OSTEOPOROSIS
DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN OLEH
(1902050274)
FAKULTAS KESEHATAN
D3 FARMASI
2020
I. PENGERTIAN
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi
sesuai dengan proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer
masih menduduki tempat utama karena lebih banyak ditemukan
dibandingkan osteoporosis sekunder (Ode, 2012). Pada wanita
biasanya disebabkan oleh pengaruh hormonal yang tidak seefektif
biasanya. Osteoporosis ini terjadi karena kekurangan kalsiumakibat
penuaan usia (Syam dkk, 2014).
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit tertentu,
gangguan hormonal, dan juga kesalahan pada gaya hidup seperti
konsumsi alkohol secara berlebihan, rokok, kafein, dan kurangnya
aktifitas fisik. Berbeda dengan osteoporosis primer yang terjadi
karena faktor usia, osteoporosis sekunder bisa saja terjadi pada
orang yang masih berusia muda (Syam dkk, 2014). Penyakit yang
terkait dengan osteoporosis sering kali melibatkan mekanisme yang
berkaitan dengan ketidakseimbangan kalsium, vitamin D, dan
hormon seks. (NIH Osteoporosis dkk,2017)
Selain itu, banyak penyakit inflamasi, seperti rheumatoid arthritis,
mungkin memerlukan pasien untuk menjalani terapi glukokortikoid
jangka panjang dan telah dikaitkan dengan osteoporosis sekunder.
Khususnya, glukokortikoid dianggap sebagai obat paling umum yang
terkait dengan osteoporosis yang diinduksi obat. BMD telah
ditemukan menurun dengan cepat dalam tiga sampai enam bulan
sejak dimulainya terapi glukokortikoid. American College of
Rheumatology (ACR) memiliki rekomendasi rinci untuk membantu
memandu pemilihan terapi untuk pencegahan dan pengobatan
osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid (GIO). BMD telah
ditemukan menurun dengan cepat dalam tiga sampai enam bulan
sejak dimulainya terapi glukokortikoid.(Buckley L dkk, 2017)
American College of Rheumatology (ACR) memiliki rekomendasi
rinci untuk membantu memandu pemilihan terapi untuk
pencegahan dan pengobatan osteoporosis yang diinduksi
glukokortikoid (GIO). (Buckley L dkk, 2017)
3. Osteoporosis Idiopatik
osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, ditemukan pada
usia kanak-kanak (juvenil), usia remaja, dan pria usia pertengahan.
(kemenkes, 2015)
Gejala Osteoporosis
Pathogenesis
Etiopatogenesis utama osteoporosis pada perempuan pasca-
menopause adalah defisiensi estrogen yang menyebabkan percepatan
turnover tulang, sedangkan pada pria dan perempuan pre-menopause
adalah karena insufisiensi vitamin D dan hiperparatiroidisme. (Pavone V
dkk, 2017)
Kombinasi faktor genetik, endokrin, dan nutrisi dapat mengubah
keseimbangan antara resorpsi tulang dan deposisi tulang melalui
stimulasi aktivitas osteoklas dan penghambatan aktivitas osteoblas dan
osteosit. Faktor endokrin utama dalam terjadinya osteoporosis adalah
hormone paratiroid (PTH), vitamin D, calcitonin, dan estrogen. PTH
memicu absorpsi kalsium dari ginjal, tulang, dan usus, memicu aktivitas
osteoklas, serta mengaktivasi vitamin D menjadi calcitriol yang memicu
absorpsi kalsium dari usus. Peran PTH dan vitamin D berlawanan dengan
calcitonin, yang secara reversibel menghambat fungsi osteoklas, sehingga
menghambat resorpsi tulang. Estrogen juga menghambat resorpsi tulang
dengan mengikat reseptor spesifik, reseptor estrogen a (Era) dan reseptor
estrogen b (Erb) untuk meningkatkan apoptosis osteoklas. Penurunan
produksi estrogen pada perempuan pasca-menopause merupakan salah
satu faktor kejadian osteoporosis lebih tinggi pada populasi ini. (Pavone V
dkk, 2017)
Faktor lain yang berperan dalam resorpsi tulang adalah faktor fisik,
seperti kerusakan mikro berulang mengakibatkan RANKL (receptor
activator of nuclear factor kappa-B ligand) berikatan dengan reseptornya
(RANK) yang diekspresikan pada pra-osteoklas, menyebabkan aktivasi
osteoklas. Selain itu, stres oksidatif juga menyebabkan pelepasan sitokin
dan prostaglandin yang dapat meningkatkan osteoklastogenesis melalui
upregulation RANKL dan downregulation osteoprotegerin, protein yang
secara normal menghambat ikatan RANKL pada RANK. (Tabatabaei
Malazy O dkk, 2017)
Faktor risiko (kemenkes, 2015)
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah/ dimodifikasi:
Usia lanjut
Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi organ
tubuh termasuk penyerapan kalsium oleh usus; penurunan
estrogen atau testosteron akibat penuaan juga
meningkatkan risiko osteoporosis. Selain itu, pada usia
lanjut terjadi peningkatan hormone paratiroid.
Jenis kelamin
di mana risiko pada perempuan lebih tinggi Osteoporosis
lebih banyak pada perempuan karena pengaruh penurunan
estrogen yang sudah dimulai sejak usia 35 tahun.
Perempuan hamil juga berisiko osteoporosis karena proses
pembentukan janin yang membutuhkan banyak kalsium.
Riwayat osteoporosis
keluarga kandung (genetik)
Ras
Ras Asia dan Kaukasia atau orang kulit putih memiliki risiko
lebih besar untuk mengalami osteoporosis, karena secara
umum konsumsi kalsiumnya rendah, intoleransi laktosa,
dan menghindari produk hewan. Sedangkan ras kulit hitam
dan Hispanik memiliki risiko mengalami osteoporosis yang
lebih rendah.
Penurunan hormon estrogen atau testosteron akibat
penuaan
2. Faktor risiko yang dapat diubah/ dimodifikasi:
Berat badan yang rendah dan struktur tulang yang kecil
Kurang aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik dapat menghambat aktivitas
osteoblas sehingga densitas tulang akan berkurang.
Kurang paparan sinar matahari
Kurang asupan kalsium
Jika asupan kalsium kurang, tubuh akan mengeluarkan
hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh
lain, termasuk tulang.
Merokok
Zat nikotin dalam rokok bisa mempercepat resorpsi tulang
dan menurunkan kadar dan aktivitas estrogen, sehingga
meningkatkan risiko osteoporosis.
Konsumsi minuman tinggi kafein dan alkohol
Kafein dan alkohol dapat menghambat proses
pembentukan massa tulang dan menyebabkan
terbuangnya kalsium bersama urin, sehingga menyebabkan
pengeroposan tulang.
Penggunaan obat tertentu jangka panjang
(kortikosteroid, antikejang, antikoagulan, methotrexate)
Kortikosteroid dapat menghambat aktivitas osteoblas
sehingga meningkatkan risiko osteoporosis.
Pencegahan
Pencegahan osteoporosis harus dimulai sedini mungkin, bahkan
sejak di dalam rahim, untuk mencapai massa tulang semaksimal mungkin,
serta penurunan massa tulang seminimal mungkin. Beberapa cara yang
bisa dilakukan, yaitu (Kemenkes RI, 2015)
Cukupi kebutuhan nutrisi, seperti kalsium dan vitamin D.
Kebutuhan kalsium 80 - 1500 mg/hari dan vitamin D 800-
1000 IU/hari.
Olahraga atau aktivitas fisik yang cukup, misalnya banyak
berjalan kaki.
Hindari merokok dan minum alcohol.
Kurangi konsumsi kafein dan soda.
Pemeriksaan dini osteoporosis, terutama saat menopause.
Tatalaksana
Terapi Farmakologi
Antiresorptive agent
Anabolic agent
II. PENGGOLONGAN
1) Bisphosphonate
Bisfosfonat adalah kelompok obat yang berfungsi untuk
memperlambat dan mencegah terjadinya kerapuhan tulang akibat
kematian sel - sel tulang. Bisfosfonat juga dapat berfungsi untuk
memperkuat tulang dan mengatasi hiperkalsemia atau kadar
kalsium tinggi dalam darah yang muncul akibat komplikasi kanker.
Obat - obatan yang masuk ke dalam kelompok bisfosfonat
merupakan obat resep, sehingga penggunaannya harus
berdasarkan petunjuk dokter. Obat-obatan ini digunakan dalam
bentuk diminum atau diinfus.
Bisphosphonate oral merupakan obat yang efektif, terjangkau,
dengan data keamanan jangka panjang untuk sebagian besar
senyawa. Jika tidak ada kontraindikasi spesifik, bisphosphonate
oral dipertimbangkan sebagai terapi farmakologi lini pertama
untuk perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur,
dan telah disetujui FDA untuk osteoporosis yang disebabkan oleh
glucocorticoid. Bisphosphonate bekerja mempengaruhi jalur
intraseluler spesifik pada osteoklas yang menyebabkan toksisitas
seluler. Secara spesifik, obat ini mengikat hidroksiapatit dan
menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas melalui beberapa
cara, yaitu sitotoksik atau injuri metabolik pada osteoklas matur,
menghambat penempelan osteoklas pada tulang,
menghambatdiferensiasi dan rekrutmen osteoklas, serta
mempengaruhi struktur osteoklas yang diperlukan untuk resorpsi
tulang (komponenn sitoskeleton).
Obat - obatan yang termasuk ke dalam golongan bisfosfonat
adalah :
a. Alendronat : Dosis 70mg 1 tab 1 x/minggu, untuk
orang dewasa
Indikasi : Terapi osteoporosis pada wanita paska
menopause
Kontra Indikasi : Kondisi abnormal dari esofagus yang
memperlambat proses pengosongan, misalnya : striktura atau
akalasia, ketidak mampuan berdiri atau duduk teagk selama
minimal 30menit. (ISO VOL 50 Hal 273 Tahun 2016)
b. Zoledronate : Dosis 5mg infus tiap 2 tahun sekali orang
dewasa
Indikasi : Mencegah osteoporosis (wanita
pascamenopause)
Kontra Indikasi : Tidak untuk anak anak dan penderita
hipokalsemia (IR Reid, 2019)
c. Clodronat :Dosis 600mg sehari, dapat ditingkatkan
sampai maksimal 3.200 mg jika perlu untuk orang tua.
Indikasi : Membentuk kompleks dengan ion logam
bervalensi dua yang bisa mengganggu penyerapan.
Kontra Indikasi : Pada pasien gagal jantung berat.
(Dini Anggraini dkk, 2016)
d. Ibandronat acid : Dosis 150 mg, 1 kali per bulan, diberikan
pada tanggal yang sama setiap bulannya.
Indikasi : pengobatan atau pencegahan
osteoporosis pascamenopause
Kontra Indikasi : wanita hamil atau menyusui, ginjal berat
(Kemenkes RI, 2015)
e. Risedronat : Dosis 35 mg dan 75 mg dikonsumsi
seminggu atau sebulan sekali untuk orang dewasa
Indikasi : Osteoporosis pada wanita paska
menopause dan osteoporosis yang disebabkan oleh
glukokortikoid pada pria dan wanita
Kontra Indikasi : Hipokalsemia
(A Fajar, 2018)
a) Mekanisme kerja
Mekanisme kerja bifosfonat yaitu menurunkan resorpsi
tulang dengan menghambat fungsi osteoklas dan obat ini
telah dibuktikan memiliki khasiat anti-fraktur pada pasien
dengan osteoporosis. Obat ini memiliki keunikan yaitu dapat
berikatan dengan hidroksiapatit di tulang dan bertahan lama
di dalam tulang.
b) Indikasi
Bisfosfonat seringkali digunakan dalam jangka panjang
untuk mengobati penyakit osteoporosis, yang dapat dipicu
oleh menopause (osteoporosis pasca menopause). Kepadatan
jaringan tulang diatur oleh dua jenis sel dalam tulang, yaitu
osteoblas dan osteoklas. Ostoblas akan berperan untuk
membentuk jaringan tulang dengan menggunakan mineral,
sedangkan osteoklas akan berperan untuk menghancurkan
jaringan tulang dan menyerap mineral untuk digunakan
kembali. Pada perempuan yang sudah mengalami
menopause, kurangnya estrogen akan menyebabkan
peningkatan aktivitas osteoklas tanpa diiringi dengan
peningkatan aktivitas osteoblas. Hal ini menyebabkan tulang
menjadi kehilangan kepadatannya dan terjadi ostoporosis.
Bisfosfonat bekerja dengan cara menghambat fungsi dan
kinerja sel osteoklas di dalam jaringan tulang. Bisfosfonat
akan menghambat proses ini sehingga dapat mencegah
hilangnya massa tulang dan memperkuat jaringan tulang.
Selain itu, obat ini juga dapat mencegah sel osteoblas dan
osteosit, yaitu sel-sel yang menjadi komponen utama jaringan
tulang, dari mengalami kematian. Hal ini dapat mencegah
jaringan tulang mengalami kerapuhan akibat kematian sel
osteoblas dan osteosit.
Selain osteoporosis, bisfosfonat juga dapat digunakan
untuk mengobati berbagai kondisi lainnya. Contohnya adalah
penyakit paget dan kelebihan kalsium akibat kanker.
c) Kontra Indikasi
a. Alendronate dan risedronate memiliki kategori kehamilan
C, sedangkan zolendronic acid memiliki kategori kehamilan
D. Artinya bahwa obat golongan bisfosfonat terbukti
memiliki risiko adanya kelainan pada janin jika dikonsumsi
oleh ibu hamil. Oleh karena itu, obat ini sebaiknya tidak
dikonsumsi oleh ibu hamil, kecuali dalam keadaan khusus
yang mendesak dan tidak ada obat lain yang lebih aman.
b. Sejauh ini belum diketahui apakah obat golongan
bisfosfonat dapat terserap ke dalam air susu ibu menyusui
atau tidak. Oleh karena itu, untuk menghindari risiko,
sebaiknya ibu yang sedang menyusui tidak
mengonsumsinya.
c. Obat golongan bisfosfonat tidak boleh digunakan oleh
orang yang memiliki alergi terhadap obat ini. Selain itu,
penderita hipokalsemia (kekurangan kalsium dalam darah)
juga tidak dibolehkan menggunakan obat golongan
bisfosfonat.
d. Untuk mencegah terjadinya hipokalsemia akibat
menggunakan obat golongan bisfosfonat, pasien
diharuskan menjaga asupan kalsium dan vitamin D sehari-
hari. Dokter akan memberikan daftar makanan dan
minuman yang mengandung kalsium dan vitamin D untuk
dikonsumsi pasien selama menggunakan obat
e. Dikarenakan obat golongan bisfosfonat memengaruhi
metabolisme kalsium dalam tubuh, penderita penyakit
ginjal terutama pada stadium lanjut harus menghindari
konsumsi obat golongan bisfosfonat.
f. Obat golongan bisfosfonat bentuk oral harus diminum
dengan air putih dan diusahakan dalam keadaan perut
kosong agar terserap dengan baik oleh tubuh. Setelah
meminum obat golongan bisfosfonat, pasien diharuskan
diam dalam keadaan duduk atau berdiri selama sekitar 30
menit.
g. Penderita kelainan penyempitan esofagus atau
kerongkongan, serta orang yang tidak dapat berdiri atau
duduk dengan stabil selama 30 tidak dibolehkan
mengonsumsi bisfosfonat, karena akan rentan mengalami
iritasi pada esofagus.
d) Kontraindikasi
riwayat tromboembolisme Vena, pendarahan uterus tak
terdiagnosa kanker endometrium kerusakan hati, kolestasis,
kerusakan ginjal parah, kehamilan, dan menyusui
e) Efek samping
tromboembolisme Vena, tromboplebitis, hot flushes, kram
kaki, udem perifer, gejala seperti influenza, jarang ruang,
gangguan saluran cerna, hipertensi, sakit kepala(termasuk
migrain), ketidaknyamanan payudara.
f) Dosis
1 tablet 60 mg sekali sehari oral dapat diminum kapanpun
tanpa harus makan terlebih dahulu titik untuk wanita dengan
asupan nutrisi yang kurang, disarankan suplementasi kalsium
dan vitamin D
3) Kalsitonin
Calcitonin menghambat resorpsi tulang dengan meningkatkan
aktivitas osteoblas dan dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua
jika obat lini pertama tidak dapat ditoleransi atau tidak efektif.
Studi menunjukkan bahwa calcitonin meningkatkan BMD lumbal
dan menurunkan petanda biologi turnover tulang, namun tidak
mencegah fraktur baru tulang vertebra, non-vertebra, dan
panggul. Calcitonin tersedia dalam bentuk injeksi dan intranasal
dengan dosis 100 IU subkutan 2 hari sekali atau 200 IU intranasal
sekali sehari.
a) Mekanisme Kerja
bersama dengan hormon paratiroid, kalsitonin berperan
dalam mengatur homoestatis Ca dan metabolism Ca tulang.
Kalsitonin dilepaskan dari kelenjar tiroid ketika terjadi
peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin salmon
digunakan secara klinis sebab lebih ppoten dan bertahan lebih
lama daripada kalsitonin mamalia.
b) Indikasi
kalsitonin diindikasikan untuk pengobatan osteoporosis untuk
wanita setidaknya 5 tahun setelah menopause, hiperkalsemia,
penyakit paget, dan nyeri tulang atau sindrom kompresi.
c) Kontra Indikasi : -
d) Efek Samping
mual, muntah, flushing, kecapan tak enak, kedutan di tangan,
reaksi radang local.
4) Estrogen & Progesteron serta Preparat Sintetiknya
Esterogen dan terapi hormonal
a) Mekanisme kerja
esterogen menurunkan aktivitas osteoklas menghambat pth
secara peripheral. Meningkatkan konsentrasi calcitriol dan
absorpsi kalsium di usus, dan menurunkan ekskresi kalsium
oleh ginjal.
Efek peningkatan HMS dari terapi estrogen (ET) dan terapi
kombinasi hormon esterogen-progestin (HT) lebih kecil dari
efek yang dihasilkan oleh bisfosfonat.
Atau teriparatide, tetapi lebih besar daripada raloxifene. Hasil
dari studi menunjukkan bahwa ET atau HT meningkatkan BMD
lumbar spinal sebesar. 4,9-7% BMD leher fermolar sebesar
2,3% dan 4,1% dan BMD lengan bawah sebesar 3% dan 4,5%.
Pada tahun pertama dan kedua, secara berurutan androgen
oral dan transdermal pada dosis yang sama dan penelitian HT
berkelanjutan atau siklus memiliki efek HMD dapat dilihat
dalam beberapa tahun pertama pengobatan, dan sesudahnya
terjadi sedikit peningkatan atau plateu. Efek terhadap BMD
meningkat jika ET atau HT dikombinasikan dengan bifosfonat
atau hormon paratiroid, jika ET atau HT dihentikan, hilangnya
massa tulang dipercepat dalam jangka waktu pendek
dibandingkan dengan plasebo pada sebagian besar studi HT
menurunkan fraktur vertebral, pinggul dan semua fraktur
secara berurut-urut sebesar 34%, 35%, dan 24%. Percobaan
the esterogen-only of the womens healt initiative (WHI) juga
menentukan penurunan faktur timbul pada penggunaan ET
b) indikasi
defisiensi gonad, terapi pengganti hormon (HRT), kanker
payudara, osteoporosis pasca menopause, gangguan siklus
haid, dan kontrasepsi oral (bersama progesteron)
c) Kontra indikasi
kehamilan, kanker yang esterogen dependen tromboplebitis
aktif atau tromboemboli, gangguan fungsi hati, pendarahan
vagina yang belum jelas sebabnya, wanita menyusui.
d) Peringatan
penggunaan estrogen jangka lama tanpa
diimbangiprogestogen meningkatkan risiko kanker
endometrium pada wanita yang uterus nya utuh, migrain,
riwayat fibrokistik payudara (periksa payudara secara berkala)
fibroid uterus dapat membesar endometriosis (gejala dapat
kambuh) predisposisi, trometriotritis dan emboli penyakit
kandung empedu.
Interaksi :
penghambat ACE
esterogen dan kontrasepsi oral kombinasi melawan efek
hipotensif
anti bakteri
rifampisin mempercepat metabolisme kontrasepsi oral
kombinasi dan progestogen tunggal (menurunkan efek
kontraseptif, penting apabila antibiotik spektrum luas
seperti ampisilin dan tetrasiklin diberikan dengan
kontrasepsi oral kombinasi, kemungkinan menurunkan
efek kontraseptif) risiko kemungkinan kecil
antikoagulan
antagonisme terhadap efek antikoagulan dan Nikomulon,
fenindion dan warfarin
anti depresan
dilaporkan adanya antagonisme terhadap efek
antidepresan, tetapi efek samping trisiklik dapat meningkat
karena kadar plasma yang lebih tinggi.
antidiabetika
antagonis efek hipoglikemia
anti epileptika
karbamazepin, fenobarbital, fenotoin, primidon dan
topiramat mempercepat metabolisme (menurunkan efek
kontrasepsi kombinasi dan progestogen tunggal)
anti jamur
griseofulvia mempercepat metabolisme menurunkan efek
esterogen, ada laporan anekdotal tentang kegagalan
kontrasepsi dengan flukonazol, itrakonazol, ketokonazol,
dan mungkin yang lainnya.
anti hipertensi
kontrasepsi oral kombinasi melawan efek hipotensif
antivirus titonavir
mempercepat metabolisme kontrasepsi oral kombinasi
mengurangi efek kontraseptif.
Beta bloker
esterogen dan kontrasepsi oral kombinasi melawan efek
hipotensif
siklosporin
meningkatkan kadar plasma siklosporin
diuretik
kontrasepsi oral kombinasi melawan efek diuretik
theofilin
kontrasepsi oral kombinasi menunda ekskresi (menaikkan
kadar plasma teofilin)
obat-obat antiulkus
diinformasikan bahwa klakson prazole mungkin
mempercepat metabolisme.
Sediaan beredar :
Estero (Santi sepuri) tablet esterogen 0.3mg : 0,625 :
1,250mg
kliogest (Dexa medica) tablet estradiol 2mg
norethisterone asetat 1mg
oven (pharmacia) tablet estropipat 0.75 mg (Ogen
0,25) : 15mg (Ogen 1,25)
a. CRINONE
Progesterone.
Idikasi
Terapi infertilitas km fase luteal yg tdk adekuat. Utk
penggunaan selama fertilisasi in vitro, dimana infertilitas
terutama disebabkan km ggn pd tuba, idiopatik, atau
endometriosis yg berhubungan dg siklus ovulasi normal.
b. CYCLO-PROGYNOVA
indikasi
Amenore primer & sekunder, siklus haid tdk terstur, termpi
ssulih homon selama & ssdh sindrom imakterium; terapi
defisensi hormon ssdh oolorek- fomi atau kastrasl radiolog utk
peny non-karsinoma.
c) DUPHASTON
indikasi
lihat pada dosis
d) FEMOSTON
indikasi
terapi untuk gangguan yang diakibatkan menopause alamiah
atau menopause km pembedahan,pencegahan osteoporosis
pasca pasca menopause pada wanita yang beresiko tinggi
mengalami fraktur.
e) GESTIN F1
indikasi
kontrasepsi 1 bulan-an
f) GESTIN 2
indikasi
untuk mencegah kehamilan
g) GESTIN F3
indikasi
untuk mencegah kehamilan
h) LUTENYL
indikasi
gejala yang berhubungan dengan defisiensi progesteron
pendarahan fungsional uterus dan pada fibroma,
endometriosis qomatish menteri terapi sulih hormon dalam
kombinasi dengan estrogen.
i) NEYNNA
indikasi
kontrasepsi oral bulanan yang dapat meredakan gejala-gejala
androgen pada wanita, hirsutisme ringan, alopesia
androgenik.
j) NORELUT
indikasi
lihat pada dosis
k) OESTROGEL
indikasi
Defisiensi estrogen dan gejala gejala defisiensi estrogen
terutama yang berhubungan dengan menopause. Untuk
pencegahan osteoporosis pada pasca menopause.
l) OVESTIN
Indikasi
atrofi sel urogenital bagian bawah yang berhubungan dengan
defisiensi estrogen tidak untuk terapi terhadap keluhan vagina
seperti dispareunia kering dan gatal. Dan pasca terapi pada
wanita pasca menopause hal yang mengalami op vaginal.
Keluhan pada masa climacterium seperti muka terasa panas
kemerahan dan keringat malam hari. Infertilitas karena
gangguan pada serviks
m) PREABOR
Indikasi
mencegah ancaman abortus, ancaman kelahiran prematur, dan
abortus habitualis.
n) PREGNABION
indikasi
persalinan prematur yang mengancam jiwa, abortus, abortus
habitual
o) PREGNOLIN
indikasi
lihat pada dosis
p) PREGTENOL
indikasi
lihat pada dosis
q) PRIMOLUT N
indikasi
pendarahan disfungsional, amonium primer dan sekunder,
sindrom pramenstruasi, Mas topati siklik, pengaturan waktu
menstruasi, Andrometriosis
r) PROVERA
indikasi
sebagai terapi penunjang dan atau paliatif karsinoma
endometrium recurrent dan atau Mita statis atau Renault,
dalam pengobatan kanker payudara yang tergantung pada
hormonal pada wanita pasca menopause.
s) REGUMEN
indikasi
pengobatan pendarahan rahim disfungsional, endometriosis,
metroPati hemoragik,sindroma premenstruasi penundaan
waktu haid, menoragi dan dismenore
t) RENIDIOL
indikasi
terapi amenore sekunder.
u) UTROGESTAN
indikasi
gangguan yang berhubungan dengan defisiensi progesteron.
Oral : untuk atasi haid yang tidak teratur karena divulasi,
Vag : untuk siklus fertilisasi in Vitro, alternatif terhadap rute
oral jika tidak dapat ditoleransi.
v) VISSANE
indikasi :
endometriosis
5) Kalsium
a) Mekanisme kerja obat
Kalsium penting untuk fungsi integritas sistem saraf dn otot,
untuk kontraktilitas jantung normal, dan koagulasi darah.
Kalsium juga berfungsi sebagai kofaktor enzim dan
mempengaruhi aktivitas sekresi kelenjar endokrin dan
eksokrin.
Pasien dengan penyakit ginjal (bersihan kreatin kurang dari 30
ml/ menit) menunjukan retensi fosfat dan hiperfosfatemia.
Retensi fosfat berperan dalam menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder yang berkaitan dengan
osteodistrofi dan klasifikasi jaringan lunak.
b) Indikasi
Suplemem kalsium biasanya hanya diperlukan bila kalsium
tidak cukup, definisi kalsium. Kalsium oral juga digunakan
dalam pengobatan osteoporosis, osteomalacia, riketsia, dan
tetanus laten.
c) Kontraindikasi
Kalsium dikontraindikasikan pada pasien dengan hiperkalemia
dan fibrilasi ventricular.
d) Interaksi obat
Antibakteri : menurunkan absorbs tetrasiklin
Bifosfonat : mengurangi absorbsi
Glikosida jantung : dosis kalsium intravena yang tinggi
dapat mencetus aritmia
Diuretik : dengan tiazid meningkatkan resiko
hiperkalsemia
e) Efek samping
Gangguan gastrointestinal ringan: bradikardia, aritmia, dan
iritasi setelah injeksi intravena.
1. Kalsium Glukonat
a. Indikasi
untuk tata laksana kasus hipokalsemia akut yang
simptomatik. Obat ini juga bisa digunakan untuk overdosis
calcium channel blocker, hipermagnesemia, dan luka bakar
akibat asam hidrofluorik. Indikasi lain, seperti untuk
resusitasi kardipulmonal.
b. Efek Samping
reaksi lokal akibat peningkatan kadar kalsium,
hiperkalsemia, dan keracunan aluminium.
c. Mekanisme kerja
obat yang sering digunakan untuk menaikan kadar kalsium
pada pasien hipokalsemia. Obat ini juga bisa digunakan
sebagai antidotum misalnya pada keadaan overdosis calcium
channel blocker dan luka bakar asam hidrofluorik.
2. Kalsium Laktat
a. Indikasi
obat atau suplemen yang berfungsi untuk mencegah serta
mengatasi kadar kalsium yang rendah di dalam darah atau
hipokalsemia. Obat ini bisa diandalkan untuk memenuhi
kebutuhan kalsium bagi mereka yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan kalsium dari makanan.
b. Efek Samping
Gatal-gatal. Kesulitan bernapas. Pembengkakan pada wajah.
Bibir.
c. Mekanisme kerja
Kalsium laktat banyak digunakan untuk terapi kekurangan
kalsium sehingga kebutuhan kalsium harian pada setiap
orang tercukupi. Obat ini juga berguna bagi wanita hamil,
gangguan kelenjar tiroid, dan penyakit tulang seperti
osteoporosis.
3. Kalsium Sitrat
a. Indikasi
digunakan untuk mencegah dan memperbaiki defisiensi
vitamin D serta kadar kalsium dalam darah yang rendah.
b. Efek Samping
Konstipasi, Mulas,Mual/muntah,Hilang nafsu makan,
Penurunan berat badan tidak normal, Perubahan suasana
hati, Nyeri pada tulang atau otot, Sakit kepala
c. Mekanisme kerja
digunakan untuk mencegah atau mengobati kadar rendah
kalsium dalam darah pada orang-orang yang tidak
mendapatkan cukup kalsium dari nutrisinya.
4. Kalsium Asetat
a. Indikasi
obat yang bermanfaat untuk menurunkan dan
mengendalikan kadar fosfat dalam darah pada pasien gagal
ginjal stadium akhir atau yang tengah menjalani cuci darah. .
b. Efek Samping
Nyeri perut, Bingung, Depresi, Sakit kepala, Sembelit, Berat
badan berkurang, Mual dan muntah, Meningkatkan
frekuensi buang air kecil.
c. Mekanisme kerja
Kalsium asetat bekerja dengan mengikat kandungan fosfat
yang ada pada makanan di usus halus dan mengeluarkannya
melalui tinja.
a. Mekanisme kerja
Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang
diperoleh dari sumber alami (minyak hati ikan) atau dari
konversi provitamin (7 –dehidrokolesterol dan ergosterol).
Pada manusia, suplai alami vitamin D tergantung pada
sinar ultraviolet untuk konversi 7 –dehidrokolesterol
menjadi vitamin D₃ atau egiosterol menjadi vitamin D₂.
setelah pemaparan terhadap sinar UV, vitamin D₃
kemudian diubah menjadi bentuk aktif vitamin D (kalsitriol)
oleh hati dan ginjal. Vitamin D dihidroksilasi oleh enzim
microsomal hati menjadi 25-hidroksi-vitamin D3 (25-[OH]-
D₃ atau kalsifediol). Kalsifidiol dihidroksilasi terutama di
ginjal menjadi 1,25-dihidroksi-vitamin D (1,25-[OH]₂-D₃
atau kalsitriol) dan 24,25-dihidroksikolekasiferol (24,25-
[OH]₂D₃). kalsitriol dipercaya merupakan bentuk vitamin D₃
yang paling aktif dalam menstimulasi transport kalsium dan
fosfal.
b. Indikasi
Vitamin D diindikasikan untuk riketsia, didefisiensi vitamin D
yang disebabkan malabsorpsi instestinal atau penyakit hati
kronis, hipokalsemia karena hipoparatiroidism, osteoporosis
pascamenopause.
c. Kontraindikasi
Hiperkalsemia, bukti adanya toksisitas vitamin D, sindrom
malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas abnormal
terhadap efek vitamin D, penurunsn fungsi ginjal.
d. Peringatan
Pemberian kalsium dari makanan secara bersamaan
diperlukan untuk mendapatkan respon klinis terhadap
terapi vitamin D.
Hiperkalsemia progresif karena dosis vitamin D dan
metabolitnya yang berlebih memerlukan perhatian serius.
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal hiperkalsemia
kronis dapat dikaitkan dengan peningkatan kreatinin
serum. Meskipun biasanya bersifat reversible, penting untk
memberi perhatian pada faktor-faktor yang dapat
menyebabkan hiperkalsemia.
Lesi tulang adinamis dapat terjadi jika level PTH ditekan
menjadi level abnormal.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang tidak
dapat mensintesis kalsitriol dengan jumlah cukup, kalsitriol
dibentuk dari precursor vitamin D. Hipokalsemia dan
hiperparatiroidism sekunder yang terjadi merupakan
penyebab utama kelainan tulang metabolik.
Penggunaan pada wanita hamil jika keuntungan yang
diperoleh melebihi potensi bahaya terhadap fetus.
Vitamin D diekskresikan pada air susu dalam jmlah
terbatas. Diperlukan monitoring terhadap konsentrasi
kalsium serum bayi. Jangan menyusui selama
mengkonsumsi kalsitriol.
Dosis pada pediatrik harus bersifat individual dan
diperlukan pengawasan medis yang baik.
e. Interaksi
Antasid yang mengandung magnesium : dapat terjadi
hipermagnesemia pada pasien yang sedang melakukan
dialysis renal kronis.
Glukosida digitalis : Hiperkalsemia pada pasien yang
mengkonsumsi digitalis dapat menyebabkan aritmia
kardiak.
Verapamil : fibrilasi atrium terjadi jika suplemen kalsium
dan kalsiferol menginduksi hiperkalsemia.
Kolestiramin : absorpsi vitamin D intestinal menurun.
Ketokonazol : ketokonazol dapat menghambat baik enzim
sintesis maupun katabolisme kalsitriol.
Minyak mineral : absorpsi vitamin D menurun dengan
penggunaan minyak mineral secara terus menerus.
Fenitoin fenobarbital : sintesis endogen kalsitriol akan
dihambat. Dosis kalsitriol yang lebih tinggi dapat
diperlukan jika kedua obat ini diberikan bersamaan.
Diuretik tiazid : pasien hipoparatiroid dapat mengalami
hiperkalsemia.
f. Efek samping
Jangka pendek :
Rasa lelah, sakit kepala, mual-mual, muntah, mulut
kering, konstipasi, nyeri oto, nyeri tulang, rasa logam.
Jangka panjang :
Polyuria, polydipsia, anoreksia, iritabilia, hilang berat
badan, noktuna, asidosis ringan, hiperkalsiuria, anemia,
azotemia revesible, nefrokalsinosis, konjungtivis,
pancreatitis, fotofobia, rhinorrhea, pruritus, hipertermia,
penurunan libido, peningkatan BUN, albuminuria,
hiperkolesterolemia, peningkatan AST, dan ALT, kalsifikasi
ektopik, hipertensi, aritmia kardiak.
Daftar pustaka