Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem muskuloskeletal terdiri dari kata muskulo yang berarti otot dan kata skeletal
yang berarti tulang. Gangguan muskuloskeletal adalah kondisi terjadinya gangguan
fungsi pada ligamen, otot, saraf, sendi dan tendon, serta tulang belakang. Beberapa kasus
gangguan muskuloskeletal adalah osteosarkoma, osteomyelitis, osteoporosis, dan fraktur
Osteosarkoma adalah kanker yang dijumpai pada tulang yang dapat merusak
jaringan tulang dan membuat tulang menjadi rapuh. Penyakit ini umumnya bersifat
agresif dan cenderung menyebar ke organ jauh (bermetastasis) secara dini. Sebagian
besar penyakit ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, di mana remaja termasuk
kelompok usia yang paling sering terkena. Lebih dari 60% dari osteosarkoma ditemukan
pada pasien usia kurang dari 25 tahun. Kejadian osteosarkoma dapat meningkat kembali
pada usia di atas 60 tahun. Osteosarkoma lebih sering terjadi pada pria daripada wanita
dengan perbandingan 3:2. Menurut WHO, kejadian osteosarkoma pada semua populasi
adalah sekitar 4-5 per 1.000.000 penduduk. Perkiraan kejadian osteosarkoma meningkat
menjadi 8-11 per 1.000.000 penduduk per tahun pada usia 15-19 tahun. Di Indonesia,
didapatkan bahwa kejadian kanker tulang sebesar 1,6% dari seluruh jenis kanker pada
manusia dengan kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Di RSCM, terdapat 219
kasus osteosarkoma (16,8 kasus/tahun) dalam kurun waktu 13 tahun (1995-2007) yang
merupakan jumlah terbanyak dari seluruh keganasan tulang (70,59%) dengan distribusi
terbanyak pada dekade ke-2 [ CITATION Kem19 \l 1033 ].
Osteomyelitis adalah penyakit infeksi yang mengenai tulang. Osteomyelitis
berdasarkan temuan histopatologinya dapat dikategorikan menjadi akut dan kronis.
Osteomyelitis akut sering diasosiasikan dengan perubahan inflamasi pada tulang yang
disebabkan oleh bakteri patogen dengan gejala terjadi dalam waktu 2 minggu setelah
infeksi. Pada osteomyelitis kronis, nekrosis tulang dapat terjadi hingga 6 minggu pasca
infeksi. Belum terdapat angka insiden osteomyelitis secara global. Sebuah studi di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa angka kejadian osteomyelitis mencapai 21,8 kasus
per 100.000 orang per tahun. Lebih sering ditemukan pada laki-laki, dan meningkat
seiring dengan usia karena penyakit komorbid seperti diabetes mellitus atau gangguan
vaskuler perifer lainnya. Insiden osteomyelitis meningkat dari tahun ke tahun, dari 11,4
kasus per 100.000 orang pertahun pada tahun 1969-1979 menjadi 24,4 kasus per 100.000
orang per tahun padat tahun 2000-2009. Studi ini juga mengemukakan bahwa angka
insiden osteomyelitis setelah prosedur pembedahan dan trauma berkisar antara 1-55%.
Saat ini belum didapatkan angka insiden osteomyelitis di Indonesia [ CITATION
Njo20 \l 1033 ].
Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit
ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah
tulang (Cosman, 2014). Menurut Departemen Kesehatan RI, wanita memiliki resiko
osteoporosis lebih tinggi yaitu 21,7%, dibandingkan dengan laki-laki yang hanya
berisiko terkena osteoporosis sebanyak 14,8%. Hal ini dikarenakan wanita mengalami
proses kehamilan dan menyusui serta terjadinya penurunan hormon estrogen pada saat
pre menopause, menopause, dan pasca menopause (Depkes, 2014). Menurut penelitian di
Indonesia, prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun wanita sebanyak 18-
36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur diatas 70 tahun wanita 53,6%, pria 38%.
Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di
Asia pada tahun 2050. Mereka yang terserang rata-rata berusia diatas 50 tahun
[ CITATION Ame18 \l 1033 ].
Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang. Penyebab
terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif
dan patologi (Depkes RI, 2005). World Health Organization (WHO) mencatat pada
tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas (WHO, 2011). Menurut Depkes RI 2011, dari sekian
banyak kasus fraktur di indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan
memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%.
Delapan puluh persen pasien 35 tahun atau lebih tua dengan fraktur femur diakibatkan
karena trauma energi moderat. Pada orang dewasa yang lebih tua, jatuh energi rendah
adalah penyebab paling umum sekitar 65 persen dari patah tulang. Di Indonesia sendiri,
distribusi data dari fraktur femur belum tersedia [ CITATION Noo17 \l 1033 ].
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang makalah di atas, permasalahan dalam pembahasan ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan sistem muskuloskeletal?
2. Bagaimana gangguan sistem muskuloskeletal meneybabkan masalah keperawatan?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada gangguan sistem muskuloskeletal?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang gangguan muskuloskeletal.
2. Mengetahui dan memahami proses terjadinya gangguan sistem muskuloskeletal.
3. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada gangguan sistem
muskuloskeletal.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal terdiri dari kata muskulo yang berarti otot dan kata skeletal
yang berarti tulang. Gangguan muskuloskeletal adalah kondisi terjadinya gangguan
fungsi pada ligamen, otot, saraf, sendi dan tendon, serta tulang belakang. Beberapa kasus
gangguan muskuloskeletal adalah osteosarkoma, osteomyelitis, osteoporosis, dan fraktur.
Osteosarkoma adalah tumor ganas tulang primer nonhemopoetik yang paling sering
ditemukan (Kamal, 2020). Tumor berasal dari sel mesenkimal primitive yang ditandai
dengan sel-sel spindle pleomorfik dan osteoid ganas. Osteosarkoma diklasifikasikan oleh
WHO, yaitu sebagai berikut Conventional Ostoesarcoma; Telangietatic Osteosarcoma;
Small Cell Osteosarcoma; Low Grade Central Osteosarcoma; Secondary Osteosarcoma;
Parosteal Osteosarcoma; Periosteal Osteosarcoma; High Grade Surface Osteosarcoma
(Putra et al., 2020: 924). Berdasarkan lokasinya, terdapat tipe Osteosarkoma yang
tumbuh di permukaan tulang seperti Parosteal Osteosarcoma, Periosteal Osteosarcoma,
dan High Grade Surface Osteosarkoma. Etiologi dari Osteosarkoma ini masih belum
jelas dan hanya beberapa faktor risiko yang diketahui, seperti faktor lingkungan dan
faktor genetik. Untuk sementara ini beberapa faktor diduga memiliki peranan penting
dalam terjadinya Osteosarkoma, seperti terjadinya ekspresi gen Met dan Fos secara
berlebihan, mutasi gen TP53, dan beberapa penyakit bawaan sejak lahir yang dicurigai
dapat menimbulkan terjadinya Osteosarkoma seperti Retinoblastoma Herediter. Paparan
lingkungan juga memiliki peranan penting dalam terjadinya Osteosarkoma, seperti
paparan radiasi yang dapat menimbulkan terjadinya mutasi gen sehingga membentuk
suatu keganasan. (Putra et al., 2020: 924). Manifestasi klinis yang sering muncul yaitu
nyeri di sekitar persendian; benjolan di ekstremitas yang membesar dengan cepat;
gerakan sendi menjadi terbatas karena benjolan di ekstremitas dan nyeri sendi; flexion
deformity dan flexion contracture karena pasien biasanya mengistirahatkan sendi pada
posisi fleksi. Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb salvage
surgery (LSS) atau amputasi), kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi yang diberikan
konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi (Kemkes).
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Penurunan massa tulang ini sebagai akibat dari
berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari
keduanya. Osteoporosis dibedakan menjadi 2 yaitu osteoporosis lokal dan osteopororsis
umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut
adalah determinan massa tulang, determinan penurunan massa tulang. Osteoporosis
dimanifestasikan dengan nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata, nyeri timbul
mendadak, sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang, nyeri berkurang
pada saat istirahat di tempat tidur, nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan
bertambah jika melakukan aktivitas, dan deformitas vertebra thorakalis. Untuk
pemeriksaan diagnostik dan penunjangnya dilakukan X-ray; Bone Mineral Density
(BMD) untuk mengukur densitas tulang; Serum kalsium, posphor, alkalin fosfatase;
Quantitative ultrasound (QUS) untuk mengukur densitas tulang dengan gelombang suara.
Masalah keperawatan yang dapat terjadi adalah nyeri kronis, gangguan mobilitas fisik,
dan risiko jatuh.
Pengertian osteomyelitis yang paling mendasar adalah infeksi jaringan tulang yang
mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri piogenik.
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya
awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat.
Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak ditangani dengan
baik (Arsyad, 2016). Selain itu, menurut sumber infeksinya, osteomielitis tergolong
hematogen jika infeksi berasal dari bakteremia dan bersebelahan jika berasal dari infeksi
jaringan terdekat. Ada juga klasifikasi osteomielitis lain yang terkait dengan adanya
insufisiensi vaskular yang tidak disebutkan oleh Waldvogel dkk tetapi cukup relevan,
yaitu infeksi yang terjadi dari penetrasi langsung mikroorganisme ke dalam tulang baik
dari cedera atau prosedur pembedahan. (Rawung & Moningkey, 2019). Penyebab
tersering osteomielitis termasuk patah tulang terbuka, penyebaran bakteri secara
hematogen, dan prosedur pembedahan orthopaedi yang mengalami komplikasi infeksi
(DeCoster dkk, 2008). Pasien dapat menderita nyeri pada daerah yang terkena, eritema,
bengkak dan terdapat sinus. Demam biasanya tidak ditemukan pada osteomielitis kronis
(Patzakis dkk, 2005, Salomon dkk, 2010). Masalah keperawatan yang dapat terjadi
adalah nyeri akut, ansietas, gangguan integritas kulit, gangguan citra tubuh, dan risiko
defisit nutrisi.
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x)
dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot
atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga
dapat menjadi komplikasi pemulihan klien (Black dan Hawks, 2014). Tekanan
berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan sehingga
mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan
menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan
pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang
tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada
semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh,
2014). Tanda dan gejala terjadi fraktur antara lain deformitas, pembengkakan, memar,
spasme otot, nyeri, ketegangan, kehilangan fungsi, gerakan abnormal dan kreptisasi,
perubahan neurovaskuler, syok. Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup
dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera,
sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan
jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya
(Black dan Hawks, 2014). Masalah keperawatan yang dapat terjadi adalah nyeri akut,
mobilitas fisik.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat diharapkan mampu melakukan asuhan keperawatan sesuai
dengan standar operasional prosedur kepada klien secara professional. Salah satunya
yaitu mampu memahami dan mengetahui masalah yang berhubungan dengan kasus
gangguan sistem muskuloskleletal. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang
sering berinteraksi dengan klien, perawat harus mampu memenuhi kebutuhan klien.
Perawat diharapkan mampu menangani permasalahan yang dialami klien dengan
mengikutsertakan tenaga medis lainnya sebagai peran kolaborasi.
Bibliography
Kementerian Kesehatan. (2019). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Osteosarkoma. Retrieved from
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKOsteosarkoma.pdf
Njoto, E. (2020, Mei 26). Osteomyelitis. Retrieved from
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/osteomyelitis
Amelia, W. (2018). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SUSU PADA
WANITA PRALANSIA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS DI
BATURAJA TAHUN 2018. 'Aisyiyah Medika Vol 2, 47-56.
Noorisa, R. D. (2017). THE CHARACTERISTIC OF PATIENTS WITH FEMORAL
FRACTURE IN DEPARTMENT OF ORTHOPAEDIC AND TRAUMATOLOGY
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA 2013 – 2016. Journal of Orthopaedi &
Traumatology Surabaya Vol 6 No. 1, 1-11.

Anda mungkin juga menyukai