Anda di halaman 1dari 43

TUGAS FARMAKOLOGI KLINIK

PENGGOLONGN OBAT KANKER

OLEH :

Yurika Nurul Hidayah

S1-4A (1801041)

DOSEN PEMBIMBING :
Adriani Susanty, M.Farm., Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

2020
N Golongan Sub Golongan Obat
o
1 Alkilator Mustar nitrogen Mekloretamin, Siklofosfamid, Klorambusil,
Derivat etilenamin Mustar Urasil.
Alkil sulfonat Trietilenmelamin (TEM), Trietilentiofosforamid
Nitrosourea (tio-TEPA)
Busulfan
Karmustin (BCNU), Lomustin (CCNU), Semustin
(metil CCNU)
2 Antimetabolit Analog pirimidin 5-Fluorourasil, Sitarabin, 6-Azauridin, Floksuridin
Analog purin (FUDR).
Antagonis folat 6-Merkaptopurin, 6-Tioguanid (T6)
Metotreksat (MTX)
3 Antibiotik Daktinomisin, Mitomisin, Antrasiklin
(Doksorubisin, Daunorubisin), Mitamisin,
Bleomisin
4 Hormon Hormon Prednison
adrenokortikoster Hidroksiprogesteron Kaproat,
oid Hidroksiprogesteron Asetat, Megestrol Asetat
Progestin Dietilstilbestrol, Etinil Estradiol
Estrogen Tamoksifen
Inhibitor Estrogen Testosteron Propionat, Fluoksimesteron
Androgen Flutamid
Inhibitor
Androgen
5 Isotop Fosfor Natrium Fosfat (P32)
Radioaktif Iodin Natrium Iodida (I131)
6 Lain-lain Substitusi urea Hidroksiurea
Derivat Prokarbazin
metilhidrazin Sisplatin
Sejenis alkilator

Berbagai penelitian juga telah dilakukan dalam rangka pemanfaatan senyawa alam
untuk terapi kanker. Penelitian-penelitian tersebut masih terus dikembangkan untuk
menemukan obat kanker yang optimal dalam terapi. Beberapa Macam Obat Alami yang
berpotensi dalam Terapi Kanker.

No Golongan Senyawa
1 Alkaloid Vinca Vinblastin (VLR), Vinkristin (VCR), Vindesin
2 Epipodofilotoksin Etoposid, Teniposid
3 Taksan Paklitaksel, Dosetaksel
4 Turunan Kamtotekin, Irinotekan
Kamfotekin

 Penggolongan Obat Kanker


1.1. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk membunuh sel kanker


menggunakan obat anti kanker yang disebut sitostatika antineoplasma. Kemoterapi
ditujukan untuk mengurangi ukuran tumor atau mencegah perkembangan tumor
sehingga dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh tumor. Kemoterapi biasanya
digunakan atau sebagai terapi paliatif, diindikasikan pada sel neoplasma yang telah
menyebar ataupasien yang tidak mendapatkan terapi operasi. Antineoplasma
merupakan senyawa yang menginterferensi proliferasi danpembelahan sel serta
merangsang terjadinya apoptosis sel tumor. Senyawa ini tidak hanya menghambat
pertumbuhan dan proliferasi sel tumor, namun juga menyerang jaringan dengan
pertumbuhan dan proliferasi tinggi sehingga agen kemoterapi umumnya memiliki
efek samping yang khas, antara lain kerontokan rambut disebabkan efek terhadap
folikel rambut, mual dan muntah yang disebabkan efek stimulasi pada area prostrema
chemoreceptors, diare yangdisebabkan efek pada epitel saluran gastrointestinal,
depresi pada sumsumbelakang yang akan menyebabkan neutropenia, trombositopenia,
dan anemia, serta gangguan fertilitas yang disebabkan hambatan maturasi folikel dan
spermatogenesis. Selain itu, sebagian antineoplasma dapat menyebabkan gangguan
metabolisme DNA yang berpotensi terjadinya efek mutagenic. Agen kemoterapi
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas kerjanya pada siklus sel, namun klasifikasi ini
tidak absolut karena beberapa agen bekerja melalui beberapa mekanisme dan
mekanisme kerja utamanya belum diketahui secara pasti. Klasifikasi agen kemoterapi
adalah sebagai berikut :

1. Agen alkilasi

Agen alkilasi merupakan obat antineoplastik yang paling tua dan paling
banyak digunakan. Agen alkilasi menghasilkan efek sitotoksik melalui transfer
kelompok alkil-nya ke berbagai konstituen seluler. Agen alkilasi bekerja melalui
pembentukan ikatan kovalen dari gugus alkil yang sangat reaktif dengan gugus
nukleofilik dari protein dan asam nukleat. Interaksi ini terjadi pada rantai tunggal atau
pada kedua rantai DNA melalui rangkai-silang (cross-linking) dengan gugus reaktif
sehingga dapat mencegah terjadi mitosis. Akibatnya proses pembentukan sel
terganggu dan terjadi hambatan pertumbuhan sel kanker. Agen-agen alkilasi tidak
spesifik pada siklus sel, namun sel paling peka terhadap alkilasi dalam fase G dan
siklus sel dan mengekspresikan blokade dalam G2.

2. Antimetabolit

Agen antimetabolit adalah senyawa yang dapat menghambat jalur metabolik


yang penting untuk kehidupan dan reproduksi sel kanker, melalui penghambatan asam
folat, purin, pirimidin dan asam amino, serta jalur nukleosida pirimidin, yang
diperlukan pada sintesis DNĄ, Penghambatan, terlikasi DNA ini berkembangbiak dan
mengalami kematian. Antimetabolit memiliki struktur yang analog dengan metabolit
normal yang diperlukan bagi pertumbuhan dan replikasi sel. Agen ini dibagi dalam
beberapa target kerja, yaitu :

a. Antagonis asam folat


Antagonis asam folat bekerja secara tidak khas, dengan menghambat secara
bersaing dihidrofolat reduktasc, suatu enzim yang mengkatalisisreduksi asam
dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat. Antagonis folat mengikat enzim tersebut
secara kuat dan menyebabkan hambatan takterpulihkan yang bersifat semu
menyebabkan hambatan sintesis DNA, RNA dan protein. Antagonis asam folat juga
menghambat enzim timidilat sintctase dan menyebabkan kematian sel karena
kekurangan timin. Contoh: methotrexat dan kethotrexat.
b. Antagonis purin.
Antagonis purin adalah pra-obat dan menjadi aktif setelah mengalami
anabolisme menjadi nukleotida atau menjadi turunan difosfat atau trifosfat. Contoh:
6-Mercaptopurine, azatioprin, 6-Tioguanin.
c. Antagonis pirimidin
Antagonis pirimidin umumnya berupa pra-ubat, secara in vivo mengalami
anabolisme menjadi senyawa aktif yang dapat mempengaruhi sintesis DNA pada fase
awal dengan cara menghambatenzim timidilat sintetase (enzim yang mengkatalisis
metilasi asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat) menyebabkan kekosongan asam
timidilat sehingga sel mengalami kematian (thymineless death). Contoh: 6-
Fluorourasil, tegafur, cytarabin,floksuridin.

1.2. Agen Hormonal

Terapi menggunakan hormon merupakan salah satu pilihan dalam manajemen


terapi kanker yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon, seperti kanker prostat,
payudara, dan endometrium. Dengan membuang kelenjar penghasil hormon di dalam
tubuh atau memberikan hormon yang bekerja secara antagonis dapat menginduksi
regresi dari sel tumor.

a. Hormon steroid dan obat antisteroid


Hormon steroid mengikat ke protein reseptor dalam sel kanker, dan tingginya
kadar protein reseptor mengindikasikan responsivitas terhadap terapi endokrin
b. Penghambat estrogen dan androgen
Termasuk kelompok ini contohnya tamoxifen yang terbukti sangat berguna
untuk mengobati kanker payudara, dan juga mempunyai aktivitas melawan kanker
endometrium yang resisten progesterone.
c. Agonis hormon perilis-gonadotropin (GnRH)
Termasuk kelompok ini adalah Leuprolide acetate dan goserelin yaitu analog
peptida sintesis dari hormon perilis gonadotropin yang terjadi secara alami
(Gonadotropine-Releasing Hormone = GnRH, LNRH). Analog ini lebih kuat daripada
hormon alami dan berfungsi sebagai agonis
GnRH, dengan efek paradoks, bila diberikan secara terus menerus, pada
pituitary stimulasi awal yang disertai dengan penghambatan rilis FSH(Follicle-
stimulating hormone) dan LH (Luteinizing Hormone).
d. Penghambat aromatase
Termasuk kelompok ini adalah Aminoglutethimide dan Anastrozole.
Aminoglutethimide merupakan penghambat sintesis steroid adrenal pada tahap
pertama. Aminoglutethimide juga menghambat sintesis estron dan estradiol ekstra-
adrenal. Anastrozole merupakan penghambat aromatase nonsteroid merupakan
nonsteroid yang dianggap tidak memiliki efek nyata pada sintesis glukokortikoid dan
mineralokortikoid

1.3. Antibiotik

Sebagian besar antibiotik yang digunakan untuk kemoterapi kanker bekerja


dengan membentuk ikatan atau kompleks dengan DNA, sehingga menghambat
sintesis DNA dan atau RNA. Pada akhirnya akan menghambat sintesis protein melalui
penghambatan terhadap sintesis RNA yang tergantung DNA (DNA-dependent RNA
synthesis). Efek samping dari antibiotik kemoterapi antara lain anoreksia, mual dan
muntah biasanya terjadi pada beberapa jam setelah terapi dilakukan.
Supresihematopoesis terjadi pada minggu pertama terapi. Efek samping yang sering
terjadi antara lain depresi sumsum tulang belakang gangguan saluran cema , diare,
alopesia.

a. Anthracyclin
Anthracyclin dapat menimbulkan toksisitas organ dan tumor melalui tiga aksi
meliputi pengikatan afinitas tinggi ke DNA melalui interkalasi, dengan akibat
penyakatan sintesis DNA dan RNA, dan pengguntingan rantai DNA melalui efeknya
pada topoisomerase II; pengikatan ke membran untuk mengubah fluiditas dan
transport ion; pembentukan radikal bebas semiquinone dan radikal oksigen melalui
proses reduksi dimediasi enzim.
b. Dactinomycin
Dactinomycin bekerja dengan berikat dengan DNA rantai ganda melalui
interkalasi di antara pasangan basa guaninc-cytocinc sekitarnya.
c. Plicamycin
Plicamycin melibatkan pengikatan DNA, mungkin melalui kompleks
antibiotik-Mg2+. Interaksi ini mengganggu sintesis RNA yang diarahkan DNA.
d. Mitomycin
Mitomycin merupakan agen alkilasi bioreduktif yang mengalami aktivasi
reduktif metabolis melalui reduksi yang dimediaşi enzim untuk menghasilkan agen
alkilasi yang merangkai silang DNA.
e. Bleomycin
Bleomycin bekerja melalui pengikatan DNA yang menyebabkan terpecahnya
rantai tunggal dan ganda setelah pembentukan radikal bebas, dan penghambatan
biosintesis DNA.

1.4. Alkaloid tanaman

Produk tanaman yang banyak digunakan sebagai antikanker adalah vinkristin


dan vinblastin yang merupakan alkaloid dari tanaman Vinca rosea. Kedua senyawa ini
memberi efek sitotoksik melalui ikatan dengan protein mikrotubular dalam sel,
menyebabkan berhentinya proses metafase, penghambatan sintesis asam nukleat, dan
sintesis protein. Pembentukan kompleks antara alkaloid vinca dan tubulin
menghambat polimerisasi tubulin dan menginduksi depolimerisasi mikrotubuli
menyebabkan berhentinya proses mitosis pada fase metafase. Proses ini menyebabkan
disfungsi spindle apparatus, pembekuan fase metafase serta mencegah segregasi
kromosom dan proliferasi sel.

Produk tanaman lain yang digunakan sebagai antikanker adalah paclitaxel


yang dikenal dengan nama taxol. Paclitaxel didapat dari ekstrak kayu tanaman Taxus
brevifolia (western yew tree) atau ekstrak ranting tanaman Taxus baccata. Paclitaxel
berkhasiat sebagai sitostatika dengan jalan menghambat mitosis dan mengikat pada
suatu protein yang menghalangi terjadinya apoptosis. Mekanisme kerja paclitaxel
mirip dengan alkaloid vinca yaitu berikatan dengan tubulin namun berbeda dengan
alkaloid vinca ikatan polimerisasi yang dihasilkan lebih stabil. Fłal ini menginduksi
depolimerisasi mikrotubuli menghasilkan bentukan mikrotubuli yang tetap sehingga
menyebabkan disfungsi mikrotubuli. Proses ini menyebabkan terjadinya kematian sel.
Efek samping utama adalah gejala mielosupresi hebat, terutama neutropenia
(reversible), alopesia total, neuropathie, reaksi hipersensitivitas, demam serta mual
dan muntah ringan. Selain itu, paclitaxel dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas
seperti hipotensi, angiodema dan dyspnoea sehingga diperlukan kortikosteroid dan
antihistamin sebagai premedikasi. Docetaxel adalah derivat dengan efek dan
mekanisme yang sama dan lebih kurang 2x lebih kuat daripada paclitaxel. Kedua obat
bersifat sangat lipofil dantidak larut dalam air. Ty plasmanya adalah 11 jam. Untuk
mengurangi risiko retensi air, maka terapi diawali dengan premedikasi dexamethasone
16 mg/hari selama 4-5 hari.

Produk tanaman lain yang dapat digunakan sebagai antikanker antara lain
adalah etoposide (VP-16) teniposide (VM-26), irinotecan, dan topotecan. Etoposide
dan teniposide merupakan derivat podophyllotoxin, ekstrak dari Podophyllum
peltatum, yang digunakan sebagai antikanker. Kedua senyawa ini memiliki
mekanisme aksi yang hampir sama, yaitu membentuk kompleks dengan enzim
topoisomerase II dan DNA yang menyebabkan fungsi enzim topoisomerase II
terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan DNA yang mengarah pada
kematian sel. Sel pada fase S dan G2 merupakan siklus sel yang paling sensitif
terhadap etoposide dan teniposide. Topotecan dan irinotecan merupakan senyawa
sitostatika analog campothecin yang bekerja spesifik pada fase S siklus sel.
Campothecin sendiri merupakan senyawa yang diisolasi dari Camptotheca acuminate.
Topotecan merupakan molekul semisintetik dari campothecin yang dibuat untuk
meningkatkan kelarutan senyawa dalam air, sedangkan irinotecan merupakan prodrug
dari topotecan. Target kerja dari topotecan dan irinotecan adalah enzim topoisomerase
I yang berfungsi mengurangi torsional stress pada DNA sehingga DNA lebih mudah
mengalami replikasi, rekombinasi, repair dan treanskripsi. Mekanisme kerja analog
campothecin adalah menghambat fungsi enzim topoisomerase I, dengan membentuk
kompleks yang stabil antara enzim topoisomerase I dan analog campothecin. Hal ini
menyebabkan tahap religasi terhambat sehingga akumulasi DNA single strand yang
terpotong bertambah. Replikasi DNA yang terjadi pada DNA ini menyebabkan
kerusakan DNA double strand yang irreversible yang mengarah pada kematian sel.
Toksisitas yang biasa terjadi pada agen antikanker yang berasal dari tanarnan antara
lain mual dan muntah, alopesia, diare, neurotoksisitas dan lain- lain.

1.5. Imunoterapi
Imunoterapi adalah terapi dengan menstimulasi sistem imun tubuh untuk
melawan sel kanker. Kemampuan immunoterapi menghancurkan sel kankerterbatas,
diperkirakan sampai sejumlah 10°-10' sel kanker. Agen-agen imunoterapi yang dapat
digunakan antara lain:

1. Interferon

Interferon (IFN) merupakan protein yang diproduksi oleh nukleus sel yang
terinfeksi. Saat ini interferon dapat dibuat secara teknologi DNA rekombinan.
Interferon diklasifikasikan sebagai interferon a B atau y berdasarkan sifat antigenik,
biologik dan farmakologi. IFN-a diproduksi oleh berbagai macam sel termasuk
makrofag dan limfosit, IFN-B diproduksi oleh fibroblast dan sel epitel sedangkan
IFN-y diproduksi oleh subtipe limfosit seperti CD 4+ atau sel CD 8+ dan NK (natural
killer) cells. Sebagai obat antikanker saat ini adalah IFN-a antara lain IFN-a-2a dan
IFN-a-2b. Mekanisme IFN-a sebagai antitumor dengan cara pengikatan kompleks
secara khusus pada reseptor di membran sel dan menginduksi serangkaian reaksi
intrasel, IFN meningkatkan aktivitas sitotoksik sel melalui proses sistem imun. IFN
memperpanjang siklus sel yang berakibat sitostatis, pembesaran ukuran sel dan
apoptosis. IFN dapat menghambat pembentukkan pembuluh darah tumor dan
meningkatkan ekspresi antigen pada permukaan sel tumor sehingga sel kanker lebih
mudah dikenali oleh sel sistem imun. IFN juga menghambat onkogen secara
langsung. Efek samping IFN-a antara lain mirip gejala influenza dengan sakit kepala
dan otot, rasa letih dan demam, mulut kering, alopesia serta gangguan darah dan
gangguan efek sentral ( agitasi, mudah tersinggung dan pikiran kacau).

2. Interleukin-2 (Aldesleukin)

Interleukin-2 (IL-2, aldesleukin) adalah limfokin yang dihasilkan secara


rekombinan dan mempunyai efek imunologik. IL-2 meningkatkan proliferasi dan
diferensiasi sel T dan sel B seria inisiasi sitokin. Reseptor IL-2 meningkatkan jumlah
sel T teraktifasi dan menengahi sebagian besar efek IL-2. Efek antitumor bergantung
pada proliferasi sel sitotoksik yang dapat mengenali dan merusak sel tumor tanpa
mengganggu sel normal. Beberapa sel sitotoksik adalah NK cells, limphokine-
actovated killer (LAK) cells dan tumor-infiltrating lymphocytes (TIL). Efek samping
yang sering terjadi adalah gejala-influenza dan gangguan lambung-usus. Adakalanya
juga efek-efek sentral (pikiran kacau, halusinasi, desorientasi, konvulsi) dan depresi
sumsum tulang.

3. Retinoids

Retinoid adalah pemberian vitamin A dan metabolitnya. Retinoid mempunyai


peranan penting dalam proses biologi termasuk diferensiasi sel. Retinoid
diklasifikasikan sebagai morphogens yaitu molekul kecil yang dihasilkan oleh satu
tipe sel yang berpengaruh pada pertumbuhan dan diferensiasi sel tetangga. Fungsi
normal dari retinoid adalah merangsang diferensiasi beberapa sel, menghentikan
diferensiasi sel yang lain serta menghambat dan merangsang apoptosis pada tipe sel
lainnya. Pertumbuhan kanker didefinisikan sebagai diferensiasi abnormal selular,
karena itu retinoid merupakan agen terapi yang penting dalam pengobatan dan
pencegahan kanker.

4. Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal menjadi agen biologi yang penting dalam pengobatan


kanker. Agen yang dapat digunakan sebagai antikanker antara lain : trastuzumab,
ituxima gemtuzumab dan alertuzumab. Agen-agen merupakan imunoglobulin spesifik
yang mengenali antigen spesifik atau protein pada permukaan sel. Mekanisme dari
antibodi monoklonal adalah meningkatkan kematian sel kanker. Mekanisme langsung
dari antibodi monoklonal adalah menginduksi apoptosis, menghambat reseptor faktor
pertumbuhan dan merangsang antibodi anti-idiotype.

1.1.1. Contoh obat pengobatan kanker paru


1. Golongan Alkilating Agent
a. Cisplastin
Indikasi : Kanker testis dan kandung kemih, tumor pyelic dan
uretra, karsinoma prostat, karsinoma ovarium, tumor
ganas kepala dan leher, kanker paru paru sel non kecil,
karsinoma esophagus, kanker uterus, leher Rahim,
neuroblastoma
Dosis : Tumor testis metastatic : dalam kombinasi dengan
bleomycin sulfat dan vinblastine sulfat : 20 mg/m2/hari
selama 5 hari 3 minggu dalam 3 siklus. Tumor ovarium
metastatic : secara berurutan dengan doxorubicin HCl : 50
mg/m2 sekali setiap 3 minggu. Sebagai agen tunggal: 100
mg/m2 setiap 4 minggu. Kanker kandung kemih lanjut:
sebagai agen tunggal; 50-70 mg/m2 sekali setiap 3-4
minggu. Pasien yang mengalami banyak pretreatment:
awal 50 mg/m2 setiap 4 minggu.

Kontraindikasi : Gangguan ginjal parah

Peringatan Khusus : kehamilan dan menyusui. Lakukan uji fungsi ginjal,


hematologi dan fungsi
Efek samping : Gangguan saluran cerna, stomatitis, gagal ginjal,
leukopenia, trombopenia, anemia, hilang pendengaran,
hipersesitivitas, gangguan neurologic, tes fungsi hati
abnormal, toksisitas miokardial, hipomagnesemia dan
hipokalsemia
Interaksi obat : Antibakteri : meningkatkan risiko nefrontoksisitas dan
ototoksisitas jika senyawa platinum diberikan bersama
amoniglikosida atau poliknisin; meningkatkan risiko
nefrotoksisitas jika senyawa platinum diberikan bersama
kapreomisin; meningkatkan risiko nefrotoksisitas dan
ototoksisitas jika sisplastin diberikan bersama vankromisin.
Antiepilepsi : sitotoksik dapat menurunkan absorpsi
fenitoin. Antipsikotik : hindari penggunaan bersama
klozapin (meningkatkan risiko agranulosistosis). Diuretic:
Meningkatkan risiko nefrotoksisitas dan ototoksisitas jika
senyawa platinum diberikan bersama diuretic. Glikosida
jantung : menurunkan absorpsi tablet digoksin. Sitotoksik:
meningkatkan toksisitas terhadap paru paru jika cisplastin
diberikan bersama dengan bleomisin dan methotrexate
Kategori kehamilan: Kategori D : ada bukti positif risiko pada fetus manusia
tapi manfaatnya pada wanita hamil dapat diterima
walaupun ada risikonya (missal, jika boat diperlukan dalam
situasi yang mengancam jiwa atau untuk suatu penyakit
serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif.
Mekanisme obat : obat ini bekerja dengan cara : menghambat sintesa DNA
dengan menukar gugus alkali sehingga membentuk ikatan
silang DNA. Mengganggu fungsi sel dengan melakukan
transfer gugus alkali pada gugus amino, karboksil,
sulfhidril, atau fosfat. Merupakan golongan sel spesifik non
fase spesifik
Toksisitas : toksisitas terbatas yang paling sering adalah
nefrotoksisitas yang tergantung dosis, menyangkut tubulus
renalis kontortus distal dan tubulus renalis rektus.toksisitas
lain termasuk ototoksik, dengan kehilangan pendengaran
dan tinnitus, supresi sumsum tulang ringan. Beberapa
neurotoksisitas ditandai dengan parestesi dan hilangnya
propriosepsi.
Obat beredar : Cisplatin Kalbe vial: 5mg/10ml; 12,5mg/25ml. Cisplatin
(generic) Cairan injeksi 0,5 mg/ml; 1 mg/ml; Infus 100
mg/100ml, 50 mg/50ml, 1mg/ml; serbuk injeksi 50 mg,
10mg (K)

b. Ifosfamide
Indikasi : Limfoma, sarkoma, tumor padat
Kontraindikasi : Hipersensitivtas, depresi umum tulang parah,
kehamilan dan menyusui
Efek samping : Kebingungan, alopesia, mual, muntah, flebilitas,
mengantuk, depresi, halusinasi. Penyembuhan luka
dapat terganggu selama penggunaan ifosfamide. Potensi
fatal; mielosupresi parah, sistitis hemoragik,
nefrotoksisitas, kardiotoksisitas, koma.
Interaksi obat : Menyebabkan peningkatan toksisitas dengan
aluporinol, cisplatin. Ifosfamide meningkatkan efek
antikoagulan warfarin.Penginduksi CYP2A6 (misal;
amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, rifampin dan
sekorbarbital) dapat mengurangi kadar serum.
Penginduksi CYP3A4 (misal; aminoglutethimide,
carbamazepine, nafcillin, nevirapine, fenobarbital,
fenitoin dan rifampisin) dapat mengurangi kadar serum
ifosfamide,sementara inhibitorna (misal; antifungi azol,
klaritromisin, diklofenak, doksisiklin, eritromisin,
imanitib, isoniazid) dapat meningkatkan kadar
serumnya
Toksisitas : Telah diteliti menghasilkan efek beracun seperti
nefrotoksisitas, myelosupresi, neuropati distribusi kaus
kaki dan sarung tangan, gangguan pendengaran dan
penglihatan. 30% dari pasien akan mengembangkan
nefrotoksisitas, terutama jika hidrasi tidak dikontrol
dengan baik. Hal ini menyebabkan koagulasi nekrosis
sel epitel tubulus ginjal proksimal dan distal dan
collecting duct yang mengarah ke penurunan aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (GFR).
Mekanisme obat : obat ini bekerja dengan cara : menghambat sintesa
DNA dengan menukar gugus alkali sehingga
membentuk ikatan silang DNA. Mengganggu fungsi sel
dengan melakukan transfer gugus alkali pada gugus
amino, karboksil, sulfhidril, atau fosfat. Merupakan
golongan sel spesifik non fase spesifik
2. Golongan Mitotic Spindle / Anti mikrotubuler
a. Vinkristin
Indikasi : Leukemia akut, limfoma, Hodgkin dan non-hodgkin,
rhabdomyosarcoma, neuroblastoma, Wilm’s tumor dan
beberapa tumor padat seperti kanker payudara dan
kanker paru-paru
Kontraindikasi: Kehamilan, pemberian intrateka
Efek samping : Leukopenia, trombositopenia ringan, trombositosis
temporer. Neorotoksisitas, penurun reflex, parestesia,
konstipasi, kelemahan otot. Mual muntah, hilang selera
makan, diare, ulserasi oral. Polyuria, dysuria, retensi
urin. Hipertensi, hipotensi. Alopesia. Nefropati asam
urat akut. Dyspnea progresif.
Interaksi obat : Dapat meningkatkan uptake selular methotrexate.
Meningkatkan resiko induksi kariomiopati karena
Adriamycin. Penginduksi hati mempengaruhi
metabolisme hati vincristine. Isoniazid dan I-
asparaginase dapat mengakibatkan peningkatan
neurotoksisitas vincristine. Nafas pendek akut dan
bronkospasmus dapat terjadi jika alkaloid vinca
digunakan dalam kombinasi dengan nitomycin-C.
Mekanisme obat : Obat anti kanker yang termasuk golongan mitose
spindle berikatan dengan protein mikrotubular inti sel
tumor, menghambat sintesis dan polimerisasi
miktotubul sehingga menyebabkan mitosis berhenti
pada metaphase, dan menyebabkan replikasi sel
terganggu
Toksisitas : Vincristine mungkin satu-satunya obat yang dosis
untuk membatasi toksisitas adalah neurotoksisitas. Hal
ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, perifer atau
sistem saraf otonom. Neuropati perifer hadir sebagai
parestesia perifer dengan depresi refleks tendon dalam.
Parestesia menjalar ke proksimal dengan berlanjutnya
terapi. Gangguan disfungsi motorik dan gaya jalan
dapat terjadi.
Vincristine dapat menyebabkan neuropati toksik
dengan paresthesia, hilangnya refleks tendon dalam dan
kelemahan otot. efek saraf kranial dapat bermanifestasi
sebagai opthalmoplegia dan palsy wajah. Neuropati
otonom dapat hadir sebagai hipotensi ortostatik,
disfungsi ereksi, sembelit, kesulitan dalam berkemih,
atonia kandung kemih.

3. Golongan Topoisomerase Inhibitor


a. Etoposide
Indikasi : Penanganan tumor testis refrakter dan small cell lung
cancer
Dosis : Kanker testis: Dalam kombinasi dengan antineoplastic
lain: 50-100 mg/m2/hari pada hari 1-5. Small cell lung
cancer: Dalam kombinasi dengan antineoplastic lain: 35
mg/m2/hari selama 4 hari sampai 50 mg/m2/hari selama 5
hari, ulangi pada interval 3-4 minggu. Dosis total per
siklus <650 mh/m2
Kontraindikasi : Disfungsi hepatic parah dan kegagalan sumsum tulang.
Perhatian Khusus: Kerusakan ginjal dan hati. Amati parameter hematologi
lengkap, fungsi ginjal dan hati sebelum dan selama terapi.
Kendalikan infeksi sebelum terapi
Efek samping : Lebih umum supresi sumsum tulang, leukopenia,
trombositopenia, alopesia, mual muntah, stomatitis,
hipotensi
Interaksi obat : Antiepilepsi : fenitoin dapat menurukan kadar plasma
etoposid; stiotoksik dapat menurunkan absorpsi fenitoin.
Antikoagulan : etoposid dapat meningkatkan efek anti
koagulan kumara. Antipsikotik : hinder penggunaan
bersamaan sitotoksik dengan klozapin (meningkatkan
risiko agranulositosis). Barbiturat : fenobarbital dapat
menurunkan kadar plasma etoposide. Glikosida jantung :
sitotoksik menurukan absorpsi tablet digoksin.
Siklosporin : siklosporin dapat meningkatkan kadar
plasma etoposide.
Kategori kehamilan: Kategori D
Mekanisme obat : mengganggu fungsi enzim topoisomerase sehingga
menghambat proses transkripsi dan replikasi
Toksisitas : Toksisitas etoposid yang membatasi adalah leukopenia,
dengan titik terendah pada 10 sampai 14 hari dan
pemulihan setelah 3 minggu. Trombositopenia tidak
terlalu sering terjadi dan biasanya tidak parah.
Mual,muntah,stomatitis dan diare terjadi pada sekitar 15%
pasien yang diobati secara intravena dan 55% pasien yang
menerima obat ini secara oral. Alopesia biasanya terjadi
tetapi dapat pulih. Demam,flebitis,dermatitis,dan reaksi
reaksi alergi termasuk anafilaksis telah teramati.
Toksisitas hepatic terutama muncul setelah pengobatan
dosis tinggi.
Obat beredar : Etoposide DBL (Tempo Scan Pacific/Hospira),
Etoposide DBL 100 mg/5ml. etoposide (Generic) Cairan
injeksi 20 mg/ml, 100 mg/ml (K). Lastet (Kalbe Farma)
Cairan injeksi 20 mg/ml; Kapsul lunak 25mg, 50mg,
100mg (K). Posyd (Chombiphar) Infus 20mg/ml (K).
vopesid (Squibb Indonesia) Cairan injeksi 20mg/ml;
Kapsul 100mg (K)
4. Golongan Antibiotik
a. Doxorubicin
Indikasi : Berbagai tipe neoplasia
Kontraindikasi : Depresi sumsum tulang parah, anamnesia
kardiopatologik, kerusakan ginjal atau hati parah, infeksi
tidak terkontrol, peningkatan kecendrungan pendarahan.
Kehamilan, menyusui. Pasien yang menerima dosis
kumulatif antrasiklin. Jangan menggunakan rute
intravesikal pada sintesis atau penanganan tumor
invasive yang berpenetrasi ke dinding vesika
Efek samping : mielosupresi parah dan reversible, kardiomiopati,
alopesia, mual, anoreksia, spasmus saluran cerna, diare,
stomatitis, esophagitis, tukak saluran cerna, reaksi alergi,
sclerosis, nekrosis jaringan pada tempat penyuntikan,
tromboflebiltis

Toksisitas : Agen Anthracyclines yaitu termasuk salah satunya


doxorubicin (adriamycin) adalah agen umum terlibat
dalam pengembangan toksisitas jantung setelah
kemoterapi kanker. Toksisitas jantung bisa
bermanifestasi pada berbagai fase selama dan setelah
kemoterapi, tergantung pada penampilan mereka dalam
kaitannya dengan waktu terapi, telah diidentifikasi.
Agen anthracycline dapat mengganggu kontraktilitas
otot-otot jantung. Agen anthracyclines dapat
menyebabkan disritmia tidak berhubungan dengan dosis
kumulatif. Disritmia dapat terjadi jam atau bahkan
berhari-hari setelah pemberian. Disritmia umum yang
diamati meliputi takikardia supraventricular, blok
jantung komplit, dan ventrikel takikardia. Selain itu,
doxorubicin dapat memperpanjang interval QT.

Kardiotoksisitas jangka panjang, dalam beberapa


penelitian terbaru, secara luas dibahas di tempat lain
telah melaporkan disfungsi ventrikel, gagal jantung dan
aritmia yang terjadi pada pasien yang sebelumnya tanpa
gejala setelah terapi anthracycline lebih dari setahun.
Hal ini menunjukin bahwa doxorubicin dapat
menyebabkan cedera pada otot.

1.1.2. Contoh Pengobatan Kanker Kolon


1. Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker kolorektal dapat dilakukan sebagai terapi ajuvan,
neoaduvan atau paliatif. Terapi ajuvan direkomendasikan untuk KKR stadium III
dan stadium II yang memiliki risiko tinggi. Yang termasuk risiko tinggi adalah:
jumlah KGB yang terambil performance status (PS) 0 atau 1. Selain itu, untuk
memantau efek samping, sebelum terapi perlu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), serta elektrolit
darah.
a) 5-Flourourasil (5-FU)
Secara kimia, fluorourasil suatu fluorinated pyrimidine, adalah 5-fluoro-2,4
(1H,3H)-pyrimidinedione. 5-Fluorourasil (5-FU) merupakan obat kemoterapi
golongan antimetabolit pirimidin dengan mekanisme kerja menghambat metilasi
asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat dengan menghambat enzim timidilat
sintase, terjadi defisiensi timin sehingga menghambat sintesis asam
deoksiribonukleat (DNA), dan dalam tingkat yang lebih kecil dapat menghambat
pembentukan asam ribonukleat (RNA). DNA dan RNA ini penting dalam
pembelahan dan pertumbuhan sel, dan efek dari 5- FUdapat membuat defisiensi
timin yang menimbulkan ketidakseimbangan pertumbuhan dan menyebabkan
kematian sel. Untuk terjadinya mekanisme penghambatan timidilat sintase tersebut,
dibutuhkan kofaktor folat tereduksi agar terjadi ikatan yang kuat antara 5-FdUMP
dan timidilat sintase. Kofaktor folat tereduksi didapatkan dari leucovorin. 5-FU
efektif untuk terapi karsinoma kolon, rektum, payudara, gaster dan pankreas.
Kontraindikasi pada pasien dengan status nutrisi buruk, depresi sumsum tulang,
infeksi berat dan hipersensitif terhadap fluorourasil. Efek samping dapat terjadi
pada penggunaan 5-FU adalah sebagai berikut:
 Stomatitis dan esofagofaringitis, tampak lebih awal
 Diare, anoreksia, mual dan muntah;
 Tukak dan perdarahan gastrointestinal;
 Lekopenia (leukosit < 3500/mm3 ), atau penurunan leukosit secara cepat
 Trombositopenia (trombosit < 100.000/mm-3 );
 Efek yang jarang terjadi dapat berupa sindrom palmar-plantar
erythrodysesthesia atau hand-foot syndrome, dan alopesia.
b) Leucovorin/Ca-folinat
Leucovorin atau Kalsium Folinat adalah sediaan obat Generik dengan bentuk
cairan injeksi yang diproduksi oleh Dankos. Leucovorin merupakan obat yang
berfungsi untuk meningkatkan efektivitas 5-fluorouracil. Leucovorin digunakan
sebagai menetralkan toksisitas antagonis asam folat (methotrexate), serta anemia
megaloblastik. Obat kalsium folinat ini juga bisa digunakan untuk
mengobati kanker kolon, dengan memberikan bersamaan dengan obat tertentu.
Keterangan :
 Golongan: Obat Keras.
 Kelas Terapi: Antidotumdan Agen Detoksifikasi.
 Kandungan: Calcium Folinate atau Leucovorin 50mg.
 Bentuk: Cairan Injeksi.
 Satuan Penjualan: Vial.
 Kemasan: Box @ 1 vial 5 mL.
 Farmasi: Dankos Farma.
Kegunaan : Leucovorin digunakan untuk menetralkan toksisitas
antagonis asam folat (methotrexate), serta anemia
megaloblastik.
Dosis & Cara Penggunaan : Dosis dan Cara Penggunaan Leucovorin, harus
dilakukan dengan Tenaga Medis Profesional dan Resep
Dokter:
Kombinasi 5-fluorouracil: sesuai regimen. Menetralkan
efek toksik methotrexate: 10 mg/m2 setiap 6 jam,
kemudian disesuaikan. Dosis penggunaan Leucovorin
juga harus dikonsultasikan dengan Dokter terlebih
dahulu sebelum digunakan, karena dosis penggunaannya
berbeda-beda setiap individu tergantung berat tidaknya
penyakit yang diderita.
Efek Samping : Efek samping yang mungkin terjadi selama pengunaan
Leucovorin, antara lain Reaksi alergi (jarang), demam
dan infeksi di daerah injeksi.
Kontraindikasi : Hindari penggunaan Leucovorin pada pasien yang
memiliki indikasi Anemia pernisiosa atau akibat
kekuranan vitamin B12.
Perhatian : Penggunaan Leucovorin pada ibu hamil dan menyusui
perlu dengan pengawasan kadar methotrexate serum.

c) Capecitabine
Capecitabine adalah sebuah fluoropirimidin karbamat, yang dirancang sebagai
obat kemoterapi oral, merupakan prodrug fluorourasil yang mengalami hidrolisis di
hati dan jaringan tumor untuk membentuk fluorourasil yang aktif sebagai
antineoplastik. Mekanisme kerjanya sama seperti fluorourasil. Capecitabine
diabsorbsi cepat dan luas dalam saluran gastrointestinal yang kemudian
dimetabolisme menjadi 5’-deoksi-5-fluorocitidin (5’- DFCR), 5’-deoksi-5-
fluorouridin(5’-DFUR) dan fluorourasil, selanjutnya fluorourasil dikatabolisme di
hati menjadi dihidro-5- fluorourasil (FUH2), asam 5-fluoro-ureido-propionat
(FUPA) dan αfluoro-β-alanin (FBAL). Capecitabine dimetabolisme menjadi
fluorourasil dalam 3 langkah: Pertama kali, capecitabine dimetabolisme di hati oleh
carboxylesterase menjadi 5’-DFCR dan dikonversi menjadi 5’- DFUR oleh sitidin
deaminase yang pada prinsipnya terdapat pada hati dan jaringan tumor. Langkah
ketiga yakni metabolisme 5’- DFUR menjadi fluorourasil yang secara farmakologi
merupakan obat kemoterapi aktif, terjadi secara istimewa di sel tumor oleh adanya
timidin fosforilase (dThdPase). Konsentrasi dThdPase lebih tinggi pada sel-sel
tumor (termasuk tumor payudara dan kolorektal) dibandingkan sel normal.
Langkah kedua, fluorourasil dikatabolisme di hati menjadi FUH2 oleh enzim
dihidropirimidin dehidrogenase (DPD), selanjutnya menjadi FUPA oleh enzim
DHP dan menjadi FBAL oleh BUP, yang semuanya tidak memiliki aktivitas
antiproliferatif. Ketiga langkah proses katabolisme ini dapat diidentifikasi saat
fluorourasil diberikan secara intravena.
Capecitabine mempunyai efek pada nilai laboratorium, paling sering terjadi
adalah peningkatan total bilirubin. Capecitabine tidak memiliki efek dengan
pemberian bersama leucovorin. Pasien yang menggunakan antikoagulasi derivate
koumarin dan penggunaan capecitabine secara bersamaan perlu pemantauan ketat
dengan menilai perubahan parameter koagulasi (waktu protrombin).
Efek samping yang lebih sering timbul adalah sindrom palmarplantar
erythrodysesthesia atau hand-foot syndrome. Manifestasi sindrom ini adalah
sensasi baal pada tangan dan kaki, hiperpigmentasi, yang berkembang menjadi
nyeri saat memegang benda atau berjalan. Telapak tangan dan kaki menjadi
bengkak dan kemerahan, dan mungkin disertai dengan deskuamasi.
d) Oxaliplatin
Oxaliplatin merupakan derivat generasi ketiga senyawa platinum dan termasuk
dalam golongan obat pengalkilasi (alkylating agent). Oxaliplatin berbeda dari
cisplatin dalam hal gugus amin yang digantikan oleh diaminocyclohexane
(DACH). Oxaliplatin sedikit larut dalam air, lebih sedikit dalam metanol, dan
hampir tidak larut dalam etanol dan aseton. Secara kimia nama lengkapnya adalah
oxalato (trans-L-1,2-diamino-cyclohexane) platinum.
Mekanisme kerja oxaliplatin sama seperti senyawa dasar platinum lainnya.
Setelah mengalami hidrolisis intraselular, platinum berikatan dengan DNA
membentuk ikatan silang yang menghambat replikasi DNA dan transkripsinya
sehingga menyebabkan kematian sel.Apoptosis sel-sel kanker terjadi karena
terbentuk lesi DNA, menghentikan sintesis DNA, menghambat sintesis RNA, dan
merangsang reaksi imunologis. Oxaliplatin juga menunjukkan efek sinergik dengan
obat-obat sitotoksik lainnya. Sitotoksitasnya bersifat non spesifik siklus sel.
Pemberian oxaliplatin saja menghasilkan aktivitas yang rendah terhadap tumor,
sehingga sering diberikan berkombinasi dengan obat kemoterapi lain, yaitu 5-FU.
Mekanisme sinergis secara tepat di antara 5-FU dan oxaliplatin adalah sederhana,
berdasarkan pengamatan oxaliplatin menurunkan atau menghambat
dihidropirimidine dehidrogenase dan memperlambat katabolisme dari 5-FU.
Penambahan oxaliplatin pada regimen kemoterapi ajuvan pasien kanker kolorektal
stadium II berusia 70 tahun atau lebih terbukti tidak memberikan penambahan
manfaat dalam pencapaian overall survival, tetapi masih memberikan manfaat
DFS. Penambahan oxaliplatin pada pasien metastasis kanker kolorektal pada usia
75 tahun atau lebih yang sudah terseleksi tampaknya sama dengan pasien usia yang
lebih muda.
Efek samping oxaliplatin dapat terjadi pada sistem hematopoetik, sistem saraf
tepi dan sistem gastrointestinal. Sistem hematopoietik menyebabkan
mielotoksisitas derajat sedang, anemia, dan trombositopenia yang tidak berat. Pada
sistem saraf tepi sering terjadi neuropati perifer. Neuropati perifer akut dapat
terjadi sekitar 85%-95% pasien yang mendapat oxaliplatin. Neuropati perifer
dikarakteristikkan dengan parestesia, dysetesia atau allodynia pada ekstremitas,
bibir, dan orofaringolaringeal yang terjadi selama dan sesaat setelah oxaliplatin
infus diberikan, hal ini akan mereda dalam beberapa jam hingga beberapa hari.
Efek samping pada sistem gastrointestinal dapat berupa mual, muntah, dan diare.
e) Irinotecan
Irinotecan adalah bahan semisintetik yang mudah larut dalam air dan
merupakan derivat alkaloid sitotoksik yang diekstraksikan dari tumbuhan seperti
Camptotheca acuminata. Irinotecan dan metabolit aktifnya yakni SN-38
menghambat aksi enzim Topoisomerase I, yakni suatu enzim yang menghasilkan
pemecahan DNA selama proses replikasi DNA. Irinotecan dan SN-38 mengikat
DNA Topoisomerasi I sehingga mencegah pemecahan DNA yang menghasilkan
dua DNA baru serta kematian sel. Irinotecan bekerja pada fase spesifik siklus sel
(S-phase). Irinotecan digunakan dalam beberapa terapi kanker seperti kanker
kolorektal, servik uteri, lambung, glioma, paru, mesothelioma, dan kanker
pankreas. Efek samping yang dapat timbul pada pemberian irinotecan yakni diare,
gangguan enzim hepar, insomnia, alergi, anemia, leukopenia, neutropenia,
trombositopenia, bradikardia, oedem, hipotensi, demam, dan fatigue.

2. Terapi biologis (Targeted therapy)


a. Bevacizumab
Bevacizumab merupakan rekombinan monoklonal antibodi manusia yang
berikatan dengan semua isotipe Vascular Endothelial Growth FactorA (VEGF-A /
VEGF)., yang merupakan mediator utama terjadinya vaskulogenesis dan
angiogenesis tumor, sehingga menghambat pengikatan VEGF ke reseptornya, Flt-1
(VEGFR-1) dan KDR (VEGFR-2 Bevacizumab diberikan secara infus intravena
dalam waktu 30-90 menit dengan dosis 5 mg/kg bila dikombinasi dengan regimen
kemoterapi siklus 2 mingguan (FOLFOX atau FOLFIRI) dan dosis 7,5 mg/kg bila
dikombinasi dengan regimen kemoterapi siklus 3 mingguan (CapeOx).
Bevacizumab diberikan sebelum oxaliplatin.
b. Cetuximab
Cetuximab merupakan antibodi monoklonal chimeric mouse/rekombinan
manusia yang mengikat secara spesifik reseptor faktor pertumbuhan epidermal
(EGFR, HER1, c-ErB-1) dan secara kompetitif menghambat ikatan EGF dan ligan
lain. Ikatan dengan EGFR akan menghambat fosforilasi dan aktivasi reseptor
kinase terkait, menghasilkan hambatan pertumbuhan sel, induksi apoptosis, dan
penurunan matrix metalloproteinase serta produksi VEGF. Pemberian cetuximab
diindikasi pada pasien metastasis kanker kolorektal dengan KRAS dan NRAS wild
type. Bila kedua hasil RAS tersebut hasilnya wild type, perlu dipertimbangkan
pemeriksaan BRAF, dan pemberian cetuximab efektif bila didapatkan BRAF wild
type. Pasien dengan KRAS/NRAS, BRAF dan TP53 wild-typeakan memberikan
hasil yang maksimal pada pemberian terapi dengan cetuximab, oxaliplatin dan
fluorourasil oral. Kombinasi cetuximab dengan oxaliplatin pada regimen FOLFOX
atau CapeOx tidak mempunyai keuntungan dan harus dihindari. Oleh karena itu
pemberian cetuximab sebaiknya dikombinasi dengan irinotecan (FOLFIRI).
c. Ziv-Aflibercept
Aflibercept merupakan protein rekombinan yang memiliki bagian reseptor 1
dan 2 VEGF manusia yang berfusi pada porsi Fc dari IgG1 manusia. Didesain
sebagai perangkap VEGF untuk mencegah aktivasi reseptor VEGF dan selanjutnya
menghambat angiogenesis. Obat ini secara signifikan menunjukkan peningkatan
response rates, PFS, dan OS bila dikombinasi dengan FOLFIRI pada lini kedua.
d. Panitumumab, Regorafenib, BIBF 1120, Cediranib Panitumumab, regorafenib,
BIBF 1120, dan cediranib merupakan targeted therapy yang belum tersedia di
Indonesia. Panitumumab merupakan antibodi monoklonal murni dari manusia.
Mekanisme kerjanya sama dengan cetuximab. Kedua antibodi monoklonal ini
diindikasi pada pasien metastasis kanker kolorektal dengan KRAS dan NRAS wild
type. Bila kedua RAS tersebut jenisnya wild type, perlu dipertimbangkan
pemeriksaan BRAF.
Regorafenib adalah target multipel VEGFR2-TIE2 tyrosine kinase inhibitor,
yang meliputi reseptor VEGF, reseptor fibroblast growth factor (FGF), reseptor
platelet derived growth factor (PDGF), BRAF, KIT dan RET yang melibatkan
berbagai proses termasuk pertumbuhan tumor dan angiogenesis. Uji klinik
regorafenib menunjukkan perbaikan ketahanan hidup bebas perburukan dan
keseluruhan sebagai terapi lini ketiga atau terakhir untuk pasien yang mengalami
perburukan dengan terapi standar.
BIBF 1120 adalah suatu tyrosine kinase inhibitor pada VEGFR, PDGF dan
FGF, yang menunjukkan komperatif antara keberhasilan dan toksisitas dalam
kombinasi dengan FOLFOX dibandingkan FOLFOX+bevacizumab pada lini
pertama.
Cediranib adalah tyrosine kinase inhibitor VEGFR, yang terbukti dalam
percobaan fase ketiga dengan FOLFOX di lini pertama dibandingkan hasilnya
dengan FOLFOX/bevacizumab, kualitas hidup lebih baik dengan bevacizumab.

1.1.3. Contoh Pengobatan Kanker Prostat


1. Penatalaksanaan Radioterapi pada Kanker Prostat
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker
prostat. Radioterapi dalam tatalaksana kanker prostat dapat diberikan sebagai terapi
kuratif definitif, kuratif ajuvan, salvage dan paliatif.
A. Radioterapi Definitif
Indikasi/Tujuan :
Radioterapi definitif pada kanker prostat, dapat diberikan pada kanker prostat
dengan stratifikasi rendah (NCCN kategori 2A), intermedia (NCCN kategori 2A)
dan tinggi dan stadium lokal lanjut (NCCN kategori 1). Radioterapi pada kelompok
stratifikasi rendah, merupakan salah pilihan pengobatan selain observasi dan
prostatektomi radikal. Target radiasi Radiasi eksterna definitif pada kanker prostat
dapat diberikan dengan radioterapi lokal prostat dan vesika seminalis pada
stratifikasi resiko ringan dan intermedia; dan radioterapi seluruh pelvis dan di
booster prostat dan vesika seminalis pada kanker prostat stratifikasi resiko tinggi
dan stadium lokal lanjut yang tidak dilakukan limfadenektomi pelvis. Untuk
menilai kemungkinan keterlibatan kelenjar getah benik (KGB) pelvik dapat
dilakukan dengan formula Roach atau normogram Partin. Proses simulator dengan
CT-Scan, pasien diposisikan dalam posisi supine, kontras uretrogram dapat
digunakan untuk membantu deliniasi apeks prostat dan diafragma pelvis. Pasien
sebaiknya di simulasi dalam posisi buli penuh dan rektum kosong. Apabila rektum
berisi, sebaiknya dilakukan simulasi denga CTScan ulang.
Dosis radioterapi :
 Dosis radioterapi pada resiko rendah adalah 74-78 Gy dalam 37 - 39 fraksi
dengan 2 Gy per fraksi (EAU grade A, level 1a).70
 Dosis radioterapi pada resiko intermedia dan tinggi adalah 78 Gy dalam 39
fraksi dengan 2 Gy per fraksi.
 Dosis maksimal yang dapat diberikan adalah 81 Gy. (EAU grade A, level
1b).70 Tidak dianjurkan untuk memberikan hipofraksinasi atau dosis per
fraksi > 2 Gy.
B. Radioterapi Ajuvan dan Radioterapi Salvage
Indikasi/Tujuan :
Berdasarkan tujuan, radioterapi pasca prostatektomi radikal dapat diberikan
sebagai radioterapi ajuvan dengan indikasi tertentu atau radioterapi salvage bila
dinyatakan kambuh. Radioterapi ajuvan pasca prostatektomi radikal (NCCN
kategori 2A, EAU grade A, level 1b) diberikan pada salah satu dari indikasi
berikut:
 Ekstensi ekstra prostat (pT3a)
 Keterlibatan vesika seminalis (pT3b)
 Batas sayatan positif
Dosis
Dosis yang diberikan pada radioterapi ajuvan atau radioterapi salvage adalah
66 Gy dengan 2 Gy dalam 33 fraksi, dapat diberikan dosis lebih tinggi apabila
masih terdapat GTV (harus menggunakan MRI). Tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa hipofraksinasi dapat memberikan keuntungan pada
radioterapi pasca prostatektomi radikal.
C. Radioterapi paliatif
Radioterapi paliatif diberikan pada kanker prostat yang sudah bermetastases
ke tulang dan menimbulkan rasa nyeri. Tujuan paliatif diberikan untuk meredakan
gejala sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Radioterapi pada tatalaksana
metastases tulang merupakan salah satu modalitas terapi selain imobilisasi dengan
korset atau tindakan bedah, bisfosfonat, terapi hormonal, terapi target
donosumumab, terapi radionuklir dan kemoterapi.
Indikasi/Tujuan
Radioterapi pada metastases tulang dapat diberikan atas indikasi:
 Nyeri.
 Ancaman fraktur kompresi yang sudah distabilisasi.
 Menghambat kekambuhan pasca operasi reseksi.
Dosis
Dosis yang diberikan pada radioterapi paliatif adalah :
 1 fraksi x 8 Gy
 5 fraksi x 4 Gy
 10 fraksi x 3 Gy
 15 fraksi x 2.5 Gy

2. Penatalaksaan dengan Kastrasi dan Hormon Refrakter (Castration and


Hormone Refractory Prostate Cancer / CRPC- HRPC)
Castrate Resistant Prostate Cancer (CRPC) didefinisikan sebagai tahap lanjut
kanker prostat yang tetap progresif dalam terapi penekanan androgen (androgen
deprivation therapy/ADT), dengan manifestasi berupa kombinasi dari peningkatan
kadar serum (Prostate Specific Antigen/PSA), bertambahnya keluhan klinis atau
munculnya metastasis baru. CRPC masih responsif terhadap terapi hormon lini
kedua, termasuk penghentian anti-androgen, estrogen dan kortikosteroid.
sedangkan HRPC adalah resisten terhadap semua tindakan hormonal.
Kriteria CRPC
Kadar kastrasi serum testosterone < 50 ng/dL atau atau <1.7 nmol/L,
ditambah salah satu di bawah ini:
a. Progresi biokimia: Tiga kali peningkatan berturut-turut kadar PSA serum
dengan minimal interval 1 minggu, dimana dua peningkatan 50% di atas nadir,
dengan PSA > 2 ng/dl atau
b. Progresi radiologis: penampakan dua atau lebih lesi tulang pada bone scan atau
lesi jaringan lunak menggunakan Response Evaluation Criteria in Solid
Tumours (RECIST)
 Terapi Androgen Deprivation Therapy (ADT) pada CRPC
 Terapi sistemik pada CRPC Saat ini obat-obatan yang sudah teregistrasi untuk
diberikan kepada pasien CRPC di Indonesia adalah Docetaxel, Cabazitaxel, dan
Abiraterone acetate. Selain itu juga ada obat-obat seperti Mitoxantrone,
Estramustine Phosphate, Ketoconazole namun perlu diperhatikan risiko toksisitas
dan efek sampingnya. Obat-obatan pilihan terbaru laiiinya yang saat ini juga
diindikasikan pada CRPC oleh US FDA namun belum terigrasi di Indonesia,
seperti: sipuleucel-T, radium-223, dan enzalutamide. Selain itu masih ada beberapa
obat yang dalam uji klinis.

3. Penatalaksanaan metastasis tulang pada CRPC


a. Pencegahan Metastasis Tulang pada CRPC
 Pemantauan dengan pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD)tiap 2
tahun bagi yang tanpa risiko dan tiap 1 tahun bagi pasien yang memiliki
risiko (kurangnya asupan kalsium, alkohol dan merokok).
b. Pengobatan Metastasis Tulang pada CRPC
 Sekali timbul kecurigaan awal, perlu diperiksa segera dengan MRI dan
diterapi kortikosteroid dosis tinggi.
 Terapi bone cement tulang belakang.
 Konsultasikan dengan bedah saraf terhadap kemungkinan terjadi
dekompresi tulang belakang yang dilanjutkan
 Terapi radiasi eksterna
 Terapi radiasi interna, strontium-89 dan samarium-153 Terapi sistemik
 Zoledronic acid atau denosumab 4 mg setiap 3-4 minggu diberikan pada
penderita CRPC
 Satu-satunya obat yang spesifik dan dan dapat memberikan keuntungan
survival adalah Alpharadin, yaitu suatu radium 223 α-emitter.

1.1.3. Contoh Pengobatan Kanker Payudara


1. Golongan Pengalkilasi
a. Cyclophosphamide

Cyclophosphamide disebut juga cytophosphane, merupakan alkylating agent


dari golongan nitrogen mustard dalam kelompok oxazophorin. Alkylating
antineoplastic agent adalah alkylating agent yang dapat berikatan dengan kelompok
alkil pada DNA. Zat ini menyebabkan kematian sel dan menghentikan petumbuhan
tumor dengan cara cross-link baik interstrand maupun intrastrand di basa guanin
posisi N-7 pada DNA double helix, ikatan ini menyebabkan DNA akan terpisah
atau pecah, sehingga sel gagal membelah dan mati. Efek utama dari
cyclophosphamide adalah pada metabolitnya yaitu phosphoramide mustard dan
produk toksik yang lain yaitu acrolein. Acrolein dalam jumlah besar dapat
mengiritasi buli dan menyebabkan terjadinya sistitis hemoragik.
Cyclophosphamide di metabolisme di hepar. Metabolit ini terjadi hanya pada sel-
sel yang mengandung sedikit aldehyde dehidrogenase (ALDH).

Penggunaan : Untuk penyakit keganasan. Cyclophosphamide


merupakan salah satu agen kemoterapi spektrum luas
yang aktif terhadap beberapa macam kanker.
Berdasarkan cara kerjanya, cyclophosphamide termasuk
dalam siklus sel spesifik.

Dosis : Ketika digunakan sebagai obat kemoterapi kanker,


dosis yang digunakan sebesar 40-50mg / kg BB
intravena atau 1-5 mg/kgBB peroral per hari. Apabila
diberikan sebagai terapi kombinasi, maka dosis tersebut
dapat dikurangi. Pada pengobatan sindroma nefrotik
pada anak, dosis yang diberikan sebesar 2,5-3 mg/kgBB
perhari selama 60-90 hari. Pemberian dalam dosis yang
tinggi dapat menyebabkan pansitopenia dan sistitis.
Dosis cyclophospamide yang digunakan pada tikus
untuk menimbulkan efek mielosupresi adalah 50-100
mg/kgBB perhari intravena atau intraperitoneal. Pada
penelitian, pemberian dosis 50 mg/kgBB belum
menghasilkan efek mielosupresi yang adekuat
(penurunan ANC hanya mencapai 2 x 103 sel/mm3 ),
sedangkan pemberian dosis sebesar 100 mg/kgBB
menyebabkan penurunan ANC hingga 0,06 x 103
sel/mm3 , akan tetapi lima dari enam tikus mati pada
saat fase netropeni. Pemberian cyclophospamide 75 mg/
kgBB sudah diteliti menghasilkan efek mielosupresi
yang adekuat. Neutropeni terjadi mulai hari ke-4 dan
mencapai titik nadir hari ke-7, setelah itu terjadi
perbaikan. Jumlah trombosit juga mengalami penurunan,
terjadi mulai hari ke-4 dan mencapai titik nadir pada hari
ke-7.

Pengaruh : COX merupakan enzim yang berfungsi untuk


mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin H2.
Terdapat dua isoenzim COX yang dikenal: COX-1 dan
COX-2. Kedua enzim ini mempunyai mekanisme kerja
yang sama. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang
bisa ditemukan dalam sel mamalia normal yang
berfungsi untuk mempertahankan homeostasis
prostaglandin, sedangkan COX-2 tidak ditemukan pada
sel normal, dan hanya muncul pada proses inflamasi.
Pemberian cyclophosphamide dapat meningkatkan kadar
COX-2 dan PGE-2. Pemberian cyclophosphamide
menyebabkan kematian pada sel-sel yang membelah
dengan cepat dan diikuti dengan pelepasan sitokin-
sitokin yang berfungsi sebagai mediator seperti TNF-α,
IL-6, dan IL-1. Mediator-mediator pro inflamasi ini akan
merangsang peningkatan ekspresi COX, baik COX-1
maupun COX-2.

COX-2 juga bisa dapat diaktifkan secara


langsung oleh beberapa jenis obat kemoterapi.7 Kadar
COX-2 meningkat hingga 3,33 kali lipat setelah
pemberian kemoterapi, dan diikuti dengan peningkatan
kadar PGE2. Pada pemberian kemoterapi + celecoxib,
suatu COX-2 inhibitor, kadar COX-2 setelah
kemoterapi meningkat sebesar 2,74 kali lipat
dibandingkan pada saat sebelum diberikan kemoterapi.

Peningkatan COX-2 akan diikuti dengan


peningkatan produksi prostaglandin H-2 dan
prostaglandin E-2. Pada pemberian COX-2 inhibitor,
kadar PGE-2 menurun sampai mendekati nilai normal.
Hal ini membuktikan bahwa COX-2 inhibitor
menghambat kerja dari enzim COX-2, bukan
menghambat produksi COX-2.Pemaparan terhadap
terapi radiasi juga bisa mengakibatkan 15 pelepasan
mediator-mediator pro inflamasi yang dapat
merangsang ekspresi COX-2.

Efek Samping : Cyclophosphamide bekerja pada sel yang aktif


membelah, maka efek sampingnya juga terutama
mengenai jaringan dengan proliferasi tinggi yaitu sistem
hematopoetik dan gastrointestinal. Efek samping yang
umum terjadi pada pemberian cyclophosphamide :

a. Mielosupresi
b. Gangguan gastrointestinal : mual, muntah, diare,
konstipasi
c. Ulserasi mukosa
d. Alopesia
e. Sistitis hemoragik dan non hemoragik
Interaksi : Menggunakan cyclophosphamide dengan obat
apapun yang diinformasikan di bawah ini biasanya
tidak direkomendasikan, tetapi bisa saja dibutuhkan
pada beberapa kasus. Kalau dokter memberikan dua
obat secara bersamaan, biasanya dosis salah satu obat
diubah atau frekuensi penggunaannya yang diubah,
supaya kedua obat bisa bekerja dengan baik.
1) Cyclophosphamide akan meningkatkan risiko
kerusakan jantung jika digunakan bersamaan
dengan obat doxorubicin atau obat yang
menyebabkan kerusakan jantung lainnya.
2) Cyclophosphamide dengan obat inhibitor protease
akan meningkatkan peradangan pada selaput
lendir.
3) Obat ACE inhibitors, natalizumab, paclitaxel,
thiazide diuretics, dan zidovudine jika digunakan
bersamaan dengan cyclophosphamide akan
meningkatkan risiko keracunan pada darah.
Cyclophosphamide jika digunakan bersamaan
dengan amiodarone akan meningkatkan keracunan
pada paru-paru.
4) Cyclophosphamide dengan obat amphotericin B
akan meningkatkan keracunan pada ginjal.
5) Cyclophosphamide dengan indometacin akan
meningkatkan keracunan air akut. Azathioprine
akan meningkatkan keracunan pada hati jika
digunakan bersamaan dengan cyclophosphamide.
6) Busulfan akan meningkatkan penyumbatan
pembuluh darah pada hati dan peradangan pada
selaput lendir jika digunakan bersamaan dengan
cyclophosphamide.
7) Cyclophosphamide jika digunakan bersamaan
dengan radioterapi dapat meningkatkan risiko
sistitis hemoragik (peradangan pada kandung
kemih disertai perdarahan).
8) Metronidazole jika digunakan bersamaan dengan
cyclophosphamide dapat menyebabkan
ensefalopati (kerusakan pada otak) akut.
9) Cyclophosphamide jika digunakan bersamaan
dengan ciclosporin dapat meningkatkan efek
menekan sistem imun.
10) Suxamethonium jika digunakan bersamaan
dengan cyclophosphamide akan menyebabkan
henti napas.
Mekanisme Kerja : Berikatan silang terhadap DNA sehingga menghambat
proliferasi. Mengalami biotransformasi di hati menjadi
bentuk aktif, ekskresi terutama melalui ginja.
Cyclophosphamide merupakan golongan obat antikanker
yang bekerja dengan membentuk senyawa kationik yang
diikuti pemecahan cincin membentuk io karbonium
reaktif, ion ini bereaksi melalui reaksi alkilasi,
membentuk ikatan kovalen dengan gugus pendonor
elektron yang terdapat pada 8 struktur asam amino.
Reaksi ini membentuk cross lingking antara dua
rangkaian DNA dan mencegah mitosis. Sehingga proses
pembentukan sel terganggu dan terjadi hambatan
pertumbuhan sel kanker.

2. Golongan Antimetabolit
a. Metotrekson

Obat ini menghambat reduksi dari asam folat menjadi tetrahydrofolic acid
(THFA) dengan jalan pengikatan pada enzim reduktase. THFA penting sekali bagi
sintesa DNA dan pembelahan sel. Antagonis folat ini adalah sitostatika pertama
yang efektif pada leukemia limfe akut dan kanker chorion yang sudah tersebar
dengan sekitar 80% penyembuhan. Dosis tergantung pada jenis kanker dan
keadaan pasien oral 5-30 mg sehari selama 5 hari.

Mekanisme kerja : Metotreksat (MTX) menghambat enzin dihidrofolat


reduktasi sehingga produksi tertrahidrofolat terhambat,
akhirnya menghambat sintesis DNA. Setelah pemberian
dosis super besar MTX dalam 6-24 jam diberikan
pertolongan (rescue) leukovorin (CF),dapat membuat sel
tumor, terutama sel tumor sistem saraf pusat terbasmi
relatif besar sedangkan rudapaksa jaringan normal
berkurang. Ini merupakan dasar terapi MTX dosis besar
dan pertolongan leukovorin (HDMTX-CFR)
merkaptopurin (6MP) dan tiguanin (6TG) dapat
memutus perubahan hipoxantin menjadi asam adenilat
hingga menghambat sintesis asam nukleat.
Antagonis Folat misalnya metroteksat
menghambat dihidrofolat reduktase dengan kuat dan
berlangsung lama. Dihidrofolat reduktase ialah enzim
yang mengkatalis dihidrofolat (FH2) menjadi
tetrahidrofolat ( FH4). Tetrahidrofolat merupakan
metabolit aktif dari asam folat yang berperan sebagai
kofaktor penting dalam berbagai reaksi transfer satu
atom karbon pada sintetis protein dan asam nukleat.
Efek penghambatan ini tidak dapat diatasi dengan
leokovorin. Anagonis folat membasmi sel dalam fase S,
terutama pada fase pertumbuhan yang pesat. Namun
dengan efek penghambatan terhadap sintesis RNA dan
protein, metoteksat menghambat sel memasuki fase S,
sehingga bersifat swabatas terhadap efek sitotoksiknya.
Efek samping dan kontraindikasi : Toksisktas obat ini juga terutama mengenai
saluran cerna, sumsum tulang dan mukosa mulut. Obat
ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
sumsum tulang, hati dan terutama gangguan ginjal
karena metotreksat hanya dieliminasi melalui ginjal.
Pengobatan jangka panjang dilaporkan menyebabkan
gangguan fungsi hati berat , fibrosis menetap dan sirosis.
Sesekali dapat terjadi demam disertai infertilitas
pulmonum yang mungkin diikuti gangguan paru yang
berat sehingga pengobatan harus dihentikan. Pengobatan
dengan metotreksat harus dihentikan bila stomatis dan
diare muncul karena enteritis homoragik dan perforasi
dapat terjadi. Obat boleh diberikan lagi setelah gejala
hilang. Metotreksat tidak boleh diberikan pada trimester
pertama kehamilan karena dilaporkan menyebabkan
abortus.
Dosis Metotreksat : Metotreksat tersedia dalam bentuk tablet 2,5 mg dan
bubuk untuk suntikan dalam vial 25,50,100 dan 250 mg.
Untuk koriokarsinoma diberikan dosis tunggal 15 mg/m 2
oral IM selama 5 hari karena dalam dosis terbagi
metotreksat lebih toksik. Pengobatan biasanya diulang
1-2 minggu. Pengobatan diteruskan sebanyak 2 regimen
pengobatan setelah titer gonadotropin korionik kurang
dari 50 IU/24jam.

b. Fluorourasil ( 5-FU)
Fluorouracil adalah obat untuk mengobati pertumbuhan kulit pra-kanker dan
kanker. Fluorouracil termasuk dalam kelas obat yang dikenal sebagai anti-metabolit.
Obat ini bekerja dengan menghalangi pertumbuhan sel tidak normal yang
menyebabkan kondisi kulit tersebut.
Mekanisme Kerja : 5-Fluorouracil merupakan agen kemoterapi utama
yang digunakan untuk terapi kanker kolon. 5-FU adalah
antimetabolit yang bekerja secara antagonis dengan
timin terhadap aktivitas enzim timidilat sintetase (TS).
5- FU merupakan prodrug, metabolisme 5-FU
menghasilkan fluoridin-5′- trifosfat (FUTP) yang
bergabung ke dalam RNA dan mempengaruhi
fungsinya, dan fluorodeoksiuridilat (FdUMP) yang
menghambat replikasi DNA. Mekanisme utama aktivasi
5-FU adalah konversi menjadi fluorouridine
monophosphate (FUMP) juga secara langsung oleh
orotate phosphoribosyl transferase (OPRT), atau secara
tidak langsung via fluorouridine (FUR) melalui aksi
berurutan dari uridine phosphorylase (UP) dan uridine
kinase (UK). FUMP kemudian difosforilasi menjadi
fluorouridine diphosphate (FUDP), yang dapat juga
difosforilasi lebih lanjut menjadi metabolit aktif
fluorouridine triphosphate (FUTP), atau dikonversi
menjadi fluorodeoxyuridine diphosphate (FdUDP) oleh
ribonucleotide reductase (RR). Di sisi lain, FdUDP
dapat pula di fosforilasi atau didefosforilasi menjadi
metabolit aktif masing-msaing FdUTP dan FdUMP.
Jalur aktivasi alternatif lainnya melibatkan
thymidine phosphorylase yang mengkatalisis konversi
5-FU menjadi fluorodeoxyuridine (FUDR), kemudian
difosforilasi oleh thymidine kinase (TK) dan menjadi
thymidylate synthase (TS) inhibitor, FdUMP. Ada pula
enzim Dihydropyrimidine dehydrogenase (DPD) yang
mengkonversi 5-FU menjadi dihydrofluorouracil yang
tidak aktif. (DHFU) adalah rate-limiting step
katabolisme 5-FU pada sel normal dan sel tumor, dan
proporsi dari pengrusakan menjadi metabolit tidak aktif
mencapai 80% (Longley and Johnston, 2007).
Interaksi : Celecoxib merupakan suatu antiinflamasi nonsteroid
yang mempunyai aktifitas antiinflamasi, analgesik, dan
antipiretik. Mekanisme kerjanya ialah dengan
menghambat sintesa prostaglandin, terutama melalui
penghambatan cyclooxygenase-2 (COX-2). Dari kedua
obat tersebut dilakukan kombinasi karena mampu
memberikan efek penekan pembentukan pembuluh
darah baru, apabila hanya diberikan obat celecoxib saja
efeknya ialah seperti pada mekanisme kerjanya hanya
sebagai penekan pertumbuhan pembuluh darah, dan
apabila dikombinasikan dengan 5-fluorouracil ialah
mampu memberikan penekanan terhadap penyebaran
dan penghambatan pembentukan pembuluh darah baru
oleh metabolit fluoro-deoxyuridine monophosphate
(FdUMP), fluorodeoxyuridine triphosphate (FdUTP),
dan fluorouridine triphosphate (FUTP) menjadi
metabolit yang tidak aktif. Heterofil merupakan suatu sel
yang berasal dari sel darah putih salah satunya ialah
granulosit. Granulosit mempunyai inti tidak teratur
dalam sitoplasma yaitu neutrofil, eosinofil, basofil,
dimana heterofil masuk dalam bagian neutrofil.
Heterofil dalam pembentukan pembuluh darah baru
berperan sebagai lini pertama yang bermigrasi ketempat
infeksi untuk pemberian respon inflamasi atau
peradangan pada pembuluh darah baru.
Dosis : Intraarterial (diberikan melalui pembuluh darah
arteri) Pengobatan paliatif dari kanker kolon, rektum,
payudara, lambung, atau pankreas. Dewasa: 5-7.5 mg/kg
per hari sebagai obat infus kontinyu (perfusi regional).
Intravena (diberikan melalui pembuluh darah vena)
Pengobatan paliatif dari kanker kolon, rektum,
payudaran, lambung, atau pankreas. Dewasa: 12
mg/kg/hari (maksimal 0.8-1g/hari) selama 3-4 hari, jika
tidak terjadi gejala dan tanda keracunan, dapat diikuti
pemberian selang 1 hari dengan dosis 6mg/kg untuk 304
kali pemberian. Pemberian dapat diulang setelah 4-6
minggu atau dosis rumatan sebanyak 5-15mg/kg/minggu
(maksimal 1gr/minggu).
Sebagai larutan infus 15mg/kg/hari (maksimal
1gr per hari) dalam 500ml larutan salin normal atau
larutan glukosa 5% selama 4 jam, diulang pada hari
berikutnya sampai munculnya gejala toksisitas atau total
tercapai 12-15gr telah diberikan. Setelah itu dapat
diulang kembali setelah 4-6 minggu
Oral
Pengobatan paliatif dari kanker kolon, rektum, payudara,
lambung, atau pankreas. Dewasa: 15 mg/kg (maksimal:
1 gr/hari), dapat diberikan sekali per minggu untuk dosis
pemeliharaan. Maksimal 1 gr/minggu.
Efek samping : Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping
tertentu dan bersifat individual. Jika terjadi efek samping
yang berlebih, harus segera ditangani oleh tenaga medis.
Fluorouracil dapat menyebabkan efek samping yang
meliputi: 
 Gangguan pada sel-sel darah (leukopenia,
trombositopenia), sariawan, ulkus pada s aluran cerna,
perdarahan dan diare
 Mual, muntah, ruam, hiperpigmentasi, kebotakan
 Topikal: tanda peradangan awal dan reaksi
fotosensitivitas. Dermatitis dan eritema
multiformis (jarang)

Ada beberapa efek samping lain yang mungkin


belum terdaftar. Jika Anda mempunyai efek samping
selain dari yang terdaftar di atas, segera konsultasikan ke
dokter Anda.

3. Golongan Antibiotik
a. Doxorubisin
Doxorubicin adalah larutan obat yang termasuk ke dalam jenis antraksiklin,
yaitu antibiotik yang berasal dari bakteri streptomyces, yang digunakan
untuk mengobati kanker. Obat ini termasuk ke dalam obat resep, sehingga tidak bisa
Anda dapatkan dengan bebas di apotek. Selain itu, obat yang disuntikkan ke dalam
tubuh melalui pembuluh darah ini sebaiknya dilakukan oleh ahli, seperti dokter atau
perawat. Cara kerja obat ini doxorubicin adalah dengan memperlambat
atau menghentikan pertumbuhan sel kanker. Obat ini utamanya digunakan untuk
mengobati kanker-kanker berikut:
Mekanisme kerja : Doxorubisin ( DOX ) bekerja dengan cara mengikat
DNA sel kanker dan memblok enzim yang penting
seperti topoisomerase II. Hal ini membuat DNA menjadi
kusut dan sel kanker tidak dapat membelah dan tumbuh.
DOX mempunyai mekanisme kerja yang tidak dapat
dipisahkan dengan mekanisme toksisitasnya.
Mekanisme antikanker DOX adalah interkalasi dengan
DNA, inhibisi kerja topoisomerase II, menghambat
religasi untai DNA, dan mengganggu membran fluiditas.
Gugus kuinon DOX dapat membentuk radikal
semikuinon yang berperan dalam pembentukan radikal
bebas oksigen. Penurunan efektifitas DOX dalam
pengobatan kanker dapat disebabkan pengurangan dosis
atau penundaan terapi.

Reactive oxygen species (ROS) timbul di


jaringan yang diberikan DOX. ROS merusak komponen
sel seperti lemak sehingga terjadi peroksidasi lemak
yang dapat dinilai dengan pengukuran kadar
malondialdehid (MDA). Selain itu, ROS mempengaruhi
kerja enzim antioksidan termasuk superoxide dismutase
(SOD). DOX dapat menyebabkan apoptosis sel melalui
aktivasi jalur intrinsik (jalur mitokondria dan jalur
retikulum endoplasma). Aktivasi ersebut akan
mengaktifkan kaspase yang berakhir pada kematian sel.

Kontraindikasi : Pemberian DOX secara terus-menerus dapat


menyebabkan disfungsi testis sehingga dapat terjadi
infertilitas primer setelah pengobatan selesai.11
Peningkatan stres oksidatif dan apoptosis sel merupakan
dasar timbulnya toksisitas di testis.
Efek sitotoksik DOX mengenai berbagai organ
seperti jantung, otak, hati, ginjal dan testis. Penelitian
farmakokinetik DOX di tikus menunjukkan akumulasi
DOX di testis. Penelitian efek toksik DOX di testis tikus
memperlihatkan obat tersebut dapat merusak sel sertoli
dan sel spermatogenik tikus (spermatosit primer,
spermatid dan spermatozoa). Hal tersebut dapat
mengubah stuktur morfologi tubulus seminiferus pada
pemeriksaan histologi testis.
Efek Samping : Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping
tertentu dan bersifat individual. Jika terjadi efek samping
yang berlebih, harus segera ditangani oleh tenaga medis.
Doxorubicin dapat menyebabkan efek samping yang
meliputi:
 Penurunan jumlah sel darah putih, trombosit
 Mual dan muntah
 Diare
 Kerontokan rambut
 Ruam
 Gangguan penglihatan
Dosis : Dosis dewasa 60-75mg/m2 luas permukaan tubuh,
sekali setiap 3 minggu. Dikombinasikan dengan
siklofosfamid per infus.

4. Produk Alamiah
a. Paklitasel
Mekanisme kerja : Menghambat depolimerisasi mikrotubulus. Kadar
plasma bifasik, nonlinear, metabolisme di hati oleh
cytochrome P450, ekskresi terutama nonrenal. Paclitaxel
bekerja bekerja dengan menginduksi pembentukan
mikrotubulus dan menghambat penguraiannya menjadi
tubulin, sehingga sel akan terhenti pada fase G2-M, dan
terjadi hambatan proliferasi sel. Kemoterapi golongan
taxane juga bekerja menghambat ekspresi onkoprotein
Bcl-2, di mana perannya adalah sebagai protein anti-
apoptosis. Oleh karena itu, dengan hambatan Bcl-2 oleh
taxane, maka akan memicu terjadinya apoptosis sel
kanker.
Indikasi Paclitaxel dapat digunakan antara lain
untuk kanker payudara, NSCLC, kanker ovarium, AIDS
related sarkoma Kaposi, kanker kepala & leher, kanker
nasofaring, kanker serviks, kanker gaster.
Dosis : 175 mg/m2.
Kontraindikasi : Neutropenia < 1.500/µL, trombositopenia <
100.000/µL, hipersensitif.
Efek Samping : Efek yang ditimbulkan yaitu mielosupresi, reaksi
alergi, perubahan EKG, neuropati perifer,
mialgia/artralgia, mual-muntah, diare, mukositis,
alopesia, gangguan fungsi hati.

Efek samping dari paclitaxel yang sering


dijumpai yaitu efek samping hematologi, reaksi
hipersensitif, artralgia/mialgia, neuropati perifer,
gangguan saluran cerna, alopesia, peningkatan enzim
hati.
Toksisitas :  Pada paclitaxel, toksisitas yang sering dijumpai adalah
neuropati perifer
Interaksiobat : Paclitaxel diberikan terlebih dahulu kemudian diikuti
cisplatin, karena jika cisplatin diberikan mendahului
paclitaxel akan menurunkan bersihan paclitaxel sebesar
33%.

b. Vinblastine

Mekanisme kerja : Mencegah polimerisasi tubulin menjadi mikrotubulus.


Cepat terdistribusi ke jaringan, dimetabolisme luas di
hati, ekskresi terutama melalui saluran empedu.
Indikasi : Leukemia akut, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin,
neuroblastoma, rabdomiosarkoma, osteosarkoma,
sarkoma Ewing, fungoides mikosis, tumor Wilms,
kanker payudara, kanker serviks, kanker paru
Dosis : Pada anak : 1,5 - 2,0 mg/m2 dan dewasa : 0,4-1,4
mg/m2
Kontraindikasi : Sindroma Charcot Marie-Tooth, mendapat radioterapi
yang meliputi liver.
Efek Samping : Neurotoksik, konstipasi, ileus paralitik, alopesia,
mielosupresi, mual-muntah, diare, stomatitis.
Interaksi : Obat Allopurinol Obat-obat yang bekerja pada sistem
saraf 

5. Antrasenedion
a. Mitoxantrone
Mekanisme kerja : Mitoxantrone merupakan salah satu anti kanker
(antineoplastic or cytotoxic) dalam obat kemotrapi.
Kanker dikenal sebagai penyakit yang disebabkan
karena pembelahan sel yang tidak lagi terkontrol oleh
jaringan normal. Mitoxantrone diterima secara cepat
oleh jaringan, secara efektif dapat menurunkan
perkembangan dari penyakit dengan beberapa
mekanisme yang berbeda. Seperti contoh, obat ini dapat
menekan proliferasi sel T, sel B, dan makrofag.
mitaxantrone dapat bekerja sedemikian rupa dalam DNA
untuk menurunkan replikasi sel. Obat ini akan
dieksresikan lewat urin dan empedu.
Indikasi : Mitoxantrone juga dapat digunakan untuk pengobatan
penyakit kanker prostat, multiple sclerosis (MS), kanker
payudara, dan juga penyakit non-hodgkin’s lymphoma.
Dengan mengurangi aktivitas sistem kekebalan tubuh,
mitoxantrone memperlambat aktivitas Multiple Sclerosis
dan mengurangi frekuensi kambuh.
Dosis : Dosis dewasa awalnya, 14 mg / m2, lalu ulangi setiap 3
minggu. Sesuaikan dosis berikutnya sesuai dengan
tingkat myelosupresi. Pasien yang lemah atau mereka
yang menjalani kemoterapi sebelumnya: Dapat
mengurangi dosis awal menjadi 12 mg/m2. Sebagai
bagian dari rejimen kombinasi: Dapat mengurangi dosis
awal menjadi 10-12 mg / m2.
Efek samping : Yang terjadi dalam penggunaan mitoxantrone dalam
pengobatan kemotrapi antara lain: badan menjadi lemah,
luka pada mulut, kerontokan rambut, diare atau sembelit,
tekanan darah rendah, bagian mata yang berwarna putih
dan urin menjadi berwarna biru atau hijau, sakit perut,
dan siklus menstruasi menjadi tidak teratur.
Interaksi : Dengan cyclosporine, digoxin dan trastuzumab
Klasifikasi Dosis Obat Kanker Payudara

Nama Obat Rute Dosis


1. Zat Alkilasi
a. Cyclophosphamide Oral 50-100
mg/m2/hari
i 30-50 mg/kg
v
b. Ifosfamide i 50 mg/kg/hari
v
c. Melphalan oral 0,2 mg/kg/hari
d. Klorambusil oral 0,1-0,2
mg/kg/hari
2. Antimetabolit
a. Fluorourasil i 500-600 mg/m2
v
b. Methotrexate i 30-60 mg/m2
v
3. Antimitotika
a. Etoposida i 100 mg/m2
v
b. Paclitaxel i 175-250 mg/m2
v
c. Vinblastin 0,1-0,5 mg/kg
d. Docetaxel i 60-100 mg/m2
v
4. Antibiotik
a. Doksorubisin 60-75 mg/m2
b. Mitomycin i 20 mg/m2
v
c. Mitoxantron i 12-14 mg/m2
v
d. Epirubisin i 100-120 mg/m2
v
e. Idarubisin i 12 mg/m2/hari
v
5. Imunodulansia
a. Siklosporin i 5-6 mg/kg
v
b. Bevacizumab i 3 mg/kg
v
c. Xetuximab i 50-200 mg/m2
v
6. Hormon dan Antihormon
a. Toremifene Oral 60 mg sekali
sehari
b. Mifepristone Oral 600 mg
c. Tamoxifen Oral 20-40 mg
Klasifikasi Kombinasi Obat Kanker Payudara

Adjuvant Chemotherapy Regimen


AC AC → paclitaxel
Doxorubicin 60 mg/m2 iv hari 1 Cyclophosphamide Doxorubicin 60 mg/m2 iv hari 1
600mg/m2 iv hari 1 Setiap 21 hari selama 4 siklus Cyclophosphamide 600 mg/m2 iv hari 1
Setiap 21 hari selama 4 siklus Diikuti dengan:
paclitaxel 175 - 225 mg/m2 dengan 3 jam
infuse hari 1
Setiap 21 hari selama 4 siklus atau
Paclitaxel 80 mg/m2 dengan 1 jam iv infus selama 12
minggu

FAC EC
5-Fluorouracil 500 mg/m2 iv hari 1&8 atau hari 1&4 Epirubicin 100 mg/m2 iv hari 1
Doxorubicin 50 mg/m2 iv hari 1 (atau 72 jam Cyclophosphamide 830 mg/m2 iv hari 1
diteruskan infus) Setiap 21 hari selama 8 siklus
Cyclophosphamide 500mg/m2 IV hari 1 Siklus setiap
21 hari selama 6 siklus

CAF TAC
Cyclophosphamide 100 mg/m2 PO hari 1-14 Docetaxel 75 mg/m2 iv hari 1
Doxorubixicin 30 mg/m2 iv hari 1&8 Doxorubixicin 50 mg/m2 iv hari 1
5-Fluorouracil 500 mg/m2 iv hari 1&8 Setiap 28 hari Cyclophosphamide 500 mg/m2 iv hari 1
selama 6 siklus Setiap 21 hari selama 6 siklus

FEC CMF→ Doxorubixicin


Cyclophosphamide 75 mg/m2 PO hari 1-14 Epirubicin Doxorubixicin 75 mg/m2 iv hari 1
60 mg/m2 iv hari 1&8 Pada siklus setiap 21 hari selama 4 siklus Diikuti
Setiap 28 hari selama 6 siklus dengan :
Cyclophosphamide 600 mg/m2 iv hari 1
Methotrexate 40 mg/m2 iv hari 1
5-Fluorouracil 600 mg/m2 iv hari 1
Setiap 21 hari selama 8 siklus
CMF →Epirubicin
Epirubicin 100 mg/m2 iv hari 1 CMF
Setiap 21 hari selama 4 siklus Diikuti dengan: Cyclophosphamide 100 mg/m2 PO hari 1-14
Cyclophosphamide 100 mg/m2 PO hari 1-14 Methotrexate 40 mg/m2 iv hari 1&8
Methotrexate 40 mg/m2 iv hari 1&8 5-Fluorouracil 600 mg/m2 iv hari 1&8 Setiap 28 hari
5-Fluorouracil 600 mg/m2 iv hari 1&8 Setiap 28 hari selama 6 siklus
selama 4 siklus Dose-dense AC diikuti paclitaxel Doxorubixicin 60
Atau mg/m2 iv hari 1
Cyclophosphamide 750 mg/m2 iv hari 1 Cyclophosphamide 600 mg/m2 iv hari 1
Methotrexate 50 mg/m2 iv hari 1 Setiap 14 hari selama 4 siklus Diikuti:
5-Fluorouracil 600 mg/m2 iv hari 1 paclitaxel 175 mg/m2 dengan 3 jam iv infuse hari 1
Setiap 21 hari selama 4 siklus Setiap 14 hari selama 4 siklus

Anda mungkin juga menyukai