Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah suatu neoplasma ganas di


daerah metafise tulang panjang pada anak-anak namun juga dapat diderita pada
usia tua (60 tahun) akibat timbulnya osteosarkoma sekunder yang berasal dari
paget’s disease (De Jong, 2013; Kawiyana, 2009; Patterson, 2008). Osteosarkoma
merupakan tumor ganas yang memiliki angka mortalitas yang tinggi, namun
semakin berkembangnya jaman terapi adjuvan seperti kemoterapi dan radioterapi
dapat membantu angka kesembuhan penderita osteosarcoma tanpa metastasis (De
Jong, 2013).

Penyebab osteosarkoma masih belum jelas, namun banyak faktor


predisposisi dari osteosarkoma, antara lain: jenis kelamin laki-laki, usia 20-an
tahun, usia 60-an tahun (paget’s disease) (De Jong, 2013; Kawiyana, 2009).
Selain itu tumor suppressor gene juga berperan terhadap tumorigenesis pada
osteosarkoma, yaitu protein p53 (kromosom 17) dan Rb (kromosom 13)
(Kawiyana, 2009; Patterson, 2008).

Predileksi osteosarkoma sering di daerah metafisis terutama pada distal


femur, proksimal tibia, proksimal fibula, proksimal humerus, dan pelvis (De Jong,
2013; Kawiyana, 2009). Penderita osteosarkoma umumnya mengeluh terdapat
benjolan yang nyeri dengan batas yang tidak tegas. Nyeri yang dirasakan semakin
bertambah, terutama di malam hari. Kulit di atas tumor terabah hangat dan
terdapat pelebaran pembuluh darah. Tumor bertambah besar secara cepat, apabila
tidak segera ditangani maka, akan timbul nekrosis pada kulit dan membentuk
ulkus. Jika destruksi tulang cukup besar, dapat terjadi fraktur patologis (De Jong,
2013; Katagiri dkk, 2008; Kawiyana, 2009).

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

OSTEOSARKOMA

2.1 Definisi

Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah suatu neoplasma ganas yang


berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang
panjang pada anakanak namun juga dapat diderita pada usia tua (60 tahun) akibat
timbulnya osteosarkoma sekunder yang berasal dari paget’s disease (De Jong,
2013; Kawiyana, 2009). Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma karena
perkembangannya berasal dari sel osteoblastik sel mesensim primitif (Kawiyana,
2009).

2.2. Epidemiologi

Menurut badan kesehatan dunia (World Health Oganization) setiap tahun


jumlah penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100
penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk
220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun. (10)

Menurut Errol Untung Hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah
Orthopaedi Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004)
tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas
(72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Osteosarkoma lebih sering
menyerang kelompok usia 15 ± 25 tahun (pada usia pertumbuhan). Rata-rata
penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki
sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja, penyakit ini lebih
banyak di temukan pada anak laki-laki.

2
2.3. Etiologi

 Umur: Risiko tertinggi pada remaja dan dewasa muda, tetapi juga lebih
tinggi pada orang di atas 60.
 Tinggi: Anak-anak dengan osteosarkoma biasanya tinggi untuk usia
mereka.
 Jenis Kelamin: Osteosarkoma lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan.
 Ras / etnis: Osteosarcoma adalah sedikit lebih umum di Afrika Amerika
daripada kulit putih.
 Radiasi tulang: Remaja yang diobati dengan radiasi untuk kanker
sebelumnya memiliki risiko yang lebih tinggi dari osteosarkoma di area
yang sama nanti.
 Penyakit tulang tertentu: Orang dengan penyakit tulang non-kanker
tertentu lebih berisiko meningkat mendapatkan osteosarcoma:
• Penyakit Paget tulang
• Beberapa osteochondromas keturunan Sindrom kanker tertentu: Orang
dengan langka, sindrom kanker tertentu diwariskan memiliki peningkatan
risiko terkena osteosarcoma:
• Sindrom Li-Fraumeni
• Retinoblastoma herediter (kanker mata anak jarang)
• Sindrom Rothmund-Thompson
• Sindrom Bloom
• Sindrom Werner
• anemia Diamond-Blackfan
Hal ini penting untuk diingat bahwa bagi kebanyakan orang dengan
osteosarcoma adalah penyebabnya belum jelas (American Cancer Society,
2014).

3
2.4. Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit pada osteosarkoma belum dapat diketahui


dengan jelas dan pasti, dari beberapa penelitian mengungkapkan adanya
pembelahan sel-sel tumor disebabkan karena tubuh kehilangan gen suppressor
tumor, sehingga sel-sel tulang dapat membelah tanpa terkendali (Erwin, 2007).
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor.
Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi
atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan
tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel
tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi
terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif (Erwin, 2007).

2.5. Gejala Klinis

Gejala dapat timbul selama beberapa minggu atau bulan (kadang-kadang


lebih lama) sebelum pasien terdiagnosis. Yang paling umum gejalanya adalah rasa
sakit, terutama nyeri saat aktivitas. Orang tua penderita mungkin khawatir bahwa
anak mereka menderita keseleo, arthritis, atau sakit saat pertumbuhan tulang.
Seringkali, ada riwayat trauma, tetapi peranan trauma dalam pengembangan
osteosarkoma tidak jelas. Fraktur patologis tidak terlalu umum, pengecualian
adalah jenis telangiectatic osteosarkoma, yang lebih sering dikaitkan dengan
fraktur patologis. Rasa sakit di ekstremitas menyebabkan jalan pincang.
Pembengkakan tidak selalu didapatkan, tergantung pada ukuran lesi dan lokasi.
Gejala sistemik, seperti demam dan berkeringat di malam hari, jarang terjadi.
Tumor menyebar ke paru-paru jarang menunjukkan gejala pernapasan yang khas
dan jika terjadi gejala pernafasan biasanya menunjukkan kerusakan jaringan paru-
paru yang luas. Metastasis ke tempat lain sangat jarang.

Temuan pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada lokasi tumor primer, sebagai
berikut:

4
1. Massa: Massa mungkin teraba atau tidak teraba. Massa mungkin lunak dan
hangat, dan tanda-tanda ini bisa dibedakan dari osteomyielitis. Peningkatan
vaskularisasi kulit di atas massa mungkin dilihat. Denyutan atau bruit mungkin
terdeteksi.

2. Penurunan rentang gerak: Pembatasan gerak sendi jelas pada pemeriksaan fisik.
3. Limfadenopati: Pembengkakan kelenjar getah bening lokal atau regional jarang.
4. Thorax: pemeriksaan fisik paru biasanya tidak khas kecuali mengenai jaringan
paru-paru yang luas.

2.6. Klasifikasi
Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka
osteosarkoma dibagi atas beberapa klassifikasi antara lain (De Jong, 2013; Erwin,
2007; Kawiyana, 2009; Rasad, 2006):
1. Osteosarkoma klasik
Osteosarkoma klasik osteosarcoma intrameduler derajat tinggi (HighGrade
Intramedullary Osteosarcoma) merupakan tipe yang paling sering
dijumpai. Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada anak-anak dan
dewasa muda, terbanyak pada distal dari femur. Penderita biasanya datang
karena nyeri atau adanya benjolan. Penderita osteosarkoma umumnya
mengeluh terdapat benjolan yang nyeri dengan batas yang tidak tegas.
Nyeri yang dirasakan semakin bertambah, terutama di malam hari. Kulit di
atas tumor terabah hangat dan terdapat pelebaran pembuluh darah. Tumor
bertambah besar secara cepat, apabila tidak segera ditangani maka, akan
timbul nekrosis pada kulit dan membentuk ulkus. Jika destruksi tulang
cukup besar, dapat terjadi fraktur patologis.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan alkaline


phosphatase dan lactic dehydrogenase, yang mana ini dihubungkan dengan
kepastian diagnosis dan prognosis dari osteosarcoma tersebut.

5
Gambaran klasik osteosarkoma pada plain foto menunjukkan lesi
yang agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran
trabekule tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal.
Tampak juga campuran area radio-opak dan radio-lusen, oleh karena
adanya proses destruksi tulang (bone destruction) dan proses pembentukan
tulang (bone formation). Pembentukan tulang baru pada periosteum,
pengangkatan kortek tulang, dengan pembentukan: Codman’s triangle, dan
gambaran Sunburst dan disertai dengan gambaran massa jaringan lunak,
merupakan gambaran yang sering dijumpai. Plain foto thoraks perlu juga
dibuat untuk menentukan adanya metastase pada paru.

CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance


Imaging) dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke
jaringan sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau

6
invasinya pada jaringan otot. CT pada thoraks sangat baik untuk mencari
adanya metastase pada paru. Sesuai dengan perilaku biologis dari
osteosarkoma, yang mana osteosarkoma tumbuh secara radial dan
membentuk seperti bentukan massa bola. Apabila tumor menembus kortek
tulang menuju jaringan otot sekitarnya dan membentuk seolah-olah suatu
kapsul (pseudocapsul) yang disebut daerah reaktif. Kadangkadang jaringan
tumor dapat invasi ke daerah daerah reaktif ini dan tumbuh berbetuk nodul
yang disebut satellites nodules. Tumor kadang bisa metastase secara
regional dalam tulang bersangkutan, dan berbentuk nodul yang berada di
luar zone reaktif pada satu tulang yang disebut dengan skip lesions.
Bentukanbentukan ini semua sangat baik dideteksi dengan MRI.

Bone scan (Bone Scintigraphy): seluruh tubuh bertujuan


menentukan tempat terjadinya metastase, adanya tumor yang poliostotik,
dan eksistensi tumor apakah intraoseous atau ekstraoseous. Juga dapat
untuk mengetahui adanya skip lesions, sekalipun masih lebih baik dengan
MRI. Radio aktif yang digukakan adalah thallium Tl 201. Thallium
scantigraphy digunakan juga untuk memonitor respons tumor terhadap
pengobatan kemoterapi dan mendeteksi rekurensi lokal dari tumor
tersebut.

Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan


angiografi dapat ditentukan diagnosa jenis suatu osteosarkoma, misalnya
pada High-grade osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi
yang sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan pengobatan preoperative chemotheraphy, yang mana apabila
terjadi pengurangan atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan
respon terapi kemoterapi preoperatif berhasil.

Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan


osteosarkoma. Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali
menyebabkan kesalahan diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan

7
berakibat fatal terhadap penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak
dianjurkan dengan biopsi jarum perkutan (percutaneous needle biopsy)
dengan berbagai keuntungan seperti: invasi yang sangat minimal, tidak
memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko infeksi rendah dan
bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsi dapat dicegah.
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-
grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan
membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi
mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya
sedikit. Selsel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang
pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat
dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara
jaringan tumor yang membentuk osteoid. Secara patologi osteosarkoma
dibagi menjadi high-grade dan low-grade variant bergantung pada selnya
yaitu pleomorfisnya, anaplasia, dan banyaknya mitosis. Secara
konvensional pada osteosarcoma ditemukan sel spindle yang ganas dengan
pembentukan osteoid. Pada telengiektasis osteosarkoma pada lesinya
didapatkan adanya kantongan darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen
seluler yang mana elemen selulernya sangat ganas sekali.

2. Osteosarkoma hemoragi atau telangektasis


Telangiektasis osteosarkoma pada foto polos kelihatan gambaran
lesi yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang
sehingga sering dikelirukan dengan lesi benigna pada tulang seperti
aneurysmal bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan klasik
osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang sangat tinggi
dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsi sangat sulit oleh karena tumor
sedikit jaringan yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya sama
dengan osteosarkoma klasik, dan sangat resposif terhadap kemoterapi.

8
Gambar 2.2: Gambaran telangiektasis osteosarkoma os. Tibia
proximal pada X-ray

Gambar 2.2: Gambaran telangiektasis osteosarkoma os. Tibia

proximal pada X-ray

Gambar 2.2: Gambaran telangiektasis osteosarkoma os. Tibia


proximal pada X-ray

3. Parosteal osteosarcoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada
permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari
fibroblas dan membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya
terjadi pada umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur
20 sampai 40 tahun. Bagian posterior dari distal femurmerupakan
daerah predileksi yang paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-
tulang panjang lainnya. Tumor dimulai dari daerah korteks tulang

9
dengan dasar yang lebar, yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam
korteks dan masuk ke endosteal.
4. Osteosarkoma sekunder Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi
jinak pada tulang, yang mengalami mutasi sekunder dan biasanya terjadi
pada umur lebih tua, misalnya bisa berasal dari paget’s disease,
osteoblastoma, fibous dysplasia, benign giant cell tumor. Contoh klasik
dari osteosarkoma sekuder adalah yang berasal dari paget’s disease yang
disebut pagetic osteosarcomas. Di Eropa merupakan 3% dari seluruh
osteosarkoma dan terjadi pada umur tua. Lokasi yang tersering adalah di
humerus, kemudian di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit
sampai mengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama berkisar
15-25 tahun dengan mengeluh nyeri pada daerah inflamasi dari paget’s
disease. Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan disusul oleh terjadinya
destruksi tulang. Prognosis dari pagetic osteosarcoma sangat jelek dengan
five years survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi pada orang
tua, maka pengobatan dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan karena
toleransinya rendah.

5. Osteosarkoma intrameduler derajat rendah Tipe ini sangat jarang


dan merupakan variasi osseofibrous derajat rendah yang terletak
intrameduler. Secara mikroskopik gambarannya mirip parosteal
osteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulang dan terbanyak pada
daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur yang lebih tua yaitu
antara 15- 65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama. Pada
pemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah
intrameduler metafise tulang panjang. Seperti pada parosteal
osteosarkoma, osteosarkoma tipe ini mempunyai prognosis yang baik
dengan hanya melakukan lokal eksisi saja.

6. Osteosarkoma akibat radiasi Osteosarkoma bisa terjadi setelah


mendapatkan radiasi melebihi dari 30Gy. Onsetnya biasanya sangat lama

10
berkisar antara 3- 35 tahun, dan derajat keganasannya sangat tinggi dengan
prognosis jelek dengan angka metastasenya tinggi.
7. Multifokal osteosarkoma Variasi ini sangat jarang yaitu
terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat.
Hal ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi
bersamaan pada lebih dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu
metastase. Ada dua tipe yaitu: tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi
secara bersamaan pada lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada
anak-anak dan remaja dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe
lainnya adalah tipe Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu
terdapat tumor pada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah
pengobatan tumor pertama. Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih
rendah.

Penentuan stage tumor berdasarkan pada


1. Radiografi tulang polos yang terkena, termasuk sendi di atas dan
di bawah sendi wilayah yang terkena.

Gambar.2.3. Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran


Codman triangle (arrow) dan difus, mineralisasiosteoid diantara jaringan
lunak.
2. Total body bone scanning.

11
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari daerah tumor primer.
4. Computed tomography (CT) scan dari paru-paru.

Gambar.2.4. Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan


adanya massa jaringan lunak.

Tujuan dari penentuan stage tumor adalah untuk stratifikasi kelompok


risiko. Penentuan stage yang konvensional digunakan untuk jenis tumor yang lain
dan tidak sesuai untuk tumor tulang karena tumor tulang jarang melibatkan
kelenjar getah bening atau penyebaran regional. Penentuan stage untuk tumor
tulang dirancang, dan diperkenalkan oleh Enneking pada tahun 1980 didasarkan
pada kelas histologi tumor (low grade / high grade), lokasi anatomi tumor (intra
kompartemen / ekstra kompartemen), dan ada atau tidaknya metastase. Sistem ini

12
berlaku untuk semua tumor muskuloskeletal (tulang dan jaringan lunak). Sistem
penentuan stagenya digambarkan sebagai berikut:

1. Tumor tingkat rendah, intra kompartemen - I-A

2. Tumor tingkat rendah, ekstra kompartemen - I-B

3. Tumor tingkat tinggi, intra kompartemen - II-A

4. Tumor tingkat tinggi, ekstra kompartemen - II-B

5. Setiap tumor dengan bukti metastasis – III

Yang dimaksud dengan ”kompartemen” adalah setiap massa tulang itu


sendiri (yaitu, masing-masing tulang adalah kompartemen tersendiri), ruang intra-
artikular (jika ada tumor intra-artikular adalah suatu intra kompartemen), dan ter-
identifikasi secara jelas terdapat ruang fascially tertutup (misalnya, kompartemen
anterior tungkai bawah). Ini berhubungan lebih banyak untuk tumor jaringan
lunak daripada tumor tulang seperti osteosarkoma. Daerah ekstra kompartemen
menurut skema sistem penentuan stage Enneking adalah fossa antecubital, daerah
inguinal, ruang poplitea, dan lesi intrapelvic dan paraspinal.

Tabel.1. Stage Osteosarkoma (diadopsi dari Enneking 1980).

Sebelum penggunaan kemoterapi (yang dimulai pada 1970-an),


pengobatan osteosarkoma diperlakukan terutama dengan reseksi bedah (biasanya
amputasi). Meskipun dengan kontrol yang baik, lebih dari 80% pasien akan
timbul gejala penyakit lain yang biasanya berupa gejala-gejala metastase ke paru.

13
Tingkat kekambuhan yang tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
memiliki penyakit mikrometastatik pada saat diagnosis. Oleh karena itu,
penggunaan adjuvant (pasca operasi) kemoterapi sistemik sangat penting untuk
pengobatan pasien dengan osteosarkoma.

2.7. Diagnosa Banding


Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering
sulit dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan
pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut adalah (Erwin, 2007;
Kawiyana, 2009):
1. Ewing’s sarcoma
2. Osteomyelitis
3. Osteoblastoma
4. Giant cell tumor
5. Aneurysmal bone cyst
6. Fibrous dysplasia

2.8. Terapi

Belakangan ini Osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik,


disebabkan oleh prosedur penegakkan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih
baik, begitu juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam
penanganan osteosarkoma modalitas pengobatannya dapat dibagi atas dua bagian
yaitu dengan kemoterapi dan dengan operasi (Kawiyana, 2009).

Kemoterapi

Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,


terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakuan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure)
dan meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi
metastase ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada
metastase tersebut (Kawiyana, 2009).

14
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang
disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan
kemoterapi postoperative yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya,
sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara
dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu
mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus
masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif
paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi (Imran,
2009).

Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk


osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide
(Ifex), mesna (Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex). Protokol
standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa
methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi
adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide. Dengan
menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti
memberikan perbaikan terhadapsurvival rate sampai 60 Ð 80% (Kawiyana, 2009).

Operasi

Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan
melakukan rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari
ektermitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan
memberikan kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant chemotherpy)
melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb-sparing resection) dan
sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi
tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarcoma
(Kawiyana, 2009).

15
Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara
operasi amputasi dengan limb-sparing resection. Amputasi terpaksa dikerjakan
apabila prosedur limb-salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi
dikerjakan. Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak
dari tulang dan jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk
merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi
digunakan endo-prostesis dari methal (Hoffmann dkk, 2006; Muscolo dkk, 2004).
Prostesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat
menginjak (weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas
sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu
juga endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi post operasinya dibanding
dengan menggunakan bone graft (Kawiyana, 2009).

Follow-up

Post-operasi Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat


multiagent seperti pada sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai
maka dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun
adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya
komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah: longgarnya prostesis,
infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat
operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun
adanya metastase. Pembuatan plain-foto dan CT scan dari lokal ekstremitasnya
maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini
dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post opersinya, dan setiap 6 bulan
pada 5 tahun berikutnya (Hoffmann dkk, 2006; Muscolo dkk, 2004).

2.9. Prognosis

Berdasarkan data statistik ”The Liddy Shriver Sarcoma” untuk


prognosis pada studi kelompok pasien osteosarkoma, secara statistik tidak dapat
memprediksi masa depan seorang pasien, tetapi dapat berguna dalam

16
mempertimbangkan pengobatan yang paling tepat dan tindak lanjut untuk pasien.
(13)

Ketika diobati dengan tepat, pasien dengan osteosarkoma stage tingkat tinggi di
satu tempat memiliki tingkat kelangsungan hidup sekitar 70%. Tingkat
kelangsungan hidup lebih tinggi untuk pasien dengan tumor kelas rendah, dan
tingkat kelangsungan hidup lebih rendah bagi mereka yang penyakitnya telah
bermetastase ke seluruh tubuh dan mereka yang memiliki respons yang buruk
terhadap kemoterapi

17
BAB III

PENUTUP DAN KESIMPULAN

Osteosarkoma adalah kanker tulang yang mematikan dan sering


menyebabkan pasien meninggal karena metastasis ke paru. Penyebab pasti dari
osteosarkoma sampai saat ini tidak diketahui secara pasti. Prosedur utama yang
dilakukan oleh dokter bedah pada pasien dengan osteosarkoma adalah biopsi dan
reseksi luas, namun tidak selalu harus dilakukan. Penatalaksanaan meliputi
radiografi polos tulang, MRI dari daerah tumor primer dan kemoterapi. Follow up
sangat diperlukan untuk pemantauan perjalanan penyakit dan menentukan
prognosis.

18

Anda mungkin juga menyukai