Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA ANAK I USIA 15 TAHUN DENGAN OSTEOSARCOMA

Disusun untuk memenuhi penugasan Profesi Ners Departemen Anak


di Ruang 7B RSUD dr. Saiful Anwar Kota Malang

Disusun oleh:

MARYA NURHANA
190070300111018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK I USIA 15 TAHUN DENGAN OSTEOSARCOMA

Disusun untuk memenuhi penugasan Profesi Ners Departemen Anak


di Ruang 7B RSUD dr. Saiful Anwar Kota Malang

Disusun oleh:

MARYA NURHANA
190070300111018

Telah diperiksa kelengkapannya pada:


Hari :
Tanggal :
Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Preseptor Akademik Preseptor Klinik


LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOSARCOMA

1. Definisi
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarcoma adalah suatu neoplasma ganas yang berasal
dari sel primitive (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang panjang. Disebut osteogenik
oleh karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif. Osteosarkoma
merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah myeloma multiple. Osteosarkoma
biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal
growth plate) sangat aktif, yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan
pelvis (Bielack, 2009).
2. Etiologi
Etiologi osteosarkoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada berbagai macam faktor pre-
disposisi sebagai penyebab osteosarkoma. Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
osteosarkoma antara lain:
a. Trauma. Osteosarkoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya
trauma. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama karena
tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan osteosarcoma.
b. Ekstrinsik karsinogenik. Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi
dosis juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarkoma ini. Salah satu contoh adalah
radium, radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang seperti kista tulang aneurismal, fibrous
displasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan osteosarkoma. .
c. Virus. Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarkoma baru dilakukan pada
hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan onkogenik virus pada osteosarkoma
manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa laporan menyatakan adanya partikel seperti virus
pada sel osteosarkoma dalam kultur jaringan.
d. Osteosarkoma sekunder. Misalnya terjadi pada penderita penyakit Paget, displasia fibrosa,
radiasi ionisasi eksternal atau adanya riwayat makan zat radioaktif. Beberapa kasus
osteosarkoma dikatakan mempunyai predisposisi faktor genetik, misalnya pada retinoblastoma
herediter dan sindroma Li-Fraumeni
3. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis pada pasien dengan Osteosarkoma adalah sebagai berikut:
a. Nyeri pada ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan
meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
b. Pembekakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
c. Keterbatasan gerak
d. Kehilangan berat badan (dianggap sebagai temuan yang mengerikan).
e. Masa tulang dapat teraba, nyeri tekan, dan tidak bisa di gerakan, dengan peningkatan suhu kulit
diatas masa dan ketegangan vena.
f. Kelelahan, anoreksi dan anemia.
g. Lesi primer dapat mengenai semua tulang, namun tempat yang paling sering adalah distal femur,
proksimal tibia, dan proksimal humerus
h. Gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise
4. Klasifikasi
a. Parosteal Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan tulang, dengan
terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblast dan membentuk waven bone atau lamellar
bone. Biasanya terjadi pada umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 – 40
tahun. Bagian posterior dari distal fermur merupakan daerah predileksi yang paling sering,
selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang yang lainnya. Tumor dimulai dari daerah
korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks
dan masuk ke endosteal. Pengobatanny adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari
tumor dan survival ratenya bisa mencapai 80-90%.
b. Periosteral Osteosarkarmo
Periosteral osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang (moderate-grade) yang
merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah
proksimal tibia. Sering juga dapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan bahkan
bisa pada tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama dengan klasik
osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma klasik yaitu 20%-35%
terutama ke paru-paru. Pengobatannya adalah dilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-
margin surgical resection), dengan didahului preoperative kemoterapi dan dilanjutkan sampai
post-operasi.
c. Telangiectasis Osteosarkoma
Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan gambaran lesi yang radiolusen
dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang. Dengan gambaran seperti ini sering
dikelirukan dengan lesi binigna pada tulang seperti aneurismal bone cyst. Terjadi pada umur
yang sama dengan klasik osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang sangat
tinggi dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsy sangat sulit oleh karena tumor sedikit
jaringan yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya sama dengan osteosarkoma klasik,
dan sangat reposif terhadap adjuvant chemotherapy.
d. Osteosarkarmo Sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang mengalami mutasi sekunder
dan biasanya terjadi pada umur yang lebih tua, misalnya bisa berasal dari paget’s disease,
osteblastoma, fibous dysplasia, benign giant cell tumor, Contoh klasik dari osteosarkoma
sekuder adalah yang berasal dari paget’s disease yang disebut pegetic osteosarcomas. Di
Eropa merupakan 3% dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada umur yang tua. Lokasi yang
tersering adalah humerus, kemudian di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit sampai
mengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama 15-25 tahun dengan mengeluh nyeri
pada daerah inflamasi dari paget’s disease. Selanjutnya rasa nyeri nertambah, disusul oleh
terjadinya destruksi tulang. Prognosis dari pegetic osteosarcomas sangat jelek dengan five
years survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi pada orang tua, maka pengobatan
dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan karena toleransinya rendah.
e. Osteosarkarmo Intrameduler derajat Rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osseofibrous derajat rendah yang terletak
intrameduler. Secara mikrospik gambarannya mirip parosteal osteosarkoma. Lokasinya pada
daerah metafise tulang dan terbanyak pada daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur
yang lebih tua yaitu 15-65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama. Pada pemeriksaan
radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah intrameduler metafise tulang panjang. Seperti
pada parosteral osteosarkoma, osteosarkoma tipe ini mempunyai prognosis yang baik dengan
hanya melakukan local eksisi saja.
f. Osteosarkarmo Akibat Radiasi
Osteosarkarmo bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari 30Gy. Onsetnya
biasanya sangat lama berkisar antara 3-35 tahun, dan derajat keganasannya sangat tinggi
dengan prognosis jelek dengan angka metastasenya tinggi.
g. Multisentrik Osteosarkarmo
Disebut juga Multifocal Osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu terdapatnya lesi tumor
yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal ini sangat sulit membedakan apakah
sarcoma memang terjadi bersamaan pada lebih dari satu tempat lesi tersebut merupakan suatu
metastase. Ada dua tipe yaitu: tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi secara bersamaan
pada lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada anak-anak dan remaja dengan tingkat
keganasannya sangat tinggi. Tipe lainnya adalah tipe Metachronous yang terdapat pada orang
dewasa, yaitu terdapat tumor pada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan
tumor pertama. Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah.
5. Patofisiologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi
dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan
respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses
osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat
tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah
femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel
kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti
jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah
sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan
lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang penyebab pastinya tidak diketahui. Ada beberapa
factor resiko yang dapat menyebabkan osteosarkoma.Sel berdiferensiasi dengan pertumbuhan yang
abnormal dan cepat padatulang panjang akan menyebabkan munculnya neoplasma
(osteosarkoma). Penampakan luar dari osteosarkoma adalah bervariasi. Bisa berupa:
a. Osteolitik dimana tulang telah mengalami perusakan dan jaringan lunak diinvasi oleh tumor.
b. Osteoblastik sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang baru.
PATHWAY OSTEOSARCOMA

TERPAPAR SINAR VIRUS


TRAUMA HEREDITER
RADIOAKTIF, DAN ONKOGENIK
BAHAN
KARSINOGENIK

KERUSAKAN GEN

KERUSAKAN TERPUTUSNYA
INTEGRITAS KONTINUITAS
JARINGAN JARINGAN PROLIFERASI SEL TULANG SECARA
ABNORMAL

OPERASI
NEOPLASMA

KERUSAKAN
STRUKTUR
AMPUTASI TINDAKAN MEDIS
OSTEOSARCOMA TULANG

CACAT PERMANEN JARINGAN-JARINGAN SEKITAR


TULANG LEBIH RAPUH
DI INVASI OLEH TUMOR

GANGGUAN HAMBATAN
CITRA DIRI PENINGKATAN PENEKANAN
MOBILITAS FISIK RESIKO FRAKTUR
PADA JARINGAN SEKITAR

SUPLAI O2 KE JARINGAN RISIKO CIDERA/


MENURUN PEMBULUH DARAH TERTEKAN MENEKAN SYARAF- RISIKO JATUH
DAN MUDAH RUPTUR/PECAH SYARAF SEKITAR

KETIDAKEFEKTIFAN
RESIKO PERDARAHAN PERSEPSI NYERI
PERFUSI JARINGAN
PERIFER

NYERI AKUT
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi. Biasanya gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan
keganasan relatif daritumor tulang. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis meliputi foto sinar-x lokal pada lokasi lesi atau foto survei seluruh tulang
(bone survey) apabila ada gambaran klinis yang mendukung adanya tumor ganas/ metastasis.
Foto polos tulang dapat memberikan gambaran tentang:
1) Lokasi lesi yang lebih akurat, apakah pada daerah epifisis, metafisis, diafisis, ataupada
organ-organ tertentu.
2) Apakah tumor bersifat soliter atau multiple.
3) Jenis tulang yang terkena.
4) Dapat memberikan gambaran sifat tumor, yaitu:
5) Batas, apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung kalsifikasi atau tidak.
6) Sifat tumor, apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah memberikanreaksi pada
periosteum, apakah jaringan lunak di sekitarnya terinfiltrasi.
7) Sifat lesi, apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung sabun.
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pemindaian radionuklida. Pemeriksaan ini biasanya dipergunakan pada lesi yang kecil seperti
osteoma.
2. CT-scan. Pemeriksaan CT-scan dapat memberikan informasi tentang keberadaan tumor,
apakah intraoseus atau ekstraoseus.
3. MRI. MRI dapat memberika informasi tentang apakah tumor berada dalam tulang, apakah
tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke jaringan lunak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/ penunjang dalam membantu
menegakkan diagnosis tumor. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi:
1) Darah. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah, haemoglobin, fosfatase
alkali serum, elektroforesis protein serum, fosfatase asam serum yang memberikan nilai
diagnostik pada tumor ganas tulang.
2) Urine. Pemeriksaan urine yang penting adalah pemeriksaan protein Bence-Jones.
c. Biopsi. Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang cukup untuk pemeriksaan
histologist, untuk membantu menetapkan diagnosis serta grading tumor. Waktu pelaksanaan
biopsi sangat penting sebab dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologi yang dipergunakan
pada grading. Apabila pemeriksaan CT-scan dilakukan setelah biopsi, akan tampak perdarahan
pada jaringan lunak yang memberikan kesan gambaran suatu keganasanpada jaringan lunak.
Ada dua metode pemeriksaan biopsi, yaitu:
1) Biopsi tertutup dengan menggunakan jarum halus (fine needle aspiration, FNA) dengan
menggunakan sitodiagnosis, merupakan salah satu biopsi untuk melakukandiagnosis pada
tumor.
2) Biopsi terbuka. Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif. Keunggulan
biopsi terbuka dibandingkan dengan biopsi tertutup, yaitu dapat mengambil jaringan yang
lebih besar untuk pemeriksaan histologis dan pemeriksaan ultramikroskopik, mengurangi
kesalahan pengambilan jaringan, dan mengurangi kecenderungan perbedaan diagnostik
tumor jinak dan tunor ganas (seperti antara enkondroma dan kondrosakroma,
osteoblastoma dan osteosarkoma). Biopsi terbuka tidak boleh dilakukan bila dapat
menimbulkan kesulitan pada prosedur operasi berikutnya, misalnya pada reseksi end-block.
7. Penatalaksanaan
a. Tindakan Medis
1) Pembedahan secara menyeluruh atau amputasi. Amputasi dapat dilakukan melalui tulang
daerah proksimal tumor atau sendi proksimal dari pada tumor.
2) Kemoterapi.
Merupakan senyawa kimia untuk membunuh sel kanker. Efektif pada kanker yang sudah
metastase. Dapat merusak sel normal.
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkamo adalah
kemoterapi preoperative (preoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan induction
chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperative (postoperative
chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor  primernya, sehingga
tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan  pengobatan secara dini terhadap
terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan operasi
reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstrimnya.
Pemberian kemoterapi posperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu
setelah operasi.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma adalah:
doxorubicin (Andriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide (Ifex), mesna (Rheu-
matrex). Protocol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa
methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant.
Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-
agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate
60-80%.
3) Radiasi.
Efek lanjut dari radiasi dosis tinggi adalah timbulnya fibrosis. Apabila fibrosisini timbul di
sekitar pleksus saraf maka bisa timbul nyeri di daerah yang dipersarafinya. Nyeri di sini sering
disertai parestesia. Kadang-kadang akibat fibrosis ini terjadi pula limfedema di daerah distal
dari prosesfibrosis tersebut. Misalnya fibrosis dari pleksus lumbosakral akan menghasilkan
nyeri disertai perubahan motorik dan sensorik serta limfedema di kedua tungkai.
4) Analgesik atau tranquiser. Analgesik non narkotik, sedativa, psikoterapi serta bila perlu
narkotika.
5) Diet tinggi protein tinggi kalori.
b. Tindakan Keperawatan
1) Manajemen nyeri. Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi (pemberian analgetika).
2) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif. Motivasi klien dan keluarga untuk meng-
ungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga
untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
3) Memberikan nutrisi yang adekuat. Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi
sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat.
Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi
parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
4) Pendidikan kesehatan. Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang
kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
8. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan lain-lain.
2. Anamnesa
Pengkajian berdasarkan karakterisitik nyeri:
P: provokes: penyebab
Q: quality/quanty: pada kasus nyeri yang dirasakan klien terus menerus.
R: regio; nyeri terletal pada tungkai bawah kanan.
S: scale; klien menyatakan bahwa nyerinya ada pada skala 9 (0-10)
T: nyeri terjadi sejak 3bulan yang lalu dan akan bertambah nyeri apabila area bengkaknya
disentuh atau bergesekan dengan kain. 
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
1) Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
2) Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
3) Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
b) Riwayat kesehatan dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita suatu penyakit yang berat/penyakit
tertentu yang memungkinkan berpengaruh pada kesehatan sekarang, kaji adanya
trauma prosedur operatif dan penggunaan obat-obatan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang
dialami klien/gangguan tertentu yang berhubungan secara langsung dengan
gangguan hormonal seperti gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
4. Pengkajian fisik
Inspeksi:
a) Postur: terlihat massa sebesar bola tenis di tungkai kanan,kemerahan,dan mengkilap
b) Gaya berjalan: nyeri dirasakan klien pada skala9 sehingga  dapat dipastikan klien
tidak bisa berjalan dengan baik.
c) ROM : klien tidak dapat bergerak bebasd.
d) Perubahan warna kulit : terlihat perubahan kulit berupa rubor dan mengkilat pada
areapembengkakan,ditemukan adanya pus berwarna hijau.
Palpasi:
a) Nyeri tekan bertambah apabila disentuh dan bergesekan dengan kain,sehingga
perawat tidak bolehmenekannya.
b) Edema (tempat,ukuran,temperature)Edema pada tungkai bawah kanan klien sebesar
bola tennis dan timbul rubor dan mengkilat.
5. Hasil laboratorium/radiologi
a) Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
b) Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
c) Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.
9. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan proses patologik atau inflamasi.
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya tumor
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan kerusakan musku-
loskeletal
d. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status kesehatan
e. Resiko cedera berhubungan dengan tumor
f. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan jaringan
g. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan hiper-
metabolik 
h. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi
i. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Kronis berhubungan dengan NOC: NIC :
ketidakmampuan fisik-psikososial kronis  Comfort level Pain Manajemen
(metastase kanker, injuri neurologis,  Pain control - Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri
artritis)  Pain level - Tingkatkan istirahat dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. - yang adekuat
DS: nyeri kronis pasien berkurang dengan kriteria hasil: - Kelola anti analgetik ...........
- Kelelahan  Tidak ada gangguan tidur - Jelaskan pada pasien penyebab nyeri
- Takut untuk injuri ulang  Tidak ada gangguan konsentrasi - Lakukan tehnik nonfarmakologis (relaksasi, masase
DO:  Tidak ada gangguan hubungan interpersonal punggung)
- Atropi otot  Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan
- Gangguan aktifitas secara verbal
- Anoreksia  Tidak ada tegangan otot
- Perubahan pola tidur
- Respon simpatis (suhu dingin,
perubahan posisi tubuh , hipersensitif,
perubahan berat badan)
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC: NIC:
kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Adequacy of nutrient  Kaji adanya alergi makanan
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : food and Fluid  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Ketidakmampuan untuk memasukkan Intake yang dibutuhkan pasien
atau mencerna nutrisi oleh karena faktor c. Weight Control  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
biologis, psikologis atau ekonomi. konstipasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
DS: selama….nutrisi kurang teratasi dengan  Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Nyeri abdomen indikator:  Monitor lingkungan selama makan
- Muntah  Albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Kejang perut  Pre albumin serum  Monitor turgor kulit
- Rasa penuh tiba-tiba setelah makan  Hematokrit  Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
DO:  Hemoglobin  Monitor mual dan muntah
- Diare  Total iron binding capacity  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Rontok rambut yang berlebih  Jumlah limfosit  Monitor intake nuntrisi
- Kurang nafsu makan  Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
- Bising usus berlebih  Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan
- Konjungtiva pucat seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat
- Denyut nadi lemah dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan body image berhubungan NOC: NIC :
dengan:  Body image Body image enhancement
Biofisika (penyakit kronis), kognitif/  Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap
persepsi (nyeri kronis), kultural/spiritual, tubuhnya
penyakit, krisis situasional, trauma/injury, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. - Monitor frekuensi mengkritik dirinya
pengobatan (pembedahan, kemoterapi, gangguan body image - Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan
radiasi) pasien teratasi dengan kriteria hasil: dan prognosis penyakit
 Body image positif - Dorong klien mengungkapkan perasaannya
DS:  Mampu mengidentifikasi kekuatan personal - Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat
- Depersonalisasi bagian tubuh  Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi bantu
- Perasaan negatif tentang tubuh tubuh - Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok
- Secara verbal menyatakan  Mempertahankan interaksi sosial kecil
perubahan gaya hidup
DO :
- Perubahan aktual struktur dan fungsi
tubuh
- Kehilangan bagian tubuh
- Bagian tubuh tidak berfungsi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8. EGC. Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC

Price, Sylvia Anderson. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. I. Salemba medika. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai