PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
OSTEOSARKOMA
2.1 Definisi
2.2. Epidemiologi
Menurut Errol Untung Hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah
Orthopaedi Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004)
tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas
(72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Osteosarkoma lebih sering
menyerang kelompok usia 15 ± 25 tahun (pada usia pertumbuhan). Rata-rata
penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki
sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja, penyakit ini lebih
banyak di temukan pada anak laki-laki.
2
2.3. Etiologi
Umur: Risiko tertinggi pada remaja dan dewasa muda, tetapi juga lebih
tinggi pada orang di atas 60.
Tinggi: Anak-anak dengan osteosarkoma biasanya tinggi untuk usia
mereka.
Jenis Kelamin: Osteosarkoma lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan.
Ras / etnis: Osteosarcoma adalah sedikit lebih umum di Afrika Amerika
daripada kulit putih.
Radiasi tulang: Remaja yang diobati dengan radiasi untuk kanker
sebelumnya memiliki risiko yang lebih tinggi dari osteosarkoma di area
yang sama nanti.
Penyakit tulang tertentu: Orang dengan penyakit tulang non-kanker
tertentu lebih berisiko meningkat mendapatkan osteosarcoma:
• Penyakit Paget tulang
• Beberapa osteochondromas keturunan Sindrom kanker tertentu: Orang
dengan langka, sindrom kanker tertentu diwariskan memiliki peningkatan
risiko terkena osteosarcoma:
• Sindrom Li-Fraumeni
• Retinoblastoma herediter (kanker mata anak jarang)
• Sindrom Rothmund-Thompson
• Sindrom Bloom
• Sindrom Werner
• anemia Diamond-Blackfan
Hal ini penting untuk diingat bahwa bagi kebanyakan orang dengan
osteosarcoma adalah penyebabnya belum jelas (American Cancer Society,
2014).
3
2.4. Patofisiologi
Temuan pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada lokasi tumor primer, sebagai
berikut:
4
1. Massa: Massa mungkin teraba atau tidak teraba. Massa mungkin lunak dan
hangat, dan tanda-tanda ini bisa dibedakan dari osteomyielitis. Peningkatan
vaskularisasi kulit di atas massa mungkin dilihat. Denyutan atau bruit mungkin
terdeteksi.
2. Penurunan rentang gerak: Pembatasan gerak sendi jelas pada pemeriksaan fisik.
3. Limfadenopati: Pembengkakan kelenjar getah bening lokal atau regional jarang.
4. Thorax: pemeriksaan fisik paru biasanya tidak khas kecuali mengenai jaringan
paru-paru yang luas.
2.6. Klasifikasi
Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka
osteosarkoma dibagi atas beberapa klassifikasi antara lain (De Jong, 2013; Erwin,
2007; Kawiyana, 2009; Rasad, 2006):
1. Osteosarkoma klasik
Osteosarkoma klasik osteosarcoma intrameduler derajat tinggi (HighGrade
Intramedullary Osteosarcoma) merupakan tipe yang paling sering
dijumpai. Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada anak-anak dan
dewasa muda, terbanyak pada distal dari femur. Penderita biasanya datang
karena nyeri atau adanya benjolan. Penderita osteosarkoma umumnya
mengeluh terdapat benjolan yang nyeri dengan batas yang tidak tegas.
Nyeri yang dirasakan semakin bertambah, terutama di malam hari. Kulit di
atas tumor terabah hangat dan terdapat pelebaran pembuluh darah. Tumor
bertambah besar secara cepat, apabila tidak segera ditangani maka, akan
timbul nekrosis pada kulit dan membentuk ulkus. Jika destruksi tulang
cukup besar, dapat terjadi fraktur patologis.
5
Gambaran klasik osteosarkoma pada plain foto menunjukkan lesi
yang agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran
trabekule tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal.
Tampak juga campuran area radio-opak dan radio-lusen, oleh karena
adanya proses destruksi tulang (bone destruction) dan proses pembentukan
tulang (bone formation). Pembentukan tulang baru pada periosteum,
pengangkatan kortek tulang, dengan pembentukan: Codman’s triangle, dan
gambaran Sunburst dan disertai dengan gambaran massa jaringan lunak,
merupakan gambaran yang sering dijumpai. Plain foto thoraks perlu juga
dibuat untuk menentukan adanya metastase pada paru.
6
invasinya pada jaringan otot. CT pada thoraks sangat baik untuk mencari
adanya metastase pada paru. Sesuai dengan perilaku biologis dari
osteosarkoma, yang mana osteosarkoma tumbuh secara radial dan
membentuk seperti bentukan massa bola. Apabila tumor menembus kortek
tulang menuju jaringan otot sekitarnya dan membentuk seolah-olah suatu
kapsul (pseudocapsul) yang disebut daerah reaktif. Kadangkadang jaringan
tumor dapat invasi ke daerah daerah reaktif ini dan tumbuh berbetuk nodul
yang disebut satellites nodules. Tumor kadang bisa metastase secara
regional dalam tulang bersangkutan, dan berbentuk nodul yang berada di
luar zone reaktif pada satu tulang yang disebut dengan skip lesions.
Bentukanbentukan ini semua sangat baik dideteksi dengan MRI.
7
berakibat fatal terhadap penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak
dianjurkan dengan biopsi jarum perkutan (percutaneous needle biopsy)
dengan berbagai keuntungan seperti: invasi yang sangat minimal, tidak
memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko infeksi rendah dan
bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsi dapat dicegah.
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-
grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan
membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi
mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya
sedikit. Selsel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang
pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat
dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara
jaringan tumor yang membentuk osteoid. Secara patologi osteosarkoma
dibagi menjadi high-grade dan low-grade variant bergantung pada selnya
yaitu pleomorfisnya, anaplasia, dan banyaknya mitosis. Secara
konvensional pada osteosarcoma ditemukan sel spindle yang ganas dengan
pembentukan osteoid. Pada telengiektasis osteosarkoma pada lesinya
didapatkan adanya kantongan darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen
seluler yang mana elemen selulernya sangat ganas sekali.
8
Gambar 2.2: Gambaran telangiektasis osteosarkoma os. Tibia
proximal pada X-ray
3. Parosteal osteosarcoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada
permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari
fibroblas dan membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya
terjadi pada umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur
20 sampai 40 tahun. Bagian posterior dari distal femurmerupakan
daerah predileksi yang paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-
tulang panjang lainnya. Tumor dimulai dari daerah korteks tulang
9
dengan dasar yang lebar, yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam
korteks dan masuk ke endosteal.
4. Osteosarkoma sekunder Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi
jinak pada tulang, yang mengalami mutasi sekunder dan biasanya terjadi
pada umur lebih tua, misalnya bisa berasal dari paget’s disease,
osteoblastoma, fibous dysplasia, benign giant cell tumor. Contoh klasik
dari osteosarkoma sekuder adalah yang berasal dari paget’s disease yang
disebut pagetic osteosarcomas. Di Eropa merupakan 3% dari seluruh
osteosarkoma dan terjadi pada umur tua. Lokasi yang tersering adalah di
humerus, kemudian di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit
sampai mengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama berkisar
15-25 tahun dengan mengeluh nyeri pada daerah inflamasi dari paget’s
disease. Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan disusul oleh terjadinya
destruksi tulang. Prognosis dari pagetic osteosarcoma sangat jelek dengan
five years survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi pada orang
tua, maka pengobatan dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan karena
toleransinya rendah.
10
berkisar antara 3- 35 tahun, dan derajat keganasannya sangat tinggi dengan
prognosis jelek dengan angka metastasenya tinggi.
7. Multifokal osteosarkoma Variasi ini sangat jarang yaitu
terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat.
Hal ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi
bersamaan pada lebih dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu
metastase. Ada dua tipe yaitu: tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi
secara bersamaan pada lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada
anak-anak dan remaja dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe
lainnya adalah tipe Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu
terdapat tumor pada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah
pengobatan tumor pertama. Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih
rendah.
11
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari daerah tumor primer.
4. Computed tomography (CT) scan dari paru-paru.
12
berlaku untuk semua tumor muskuloskeletal (tulang dan jaringan lunak). Sistem
penentuan stagenya digambarkan sebagai berikut:
13
Tingkat kekambuhan yang tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
memiliki penyakit mikrometastatik pada saat diagnosis. Oleh karena itu,
penggunaan adjuvant (pasca operasi) kemoterapi sistemik sangat penting untuk
pengobatan pasien dengan osteosarkoma.
2.8. Terapi
Kemoterapi
14
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang
disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan
kemoterapi postoperative yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya,
sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara
dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu
mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus
masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif
paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi (Imran,
2009).
Operasi
Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan
melakukan rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari
ektermitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan
memberikan kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant chemotherpy)
melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb-sparing resection) dan
sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi
tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarcoma
(Kawiyana, 2009).
15
Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara
operasi amputasi dengan limb-sparing resection. Amputasi terpaksa dikerjakan
apabila prosedur limb-salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi
dikerjakan. Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak
dari tulang dan jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk
merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi
digunakan endo-prostesis dari methal (Hoffmann dkk, 2006; Muscolo dkk, 2004).
Prostesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat
menginjak (weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas
sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu
juga endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi post operasinya dibanding
dengan menggunakan bone graft (Kawiyana, 2009).
Follow-up
2.9. Prognosis
16
mempertimbangkan pengobatan yang paling tepat dan tindak lanjut untuk pasien.
(13)
Ketika diobati dengan tepat, pasien dengan osteosarkoma stage tingkat tinggi di
satu tempat memiliki tingkat kelangsungan hidup sekitar 70%. Tingkat
kelangsungan hidup lebih tinggi untuk pasien dengan tumor kelas rendah, dan
tingkat kelangsungan hidup lebih rendah bagi mereka yang penyakitnya telah
bermetastase ke seluruh tubuh dan mereka yang memiliki respons yang buruk
terhadap kemoterapi
17
BAB III
18