Anda di halaman 1dari 14

OSTEOSARKOMA

I. PENGERTIAN

Osteosarkoma adalah tumor ganas tulang primer yang berasal dari sel mesenkimal primitif
yang memproduksi tulang dan matriks osteoid. Penyakit tulang yang satu ini adalah kanker
tulang yang paling ganas dan cukup sering ditemukan. Sebenarnya osteosarcoma ini bisa
menyerang siapa saja, namun penyakit ini lebih sering ditemukan pada jenis kelamin pria yang
berusia sekitar 10-20 tahun ke atas. Penyakit tulang ini sering menyerang tulang-tulang kaki atau
tangan, tapi juga bisa ditemukan pada tulang yang memiliki ukuran agak panjang. Osteosarcoma
ini termasuk penyakit tulang yang sangat agresif dan kankernya bisa merembet ke organ paru-
paru.

Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai kemampuan
untuk membentuk osteoid atau tulang yang imatur. Penyakit ini diduga berasal dari sel-sel
pembentuk tulang mesenkimal primitif, dan ciri histologisnya terdapat produksi osteoid ganas.
Populasi sel lain juga dapat terlihat, karena jenis sel ini juga mungkin timbul dari sel-sel
mesenkimal pluripotential. Osteosarkoma sering menyebabkan pasien meninggal karena
metastasis ke paru. Kebanyakan osteosarkoma timbul dari sel-sel kanker yang bersoliter dengan
pertumbuhan yang cepat dari tulang panjang anak (Seger, 2014).

II. EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO, prevalensi osteosarkoma pada semua populasi di dunia yaitu sekitar 4-5
per 1.000.000 penduduk. Diperkiraan angka tersebut akan meningkat menjadi 8-11 per
1.000.000 penduduk per tahun pada usia 15-19 tahun. Untuk data di Indonesia diambil pada
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ditemukan 219 kasus (16.8 kasus/tahun) dalam kurun
waktu 13 tahun (1995- 2007) yang merupakan jumlah terbanyak dari seluruh kasus keganasan
tulang yaitu sebesar 70,59% dengan distribusi terbanyak pada dekade ke-2.3 Osteosarkoma
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:2. Hal ini dapat
disebabkan oleh masa pertumbuhan tulang pada pria lebih lama daripada wanita. Selain itu,
tumor ini paling sering diderita oleh anak-anak usia dekade ke-2 kehidupan, ditemukan lebih
dari 60% pada pasien kurang dari 25 tahun. Namun insiden osteosarkoma dapat meningkat
kembali pada usia di atas 60 tahun, sehingga penyakit ini memiliki distribusi yang bersifat
bimodal. Lokasi osteosarkoma yang paling umum yaitu pada metafisis tulang panjang, terutama
femur distal sebesar 75%. Osteosarkoma juga mampu bermetastasis jauh melalui hematogen
dan limfogen. Lokasi yang paling umum untuk osteosarkoma bermetastasis adalah paru-paru
sekitar 98%, tulang 37%, pleura 33%, jantung 20%, ginjal dan hati 17%, diafragma 15%, dan
mediastinum 11%. Sedangkan metastasis pada daerah peritoneal atau sistem pencernaan sangat
jarang terjadi.

Di Indonesia, berdasarkan Riset Dasar Kesehatan 2013 didapatkan prevalensi penyakit

kanker sebesar 1,4 per mil (‰). Odds ratio tumor tulang adalah 4.6 sedangkan insiden tumor

tulang ganas di Indonesia didapatkan sebesar 1,6% dari seluruh jenis tumor ganas pada manusia,

dengan kecenderungan meningkatnya insiden tumor tulang setiap tahunnya. Insiden tumor tulang

di RS Ciptomangunkusumo sebesar 1,2%, dengan insiden tumor tulang ganas sebesar 1,3%.

Berdasarkan data sistem informasi rumah sakit tahun 2005, osteosarkoma termasuk dalam lima

besar kasus kanker pada usia 1-17 tahun.4 Pada evaluasi profil tumor tulang pada anak di RS

Ciptomangunkusumo tahun 1995-2004, didapatkan 73,7% kasus merupakan kasus osteosarkoma.

Pada tahun 1991-1995, di RSUD Dr. Soetomo didapatkan tumor ganas tulang sebanyak 373

kasus, dengan tumor ganas tulang primer sebanyak 183 kasus. Perbandingan pria: wanita 1.4:1

dan jumlah kasus primer 44 kasus per tahun, terutama osteosarkoma sebesar 62,4% kasus

(Mahyudin, Edward and Dkk, 2018).

III. ANATOMI DAN HISTOLOGI TULANG

Tulang terdiri dari beragam bentuk dan ukuran, ada yang panjang, ada yang pipih, ada yang

bentuknya seperti biji. Secara garis besar tulang dapat di klasifikasikan berdasarkan bentuknya

yaitu tulang panjang, pendek, pipih, tidak beraturan, dan sesamoid.

1. Tulang panjang, yaitu tulang yang berbentuk silindris, yang terdiri dari diafisis dan epifisis

yang berfungsi untuk menahan berat tubuh dan berperan dalam pergerakan.
2. Tulang pendek, yaitu tulang yang berstruktur kuboid yang biasanya ditemukan berkelompok

yang berfungsi memberikan kekuatan dan kekompakan pada area yang pergerakannya

terbatas. Contohnya yaitu tulang pergelangan tangan dan kaki

3. Tulang pipih, yaitu tulang yang strukturnya mirip lempeng yang berfungsi untuk memberikan

suatu permukaan yang luas untuk perlekatan otot dan memberikan perlindungan. Contohnya

yaitu sternum, scapulae, iga, dan tulang tengkorak.

4. Tulang irreguler, yaitu tulang yang bentuknya tidak beraturan dengan struktur tulang yang

sama dengan tulang pendek. Contohnya yaitu tulang vertebrae dan tulang panggul.

5. Tulang sesamoid, yaitu tulang kecil bulat yang masuk dalam formasi persendian yang

bersambung dengan kartilago, ligamen atau tulang lainnya. Contohnya yaitu patella (Setiadi,

2007).

Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat yang terdiri atas sel, serat jaringan ikat, dan

matriks ekstrasel. Tulang yang sedang terbentuk dan tulang dewasa memiliki empat jenis sel,

yaitu:

1. Sel osteoprogenitor, yaitu sel punca pluripoten yang belum berdiferensiasi dan berasal dari

mesenkim jaringan ikat. Sewaktu pembentukan tulang, sel osteoprogenitor berproliferasi

dengan mitosis dan berdiferensiasi menjadi osteoblast yang kemudian mulai mengeluarkan

serat kolagen dan matriks

tulang.

2. Osteoblast, terdapat pada permukaan tulang. Osteoblast menyintesis, menyekresi, dan

mengendapkan osteoid (osteoideum), komponen organik matriks tulang baru. Osteoid adalah

matriks tulang yang tidak terkalsifikasi dan tidak mengandung mineral; namun, tidak lama

setelah diendapkan, osteoid segera mengatami mineralisasi dan menjadi tulang.

3. Osteosit, yaitu bentuk matur osteoblast dan merupakan sel utama tulang.
4. Osteoklast, yaitu sel multinukleus besar yang terdapat di sepanjang permukaan tulang tempat

terjadinya reabsorbsi, remodeling dan perbaikan tulang. Fungsi utama osteoklast adalah

resorpsi tulang selama remodeling (pembaruan atau restrukturisasi) (Eroschenko, 2015).

IV. ETIOLOGI

Menurut Fuchs dan Pritchad (2002) osteosarkoma dapat disebabkan oleh beberapa faktor :

a) Senyawa kimia : Senyawa antrasiklin dan senyawa pengalkil, beryllium dan


methylcholanthrene merupakan senyawa yang dapat menyebabkan perubahan genetik
b) Virus : Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang merupakan proto-
onkogen, virus FBJ yang mengandung proto-onkogen c-Fos yang menyebabkan kurang
responsif terhadap kemoterapi.
c) Radiasi, dihubungkan dengan sarcoma sekunder pada orang yang pernah mendapatkan
radiasi untuk terapi kanker.
d) Lain-lain
o Penyakit lain : Paget’s disease, osteomielitis kronis, osteochondroma, poliostotik
displasia fibrosis, eksostosis herediter multipel dll.
o Genetik : Sindroma Li-Fraumeni, Retinoblastoma, sindrom Werner,
RothmundThomson, Bloom.
o lokasi implan logam.

V. FAKTOR RISIKO
Menurut P2PTM Kemenkes RI (2020) osteosarkoma dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu:
1. Paparan radiasi tinggi dari suatu pengobatan yang pernah dialami penderita, misalnya
radioterapi.
2. Pernah memiliki riwayat suatu jenis kanker mata yang disebut retinoblastoma saat kecil.
3. Pertumbuhan tulang yang cepat pada pubertas.
4. Menderita penyakit Paget, yaitu suatu kondisi yang dapat menyebabkan melemahnya tulang.
5. Menderita penyakit hernia umbilikalis sejak lahir.
VI. PATOFISIOLOGI
Penyebab osteosarkoma tidak diketahui, namun berbagai agen dan status penyakit
dihubungkan dengan perkembangan penyakit ini (Nielsen and Rosenberg, 2010). Osteosarkoma
dipercaya berasal dari sel stem mesenkim atau sel osteoprogenitor yang mengalami gangguan
dalam jalur diferensiasi osteoblas.

Osteoblast memiliki fungsi membentuk struktur tulang. Pada osteosarkoma terjadi mutasi
gen yang mengatur osteoblast yaitu onkogen dan tumor suppressor genes. Mutasi tersebut
mengakibatkan terjadi proliferasi osteoblast secara berlebih yang mengarah keganasan. Sehingga
menyebabkan pembentukan jaringan osteoid ganas pada tulang yang berakibat terjadi penekanan
pada sumsum tulang. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan produksi sel darah merah
yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan tubuh menjadi rentan terhadap infeksi.
Selain penekanan pada sumsum tulang, terjadi juga metastasis sel kanker dan peningkatan
tekanan pada tulang yang menyebabkan nyeri, bengkak, dan fraktur pada tulang tersebut.

Beberapa studi membuktikan bahwa osteosarkoma mempunyai cancer stem cells (Siclari
and Qin, 2010). Penyebab yang paling diketahui berhubungan dengan penyakit ini ialah radiasi.
Osteosarkoma setelah terapi radiasi merupakan komplikasi yang jarang dan biasanya terjadi
setelah 15 tahun kemudian (antara 3- 55 tahun) (Nielsen and Rosenberg, 2010). Sekitar 70%
penyakit ini mempunyai abnormalitas genetik seperti penyimpangan struktur kompleks dan
jumlah kromosom (Kumar, Abbas and Aster, 2015). Studi molekuler menunjukkan bahwa tumor
ini biasanya mempunyai mutasi pada tumor suppressor gen dan onkogen termasuk Rb, TP53,
INK4a, MDM2 dan CDK4. Rb dikenal sebagai regulator negatif yang kritis dalam siklus sel.
Kasus dengan mutasi Rb mempunyai peningkatan risiko osteosarkoma 1000 kali dan mutasi ini
terdapat pada 70% kasus osteosarkoma sporadik. TP53, berfungsi sebagai penjaga integritas
genomik oleh promosi reparasi DNA dan apoptosis dari kerusakan sel yang ireversibel. Kasus
sindrom Li-Fraumeni dengan mutasi gen TP53 mempunyai insiden tinggi tumor ini. Keadaan
yang mengganggu fungsi TP53 biasanya ditemukan pada tumor sporadik. INK4a inaktif pada
banyak osteosarkoma. Gen ini mengode dua tumor supresor, p16 (regulator negatif dari cyclin-
dependent kinase) dan p14 (menambah fungsi p53). MDM2 dan CDK4 merupakan regulator
siklus sel yang menghambat fungsi p53 dan RB, dan ekspresinya tampak berlebihan pada banyak
osteosarkoma derajat rendah. Insiden puncak penyakit ini terjadi pada dewasa dengan
pertumbuhan yang cepat, sering pada regio growth plate tulang (pertumbuhan tulang yang paling
cepat). Proliferasi yang meningkat pada sisi ini dapat merupakan predisposisi untuk mutasi yang
mengatur perkembangan osteosarkoma (Kumar, Abbas and Aster, 2015)

Web of causation (WOC)

Sumber: Tan. (2021), PPNI (2018), PPNI (2017)


VII. KLASIFIKASI
Terdapat tiga jenis sub tipe secara histologi :
1. Intramedullary:
a. High- grade intramedullary osteosarcoma
80% kasus terjadi pada pasien usia dekade pertama dan kedua terjadi pada daerah
metafisis, tetapi tumor juga dapat timbul pada apofisis tulang panjang atau tulang axial.
WHO mengkategorikan Osteosarkoma konvensional intramedular berdasarkan matriks
ekstra seluler dominan yang diproduksi sel tumor yang terdiri dari osteosarkoma
osteoblastik, osteosarkoma kondroblastik, dan osteosarkoma fibroblastik (Messerschmitt
et al., 2009 dalam Tan, 2021).

b. Low-grade intramedullary osteosarcoma


Biasanya mengenai individu pada usia dekade ke-3 atau ke-4. Lesi biasanya terdapat
pada femur dan tibia sekitar lutut.

2. Surface:
a. Parosteal osteosarcomas
Osteosarkoma parosteal sifatnya tumbuh lambat. Mulai tumbuh dari permukaan luas
tulang metafisis.

b. Periosteal osteosarcomas
Tipe ini lebih agresif daripada tipe parosteal.

c. High –grade surface osteosarcoma


Permukaan tumor tumbuh dari femur atau tibia dan gambaran radiologis menunjukkan
lesi permukaan dengan mineralisasi parsial dan penyebaran tumor ke jaringan lunak
sekitarnya.

3. Extraskeletal
Merupakan neoplasma mesenkim ganas yang menghasilkan osteoid, terletak di jaringan
lunak dan tanpa (atau dengan minimal) perlekatan tulang atau periosteal. Lokasi paling
umum untuk osteosarkoma ekstraskeletal primer adalah jaringan lunak paha (46%), diikuti
oleh ekstremitas atas (20%) dan retroperitoneum (17%), tetapi dapat terjadi di bagian tubuh
mana pun.

Penentuan Stadium:
Pada tumor muskuloskeletal stagingnya memakai Enneking System, yang telah dipakai oleh
Musculoskeletal Tumor Society, begitu juga pada osteosarkoma
Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium, yaitu:
1. Sistem Klasifikasi Stadium dari Musculoskeletal Tumor Society (MSTS) (Enneking):
 IA : derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
 IB : derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
 IIA : derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis : derajat
keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen,
 IIB : tanpa metastasis
 III : ditemukan adanya metastasis

Stadium Tumor Muskuloskeletal menurut MSTS atau Enneking (Society, 2020)

Stadium Grade (G) Tumor (T) Metastasis (M)

IA G1 T1 M0

IB G1 T2 M0

IIA G2 T1 M0

IIB G2 T2 M0

III G1 atau G2 T1 atau T2 M1

Keterangan :

G : Derajat keganasan tumor (ukuran seberapa besar kemungkinan tumor tumbuh dan menyebar
berdasarkan pemeriksaan histopatologi)

G1 : Derajat keganasan tumor rendah


G2 : Derajat keganasan tumor tinggi

T : Tumor primer

Tx : Tumor tidak dapat dinilai

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer

T1 : Tumor hanya berada pada tulang

T2 : Tumor menyebar pada struktur lain yang berdekatan dengan tulang

M : Metastasis

M0 : Tidak terdapat metastasis

M1 : Terdapat metastasis

2. Sistem Klasifikasi Stadium dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke 7
yang didasarkan pada 4 informasi penting (American Cancer Society, 2018):
 Luas (ukuran) tumor (T)
 Penyebaran ke kelenjar getah bening terdekat (N)
 Penyebaran (metastasis) ke tempat yang jauh (M)
 Grading kanker (G)

Stadium Kanker Tulang menurut AJCC (American Cancer Society, 2018)


Stadium Tumor (T) N Metastasis (M) Grade (G)

IA T1 N0 M0 G1 atau Gx

IB T2 N0 M0 G1 atau Gx

T3 N0 M0 G1 atau Gx

IIA T1 N0 M0 G2 atau G3

IIB T2 N0 M0 G2 atau G3
III T3 N0 M0 G2 atau G3

IVA Any T N0 M1a Any G

IVB Any T N1 Any M Any G

Any T Any N M1b Any G

Keterangan :

T1 : Ukuran tumor <8 cm

T2 : Ukuran tumor >8 cm

T3 : Tumor terdapat lebih dari 1 pada tulang yang sama

N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening

N1 : Terdapat penyebaran pada kelenjar getah bening sekitar

M1a : Terdapat metastasis ke paru

M1b : Terdapat metastasis jauh ke organ lain, seperti otak dan hati

Gx : Derajat keganasan tumor tidak dapat dinilai

G1 : Derajat keganasan tumor rendah (secara histopatologi, tumor terlihat

mirip dengan jaringan normal)

G2 : Derajat keganasan tumor sedang

G3 : Derajat keganasan tumor tinggi (secara histopatologi, tumor terlihat sangat abnormal)
VIII. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Komite Penanggulanan Kanker Nasional (2015) dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dapat ditemukan tanda dan gejala, antara lain:
1. Nyeri lokal yang semakin progresif (yang awalnya ringan dan intermiten namun lama
kelamaan menjadi semakin hebat dan menetap)
2. Massa (pada ekstremitas yang membesar dengan cepat, nyeri pada penekanan dan venektasi)
3. Edema jaringan lunak ( ± )
4. Fraktur patologis dapat terjadi pada 5-10% pasien osteosarkoma
5. Keterbatasan gerak (range of motion )
6. Penurunan berat badan
7. Anemia

IX. PENATALAKSANAAN
Penangan osteosarkoma dapat dibagi menjadi dua yaitu dengan kemoterapi atau operasi.
Kemoterapi dapat mempermudah dalam melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb
salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita. Pada pengobatan osteosarkoma,
regimen standar yang digunakan ialah kemoterapi preoperatif. Kemoterapi ini merangsang terjadinya
nekrosis pada tumor primernya sehingga tumor akan mengecil. Selain itu kemoterapi preoperatif
berperan dalam memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Hal ini akan
membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan masih dapat
mempertahankan ekstremitasnya. Obat-obat kemoterapi pada osteosarkoma biasanya diberikan
doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi.
Setelah memberikan kemoterapi preoperatif, melakukan operasi mempertahankan ekstremitas
(limb-sparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi dapat meningkatkan persentase tidak
diperlukan amputasi pada penderita osteosarkoma hingga 90 sampai 95%. Amputasi dilakukan apabila
prosedur limb- salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah melakukan reseksi
tumor, dibutuhkan tindakan merekonstruksi kembali ekstremitas dengan endoprosthesis dari metal.
Prosthesis lebih baik dibanding dengan menggunakan bone graft karena penderita dapat menginjak,
mobilisasi secara cepat, dan fungsi dari ekstremitas yang memuaskan. Selain itu dapat meminimalisasi
komplikasi post operasiPenatalaksanaan kemoterapi neoadjuvant diberikan kepada pasien. Setelah 9
minggu terapi induksi, dilakukan reseksi radikal dengan rekonstruksi atroplasti pada femur distal kanan
dan dilanjutkan dengan kemoterapi (Tomy dwi, Dkk. 2022).
X. PROGNOSIS
Penderita osteosarcoma memiliki prognosis yang kurang baik. Meskipun tu-mor primer telah
direseksi dengan pem-bedahan, pasien tetap berisiko tinggi dan dapat berkembang menjadi metastasis
pa-ru.4 Hal ini berkaitan dengan terjadinya peningkatan angiogenesis dan neovasku-larisasi yang
memudahkan invasi sel tumor ke pembuluh darah sehingga berujung pada metastasis jauh. Meskipun
telah menjalani kemoterapi multimodal, 30%-40% pasien saat ini masih meninggal, terutama karena
penyakit yang sulit disembuhkan dan atau berulang.6 Sehingga sangat penting untuk dapat mendiagnosis
osteosarcoma sedini mungkin sebelum terjadinya metastasis. Sementara itu, di Indonesia, sebagian besar
pasien osteosarcoma datang dalam keadaan terlambat, karena masih rendahnya angka deteksi dini
osteosarcoma. Dengan keter-lambatan ini tentunya akan semakin mem-perburuk prognosis dan
mempersulit pe-natalaksanaannya. Untuk itu diperlukan ketepatan dan kecepatan diagnosis yang tinggi
untuk menegakkan diagnosis osteo-sarcoma, sehingga pasien dapat ditangani dengan terapi yang tepat
dan dapat meningkatkan survival rate nya (Teguh Prihantoro, dkk. 2020).

XI. KOMPLIKASI
Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada sebelum
operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai maka dilakukan pengawasan terhadap
kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses
rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah: longgarnya
prostesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat operasinya
maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase. Pembuatan
plain-foto dan CT scan dari lokal ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang
harus dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post
opersinya, dan setiap 6 bulan pada 5 tahun berikutnya (siki Kawiyana. 2021).
XII. PENCEGAHAN
Menurut Siska Iriana (2020) sistem pakar dapat dilakukan untuk mendiagnosa penyakit
osteosarcoma, model inferensi yang digunakan dalam pembuatan sistem pakar ini adalah
penlaran mundur sedangkan teknik pencarian menggunakan depth first search. Dengan
dibuatnya sistem paar ini dapat mencegah terjadinya penyakit tulang dan memberikan hasil
diagnosa, penyebab,pengobatan, suatu penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

References
American Cancer Society (2018) “Bone Cancer Early Detection, Diagnosis, and
Staging,” American cancer Society, pp. 1–15.

Dwi Refandy T, A. R. (2022). Osteosarkoma dengan Metastasis Pada Sistem Digestif. Jurnal
Kedokteran Unram, 11(3), 1112-1116.

Fletcher CDM, Hogendoorn PCW, Mertens F, Bridge J A. WHO Classification of Tumours


of Soft Tissue and Bone. 4th ed. Geneva: World Health Organization; 2013. 281- 295
p

Mahyudin F, E. M. (2018). OSTEOSARCOMAHAS NOT BECOME ATTENTION TO


SOCIETY PROFILE OF OSTEOSARCOMA PATIENTS AT DR. SOETOMO
GENERAL HOSPITAL SURABAYA “A RETROSPECTIVE STUDY”. Journal
Orthopaedi and Traumatology, Vol 7 No. 1.

Kamal AF, Prabowo Y, Prayogo N, Ramli I, Nuhonni SA, Indriani, et al. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran: Osteosarkoma. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2017.

Kementerian Kesehatan. (2019). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana


Osteosarkoma. Retrieved from http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKOsteosarkoma.pdf

Nasional, K. P. K. (2015). Panduan penatalaksanaan osteosarkoma. Kom Penanggulangan


Kanker Nas. Published online, 1-40.

Putra, P. A. A., Susraini, A. A. N., & Sumadi, I. W. J. (2020). Karakteristik klinikopatologi


osteosarkoma berdasarkan usia, jenis kelamin, lokasi, dan tipe histopatologi di Laboratorium
Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012-2016. Intisari Sains Medis, 11(2), 923-
927. DOI: https://doi.org/10.15562/ism.v11i2.203

Sadykova, L. R., Ntekim, A. I., Muyangwa-Semenova, M., Rutland, C. S., Jeyapalan, J. N.,
Blatt, N., & Rizvanov, A. A. (2020). Epidemiology and risk factors of osteosarcoma. Cancer
investigation, 38(5), 259-269. doi:10.1080/07357907.2020.1768401

Society, A. C. (2020) Osteosarcoma Early Detection, Diagnosis, and Staging,


American cancer society. Available at: www.cancer.org/cancer/osteosarcoma/detection-
diagnosis-staging/staging.html (Accessed: April 13, 2023).

Tan, A. (2021). Karakteristik Pasien Penderita Osteosarkoma di RSUP Dr. Wahidin


Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2019-Desember 2020= Characteristics Of
Osteosarkoma Patients In Dr. Wahidin Sudirohusodo Center General Hospital Makassar
Period January 2019–December 2020 (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
Tomy Dwi Refandy , Dkk. (2022). osteosarkoma dengan metastasis pada sistem digestif. Jurnal
Kedokteran Unram 2022,11(3):1112-1116

Zuriyati, M. S. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medika Bedah Gangguan Pada Sistem
Muskuloskeletal. Padang: Pustaka Galeri Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai