekuder adalah
yang berasal dari paget’s disease yang disebut pagetic osteosarcomas. Di
Eropa merupakan 3% dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada umur
tua. Lokasi yang tersering adalah di humerus, kemudian di daerah pelvis dan
femur. Perjalanan penyakit sampai mengalami degenerasi ganas memakan
waktu cukup lama berkisar 15 – 25 tahun dengan mengeluh nyeri pada daerah
inflamasi dari paget’s disease. Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan disusul
oleh terjadinya destruksi tulang. Prognosis dari pagetic osteosarcoma sangat
jelek dengan five years survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi
pada orang tua, maka pengobatan dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan
karena toleransinya rendah.
6. Osteosarkoma Intrameduler Derajat Rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osseofibrous derajat
rendah yang terletak intrameduler. Secara mikroskopik gambarannya mirip
parosteal osteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulang dan terbanyak
pada daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur yang lebih tua
yaitu antara 15-65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama. Pada
pemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah intrameduler
metafise tulang panjang. Seperti pada parosteal osteosarkoma,
osteosarkoma tipe ini mempunyai prognosis yang baik dengan hanya
melakukan lokal eksisi saja.
7. Osteosarkoma Akibat Radiasi
Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari 30
Gy. Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 – 35 tahun, dan
derajat keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dengan angka
metastasenya tinggi.
8. Multisentrik Osteosarkoma
Disebut juga Multifocal Osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu
terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal
ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi bersamaan
pada lebih dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu metastase. Ada
dua tipe yaitu: tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi secara bersamaan pada
lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada anak-anak dan remaja
dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe lainnya adalah tipe
Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu terdapat tumor pada
tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan tumor pertama
dan pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah.

4. Patofisiologi Osteosarcoma
Patofisiologi Osteosarkoma menurut Saferi Wijaya dan MarizaPutri (2013),
adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik
(destruksi tulang) atau responsosteoblastik (pembentukan tulang).Beberapa tumor tulang
sering terjadi dan lainnya jarang terjadi,beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara
lainnya adayang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.Tumor ini tumbuh di bagian
metafisis tulang panjang dan biasaditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas
humerus dan ujungatas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-selkumparan
atau bulat yang berdiferensiasi jelek dan sering denganelemen jaringan lunak seperti
jaringan fibrosa atau miksomatosaatau kartilaginosa yang berselang seling dengan
ruangan darahsinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dindingperiosteum dan
menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garisepifisis membentuk terhadap gambarannya
di dalam tulang.Adanyatumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh
seltumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitikyaitu proses destruksi
atau penghancuran tulang dan responosteoblastik atau proses pembentukan tulang.
Terjadi destruksitulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumormaka
terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekatlempat lesi terjadi sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yangabortif.

5. Faktor Resiko Osteosarcoma

Menurut Fuchs dan Pritchad (2002) osteosarkoma dapat disebabkan oleh beberapa
faktor :
a. Senyawa kimia : Senyawa antrasiklin dan senyawa pengalkil, beryllium dan
methylcholanthrene merupakan senyawa yang dapat menyebabkan perubahan genetik.
b. Virus : Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang merupakan proto-
onkogen, virus FBJ yang mengandung proto-onkogen c-Fos yang menyebabkan
kurang responsif terhadap kemoterapi.
c. Radiasi, dihubungkan dengan sarcoma sekunder pada orang yang pernah mendapatkan
radiasi untuk terapi kanker.
d. Lain-lain
a. Penyakit lain : Paget’s disease, osteomielitis kronis, osteochondroma, poliostotik
displasia fibrosis, eksostosis herediter multipel dll.
b. Genetik : Sindroma Li-Fraumeni, Retinoblastoma, sindrom Werner, Rothmund-
Thomson, Bloom.
c. lokasi implan logam.

6. Manifestasi Klinis Osteosarcoma


Umumnya gejala klinik terjadi beberapa minggu sampai bulan setelah timbulnya
penyakit ini. Gejala awal relatif tidak spesifik seperti nyeri dengan atau tanpa teraba
massa. Nyeri biasanya dilukiskan sebagai nyeri yang dalam dan hebat yang dapat
dikelirukan sebagai peradangan. Pemeriksaan fisik mungkin terbatas pada massa nyeri,
keras, pergerakan terganggu, fungsi normal menurun, edema, panas setempat,
teleangiektasi, kulit diatas tumor hiperemi, hangat, edema, dan pelebaran vena. Tumor ini
dapat tumbuh pada tulang manapun, tetapi umumnya pada tulang panjang terutama distal
femur, diikuti proksimal tibia dan proksimal humerus dimana growth plate paling
proliferatif. Pada tulang panjang sering pada bagian metafisis (90%) kemudian diafisis
(9%) dan jarang pada epifisis.
Osteosarkoma bertumbuh cepat dengan ekspansi lokal, doubling time sekitar 34
hari. Penyebaran hematogen paling sering terjadi pada awal penyakit dan biasanya ke
paru-paru dan tulang sedangkan metastasis ke kelenjar limfe jarang. Penyebaran
transartikuler juga jarang dan dapat terjadi pada sendi dengan mobilitas rendah. Pada
stadium lanjut, berat badan umumnya menurun dan menjadi kaheksia. Paru-paru
merupakan tempat tersering dari metastasis tumor ini. Pada waktu didiagnosis sekitar 10-
20% kasus telah terdapat metastasis paru. Dari kasus yang meninggal karena penyakit ini,
90% telah mempunyai metastasis paru, tulang, dan otak.

7. Pemeriksaan Penunjang Osteosarcoma


a. Radiografi konvensional
Merupakan pemeriksaan radiologi pertama pada kasus-kasus osteosarkoma.
Pasca kemoterapi, radiografi konvensional dapat digunakan untuk menilai
pengurangan ukuran massa, penambahan ossifikasi,dan pembentukan peripheral
bony shell. Foto x-ray thorax proyeksi AP/PA, untuk melihat adanya metastasis
paru dengan ukuran yang cukup besar.
b. Computed Tomography (CT)
Scan Ct-scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang
kompleks dan mendeteksi matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan
untuk mendeteksi metastasis paru. Kegunaan lain dari CT scan adalah tuntunan
biopsi tulang (CT guided bone biopsy). CT scan thoraks berguna untuk
mengidentifikasi adanya metastasis mikro pada paru dan organ thoraks.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor dan
membantu menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI dapat menilai
perluasan massa ke intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan intraartikular, serta
keterlibatan struktur neurovaskular. Pemberian kontras gadolinium dapat
memperlihatkan vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik.
Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi massa dan penambahan
komponen nekrotik intramassa. Dynamic MRI juga dapat digunakan untuk
menilai respon pasca kemoterapi.
d. Kedokteran Nuklir Bone scintigraphy
Digunakan untuk menunjukkan suatu skip metastasis atau suatu
osteosarkoma multisentrik dan penyakit sistemik.
e. Biopsi Pemeriksaan histopatologi
Dilakukan dengan menggunakan biopsi jarum halus (fine needle aspiration
biopsy-FNAB) atau dengan core biopsy bila hasil FNAB inkonklusif. FNAB
mempunyai ketepatan diagnosis antara 70-90%. Penilaian skor Huvos untuk
mengevaluasi secara histologis respons kemoterapi neoadjuvant. Pemeriksaan ini
memerlukan minimal 20 coupe. Penilaian dilakukan secara semi kuantitatif dengan
membanding kan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor yang riabel :
1. Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
2. Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %
3. Grade 3 : nekrosis 90-99 %
4. Grade 4 : Nekrosis 100 %
Penilaian bekas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari segmen tulang
proksimal.

8. Pentalaksanaan Osteosarcoma
Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb salvage surgery
(LSS) atau amputasi), kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi yang diberikan
konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi.
a. Pembedahan
1) Limb Salvage Surgery
Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedur pembedahan yang
dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada ekstremitas dengan tujuan untuk
menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS merupakan tindakan yang terdiri dari
pengangkatan tumor tulang atau sarkoma jaringan lunak secara en-bloc dan
rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan megaprostesis (endoprostesis),
biological reconstruction (massive bone graft baik auto maupun allograft) atau
kombinasi megaprostesis dan bone graft.
a) Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis
Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain sebagai
pengganti segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang yang terjadi pasca
reseksi. Penggunaan megaprostesis, memungkinkan pasien lebih cepat pulih dan
lebih awal menjalani rehabilitasi dan weight bearing.
b) Limb Salvage Surgery dengan Biological Reconstruction
Biological reconstruction adalah metode rekonstruksi yang ditandai
dengan integrasi autograft dan atau proses inisiasi pembentukan tulang secara de
novo pada rekonstruksi defek tulang atau sendi. Dalam ruang lingkup onkologi
ortopaedi, biological reconstruction diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1. transplantasi tulang yang vital vascularized atau non-vascularized autograft,
2. implantasi tulang non-vital berupa extracorporeal devitalized autograft
(allograft), dan
3. sintesis tulang secara de novo dengan distraction osteogenesis.

2) Amputasi
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak terpenuhi.
Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian
kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus, peradarahan, tumor dengan
ukuran yang sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu,
selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi adjuvant.

3) Kemoterapi
4) Radioterapi
5) Dukungan nutrisi
Penatalaksaan saat sedang nyeri dapat mengikuti tiga langkah stepladder WHO:
a. Nyeri ringan: analgetik sederhana seperti NSAID atau paracetamol
b. Nyeri sedang: opioid lemah dan analgetik sederhana
c. Nyeri berat: opioid kuat dan analgetik sederhana

9. Komplikasi Osteosarcoma
Komplikasi yang dapat timbul antara lain adanya gangguan pada produksi
antibodi, terdapat infeksi yang biasanya disebabkan karena kerusakan sumsum tulang
yang luas yang mampu menjalar dan menjadi kanker yang dapat menyebar ke tulang-
tulang lain serta kanker paru-paru, adanya efek samping dari kemoterapi, radioterapi, dan
steroid yang dapat menyokong terjadinya leukopenia, fraktur patologis, gangguan pada
ginjal dan sistem hematologis, serta hilangnya anggota ekstermitas. Komplikasi lebih
lanjut adalah adanya tanda-tanda apatis dan kelemahan dan kesulitan dalam beradaptasi
dengan kaki palsu (Suratun, 2006).

10. Asuhan Keperawatan Osteosarcoma

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal darimproses keperawatan.
Tujuan pengkajian adalah memberikan suatu gambaran yang terus
menerus mengenai kesehata klien. Tahap pengkajian dari proses
keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisasi yang
meliputi tiga aktivitas atas dasar yaitu : Pertama, mengumpulkan
data secara sistematis; Kedua, memilah dan mengatur data yang
dikumpulkan; dan Ketiga, mendokumentasikan data dalam format
yang dapat dibuka kembali (Asmadi, 2008).
Adapun langkah-langkah dalam pengkajian pada anak dengan
Osteosarkoma menurut Wong (2008), adalah sebagai berikut :
a. Identitas Klien
1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan dan
identitas orang tua.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di
daerah kaki atau tangan yang mengalami pembengkakan,
terjadi pembengkakan biasanya di daerah tulang panjang.
b. Riwayat Tumbuh Kembang
Dalam pengkajian ini, yang perlu ditanyakan adalah
hal- hal yang berhubungan dengan keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan anak
usia sekarang yang meliputi motoric kasar, motoric halus,
perkembangan kognitif atau bahasa, personal social.
c. Riwayat Psikososial
Dalam pengkajian ini yang perlu ditanyakan meliputi
orang terdekat klien, hubungan dengan klien, hubungan
dengan saudara kandung, serta pendidikan orang tua
mengenai penyakit yang diserita klien.
d. Riwayat Hospitalisasi
Pengkajian ini meliputi pertanyaan tentang peraaan
orang tua terhadap anaknya yang sedang di rawat di
rumah sakit serta harapan orang tua terhadap kondisi
kesehatan anaknya saat ini dan untuk kedepannya.

e. Riwayat Aktifitas Sehari-hari


Pengkajian ini meliputi pertanyaan tentang pola mata
dan minum anak, jenis makanan dan minuman yang
disukai anak, porsi makan dan minum anak setiap hari
serta pantangan masalah makanan dan minuman terhadap
anak, waktu istirahat anak selama di rumah, kebersihan
anak setiap hari, pola eliminasi anak setiap harinya serta
waktu bermain dan rekreasi setiap hari libur, dan anak
biasanya lemas serta tidak bisa beraktivitas sehari-hari.
3). Menurut Saferi Wijaya dan Mariza Putri (2013),
Pemeriksaan fisik pada pasien anak dengan Osteosarkoma
yaitu :
a. Rambut
Biasanya keadaan kulit kepala bersih, tidak ada ketombe,
rambutnya rontok, tidak ada lesi,warna rambut hitam,
tidak bau dan tidak ada edema.
b. Wajah
Biasanya tidak ada edema/hematome, tidak ada bekas
luka dan tidak ada lesi
c. Mata
Biasanya mata simetris kiri dan kanan, reflek cahaya
normal yaitu pupil mengecil, konjungtiva anemis, sclera
tidak ikterik.

d. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, tidak menggunakan
cupping hidung, tidak ada polip, dan tidak ada lesi
e. Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran
baik.
f. Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, berwarna pucat, tidak
terjadi stomatitis, tidak terdapat pembesaran tongsil,
lidah putih.
g. Leher
Biasanya tidak ada pembesaran pada kelenjer tiroid,
tidak ada gangguan fungsi menelan, tidak ada
pembesaran JVP
h. Dada dan Thorax :
Inspeksi : Biasanya dada simetris kiri dan kanan,
pergerakan dada simetris.
PalpasI : Biasanya getaran dada kiri dan kanan
sama (vocal premitus).
Perkusi : Biasanya bunyi suara sonor.
Auskultasi : Bunyi pernapasnya vesikuler.
i. Kardiovaskular :
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari
Perkusi : di intercosta V media klavikularis sinistra
bunyinya pekaki
Perkusi : di intercosta V media klavikularis
sinistra bunyinya pekaki
Auskultasi : Irama denyut jantung normal tidak ada
bunyi tambahan
j. Abdomen :
Inspeksi : Biasanya bentuk perut tidak membuncit
dandinding perut, sirkulasi kolateral.
Auskultasi : Biasanya tidak ada bising usus.
Palpasi : Biasanya tidak ada pembesaran pada
abdomen, tidak kram pada abdomen.
Perkusi : Biasanya tympani Genitaurinaria
:Biasanya adanya terdapat lecet pada
area sekitar anus. Feses berwarna
kehijauan karena bercampur dengan
empedu dan bersifat banyak asam laktat
yang berasal dari laktosa yang tidak
dapat diserat oleh usus.
l. Lengan-Lengan Tungkai :
Ekstemitas atas dan bawah : Biasanya kekuatan otot
berkurang. Rentang gerak pada ekstremitas pasien
menjadi terbatas karena adanya masa,nyeri, atau fraktur
patologis, biasanya terabanya benjolan atau masa pada
daerah sekitar tulang.

m. Sistem Persyarafan :
Biasanya kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta
respon terhadap masalah actual dan resiko tinggi. Label diagnosa
keperawatan memberi format untuk mengejspresikan bagian
identifikasi masalah dari proses keperawatan (Doenges, 2010).
Adapun diagnosa yang muncul pada anak yang mengalami
Osteosarkoma, berdasarkan (Elizabeth, 2007) adalah sebagai
berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c. Resiko cedera berhubungan dengan proses
maligna/keganasan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif

3. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses penyusunan sebagai
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,
menurunkan atau mengurangi masalah-maslah klien (Hidayat,
2008). Setelah Menyusun diagnose keperawatan, beradasarkan
prioritas, perawat perlu merumuskan tujuan untuk masing-masing
diagnosa. Tujuan ditetapkan dalam bentuk tujuan jangka panjang
dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang dimaksudkan untuk mengatasi masalah
secara umum, sedangkan tujuan jangka pendek dimaksudkan
untuk mengatasai etiologi guna mencapai tujuan jangka panjang.
Rumusa tujuan keperawatn ini harus SMART, yaitu spesifik
(rumusan tujuan haru jelas), measurable (dapat diukur), achievable
(dapat dicapai, ditetapkan bersama klien), reasonable (nyata dan
masuk akal), dan timing (harus ada target waktu)
(Asmadi,2008). Adapun rencana tindakan keperawatan pada kasus
Osteosarkoma berdasarkan NANDA NIC NOC (2015) dan
doenges (2010), adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan nyeri berkurang sampai
dengan hilang
- Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat
dan berpartisipasi dalam aktivitas
sesuai kemampuan
Intervensi :

Kaji keluhan nyeri, catat lokasi,


kualitas, pencetus, skala (0-10) dan waktu
datangnya nyeri. Catat dan kaji faktor-
faktor yang mempercepat dan tanda-tanda
rasa sakit nonverbal.

Rasional: membantu dalam menentukan


kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program.
Ajarkan dan bantu pasien mengambil
posisi yang nyaman pada waktu tidur atau
duduk dikursi. Pantau posisi yang
nyaman.
Berikan matras/kasur keras, bantal kecil.
Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan akan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada daerah yang
sakit.
Dorong penggunaan teknik manajemen
stress, misalnya relaksasi, sentuhan
terapeutik, hipnosis diri dan pengendalian
napas.
Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan.
Misalnya aspirin, ibuprofen, sulindak

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


Tujuan : Tidak terdapat resiko infeksi

Kriteria Hasil :
- Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan
penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
Intervensi :

- Bersihkan lingkungan setelah dipakai


pasien lain
- Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
- Inspeksi kulit dan membrane mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka/insisi bedah

3. Resiko cedera berhubungan dengan proses


maligna/keganasan
Tujuan : Tidak terdapat resiko cedera
Kriteria Hasil :
- Klien tidak jatuh dan fraktur tidak
terjadi, klien dapat menghindari
aktivitas yang mengakibatkan fraktur.
Intervensi :
Observasi aktivitas klien selama di
rumah sakit. Hindari membungkuk tiba-
tiba, gerakan mendadak dan mengangkat
berat. Ajarkan penggunaan mekanik tubuh
yang baik dan postur tubuh yang benar
saat duduk maupun berdiri.
Berikan support ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Beri lingkungan yang aman dan
nyaman bagi klien
Kolaborasi dalam pemberian terapi
obat-obatan misalnya pemberian terapi
hormonal dan terapi non hormonal.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi seimbang
Kriteria Hasil :
- Adanya peningkata berat badan sesuai
dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
badan
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Berikan makanan yang terpilih
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
5. Kekurangan volume cairan aktif berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif
Tujuan : Volume cairan seimbang
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
elastisitas turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab.
Intervensi :
- Pertahankan catatan intake dan output
cairan Monitor status dehidrasi
- Monitor status nutrisi
- Monitor adanya tanda gagal ginjal
4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan
keperawatan oleh perawat dan klien. Menurut Asmadi (2008),
implementasi tindakan keperawatan dibedakan menjadi tiga
kategori, yaitu independent, interdependent dan dependent.
a. Independent, yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh
perawat tanpa petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. Lingkup tindakan keperawatan independen antara
lain adalah menkaji klien atau keluarga melalui riwayat
keperawatan dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status
kesehatan klien, merumuskan diagnsa keperawatan sesuai
respon klien yang memerlukan intervensi keperawatan,
mengidentifikasi tindakan keperawwtan untuk
mempertahankan atau memulihkan kesehatan klien,
menevaluasi respon klien terhadapa tindakan keperawatan
dan medis.
b. Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan
kerjasama dari tenaga kesehtan lain misalnya ahli gizi,
fisiotherapi dan dokter.
c. Dependent, berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis/instruksi dari tenaga medis.
Sedangkan menurut Wartona (2006), tindakan mencakup
tindakan mandiri (independent) dan tindakan kolaborasi. Tindakan
mandiri (independent) adalah aktiftas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan dan keputusan sendiri dan bukan merupakan
petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan yang Didasarkan hasil keputusan
bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.

1. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang


mengalami osteosarcoma adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi
b. Memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri
c. Memberikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
d. Memonitor adanya tanda dan gejala infeksi (kemerahan,
panas)
e. Memberikan perawatan kulit pada bagian epidema
(mengganti perban)
f. Mendiskusikan bersama klien untuk membuat jadwal harian

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terakhir dari proses keperawatan
berdasarkan tujun keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan, didasarkan pada
perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan,
yaitu terjadinya adaptasi pada individu (Asmadi, 2008).
Menurut Asmadi (2008), evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Evaluasi proses (formatif)
Evaluasi proses ini merupakan kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung
atau menilai respon kien. Evaluasi formatif terus enerus
dilaksanakan sampai tujuan yang telah direncanakan
tercapai. System penulisan pada tahap evaluasi ini bisa
menggunakan system “Evaluasi Proses” atau model
dokumentasi lainnya.
b. Evaluasi hasil (Sumatif)
Evaluasi hasil merupakan kegiatan melakukan evaluasi
dengan target tujuan yang diharapkan. Fokus evaluasi hasil
adalah perubahan perilaku/status kesehatan klien pada akhir
tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan
pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara
paripurna. Sumatif evaluasi adalah objektif, fleksibel dan
efisien.
Dibawah ini hasil yang diharapkan pada masing-masing
diagnosa menurut Wong (2008), adalah tanda-tanda vital
dalam rentang normal, output input seimbang, klien
mengkonsumsi sejumlah makanan yag tepat secara adekuat,
klien tidak menunjukkan penurunan berat badan, klien
mampu berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diinginkan,
klien memperhatikan tanda rasa nyaman dan lien
mendapatkan dukungan yang adekuat dari keluar.

Anda mungkin juga menyukai