OLEH :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AJARAN 2015
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir
ini, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh
yaitu C-Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radio
aktif dosis tinggi, Keturunan, Beberapa kondisi tulang yang ada
sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ), (Smeltzer.
2001).
Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan osteosarcoma
antara lain :
1. Trauma
Osteosarcoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun
setelah terjadinya injuri. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat
dianggap sebagai penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat
trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan osteosarcoma.
2. Ekstrinsik karsinogenik
Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan
melebihi dosis juga diduga merupakan penyebab terjadinya
osteosarcoma ini. Salah satu contoh adalah radium. Radiasi yang
diberikan untuk penyakit tulang seperti kista tulang aneurismal,
fibrous displasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan
osteosarcoma.
3. Karsinogenik kimia
Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita tuberculosis
mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi osteosarcoma.
4. Virus
Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarcoma baru
dilakukan pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan
oncogenik virus pada osteosarcoma manusia tidak berhasil. Walaupun
beberapa laporan menyatakan adanya partikel seperti virus pada sel
osteosarcoma dalam kultur jaringan. Bahan kimia, virus, radiasi, dan
faktor trauma. Pertumbuhan yang cepat dan besarnya ukuran tubuh
dapat juga menyebabkan terjadinya osteosarcoma selama masa
pubertas. Hal ini menunjukkan bahwa hormon sex penting walaupun
belum jelas bagaimana hormon dapat mempengaruhi perkembanagan
osteosarcoma.
5. Keturunan ( genetik )
C. KLASIFIKASI
Berikut beberapa variasi dari osteosarkoma diantaranya :
a. Parosteal Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada
permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari
fibroblast dan membentuk waven bone atau lamellar bone. Biasanya
terjadi pada umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur
20 40 tahun. Bagian posterior dari distal fermur merupakan daerah
predileksi yang paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang
panjang yang lainnya. Tumor dimulai dari daerah korteks tulang dengan
dasar yang lebar, yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks
dan masuk ke endosteal. Pengobatannya adalah dengan cara operasi,
melakukan eksisi dari tumor dan survival ratenya bisa mencapai 80-
90%.
b. Periosteral Osteosarkarmo
Periosteral osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat
kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering
juga dapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan bahkan
bisa pada tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama
dengan klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari
osteosarkoma klasik yaitu 20%-35% terutama ke paru-paru.
Pengobatannya adalah dilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-
margin surgical resection), dengan didahului preoperative kemoterapi
dan dilanjutkan sampai post-operasi.
c. Telangiectasis Osteosarkoma
Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan
gambaran lesi yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau
pembentukan tulang. Dengan gambaran seperti ini sering dikelirukan
dengan lesi binigna pada tulang seperti aneurismal bone cyst. Terjadi
pada umur yang sama dengan klasik osteosarkoma. Tumor ini
mempunyai derajat keganasan yang sangat tinggi dan sangat agresif.
Diagnosis dengan biopsy sangat sulit oleh karena tumor sedikit jaringan
yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya sama dengan
osteosarkoma klasik, dan sangat reposif terhadap adjuvant
chemotherapy.
d. Osteosarkoma Sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang
mengalami mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur yang lebih
tua, misalnya bisa berasal dari pagets disease, osteblastoma, fibous
dysplasia, benign giant cell tumor, Contoh klasik dari osteosarkoma
sekuder adalah yang berasal dari pagets disease yang disebut pegetic
osteosarcomas. Di Eropa merupakan 3% dari seluruh osteosarkoma dan
terjadi pada umur yang tua. Lokasi yang tersering adalah humerus,
kemudian di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit sampai
mengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama 15-25 tahun
dengan mengeluh nyeri pada daerah inflamasi dari pagets disease.
Selanjutnya rasa nyeri bertambah, disusul oleh terjadinya destruksi
tulang. Prognosis dari pegetic osteosarcomas sangat jelek dengan five
years survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi pada orang
tua, maka pengobatan dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan
karena toleransinya rendah.
e. Osteosarkarmo Intrameduler derajat Rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osseofibrous derajat
rendah yang terletak intrameduler. Secara mikrospik gambarannya
mirip parosteal osteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulang
dan terbanyak pada daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur
yang lebih tua yaitu 15-65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir
sama. Pada pemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik pada
daerah intrameduler metafise tulang panjang. Seperti pada parosteral
osteosarkoma, osteosarkoma tipe ini mempunyai prognosis yang baik
dengan hanya melakukan local eksisi saja.
RISIKO
KERUSAKAN
INTEGRITAS KULIT INFEKSI
TERAPI KOMPLIKASI
PENYAKIT
B. PATHWAY
RADIASI X-RAY BEDAH KEMOTERAPI
MUAL/
MUNTAH
ALOPESIA
KERUSAKAN
INTEGRITAS
BIOPSI AMPUTASI PERUBAHAN
KULIT
NUTRISI
INTOLERANSI
AKTIVITAS;
KELETIHAN BERAT
GANGGUAN BADAN
CITRA TUBUH TURUN
ANSIETAS
DEFISIENSI PENGETAHUAN
HAMBATAN
MOBILITAS
FISIK
C. PATHOFISIOLOGI
RISIKO JATUH
metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah
bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. Penyebab osteosarkoma belum
jelas diketahui, adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi.
Begitu pula adanya hereditery. Dikatakan beberapa virus onkogenik dapat
menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan
menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma. Akhir-akhir ini dikatakan
ada 2 tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan terhadap
tumorigenesis pada osteosarkoma yaitu protein P53 ( kromosom 17) dan
Rb (kromosom 13).
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma.
Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan
berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan tulang
rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam sendi.
Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen paling sering
keparu atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah
mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. (Salter, robert :
2006).
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan
respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik
(pembentukan tulang). Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya
jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya ada
yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa
ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas
tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat
yang berdifferensiasi jelek dan sering dengan elemen jaringan lunak seperti
jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling
dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui
dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis
epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi
oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik
yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik
atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada
proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan
periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada pasien dengan Osteosarkoma menurut
Smeltzer Suzanne C (2001) adalah sebagai berikut :
1. Nyeri pada ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan
progresivitas penyakit)
2. Pembekakan pada atau di atas tulang atau persendian serta
pergerakan yang terbatas
3. Keterbatasan gerak
4. Kehilangan berat badan (dianggap sebagai temuan yang
mengerikan).
5. Masa tulang dapat teraba, nyeri tekan, dan tidak bisa di gerakan,
dengan peningkatan suhu kulit diatas masa dan ketegangan vena.
6. Kelelahan, anoreksi dan anemia.
7. Lesi primer dapat mengenai semua tulang, namun tempat yang
paling sering adalah distal femur, proksimal tibia, dan proksimal
humerus
8. Gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam,
berat badan menurun dan malaise
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Biasanya gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan
keganasan relatif daritumor tulang. Pemeriksaan radiologi yang
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis meliputi foto sinar-x
lokal pada lokasi lesi atau foto survei seluruh tulang (bone survey)
apabila ada gambaran klinis yang mendukung adanya tumor
ganas/ metastasis. Foto polos tulang dapat memberikan gambaran
tentang:
a. Lokasi lesi yang lebih akurat, apakah pada daerah epifisis,
metafisis, diafisis, ataupada organ-organ tertentu.
b. Apakah tumor bersifat soliter atau multiple.
c. Jenis tulang yang terkena.
d. Dapat memberikan gambaran sifat tumor, yaitu:
- Batas, apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung kalsifikasi
atau tidak.
- Sifat tumor, apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah
memberikanreaksi pada periosteum, apakah jaringan lunak di
sekitarnya terinfiltrasi.
- Sifat lesi, apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung
sabun.
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Pemindaian radionuklida.
Pemeriksaan ini biasanya dipergunakan pada lesi yang kecil seperti
osteoma.
b. CT-scan.
Pemeriksaan CT-scan dapat memberikan informasi tentang
keberadaantumor, apakah intraoseus atau ekstraoseus.
c. MRI
MRI dapat memberika informasi tentang apakah tumor berada
dalam tulang,apakah tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke
jaringan lunak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/
penunjang dalam membantumenegakkan diagnosis tumor.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi:
a. Darah. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah,
haemoglobin,fosfatase alkali serum, elektroforesis protein serum,
fosfatase asam serum yangmemberikan nilai diagnostik pada tumor
ganas tulang.
b. Urine . Pemeriksaan urine yang penting adalah pemeriksaan protein
Bence-Jones.
3. Biopsi
Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang cukup
untuk pemeriksaanhistologist, untuk membantu menetapkan diagnosis
serta grading tumor. Waktu pelaksanaanbiopsi sangat penting sebab
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologi yangdipergunakan
pada grading. Apabila pemeriksaan CT-scan dilakukan setelah biopsi,
akan tampak perdarahan pada jaringan lunak yang memberikan kesan
gambaran suatu keganasanpada jaringan lunak.
Ada dua metode pemeriksaan biopsi, yaitu :
a. Biopsi tertutup dengan menggunakan jarum halus ( fine needle
aspiration, FNA) dengan menggunakan sitodiagnosis, merupakan
salah satu biopsi untuk melakukandiagnosis pada tumor.
b. Biopsi terbuka.
Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif.
Keunggulan biopsi terbuka dibandingkan dengan biopsi tertutup,
yaitu dapat mengambil jaringan yang lebih besar untuk pemeriksaan
histologis dan pemeriksaanultramikroskopik, mengurangi kesalahan
pengambilan jaringan, dan mengurangikecenderungan perbedaan
diagnostik tumor jinak dan tunor ganas (seperti antara enkondroma
dan kondrosakroma, osteoblastoma dan osteosarkoma). Biopsi
terbuka tidak boleh dilakukan bila dapat menimbulkan kesulitan
pada prosedur operasi berikutnya, misalnya pada reseksi end-block .
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul,antara lain gangguan produksi
anti- bodi,infeksi yang biasa disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang
yang luas dan merupakan juga efek dari kemoterapi,radioterapi,dan steroid
yang dapat menyokong terjadinya leucopenia dan fraktur
patologis,gangguan ginjal dan system hematologis, serta hilangnya anggota
ekstremitas.Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda tanda apatis
dan kelemahan.
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan bertujuan untuk menghancurkan atau mengankat jaringan
maligna dengan menggunakan metode yang seefektif mungkin.
Penatalaksanaan yang bisa diberikan:
1. Tindakan Medis
a. Pembedahan secara menyeluruh atau amputasi. Amputasi dapat
dilakukan melalui tulang daerah proksimal tumor atau sendi proksimal
dari pada tumor.
b. Kemoterapi.
Merupakan senyawa kimia untuk membunuh sel kanker. Efektif pada
kanker yang sudah metastase. Dapat merusak sel normal.
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkamo adalah kemoterapi preoperative (preoperative
chemotherapy) yang disebut juga dengan induction chemotherapy atau
neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperative (postoperative
chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor
primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan
pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan
ini akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara
luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstrimnya.
Pemberian kemoterapi posperatif paling baik dilakukan secepat
mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah : doxorubicin (Andriamycin), cisplatin (Platinol),
ifosfamide (Ifex), mesna (Rheumatrex). Protocol standar yang
digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa
methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant)
atau terai adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide.
Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang
intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate 60-80%.
c. Radiasi.
Efek lanjut dari radiasi dosis tinggi adalah timbulnya fibrosis. Apabila
fibrosisini timbul di sekitar pleksus saraf maka bisa timbul nyeri di
daerah yang dipersarafinya. Nyeri di sini sering disertai parestesia.
Kadang-kadang akibat fibrosis ini terjadi pula limfedema di daerah
distal dari prosesfibrosis tersebut. Misalnya fibrosis dari pleksus
lumbosakral akan menghasilkan nyeri disertai perubahan motorik dan
sensorik serta limfedema di kedua tungkai.
d. Analgesik atau tranquiser.
Analgesik non narkotik, sedativa, psikoterapi serta bila perlu narkotika.
e. Diet tinggi protein tinggi kalori.
2. Tindakan Keperawatan
a) Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas
dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi
( pemberian analgetika ).
b) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka,
dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk
berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik atau inflamasi.
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan
dengan hipermetabolik
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan
kerusakan muskuloskeletal
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek medikasi
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya tumor
5. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status
kesehatan
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
2. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan
jaringan
A. INTERVENSI
1 2 3 4 5 farmakologi
Berikan analgetik untuk
- Klien melaporkan nyeri
mengurangi nyeri
terkontrol Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
Keterangan:
Tingkatkan istirahat
Skala 1: tidak pernah Kolaborasikan dengan dokter
dilakukan jika ada keluhan dan tindakan
Skala 2: jarang dilakukan nyeri tidak berhasil
Skala 3: dilakukan kadang- Monitor penerimaan pasien
ansietas pasien
1 2 3 4 5 Jelaskan semua prosedur dan
1 2 3 4 5 yang tertekan
B. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencanca keperawatan yang
telah disusun. Selama implementasi perhatikan respon klien dan
dokumentasikan.
C. EVALUASI
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah NOC yang telah kita
rencanakan telah tercapai atau tidak. Evaluasi dilakukan dengan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Mengetahui
Pembimbing Akademik
( )
NIP.