Anda di halaman 1dari 25

FA R M A K O T E R A P I

EPILEPSI
Dosen Pengampu :
Apt. Dra. Syilfia Hasti, M.Farm.

Kelompok 4 S1-6C
Nimas Wulan Asih 1801105
Nurhayati 1801106
Rahul Octarizal 1801111
Sarah Gusci Priskila 1801115
Suci Bettiza Oktarisma 1801116
Wewi Alfarezi 1801121
Manifestasi
01 Definisi klinis 04

Etiologi OPENING
02 Epidemiologi
Diagnosis 05

03 Patofisiologi Ta t a l a k s a n a 06
• Penyakit epilepsi atau ayan adalah gangguan
01
sistem saraf pusat akibat pola aktivitas listrik
otak yang tidak normal, atau aktivitas yang
berlebihan dari sekelompok sel neuron pada
otak sehingga menyebabkan berbagai reaksi
Definisi
pada tubuh manusia mulai dar bengong sesaat,
kesemutan, gangguan kesadaran, kejang-
kejang dan atau kontraksi otot.

• Gangguan pada pola aktivitas listrik otak saraf


dapat terjadi karena beberapa hal. Baik karena
kelainan pada jaringan otak,
ketidakseimbangan zat kimia di dalam otak,
ataupun kombinasi dari beberapa faktor
penyebab tersebut
1. Genetic epilepsy syndrome
Epilepsi yang diketahui/diduga disebabkan oleh kelainan genetik
dengan kejang sebagai manifestasi utama.
Kelainan genetik yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain:
02
2. Kelainan kromosom: sindrom fragile X, sindrom Rett.
3. Trisomi parsial 13q22-qter berhubungan dengan epilepsi umum
awitan lambat dan leukoensefalopati.
Etiologi
Epidemiologi
Etiologi epilepsi 2. Structural/metabolic syndrome
adanya kelainan struktural/metabolik
yang menyebabkan seseorang berisiko Etiologi epilepsi
mengalami epilepsi, contohnya; epilepsi umumnya tidak
setelah sebelumnya mengalami stroke, diketahui. Klasifikasi
berdasarkan ILAE
trauma, infeksi SSP, atau adanya
2010, mengganti
kelainan genetik seperti tuberosklerosis terminologi dari
dengan kelainan struktur otak (tuber). idiopatik, simtomatis,
atau kriptogenik,
3. Epilepsi digolongkan sebagai menjadi genetik,
“unknown cause” bila penyebabnya struktural/metabolik,
belum diketahui. dan tidak diketahui
(Kepmenkes, 2017).
Di Indonesia terdapat Insiden SE pada anak
Di Indonesia terdapat
paling sedikit 700.000-
paling sedikit 700.000-
Epidemiologi Insiden SE pada anak
diperkirakan sekitar 10-58 per
diperkirakan sekitar 10-58 per
1.400.000 dengan 100.000 anak.status epileptikus
1.400.000 dengan 100.000 anak.status epileptikus
peningkatan sebesar World health organization lebih sering terjadi pada anak
peningkatan sebesar lebih sering terjadi pada anak
70.000 kasus baru memperkirakan usia muda terutama usia kurang
70.000 kasus baru usia muda terutama usia kurang
setiap tahun dan prevalensi epilepsi pada dari 1 tahun dengan estimasi
setiap tahun dan dari 1 tahun dengan estimasi
diperkirakan 40% anak di dunia 4 sampai 6 insiden 1/1000 bayi
diperkirakan 40% insiden 1/1000 bayi
sampai 50% terjadi atau 1000 anak umur 8-
sampai 50% terjadi
pada anak-anak 11 tahun
pada anak-anak
Prevalensi di negara sedang berkembang ditemukan
lebih tinggi dari pada negara maju. Dilaporkan
prevalensi dinegara maju berkisar antara 4-7/1000
orang dan 5-74/1000 orang dinegara sedang
berkembang.
Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih
tinggi dibendingkan daerah perkotaan yaitu 15,4/1000
(4,8-49,6) dipedalaman dan 10,3
(2,8-37,7) diperkotaan.

Kelompok studi epilepsi perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia (Pokdi Epilepsi PERDOSSI) mengadakan penelitian
pada 18 rumah sakit di 15 kota pada tahun 2013 selama 6
bulan. Didapatan 2288 pasien terdiri atas 487 kasus baru dan
1801 kasus lama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 ± 16,9
tahun, sedangkan rerata usia pada kasus lama adalah 29,2 ±
16,5 tahun. Sebanyak 77,9% pasien berobat pertama kali ke
dokter spesialis saraf, 6,8% berobat ke dokter umum,
sedangkan sisanya berobat ke dukun dan tidak berobat.
Mekanisme yang mendasari epilepsi adalah onset kejang,propagasi
dan terminasi yang belum diketahui secara pasti dan mungkin
berbeda tergantung jenis epilepsi. Penyebab yang berperan pada
onset dan progesivitas epilepsi ada tiga faktor utama,yaitu 03
• faktor genetic
• gangguan perkembangan dan atau
• malformasi susunan saraf pusat dan cedera otak atau interaksi
dari ketiga faktor tersebut
Patofisiologi

Secara umum patofisiologi epilepsi diakibatkan oleh tidak seimbangnya neuron eksitasi dan inhibisi. Eksitasi
adalah alat atau proses tapi bukan substansi signaling (perangkat pensignalan), hanya sebagai respon sel
postsinaptik (sel penerima neurotransmitter) terhadap substansi pensignalan tersebut sedangkan Inhibisi adalah
aktivitas hiperpolarisasi (menjadi lebih polar) secara ionik untuk merubah potensial transmembran dari keadaan
ledakan treshold (ambang pembuka untuk eksitasi)
Eksitasi (berlebihan)
•Ion masuk - Na+, Ca2+
•Neurotransmitter yang berpengaruh glutamat, aspartat, asetilkolin
Inhibisi (kurang)
•Ion masuk - CI-, arus K+ keluar
•Neurotransmitter yang berpengaruh - GABA
Berikut terdapat
beberapa teori
patofisiologi epilepsi,
adalah sebagai berikut:

Eksitasi berlebihan mengakibatkan letupan Excitatory Postsynaptic Potentials (EPSPs) dihasilkan oleh ikatan molekul
neuronal yang cepat saat kejang. Sinyal yang pada reseptor yang menyebabkan terbukanya saluran ion Na atau ion Ca
dikeluarkan dari neuron yang meletup cepat dan tertutupnya saluran ion K yang mengakibatkan terjadinya
merekrut sistem neuronal yang depolarisasi. Berlawanan dengan Inhibitory Postsynatic Potentials (IPSs)
berhubungan melalui sinap, sehingga terjadi disebabkan karena meningkatnya permeabilitas membran terhadap Cl
pelepasan yang berlebihan. Sistem inhibisi dan K, yang akhirnya menyebabkan hiperpolarisasi membran. Eksitasi
juga diaktifkan saat kejang, tetapi tidak terjadi melalui beberapa neurotransmitter dan neuromedulator, akan
dapat untuk mengontrol eksitasi yang tetapi reseptor glutamate yang paling penting dan paling banyak diteliti
berlebihan, sehingga tejadi kejang. untuk eksitasi epilepsy.

Sedangkan inhibitor utama neurotransmitter


pada susunan saraf pusat adalah Gamma Amino
1. Ketidakseimba Butiric Acid (GABA). Semua struktur otak
depann menggunakan aksi inhibitor dan
ngan antara memegang peranan fisiopatogenesis pada
eksitasi dan kondisi neurologis tertentu, termasuk epilepsi,
inhibisi di otak kegagalan fungsi GABA dapat mengakibatkan
serangan kejang.
2. Mekanisme sinkronisasi
Epilepsi dapat diakibatkan oleh gangguan sinkronisasi sel-sel saraf berupa
hipersinkronisasi. Hipersinkronisasi terjadi akibat keterlibatan sejumlah besar
neuron yang berdekatan dan menghasilkan cetusan elektrik yang abnormal.
Potensial aksi yang terjadi pada satu sel neuron akan disebarkan ke neuron-
neuron lain yang berdekatan dan pada akhirnya akan terjadi bangkitan elektrik
yang berlebihan dan bersifat berulang
3. Mekanisme epileptogenesis
Trauma otak dapat mengakitbatkan epilepsi. Iskemia, trauma,neurotoksin dan
trauma lain secara selektif dapat mengenai subpopulasi sel tertentu. Bila sel ini
mati, akson-akson dari neuron yang hidup mengadakan tunas untuk berhubungan
dengan neuron diferensiasi parsial. Sirkuit yang sembuh cenderung untuk mudah
terangsang.
4. Mekanisme peralihan interiktal-iktal
Mekanisme yang memproduksi sinyal, sinkronisitas dan penyebaran aktivitas sel
saraf termasuk kedala teori transisi interiktal-iktal. Terdapat dua teori mengenai
transisi interiktal-iktal, yaitu mekanisme nonsinaptik dan sinaptik. Pada
nonsinaptik adanya aktivitas iktal-interikta yang berulang menyebabkan
peningkatan kalium ekstrasel sehingga eksitabilitas neuron meningkat. Aktivitas
pompa Na-K sangat berperan dalam mengatur eksitabilitas neuronal. Hipoksia
atau iskemia dapat menyebabkan kegagalan pompa Na-K sehingga meningkatkan
transisi interiktal-iktal, sedangkan pada sinaptik menyebutkan bahwa penurunan
efektivitas mekanisme inhibisi sinaps ataupun peningkatan aktivitas eksitasi
sinaps dapat mencetuskan epilepsi.
5.Mekanisme neurokimiawi
Mekanisme epilepsi sangat dipengaruhi oleh keadaan neurokimia padasel-sel
saraf, misalnya sifat neurotransmitter yang dilepaskan, ataupun adanya faktor
tertentu yang menyebabkan gangguan keseimbangan neurokimia seperti
pemakaian obat-obatan. Selain GABA dan glutamate yang merupakan
neurotransmitter penting dalam epilepsi, terdapat beberapa produk kimiawi lain
yang juga ikut berperan seperti misalnya golongan opioid yang dapat
menyebabkan inhibisi interneuron, ataupun katekolamin yang dapat menurunkan
ambang kejang. Selain itu gangguan elektrolit akibat kegagalan pengaturan
pompa ionic juga ikut mencetuskan serangan epilepsi. Beberapa zat kimia terbukti
dapat memicu terjadinya epilepsi, yaitu alumina hydroxide gel yang menyebabkan
degenerasi neuron, kematian neuron dan penurunan aktivitas GABAergik,
pilokapin yang menyebabkan pembengkakan pada dendrit, soma dan astrosit,
dan pada tahap akhir menyebabkan kematian sel. Asam kainat terbukti dapat
menginduksi kejang dengan cara memacu reseptor excitatory amino acid (EAA)
6. Mekanisme imun
Mekanisme menyebutkan bahwa reaksi imunologis atau inflamasi menyebabkan
berbagai penyakit neurologis termasuk epilepsi. Reaksi inflamasi pada sistem
saraf pusat merupakan akibat dari aktivasi sistem imun adaptif maupun
nonadaptif. Penelitian yang dilakukan pada binatang percobaan memperlihatkan
bahwa selama aktivitas epilepsi terjadi pelepasan mediator inflamasi oleh
mikroglia, astrosit dan neuron.
7. Mekanisme iktogenesis
Mekanisme ictogenesis ini terjadi akibat perubahan plastisitas seluler dan sinaps
serta akibat perubahan pada lingkungan ekstraseluler. Mekanisme iktogenesis
diawali dengan adanya sel-sel neuron abnormal yang mempengaruhi neuron-
neuron sekitarnya dan membentuk suatu critical mass, yang bertanggung jawab
dalam mekanisme epilepsi. Eksitabilitas merupakan kunci utama pada
mekanisme iktogenesis, eksitasi dapat berasal dari neuron individual, lingkungan
neuronal atau populasi neuronal. Ketiga penyebab ini berinteraksi satu sama lain
selama satu episode iktal tertentu
04
Manifestasi
klinis
Kriteria diagnosis
• Setidaknya ada dua kejang tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang berselang lebih 05
dari 24 jam.
• Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan reflek dengan adanya kemungkinan
bangkitan berulang dengan risiko frekurensi sama dengan dua bangkitan tanpa provokasi
(setidaknya 60%), yang dapat timbul hingga 10 tahun ke depan. Dianosis
• Dapat ditegakkannya diagnosis sindrom epilepsi

Ada tiga langkah untuk menuju dignosis epilepsi, yaitu :


1. Langkah pertama ; memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukkan
bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.
2. Langkah kedua : apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah jenis
bangkitan epilepsi yang terjadi
3. Langkah ketiga : tentukan etiologi, sindrom epilepsi yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi,
atau epilepsi yang diderita oleh pasien.
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform
pada EEG. (Depkes RI, 2009)
Urutan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis
1.Anamnesis (auto dan allo-anamnesis)
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologi
a.Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca-bangkitan
b.Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidurm hormonal, • Adanya gangguan trauma kepala, gangguan
stres psikologis, alkohol. kongenital , gangguan neurologik fokal atau
c.Faktor lain: usia awitan, durasi bangkitan frekuensi difus, infeksi telinga atau sinus
bangkitan, interval terpanjang antar bangkitan , • Sebab terjadinya serangan epilepsi harus dapat
awareness antar bangkitan ditepis melalui pemeriksaan fisik dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit
d.Terapi dan respons terhadap OAE sebelumnya;
sebagai pegangan
e.Penyakit yang diderita sekarang dan riwayat penyakit • Untuk penderita anak-anak, pemeriksa harus
lain yang menjadi penyebab serta komorbiditas memperhatikan adanya keterlambatan
f.Riwayat penyakit epilepsi dan penyakit lain dalam perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran
keluarga. antara anggota tubuh dapat menunjukan awal
g.Riwayat pre-natal, natal dan tumbuh kembang, riwayat ganguan pertumbuhan otak unilateral
bangkitan neonatal/kejang demam.
Urutan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis
3). Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan Indikasi dan bila memungkinkan.

a. Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)


b. Pemeriksaan pencitraan otak {brain imaging), Magnetic Resonance Imaging (MRI), CT.
Scan, USG Dopper (pada neonatus)
c. Pemeriksaan laboratarium
• Darah : Pemeriksaan OAE dalam plasma,hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit,
apus darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula, fungsi hati
(SGOT, SGPT, Gamma GT, alkali fosfatase), ureum, kreatinin, dan lainnya atas indikasi.
(Depkes RI, 2009)
• Cairan cerebrospinal : Bila dicurigai ada infeksi SSP
d. Pemeriksaan-pemeriksaan lain diiakukan atas indikasi misalnya ada keiainan metabolik
bawaan seperti Pungsi Lumbal dan EKG. (Perdossi, 2019)
Tujuan terapi 06

Tujuan umum Tujuan khusus Ta t a l a k s a n


a
• tercapainya kualitas hidup • tidak terjadi bangkitan
pasien yang optimal. • penurunan frekuensi
bangkitan
• tidak terjadi efek samping
atau kejadian efek samping
yang minimal
• penurunan angka kesakitan
dan
• penurunan angka kematian
• menetapkan tujuan terapi, menilai tipe dan
frekuensi bangkitan

Prinsip • menetapkan tipe bangkitan dan sindroma


epilepsi

terapi • menetapkan faktor risiko dari bangkitan


yang berikutnya

umum • menetapkan penggunaan Obat Anti Epilepsi


14(OAE), harus dimulai dengan monoterapi
adaiah: • bila tidak berhasil dengan monoterapi
pikirkan terapi kombinasi
• merencanakan waktu penghentian obat
Terapi farmakologi

• Fenitoin • Primidon
• Karbamazepin • Okskarbazepin
• •
w w w . u n ti t l e d a d r e s s . c o m

Asam valproat Vigabatrin


• Fenobarbital • Levetirasetam
• Gabapentin • Felbamat
• Diazepam • Tiagabin
• Topiramat • Zonisamid
• Klonazepam • Pregabalin
• Lamotrigin
Pemilihan obat antiepilepsi
Jenis bangkitan Obat pilihan utama Obat alternatif
1. Bangkitan parsial
Parsial sederhana Karbamazepin, fenitoin, Fenobarbltal, lanratrigin,
valproat primldon, gabapentin,
levedrasetam, tiagabin,
toplramat, zonisamid.
Parsial kompleks Karbamazepin, fenitoin, Lamotrigin, primldon,
valproat gabapentin, levetirasetam,
tiagabin, toplramat,
zonisamld.
Parsial yg menjadi umum Kartiamazepin, fenitoin. gabapentln, lamotrigin,
valproat, fenobarbital, levetirasetam, tiagabin,
primidon toplramat, zonisamld
Pemilihan obat antiepilepsi
Jenis bangkitan Obat pilihan utama Obat alternatif
1. Bangkitan umum
Bangkitan tonik-klonik Karbamazepin, fenltoln, Lamotrigin, topiramat,
(grand mall) valproat, fenobarbltal, zonisamid, felbamat
primidon.
Bangkitan lena (petit Lamotrigin, Valproat Lamotrigin, klonazepam
mal/absence)
Bangkitan lena yang tidak Valproat, klonazepam Lamotrigin, Felbamat,
khas topiramat
Obat- obat untuk keadaan Konvulsi khusus
Kejang demam pada anak Fenobarbital Primldon
Status epileptikus tipe Diazepam, Fenitoin, Fenobarbltal, lidokain
grand mal fosfenitoin
Status eplleplkus Upe Benzodlazepam Valproat IV
absence
TERAPI
STATUS
EPILEPTIKUS
Sasaran terapi status epileptikus adalah penghentian aktifitas bangkitan baik kiinis
maupun subklinis dan poncegahan bangkitan selanjutnya. Secara umum pendekatan awal
adalah;
• Memindahkan pasien dari lingkungan berbahaya dan memastikan jalan nafas terbebas
dari hambatan untuk mencegah terjadinya kolaps atau aspirasi, cukup oksigenasi, fungsi
kardiorespirasi dan penatalaksanaan komplikasi sistemik.
• Ketepatan diagnosis dan sub tipe, identifikasi faktor presipitasi.
• Penghentian bangkitan secepat mungkin baik kiinis maupun elektrik (EEG).
• Pencegahan bangkitan terulang.
TERAPI
STATUS
EPILEPTIKUS
• OAE pilihan utama status epileptikus adalah
benzodiazepin yang diberikan secara i.v.
• bila tidak memungkinkan dapat diberikan melalui i.m.,
rectal, buccal, atau endotracheal. Identifikasi penyebab
status epileptikus dilakukan segera setelah bangkitan
berhenti.
THANK YOU
ANY QUESTION?

Anda mungkin juga menyukai