Anda di halaman 1dari 85

PERANCANGAN PENGEMBANGAN LANSKAP

HUTAN KOTA RAWA BUAYA SEBAGAI BENTUK


RUANG TERBUKA HIJAU DI JAKARTA BARAT

MEGISTERINA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan


Pengembangan Lanskap Hutan Kota Rawa Buaya Sebagai Bentuk Ruang Terbuka
Hijau di Jakarta Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2018

Megisterina
NIM A44100088
ABSTRAK
MEGISTERINA. Perancangan Pengembangan Lanskap Hutan Kota Rawa Buaya
Sebagai Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Barat. Dibimbing oleh DEWI
REZALINI ANWAR

Pembangunan yang cukup pesat di suatu wilayah membuat jumlah ruang


terbuka hijau (RTH) semakin berkurang. Kurangnya RTH menyebabkan dampak
negatif bagi lingkungan, seperti timbulnya bencana banjir, meningkatnya jumlah
polusi udara, dan kurangnya tempat bersosialisasi bagi masyarakat. Hutan kota
sebagai salah satu bentuk dari ruang terbuka hijau memiliki peranan yang sangat
penting untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah
menghasilkan desain Hutan Kota Rawa Buaya yang fungsional dan estetik sebagai
salah satu bentuk ruang terbuka hijau dengan mempertimbangkan aspek fisik, aspek
biofisik, aspek sosial, dan aspek legal, serta mengoptimalkan potensi sumber daya
alam yang ada. Pengembangan hutan kota diawali dengan identifikasi kondisi
lokasi, mencakup lokasi dan aksesibilitas, tanah dan iklim, flora dan fauna, fasilitas
yang sudah ada, serta desain awal. Areal yang dikembangkan seluas kurang lebih
satu hektar. Pengembangan hutan kota yang dilakukan meliputi penambahan atau
perbaikan fasilitas berupa bangku, penerangan, dan papan interpretasi.
Pengembangan lainnya adalah penataan tanaman yang dilakukan dengan
mengelompokkan tanaman sesuai dengan jenisnya, yaitu tanaman display, tanaman
langka, dan tanaman peneduh. Beberapa pertimbangan dalam pengembangan hutan
kota, yaitu tinggi tanaman, fungsi ekologis, dan fungsi arsitektural. Pengembangan
yang dilakukan dapat meningkatkan fungsi ekologis dan arsitektural, serta menjadi
acuan bagi pembangunan hutan kota di lokasi lain.

Kata kunci: pengaturan tanaman, fungsi ekologis, fungsi arsitektural


ABSTRACT

MEGISTERINA. Landscape Development Design of Rawa Buaya Urban Forest as


a Form of Green Open Space in West Jakarta. Supervised by DEWI REZALINI
ANWAR.

Rapid development in a region decreases the number of green open space.


Lack of green open space causes negative impacts on the environment, such as
floods, increasing the air pollution, and lack of social places for communities.
Urban forest as one of green open spaces has important role to overcome these
problems. The purposes of this research were to produce a design of Rawa Buaya
Urban Forest which is functionally and aesthetically as green open space by
considering physical, biophysical, social, and legal aspects, and optimizing the
potential of natural resources. The development of urban forest begins with the
identification of site conditions, location and accessibility, soil and climate, flora
and fauna, the existing facilities, and the initial design. The size of developed area
is approximately one hectare. Urban forest development performed include
facilities such as benches, lighting, and interpretation boards. Another development
is plants arrangement which is done by plants grouping according to its type,
display plants, rare plants, and shade plants. Some of the considerations in the
development of the urban forest that plant height, ecological function and
architectural function. The development can improve the function of ecological and
architectural, and a reference for the development of urban forests in other
locations.

Keywords: plants arrangement, ecological function and architectural function


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2018
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau
menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis


dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERANCANGAN PENGEMBANGAN LANSKAP
HUTAN KOTA RAWA BUAYASEBAGAI BENTUK
RUANG TERBUKA HIJAU DI JAKARTA BARAT

MEGISTERINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Judul Skripsi : Perancangan Pengembangan Lanskap Hutan Kota Rawa Buaya
Sebagai Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Barat
Nama : Megisterina
NIM : A44100088

Disetujui oleh

Dewi Rezalini Anwar, SP., M.A.Des


Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Afra D.N. Makalew, M.Sc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang senantiasa
memberikan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Perancangan
Pengembangan Lanskap Hutan Kota Rawa Buaya Sebagai Bentuk Ruang Terbuka
Hijau di Jakarta Barat dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penyelesaian karya ilmiah ini, Penulis tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Namun dalam prosesnya, Penulis juga menyadari bahwa
terdapat banyak kekurangan dalam diri Penulis serta kesalahan-kesalahan Penulis
terutama kepada pihak-pihak yang secara langsung terkait dalam penyelesaian
karya ilmiah ini. Untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih sekaligus
menyampaikan permohonan maaf kepada:
1. Ibu Dewi Rezalini Anwar, SP. M.A.Des selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima kasih atas kesabaran Ibu dalam memberikan bimbingan, motivasi, dan
ilmu kepada Penulis sampai pada akhirnya Penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini. Mohon maaf apabila selama penyelesaian skripsi ini, Penulis sering
tidak memberi kabar, jarang melakukan konsultasi dan kurang menjalin
komunikasi yang baik dengan Ibu.
2. Bapak Dr Akhmad Arifin Hadi, SP, MALA selaku dosen pembimbing skripsi,
dosen pembahas seminar, dan dosen penguji yang telah memberikan saran dan
pengarahan selama kegiatan penyusunan usulan dan pelaksanaan penelitian.
3. Ibu Dr Syartinilia Wijaya, SP. MSi selaku pembimbing akademik atas masukan,
nsihat, dan dukungannya
4. Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Barat dan pengelola Hutan Kota Rawa
Buaya atas bantuan dan kemudahan pengambilan data serta kritik dan saran
yang telah diberikan kepada penulis terkait penelitian yang dilakukan.
5. Kedua orang tua Bapak Victor dan Ibu Eny Widajati, serta keluarga dan kerabat
yang telah memberikan doa dan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Mohon maaf yang sebesar-
besarnya atas kesalahan Penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi yang
cukup lama sehingga merepotkan dan membuat khawatir semua pihak.
6. Teman-teman ARL 47 dan keluarga besar Arsitektur Lanskap IPB. Terima
kasih atas motivasi, pengalaman berharga dan kebersamaannya. Mohon maaf
atas kurangnya komunikasi Penulis dengan teman-teman
7. Jared atas waktu, doa, semangat, kasih sayang dan perhatian yang telah
diberikan kepada Penulis
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah berkontribusi
dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini.
Penulis juga menyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan dalam
karya ilmiah ini karena keterbatasan Penulis dan kendala lainnya. Semoga hasil
karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
di bidang Arsitektur Lanskap.

Bogor, Juli 2018

Megisterina
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat 2
Kerangka Pikir 2
TINJAUAN PUSTAKA 4
Ruang Terbuka Hijau 4
Ruang Terbuka Hijau Kota 4
Hutan Kota 5
Perancangan Lanskap 7
Perancangan Hutan Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau Kota 8
METODOLOGI 8
Tempat dan Waktu 8
Alat dan Bahan 9
Batasan Penelitian 9
Metode Penelitian 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Kondisi Umum 12
Aspek Fisik dan Biofisik 12
Letak, Luas dan Batas Tapak 12
Aksesibilitas dan Sirkulasi 13
Tanah dan Topografi 14
Iklim 17
Hidrologi 18
Visual 19
Fasilitas dan Utilitas 19
Vegetasi dan Satwa 21
Desain Awal Hutan Kota Rawa Buaya 24
Aspek Sosial 26
Persepsi dan Preferensi Masyarakat 26
Pengelola 28
Analisis dan Sintesis 28
Aspek Fisik dan Biofisik 28
Letak, Luas dan Batas Tapak 28
Aksesibilitas dan Sirkulasi 29
Tanah dan Topografi 32
Iklim 34
Hidrologi 35
Visual 35
Fasilitas dan Utilitas 36
Vegetasi dan Satwa 37
Aspek Sosial 40
Konsep 42
Konsep Dasar 42
Konsep Desain 42
Pengembangan Konsep 43
Konsep Ruang dan Aktivitas 43
Konsep Sirkulasi 43
Konsep Vegetasi 46
Konsep Fasilitas 48
Block Plan 49
Perancangan 50
Site Plan 50
Perancangan Ruang Penerimaan 50
Perancangan Ruang Pelayanan dan Mitigasi 50
Perancangan Ruang Rekreasi 51
Perancangan Ruang Konservasi 52
SIMPULAN DAN SARAN 61
Simpulan 61
Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 64
RIWAYAT HIDUP 67
DAFTAR TABEL
1 Bentuk dan jenis data 10
2 Klasifikasi kemiringan lahan berdasarkan USSSM 15
3 Jenis vegetasi 21
4 Nilai THI pada Hutan Kota Rawa Buaya 34
5 Jarak bebas minimum vertikal dari konduktor 38
6 Jarak bebas minimum horizontal dari sumbu vertikal menara/tiang 39
7 Konsep ruang dan aktivitas 44
8 Jenis vegetasi langka 46
9 Konsep fasilitas 48

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 3
2 Pola tanam hutan kota berstrata dua 5
3 Pola tanam hutan kota berstrata banyak 6
4 Peta lokasi penelitian 8
5 Orientasi dan batas tapak 12
6 Aksesibilitas menuju tapak 13
7 Kondisi jalan masuk ke tapak 13
8 Peta sirkulasi tapak 14
9 Peta topografi 15
10 Potongan topografi 16
11 Hasil pengamatan suhu dan kelembaban berdasarkan tempat 17
12 Hasil pengamatan suhu dan kelembaban berdasarkan waktu 17
13 Peta sumur resapan 18
14 Danau buatan dan pintu air 19
15 Peta visual tapak 20
16 Peta inventarisasi fasilitas 21
17 Peta sebaran vegetasi 24
18 Peta inventarisasi 25
19 Persentase kunjungan hutan kota di Jakarta 26
20 Aktivitas responden selama berada di hutan kota 26
21 Preferensi responden terhadap kualitas hutan kota di Jakarta 27
22 Preferensi responden terhadap jenis vegetasi yang diharapkan 27
23 Preferensi responden terhadap fasilitas hutan kota yang diharapkan 28
24 Jalan di lingkungan apartemen Puri Orchard 29
25 Genangan air pada jembatan setelah hujan 30
26 Peta analisis sirkulasi 30
27 Gulma pada conblock 31
28 Pengaruh bentukan tapak pandangan manusia dan pergerakan manusia 32
29 Peta analisis topografi 33
30 Pantulan sinar matahari pada rumput, pohon dan perkerasan 34
31 Sebaran genangan air 35
32 Peta analisis visual 36
33 Peta analisis fasilitas 37
34 Penampang melintang ruang bebas 39
35 Penampang melintang jarak bebas minimum vertikal dan horizontal,
jarak bebas minimum pada daerah yang terdapat pohon 39
36 Analisis vegetasi 41
37 Ilustrasi konsep desain 42
38 Area perluasan hutan kota 43
39 Konsep ruang 44
40 Ilustrasi sirkulasi dalam tapak dan sirkulasi pada jalur konservasi 45
41 Stamped concrete pada jalur konservasi 45
42 Konsep vegetasi 47
43 Block plan 49
44 Ilustrasi ruang penerimaan 50
45 Ilustrasi ruang pelayanan dan area mitigasi 51
46 Ilustrasi picnic lawn, gazebo dan amphiteater 51
47 Ilustrasi rekreasi danau 52
48 Ilustrasi area konservasi dan rumah pembibitan 53
49 Site plan 54
50 Perspektif keseluruhan 54
51 Potongan tampak 55
52 Planting plan 1 56
53 Planting plan 2 57
54 Planting plan 3 58
55 Detil signage 59
56 Detil gerbang utama 60
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai macam kegiatan pemerintahan dan perdagangan mendorong


pembangunan kota menjadi semakin berkembang, hal ini terlihat jelas di beberapa
kota yang berada di negara berkembang. Pembangunan sarana dan prasarana juga
semakin meningkat, karena banyaknya penduduk yang pindah ke kota. Seiring
dengan perkembangan pembangunan kota yang pesat, ruang terbuka hijau (RTH)
di kota semakin berkurang jumlahnya. RTH yang sangat penting keberadaannya
berubah menjadi lahan terbangun yang berakibat negatif bagi keadaan lingkungan.
Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, termasuk kota yang perkembangan
pembangunannya sangat pesat sehingga ruang terbuka hijaunya tergolong sangat
kurang. Akibat minimnya RTH dan pesatnya pembangunan di Jakarta,
menyebabkan Jakarta selalu dilanda banjir disetiap tahunnya. Banjir ini diperparah
oleh karena Jakarta yang terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter
diatas permukaan laut. Berdasarkan peta laporan banjir bulan Januari tahun 2013
oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Jakarta Barat
merupakan wilayah yang paling parah terkena dampak banjir.
Menurut Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang tata ruang menyebutkan
luas area ruang terbuka setidaknya 30% dari total luas wilayah, yakni meliputi 20%
ruang publik dan 10% untuk ruang privat. Luas wilayah Jakarta Barat adalah 129,54
Km2 dan luas ideal untuk ruang terbuka di Jakarta Barat adalah 38,862 Km 2. Pada
tahun 2014, terhitung luas ruang terbuka di Jakarta Barat adalah 12,77 Km2. Hal ini
menunjukkan bahwa luas area terbuka di Jakarta Barat masih belum memenuhi
standar peraturan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 2007, salah satu
bentuk dari RTH yang dapat diterapkan di kota adalah dengan adanya hutan kota.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2002, hutan kota adalah suatu
hamparan lahan yang bertumbuh pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam
wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan
sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Hutan kota merupakan komunitas
vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota,
berbentuk jalur, menyebar, bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru
(menyerupai) hutan alam, membentuk habitat bagi satwa dan menimbulkan
lingkungan sehat, nyaman, dan estetis (Zoer’aini, 2005). Hutan kota memiliki
peranan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi dampak
negatif yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan. Hutan kota juga dapat
dikembangkan menjadi beberapa fungsi lain seperti tempat untuk rekreasi,
konservasi keanekaragaman hayati, mendukung fungsi hidrologi, ruang sosial dan
lain-lain.
Jakarta Barat memiliki 3 hutan kota dengan luas total 17,89 Ha (SLHD
Provinsi DKI Jakarta, 2012). Hutan Kota Rawa Buaya merupakan salah satu hutan
kota di Jakarta Barat yang dimiliki oleh pemerintah DKI Jakarta dan diresmikan
pada tahun 2009. Hutan kota ini memiliki luas 1,09 Ha dan terletak pada wilayah
rawan banjir. Di sekitar hutan kota ini terdapat permukiman penduduk, persawahan,
danau buatan, dan menara SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi). Hutan
2

kota Rawa Buaya juga dimanfaatkan sebagai tempat mitigasi bencana banjir oleh
masyarakat setempat. Saat ini kondisi Hutan Kota Rawa Buaya masih masih dalam
proses pengembangan. Perluasan hutan kota juga direncanakan pada lahan milik
pemerintah setempat agar luas ruang terbuka hijau di Jakarta Barat bisa memenuhi
standar luas yang sesuai dengan peraturan.
Oleh karena kondisi tersebut, maka dibutuhkan suatu perancangan
pengembangan untuk memaksimalkan fungsi dari hutan kota. Pengembangan hutan
kota dilakukan dengan mengidentifikasi aspek fisik dan biofisik, aspek sosial dan
budaya serta aspek legal. Dari hasil analisis potensi dan kendala kemudian
diperoleh sebuah sintesis untuk merancang pengembangan lanskap hutan kota yang
disesuaikan dengan kebutuhan ruang dan perhitungan daya dukung.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan desain Hutan Kota Rawa
Buaya yang fungsional dan estetik sebagai salah satu bentuk ruang terbuka hijau
dengan mempertimbangkan aspek fisik, aspek biofisik, aspek sosial, dan aspek
legal, serta mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang ada.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi masukan bagi pemerintah kota
administratif Jakarta Barat dalam pembangunan dan pengelolaan Hutan Kota Rawa
Buaya.

Kerangka Pikir

Pembangunan yang cukup pesat di suatu wilayah membuat jumlah ruang


terbuka hijau (RTH) semakin berkurang. Kurangnya RTH menyebabkan dampak
negatif bagi lingkungan, seperti timbulnya bencana banjir, meningkatnya jumlah
polusi udara, dan kurangnya tempat bersosialisasi bagi masyarakat. Hutan kota
sebagai salah satu bentuk dari ruang terbuka hijau memiliki peranan yang sangat
penting untuk mengatasi permasalahan tersebut. Hutan Kota Rawa Buaya
merupakan salah satu hutan kota di Jakarta Barat yang masih dalam masa
pengembangan. Dengan perancangan dan pengembangan luas hutan kota
diharapkan dapat memaksimalkan fungsi hutan kota dengan memperhatikan
elemen-elemen pembentuknya.
Kerangka pikir penelitian mengenai perancangan pengembangan lanskap Hutan
Kota Rawa Buaya sebagai bentuk ruang terbuka hijau di Jakarta Barat dapat dilihat
di Gambar 1.
3

Kurangnya luasan RTH Program Pemerintah Kebutuhan manusia


di DKI Jakarta Administrasi Jakarta • RTH Publik
• Peraturan Daerah Barat • Ruang Mitigasi
No. 6 Tahun 1999 Bencana Banjir
Perluasan Hutan Kota
• UU No. 26 Tahun
Rawa Buaya
2007

Pengembangan hutan kota

Aspek Fisik dan Aspek Sosial dan Aspek


Biofisik Budaya Legal

Analisis

Potensi Kendala

Sintesis

Konsep Hutan Kota Rawa Buaya

Perancangan Pengembangan Lanskap Hutan


Kota Rawa Buaya di Jakarta Barat

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian


4

TINJAUAN PUSTAKA

Ruang Terbuka Hijau

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang


Penataan Ruang, ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Menurut
Instruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
di Wilayah Perkotaan menyatakan, “Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota
atau wilayah yang lebih luas, dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk
area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya bersifat terbuka yang pada
dasarnya tanpa pembangunan. Ruang Terbuka Hijau adalah ruang terbuka yang
pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan
secara alamiah ataupun budidaya seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan
dan sebagainya”.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) meliputi RTH publik dan RTH privat. RTH
publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki oleh pemerintah daerah kota
yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. RTH privat adalah
kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan. RTH memiliki fungsi yang sangat penting di dalam suatu lingkungan.
Fungsi tersebut yaitu sebagai tempat perlindungan bagi ekosistem dan penyangga
kehidupan, sebagai sarana rekreasi, sebagai tempat penelitian, memperbaiki iklim
mikro, mengatur tata air, sebagai tempat perlindungan plasma nuftah, dan
mengurangi pencemaran lingkungan.

Ruang Terbuka Hijau Kota

Ruang terbuka hijau kota merupakan ruang terbuka di dalam kota berupa
area dengan pemanfaatan ruang seperti pengisian hijau tanaman atau tumbuhan
secara alamiah ataupun budidaya tanaman (pertanian, perkebunan dan sejenisnya).
Ruang terbuka hijau berguna untuk menjaga keserasian dan keseimbangan
ekosistem lingkungan perkotaan dan mewujudkan kesimbangan antara lingkungan
alam dan lingkungan buatan di perkotaan serta meningkatkan kualitas lingkungan
perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Ruang terbuka hijau kota memiliki
manfaat lain yang bernilai sosial, seperti sebagai sarana rekreasi aktif dan pasif serta
interkasi sosial atau sebagai sarana aktivitas sosial masyarakat setempat.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan (RTHKP) terdiri atas RTHKP publik dan RTHKP privat.
RTHKP publik adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi
tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan RTHKP privat merupakan
RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab
pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui
izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI
Jakarta oleh Pemerintah Provinsi. Berdasarkan peraturan ini jenis RTHKP meliputi
taman kota, taman wisata alam, taman rekreasi, taman lingkungan perumahan dan
permukiman, taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial, taman hutan
5

raya, hutan kota, hutan lindung, alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah,
cagar alam, kebun raya, kebun binatang, pemakaman umum, lapangan olah raga,
lapangan upacara, parkir terbuka, lahan pertanian perkotaan, jalur di bawah
tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan
rawa, jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian,
kawasan dan jalur hijau, daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara, dan taman
atap (roof garden).

Hutan Kota

Hutan kota merupakan suatu kawasan yang didominasi oleh pepohonan di


dalam wilayah perkotaan yang tumbuh secara alami dan ditetapkan sebagai hutan
kota oleh pemerintah kabupaten/kota yang berwenang. Hutan kota merupakan salah
satu bentuk dari Ruang Terbuka Hijau. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
(RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi
dan estetika (Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 Tahun 2007).
Menurut Zoer’aini Djamal Irwan (2005) bentuk hutan kota dapat
dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. bentuk bergerombol atau menumpuk, yaitu hutan kota dengan komunitas
vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasi minimal
100 pohon dengan jarak tanam rapat yang tidak beraturan;
2. bentuk menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan
komunitas vegetasi yang tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk
rumpun atau gerombol-gerombol kecil;
3. bentuk jalur, yaitu komunitas vegetasi yang tumbuh pada lahan yang berbentuk
jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran,
dan sebagainya.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan, struktur hutan kota dapat terdiri dari:
1. Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan
pepohonan dan rumput (Gambar 2);
2. Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan
selain terdiri dari pepohonan dan rumput, juga terdapat semak dan penutup
tanah dengan jarak tanam tidak beraturan (Gambar 3).

Gambar 2 Pola tanam hutan kota berstrata dua


6

Gambar 3 Pola tanam hutan kota berstrata banyak


Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelengaraan Hutan Kota, hutan kota
terbagi atas enam tipe, yaitu:
1. Tipe kawasan permukiman
Hutan kota dibangun pada areal permukiman yang berfungsi sebagai penghasil
oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam
kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi
dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan.
2. Tipe kawasan industri
Hutan kota dibangun di kawasan industri yang berfungsi untuk mengurangi
polusi udara dan kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri.
3. Tipe rekreasi
Hutan kota yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan
keindahan, dengan jenis pepohonan yang indah dan unik.
4. Tipe pelestarian plasma nutfah
Hutan kota yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, yaitu sebagai
konservasi plasma nutfah khususnya vegetasi secara insitu dan sebagai habitat
khususnya untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan.
5. Tipe perlindungan
Hutan kota yang berfungsi untuk mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan
longsor pada daerah dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter tanah,
melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi), melindungi daerah
resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya volume air tanah dan atau
masalah intrusi air laut.
6. Tipe pengamanan
Hutan kota yang berfungsi untuk meningkatkan keamanan pengguna jalan pada
jalur kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan
tanaman perdu.
Fungsi hutan kota sangat tergantung pada komposisi dan keanekaragaman
jenis dari komunitas vegetasi yang menyusunnya dan tujuan perancangannya.
Secara garis besar fungsi hutan kota dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi,
yaitu fungsi lanskap, fungsi pelestarian lingkungan, dan fungsi estetika. Fungsi
lanskap meliputi fungsi fisik yang bertujuan untuk perlindungan terhadap kondisi
fisik alami dan fungsi sosial sebagai wadah interaksi sosial bagi masyarakat sekitar.
Pada fungsi pelestarian lingkungan meliputi delapan fungsi, yaitu menyegarkan
7

udara, menurunkan suhu dan meningkatkan kelembapan kota, sebagai ruang hidup
satwa, perlindungan terhadap erosi, mengurangi polusi udara, meredam kebisingan,
tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator, dan menyuburkan tanah. Fungsi
estetika berkaitan dengan kualitas visual yang akan ditampilkan.

Perancangan Lanskap

Perancangan merupakan sebuah proses kreatif yang mengintegrasikan


aspek teknologi, sosial, ekonomi dan biologi secara efek psikologis dan fisik yang
ditimbulkan dari bentuk, bahan, warna dan ruang, tekstur dan kualitas lainnya yang
merupakan hasil pemikiran yang saling berhubungan. Perhatian perancangan
ditekankan pada penggunaan volume atau ruang. Dimana setiap volume memiliki
bentuk, tekstur, warna, ukuran, bahan, dan kualitas lainnya yang secara keseluruhan
dapat mengekspresikan dan mengakomodasikan fungsi-fungsi yang ingin dicapai
dengan baik (Simonds, 1983)
Booth (1983) mengemukakan bahwa proses perancangan lanskap
mempunyai beberapa tahapan, yaitu:
1. Penerimaan proyek
2. Riset dan analisis (termasuk mengunjungi tapak)
a. Persiapan rencana dasar
b. Inventarisasi tapak (pengumpulan data) dan analisis (evaluasi)
c. Wawancara dengan pemilik
d. Pembentukan program
3. Desain
a. Diagam fungsi ideal
b. Diagram fungsi keterhubungan tapak
c. Rencana konsep
d. Studi mengenai komposisi bentuk
e. Desain awal
f. Desain skematik
g. Master plan (rencana utama)
h. Pembuatan desain
4. Gambar konstruksi
a. Layout plan (rencana tata ruang)
b. Grading plan (rencana pembentukan lahan)
c. Planting plan (rencana penanaman)
d. Detil konstruksi
5. Pelaksanaan
6. Evaluasi setelah konstruksi
7. Pemeliharaan
Menurut Laurie (1984) di dalam perancangan suatu lanskap terdapat
prinsip-prinsip yang mendasarinya, yaitu unity (kesatuan), balance (keseimbangan)
dan emphasis (penekanan). Unity merupakan kesatuan seluruh elemen lanskap yang
dapat diciptakan dengan pengulangan, penggunaan grid dan tema. Balance
merupakan keseimbangan dalam skala, proporsi, bentuk, dan posisi. Keseimbangan
tercipta melalui pengaturan secara simetri, asimetri, maupun radial. Emphasis akan
menghadirkan dominasi maupun suatu kontras pada suatu lanskap yang dapat
8

diciptakan melalui pengarahan, pengaturan letak, kontras terhadap elemen dan


variasi ukuran maupun jumlah.

Perancangan Hutan Kota sebagai Bentuk Ruang Terbuka Hijau Kota


Hutan kota yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau memiliki
peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan ekosistem yang ada di dalam
hutan maupun diluarnya. Hutan kota memiliki fungsi untuk memperbaiki kualitas
lingkungan, ameliorasi iklim, menjaga biodiversitas serta menciptakan suasana
nyaman, sehat, dan estetis. Selain fungsi tersebut, fungsi sosial dari sebuah hutan
kota adalah sebagai sarana untuk rekreasi.
Perancangan atau desain hutan kota diarahkan sebagai bagian dari habitat
manusia sekitar, vegetasi yang berada di dalamnya serta konsep ruang untuk
komunitas satwa (Miller, 1988). Dalam perancangan hutan kota hendaknya
memperhatikan fungsi dari hutan kota tersebut. Hutan kota sebagai salah satu
bentuk dari ruang terbuka hijau sebaiknya dapat menciptakan ruang-ruang yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berinteraksi dan bersosialisasi.
Selain itu, jenis vegetasi yang ditanam hendaknya beragam dan merupakan jenis-
jenis tanaman asli dari daerah setempat. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
nilai ekologi di dalam ekosistem hutan kota.

METODOLOGI
Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Kota Rawa Buaya yang terletak di Jl.
Albarkah II RT 02/03, Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta
Barat (Gambar 4). Luas kawasan hutan kota Rawa Buaya adalah 1,09 Ha yang
berbatasan langsung dengan Jl. Albarkah II RW 03 di sebelah Utara, area
persawahan di sebelah Selatan dan Timur, area pengembangan apartemen dan jalan
tol lingkar luar Barat Penjaringan ke Kembangan (JORR W1) di sebelah Barat.
Penelitian ini dilaksanakan mulai April 2014.

Gambar 4 Peta Lokasi Penelitian


Sumber: http://www.pta-jakarta.go.id, google earth
9

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, notebook, alat
gambar (pensil, drawing pen, penggaris, pewarna, dan lainnya), GPS (Global
Positioning System), meteran, hygro-thermometer, dan komputer beserta software
(AutoCAD 2010, Google SketchUp 8 Pro, dan Adobe Photoshop CS5). Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bahan pustaka, peta Hutan Kota Rawa Buaya,
dan kuisioner.

Batasan Penelitian

Batasan pada penelitian ini adalah perancangan lanskap yang menghasilkan


luaran berupa gambar desain (siteplan) dan gambar detail (gambar potongan,
gambar perspektif, gambar rencana penanaman dan gambar detil).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahap yang mengacu pada Booth (1983),
yaitu project acceptance, research/analysis, design, construction drawing,
implementation, post-contraction evaluation, dan maintenance. Namun dalam
penelitian ini tahapan tersebut dimodifikasi menjadi empat tahap, yaitu:
1. Project Acceptance
Tahap awal sebelum memulai perancangan adalah dengan melakukan
persiapan yang dimulai dengan pembuatan proposal yang akan ditujukan
kepada pihak terkait dengan lokasi penelitian. Penulisan proposal ini
dimaksudkan untuk memperoleh persetujuan oleh pihak terkait.
2. Research / Analysis
Tahap research/analysis dilakukan dengan mempersiapkan semua jenis
data yang berhubungan dengan lokasi penelitian. Data-data tersebut diperoleh
dari berbagai macam sumber yang dapat dilihat pada Tabel 1. Inventarisasi
tapak dilakukan untuk melihat langsung kondisi tapak dan melakukan analisis
dari beberapa aspek yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian. Pada
tahap ini, memperoleh informasi dengan melakukan wawancara dengan pihak-
pihak terkait juga menjadi hal yang penting dalam merancang suatu tapak.
Setelah proses analisis dan wawancara, kemudian didapatkan suatu bentuk
sintesis yang akan dijadikan acuan dalam merancang.
Pada tahap analisis dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan
kuantitatif. Metode ini dilakukan dengan analisis langsung pada tapak, analisis
studi pustaka, dan analisis perhitungan dengan menggunakan rumus. Analisis
kuantitatif dilakukan pada analisis topografi dan iklim mikro. Analisis pada
topografi dilakukan dengan menggunakan rumus S = (h / D) x 100%.
Kemiringan lereng (S) dinyatakan dalam satuan persen, perbedaan kemiringan
(h) dinyatakan dalam satuan meter dan jarak titik tertinggi dengan terendah
(D) dinyatakan dalam satuan meter (Van Djuidam, 1988). Analisis terhadap
iklim mikro dilakukan melalui perhitungan Temperature Humanity Indeks
(THI) dengan rumus THI = 0.8 T + (RH x T) / 500. T adalah suhu udara (°C)
dan RH adalah kelembaban nisbi udara (%). Hasil perhitungan tersebut
digunakan untuk menentukan indeks kenyamanan, dimana THI dengan nilai 21
10

sampai 27 termasuk nyaman dan THI dengan nilai lebih dari 27 temasuk tidak
nyaman (Laurie, 1986).
Analisis aspek sosial dilakukan dengan melihat sudut pandang dari masyarakat dan
pengelola. Analisis ini akan berpengaruh dalam penataan fasilitas yang ada pada
tapak. Analisis terhadap peraturan dan kebijakan dilakukan karena status tapak
yang merupakan ruang terbuka hijau publik. Analisis dilakukan dengan melihat
kesesuaian tapak dengan peraturan yang berlaku. Hasil dari analisis ini akan
menjadi pertimbangan dalam perancangan dan pengembangan tapak.

Tabel 1 Bentuk dan Jenis Data

No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data


Aspek Fisik dan Biofisik
1 Letak, luas dan batas Kondisi umum BAPPEDA, Survei
tapak
2 Aksesibilitas dan Peta jaringan jalan Survei
sirkulasi
3 Tanah Jenis tanah Dinas PU, survei
4 Topografi dan Peta topografi Bakosurtanal,
kemiringan survei
5 Iklim Data Iklim BMKG
6 Hidrologi Keadaan hidrologi, Dinas PU, survei
jaringan drainase

7 Fasilitas dan utilitas Spasial Survei


8 Vegetasi dan Satwa Jenis vegetasi dan Survei
satwa
9 Visual Informasi Survei
Aspek Sosial
10 Persepsi Masyarakat Keinginan dan Kuisioner
kebutuhan
masyarakat
11 Pengelola Informasi Wawancara Dinas
Pertanian dan
Kehutanan
Aspek Legal
12 Peraturan dan RTRW dan Dinas Tata Ruang
Kebijakan kebijakan RTH Kota Jakarta
13 Desain Awal Deskriptif dan Dinas Pertanian dan
gambar desain Kehutanan, survei
11

3. Design
Pada tahap ini, mulai masuk ke dalam proses perancangan. Proses
perancangan dimulai dengan pembuatan konsep dasar, konsep desain dan
pengembangan konsep. Pembuatan konsep dasar dilakukan dengan menentukan
konsep yang memberikan gambaran secara umum mengenai fungsi yang akan
diterapkan dalam tapak. Konsep desain dilakukan dengan menentukan sebuah
ide yang akan menjadikan ide tersebut sebuah bentukan yang akan diterapkan
di dalam tapak. Pengembangan konsep dilakukan dengan mengembangkan
berbagai macam aspek yang berhubungan dengan ruang, vegetasi, sirkulasi dan
fasilitas. Hasil pengembangan konsep ini kemudian akan membentuk suatu
rencana blok yang kemudian akan dikembangkan menjadi sebuah gambar
rencana tapak (site plan).
4. Construction Drawing
Gambar konstruksi merupakan gambar yang dibuat sebagai sarana untuk
kominikasi tentang bagaimana hasil akhir perancangan pada tapak. Pada tahap
ini dilakukan pembuatan gambar perspektif, gambar potongan, gambar rencana
penanaman dan gambar detil.
12

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Umum

Aspek Fisik dan Biofisik

Aspek fisik dan biofisik yang diinventarisasi dalam perancangan lanskap


Hutan Kota Rawa Buaya di Jakarta Barat, yaitu:

Letak, luas dan batas tapak


Hutan Kota Rawa Buaya merupakan salah satu hutan kota di Jakarta Barat
yang dibebaskan pada tahun 2009 dan dikelola oleh Suku Dinas Pertanian dan
Kehutanan Jakarta Barat. Pembangunan Hutan Kota Rawa Buaya mulai dilakukan
pada tahun 2010 sampai dengan 2012. Pembangunan Hutan Kota Rawa Buaya
berlanjut pada tahun 2014 dengan ditambahkannya fasilitas serta akses masuk
utama yang diperuntukkan untuk umum. Hutan kota ini memiliki luas sebesar
10 940 m2 atau 1.09 hektar.
Hutan Kota Rawa Buaya terletak di Jl. Albarkah II RT 02/03, Kelurahan
Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Secara geografis Hutan Kota
Rawa Buaya terletak pada koordinat 6o10’60” LU dan 106o43’24” BT. Pada bagian
Utara, berbatasan langsung dengan Jl. Albarkah II RW 03. Di sebelah Barat, tapak
berbatasan dengan pengembangan apartemen dan jalan tol lingkar luar Barat
Penjaringan ke Kembangan (JORR W1). Di sebelah Selatan dan Timur, tapak
berbatasan dengan area persawahan yang dimiliki oleh warga sekitar. Batas-batas
tapak dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Orientasi dan batas tapak


Sumber: Google earth
13

Aksesibilitas dan Sirkulasi


Akses untuk mencapai tapak tergolong mudah, karena lokasi hutan kota
dekat dengan stasiun Rawa Buaya dan berada di dekat jalur tol lingkar luar.
Angkutan umum kota yang melewati lokasi hutan kota ini adalah Angkutan Umum
B14 dengan rute Puri Indah, Citraland, Pasar Puri, Kedoya, Arjuna, dan Tanjung.
Saat ini, jalur masuk utama ke tapak adalah melalui apartemen Puri Orchard. Akses
ke dalam untuk menuju hutan kota bisa dilalui dengan mudah oleh kendaraan roda
empat maupun roda dua (Gambar 6). Hutan Kota Rawa Buaya juga memiliki akses
lain pada saat awal pembangunan, yaitu dengan melalui Jl. Al-Barkah I. Kondisi
jalan pada saat itu tergolong kurang baik, karena ada bagian jalan yang rusak dan
tergenang oleh air disaat hujan serta jalan yang sempit. (Gambar 7).

Gambar 6 Aksesibilitas menuju tapak


Sumber: Google earth

Gambar 7 Kondisi jalan masuk ke tapak


Sistem sirkulasi di Hutan Kota Rawa Buaya merupakan sistem sirkulasi
loop, yaitu sirkulasi yang membentuk putaran dan memiliki satu jalan keluar
(Gambar 8). Lebar jalan pejalan kaki pada tapak adalah 2.5 m dengan material
berupa paving block. Kondisi jalur pejalan kaki tergolong kurang baik, karena
banyak rumput yang tumbuh di sela-sela paving block. Pola sirkulasi yang terdapat
pada tapak adalah pola sirkulasi radial yang memusat kepada danau buatan. Pada
hutan kota ini terdapat tiga jembatan sebagai penghubung antar sirkulasi, namun
kondisi jembatan tidak mendukung untuk dilewati karena jembatan selalu
tergenang air saat hujan turun.
14

Gambar 8 Peta sirkulasi tapak

Tanah dan Topografi


Berdasarkan data hasil pengujian tanah, didapatkan tekstur tanah berupa
pasir sebesar 12%, debu 15% dan liat 73%. Hasil uji tanah juga menunjukkan nilai
pH tanah yang rendah, yaitu sebesar 4. Jenis tanah yang ada pada Hutan Kota Rawa
Buaya merupakan jenis tanah merah atau latosol. Tanah latosol memiliki
kandungan bahan organik yang sedang.
Kecamatan Cengkareng merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-
rata 7 meter di atas permukaan laut (dpl). Hutan Kota Rawa Buaya memiliki kondisi
topografi yang bervariasi (Gambar 9). Hal ini bisa dilihat dari adanya bukit-bukit
kecil di sekitar danau buatan dengan ketinggian yang tidak sama (Gambar 10).
Kemiringan lahan di tapak ini berkisar 3% sampai 12%. Hasil perhitungan
kemiringan lahan diperoleh dari rumus S = (h / D) x 100%, dimana kemiringan
lereng (S) dinyatakan dalam satuan persen, perbedaan kemiringan (h) dinyatakan
dalam satuan meter dan jarak titik tertinggi dengan terendah (D) dinyatakan dalam
satuan meter (Van Djuidam 1988). Berdasarkan klasifikasi kemiringan menurut
United Stated Soil System Management (USSSM), kondisi topografi Hutan Kota
Rawa Buaya termasuk kategori sangat landai sampai landai (Tabel 2).
15

Tabel 2 Klasifikasi kemiringan lahan berdasarkan USSSM


Klasifikasi kemiringan (%) Keterangan
0-2 Datar - hampir datar
2-6 Sangat landai
6-13 Landai
13-25 Agak curam
25-55 Curam
>55 Sangat curam

Gambar 9 Peta topografi

Gambar 9 Peta topografi


16

Gambar 10 Potongan topografi


17

Iklim
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG),
Kecamatan Cengkareng memiliki suhu udara rata-rata 28.13 oC dengan kelembaban
relatif rata-rata 76.92% pada tahun 2013. Diketahui bahwa suhu terendah terjadi
pada bulan Agustus sebesar 24.9 oC dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober
sebesar 34.7 oC. Berdasarkan data dari BMKG pada tahun 2013, diketahui bahwa
jumlah curah hujan rata-rata di Jakarta Barat adalah 131 mm/hari dan jumlah hari
hujan setahun adalah 185 hari hujan.
Pada Hutan Kota Rawa Buaya dilakukan pengamatan suhu dan kelembaban
untuk mengetahui iklim mikro. Pengamatan dilakukan pada area tanpa naungan
dengan perkerasan (A), area naungan dengan perkerasan (B), dan area naungan
tanpa perkerasan (C). Pengamatan dilakukan di pagi hari, siang hari, dan sore hari.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3 hari, suhu tertinggi berada
pada area A sebesar 34.5 oC dan suhu terendah berada pada area C sebesar 30.3 oC.
Kelembaban tertinggi berada pada area C sebesar 74.1% dan terendah pada area A
sebesar 62.4% (Gambar 11). Berdasarkan hasil pengamatan berdasarkan waktu,
didapatkan suhu terendah terjadi pada sore hari sebesar 31.2 oC dan suhu tertinggi
terjadi pada siang hari sebesar 34.3 oC. Sedangkan besar persentase pada
kelembaban relatif sama, yaitu sebesar 67% (Gambar 12).

80 74,1
70 66,5
62,4
60
50
40 34,5 32,0 30,3 (oC)
Suhu (oC)
30 Kelembaban (%)
20
10
0
A B C

Gambar 11 Hasil pengamatan suhu dan kelembaban berdasarkan tempat. Area


tanpa naungan dengan perkerasan (A), area naungan dengan
perkerasan (B), area naungan tanpa perkerasan (C)

80
67,6 67,7 67,6
70
60
50
40 34,0 (oC)
Suhu (oC)
32 31.2
30 Kelembaban (%)
20
10
0
Pagi Siang Sore

Gambar 12 Hasil pengamatan suhu dan kelembaban berdasarkan waktu


18

Hidrologi
Berdasarkan data dari BMKG pada tahun 2012, diketahui bahwa jumlah
curah hujan rata-rata di Jakarta Barat adalah 131 mm/hari. Sumber air pada tapak
berasal dari air dalam tanah yang dipompa oleh mesin pompa yang tersebar di
beberapa rumah pompa. Air ini dimanfaatkan untuk menyiram tanaman pada area
hutan kota. Berdasarkan hasil pengamatan, Hutan Kota Rawa Buaya tidak memiliki
sistem drainase. Sistem drainase hanya dapat ditemukan di lingkungan luar tapak,
yaitu berupa drainase terbuka dengan lebar 30 cm. Hutan kota ini memanfaatkan 30
sumur resapan sebagai sarana untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke
dalam tanah (Gambar 13). Sumur resapan memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai
pengendali banjir, melindungi dan memperbaiki (konservasi) air tanah, serta
menekan laju erosi.

Gambar 13 Peta sumur resapan


Sumber: Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan
19

Pada hutan kota ini juga terdapat sebuah danau buatan yang berfungsi
sebagai tempat berkembangnya biota air, estetika, dan sebagai reservoir. Danau
buatan yang digunakan sebagai reservoir ini dibuat untuk menampung air hujan
agar tidak meluap ke lingkungan. Fungsi reservoir dalam aspek hidrologi adalah
sebagai tampat untuk menampung air limpasan, mencegah banjir dan menjaga
ketersediaan air tanah. Pintu air di sebelah Barat dan Timur dibuat untuk mengatur
banyaknya air dalam danau buatan tersebut (Gambar 14).

Gambar 14 Danau buatan dan pintu air

Visual
Pemandangan di luar Hutan Kota Rawa Buaya terdiri atas hamparan sawah,
rumah penduduk, dan gedung-gedung tinggi. Hal ini memberikan kesan kontras
terhadap pemandangan di luar tapak. Hamparan sawah yang berada di sebelah
Timur dan Selatan memberikan kesan yang alami, sedangkan pemandangan
terhadap rumah penduduk dan bangunan tinggi di sebelah Utara dan Barat
memberikan kesan yang kaku.
Pemandangan di dalam tapak yang menjadi pusat perhatian adalah
pemandangan yang berada di sekitar danau buatan. Pemandangan di sekitar danau
buatan memiliki kesan estetika yang tinggi, karena danau buatan tersebut
memantulkan bayangan dari elemen-elemen yang berada di sekitar tapak dan
memberikan suasana tenang dengan pergerakan air yang tenang (Gambar 15). Air
merupakan elemen lanskap yang cukup unik dan disenangi oleh manusia.
Karakteristik berupa plastisitas, pergerakan, suara dan refleksivitas menjadi daya
tarik yang menjadi ciri khas elemen air (Booth 1983).
Kondisi topografi yang berbukit-bukit memberikan daya tarik visual yang
bervariasi pada tapak dan tidak terkesan monoton. Selain itu, tegakan-tegakan
pohon dan rimbunnya daun yang berada pada tapak membuat suatu batas pandang
terhadap kondisi visual di sekitarnya dan menimbulkan kesan ruangan yang sempit.

Fasilitas dan Utilitas


Fasilitas yang terdapat pada Hutan Kota Rawa Buaya adalah gerbang masuk
utama, jalur pejalan kaki, jembatan, tangga, ramp, shelter, papan nama kawasan,
tempat sampah, toilet, musholla, dan rumah jaga (Gambar 16). Saat ini fasilitas
yang ada masih belum digunakan untuk umum, karena tapak masih belum bisa
dimasuki oleh warga. Selain itu sumber penerangan berupa lampu taman masih
belum tampak, sumber penerangan tapak hanya terdapat pada shelter, rumah jaga
dan toilet.
20

Jaringan utilitas pada tapak yaitu, jaringan listrik dan jaringan air. Jaringan
listrik berfungsi sebagai sumber energi untuk penerangan dan mesin pompa air.
Jaringan air berfungsi sebagai sumber pengairan untuk vegetasi yang ada pada
tapak. Ada beberapa sprinkler yang tersebar di tapak, namun kondisi sprinkler saat
ini sudah rusak sehingga penyiraman dilakukan dengan menggunakan selang air
yang dihubungkan ke keran air.

Gambar 15 Peta visual tapak


21

Gambar 16 Peta inventarisasi fasilitas

Vegetasi dan Satwa


Jenis vegetasi yang terdapat pada Hutan Kota Rawa Buaya cukup beragam
(Tabel 3). Sebagian besar vegetasi pada tapak adalah pohon dengan tinggi mencapai
3 m. Jenis vegetasi yang ada pada tapak memiliki fungsi sebagai pohon produksi
dan pohon peneduh. Penanaman vegetasi pada tapak terbagi menjadi blok-blok
kecil dan setiap blok memiliki variasi vegetasi (Gambar 17). Jarak tanam pada
setiap blok cukup teratur dan memiliki jarak tanam 1 m sampai 1.5 m.
Tabel 3 Jenis vegetasi
No Nama Ilmiah Nama Lokal Fungsi Gambar

Aquilaria
1 Gaharu Peneduh, kontrol cahaya
malaccensis

Bouea
2 Gandaria Peneduh, kontrol cahaya
macrophylla
22

No Nama Ilmiah Nama Lokal Fungsi Gambar


Pengarah, pembatas,
peneduh, kontrol cahaya,
3 Canarium indicum Kenari
kontrol polusi udara,
kontrol visual

Cynometra
4 Nam Nam Peneduh
cauliflora

Peneduh, kontrol cahaya,


5 Diospyros blancoi Bisbol kontrol bunyi, kontrol
angin

Garcinia
6 Manggis Peneduh
mangostana

7 Mangifera indica Mangga Peneduh

8 Manilkara kauki Sawo Peneduh, kontrol cahaya

Melaleuca Kontrol angin, konservasi


9 Kayu Putih
leucadendron tanah

Peneduh, kontrol cahaya,


Michelia kontrol polusi udara,
10 Cempaka
champaca konservasi air dan tanah,
kontrol visual
23

No Nama Ilmiah Nama Lokal Fungsi Gambar

Pengarah, pembatas,
11 Mimusops elengi Tanjung peneduh, kontrol cahaya,
kontrol visual

Nephelium
12 Rambutan Peneduh
lappaceum

Peneduh, kontrol cahaya,


13 Samanea saman Trembesi kontrol polusi udara,
kontrol visual

Peneduh, kontrol cahaya,


Sandoricum
14 Kecapi kontrol bunyi, kontrol
koetjape
angin

Strychnos
15 Bidara Laut Peneduh
ligustrina

Pembatas, peneduh,
Swietenia kontrol angin, kontrol
16 Mahoni
mahagoni bunyi, kontrol cahaya,
kontrol visual

Peneduh, kontrol cahaya,


17 Syzigium cumini Jamblang kontrol bunyi, kontrol
angin

Syzigium
18 Gowok Peneduh
polycephalum

Satwa yang terdapat pada hutan kota ini adalah kupu-kupu, kadal, angsa
(Cygnus olor), burung kutilang (Pycnonotus aurigaster), burung kuntul, burung
perkutut (Geopelia striata), burung tekukur (Streptopelia chinensis), burung ayam-
ayaman (Gallicrex cinerea), ikan mujair (Opheochromis musambicus), ikan nila
(Orheochromis niloticus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan koi (Cyprinus
carpio). Ikan yang berada di danau buatan menjadi daya tarik bagi tapak ini karena
pengunjung dapat memberi makan ikan.
24

Gambar 17 Peta sebaran vegetasi

Desain Awal Hutan Kota Rawa Buaya


Hutan Kota Rawa Buaya dibangun atas dasar untuk menambah ruang
terbuka hijau yang ada di Jakarta, sebagai sarana edukatif dan konservasi penelitian
tanaman langka. Selain itu, tujuan dibangunnya hutan kota ini adalah untuk
menurunkan suhu lingkungan sekitar, memperbaiki kualitas lingkungan dan
meningkatkan biodiversitas.
Lokasi Rawa Buaya merupakan daerah yang sering terkena banjir dengan
muka air tanah yang tinggi. Hal tersebut menjadi faktor pertimbangan utama dalam
pembangunan Hutan Kota Rawa Buaya. Hutan kota ini dibangun dengan
menaikkan level tanah setinggi satu meter. Pembentukan bukit-bukit kecil yang ada
di dalam tapak memiliki fungsi untuk menambah estetika. Sebagai pemikat
kawasan, hutan kota ini dilengkapi dengan danau buatan yang dibuat menyerupai
keadaan danau alami agar pengunjung dapat menikmati suasana hutan kota. Selain
untuk estetika, danau tersebut juga memiliki fungsi sebagai tempat penampungan
air hujan dan tempat berkembangnya biota air.
25

Konsep pemilihan jenis tanaman pada hutan kota ini dilakukan dengan
beberapa pertimbangan. Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang indah,
mengikat air, memiliki tajuk besar, tanaman langka dan tanaman yang mengundang
hewan. Tanaman yang indah dipilih berdasarkan bentuk tajuknya dan memiliki
bunga sehingga memenuhi fungsi estetika, contohnya adalah bidara laut (Strychnos
ligustrina). Tanaman yang mengikat air dipilih dengan maksud untuk membantu
penyerapan air pada tapak, contohnya adalah mahoni (Swietenia mahagoni).
Tanaman yang memiliki tajuk besar dipilih sebagai tanaman peneduh, contohnya
adalah trembesi (Samanea saman). Tanaman langka dapat menjadi sarana untuk
edukasi dan membuat area konservasi, contohnya adalah gowok (Syzigium
polycephalum). Tanaman yang mengundang hewan dipilih agar terbentuk suatu
ekosistem yang baik, contohnya adalah jamblang (Syzigium cumini).

Gambar 18 Peta inventarisasi


26

Aspek Sosial

Persepsi dan Preferensi Masyarakat


Hutan Kota Rawa Buaya merupakan hutan kota yang masih baru dan belum
sepenuhnya bisa diakses oleh warga Jakarta, sehingga belum ada aktivitas
pengunjung yang tampak. Hutan kota ini pernah dipakai sebagai tempat berkemah
pada kegiatan pramuka dan pelatihan. Selain itu tempat ini juga digunakan sebagai
tempat pengungsian saat terjadi banjir di daerah sekitar Rawa Buaya. Ada sepuluh
kepala keluarga mengungsi di tempat ini. Aktivitas korban banjir berpusat pada
daerah sekitar musholla.
Sebanyak 30 kuesioner disebar kepada responden yang bertempat tinggal di
Jakarta dan sebagian besar responden merupakan pelajar dan mahasiswa.
Berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh, semua menyatakan bahwa mereka
belum tahu keberadaan Hutan Kota Rawa Buaya di Jakarta Barat. Pemahaman
masyarakat mengenai hutan kota tergolong masih rendah. Sebagian besar
responden menyatakan bahwa hutan kota merupakan hutan yang berada di tengah
kota dan berfungsi seabagai paru-paru kota. Hasil dari 30 responden terkait dengan
hutan kota di Jakarta yang pernah dikunjungi menyatakan bahwa sebagian besar
pernah mengunjungi Hutan Kota Universitas Indonesia, Kebun Binatang Ragunan,
Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, Bumi Perkemahan Cibubur Taman Makam
Pahlawan, dan Museum Purnabakti TMII. Sedangkan 27% lainnya merupakan
hutan kota yang tersebar di Jakarta (Gambar 19). Aktivitas yang umumnya
dilakukan pada saat mengunjungi hutan kota adalah jalan-jalan, olahraga, dan
duduk-duduk (Gambar 20).

Kampus UI Depok
Kebun Binatang Ragunan
16%
27% Gelora Bung Karno
Masjid Istiqlal
14%
Bumi Perkemahan Cibubur
5%
5% 14% TMP Kalibata
9% Museum Purnabakti TMII
10%
Lainnya

Gambar 19 Persentase kunjungan hutan kota di Jakarta

30 28

25
20 17
15 12
10
5 3
1
0
Jalan-jalan Olahraga Duduk-duduk Penelitian Lainnya

Gambar 20 Aktivitas responden selama berada di hutan kota


27

Sebagian besar responden menyatakan bahwa kondisi hutan kota yang


berada di Jakarta pada saat ini tergolong kurang baik (Gambar 21) dan semua
responden setuju dengan adanya perluasan hutan kota di Jakarta. Menurut
responden, kondisi lingkungan di Jakarta semakin penuh akan polusi dari kendaraan
bermotor, sehingga membutuhkan penghijauan yang lebih banyak lagi. Pemahaman
sebagian besar responden mengenai manfaat hutan kota adalah sebagai tempat
untuk mengurangi polusi, memperbaiki dan menjaga iklim, tempat meresapkan air,
dan menciptakan lingkungan yang indah bagi kota.
0%

7% 10%
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
43% 40% Kurang Baik
Sangat Kurang Baik

Gambar 21 Preferensi responden terhadap kualitas hutan kota di Jakarta


Berdasarkan hasil kuesioner, diketahui bahwa sebagian besar responden
mengharapkan suasana hutan kota yang didominansi oleh vegetasi yang berperan
untuk menyerap polusi, pelindung dan estetik (Gambar 22). Selain itu responden
juga mengharapkan adanya fasilitas tempat duduk, papan interpretasi, toilet,
jogging track, tempat sampah dan papan nama kawasan hutan kota (Gambar 23).

Estetik
12%
18%
Produksi
6%

Pelindung
8%
Penyerap polusi

29%
Pengundang satwa
27%
Meningkatkan persediaan
air tanah

Gambar 22 Preferensi responden terhadap jenis vegetasi yang diharapkan


28

30 27
24 23 24 24
25
21
20 17 17
15 12 11
9
10
4 3
5

Gambar 23 Preferensi responden terhadap fasilitas hutan kota yang diharapkan

Pengelola
Hutan Kota Rawa Buaya dikelola oleh Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan
Jakarta Barat. Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyiraman, pemupukan,
pemangkasan, penyulaman, pendangiran atau penyiangan gulma dan penyapuan.
Pemeliharaan tersebut dilakukan oleh dua orang pekerja. Pemangkasan pohon
dilaksanakan jika tinggi pohon sudah hampir mencapai batas lintasan kabel SUTT.
Pemangkasan ini dilakukan agar pohon tidak mengenai lintasan kabel yang akan
membahayakan lingkungan. Pembersihan gulma dilakukan pada daerah sekitar
pohon dan paving block. Gulma yang tumbuh di sekitar pohon yang baru ditanam
akan mengganggu sistem penyerapan nutrisi, sehingga dilakukan pembersihan.
Gulma yang tumbuh di sela-sela paving block juga dibersihkan agar tidak
mengganggu estetika lingkungan.
Kepala Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Barat mengusulkan
agar lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berada di belakang Hutan
Kota Rawa Buaya seluas 5.1 Ha bisa menjadi bagian dari kawasan hutan kota dalam
upaya penambahan ruang terbuka hijau. Lahan seluas 5.1 Ha tersebut juga
direncanakan untuk pembangunan rusun bagi warga sekitar. Kondisi lahan tersebut
pada saat ini diokupasi oleh warga untuk mendirikan tempat tinggal dan usaha.

Analisis dan Sintesis

Aspek Fisik dan Biofisik

Aspek fisik dan biofisik yang dianalisis dalam perancangan lanskap Hutan
Kota Rawa Buaya di Jakarta Barat, yaitu:

Letak, luas tapak dan batas tapak


Hutan Kota Rawa Buaya merupakan salah satu bentuk ruang terbuka hijau
di Jakarta Barat dengan letak yang strategis. Hutan Kota Rawa Buaya berada di
29

dekat jalan tol lingkar luar Barat Penjaringan ke Kembangan (JORR W1) dan dekat
dengan Stasiun Rawa Buaya. Hutan kota ini memiliki luas 1.09 hektar. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota pasal 8, luas hutan
kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0.25 (dua puluh lima per
seratus) hektar. Jika mengacu pada peraturan ini, maka luas Hutan Kota Rawa
Buaya sudah memenuhi standar.
Permasalahan utama dari Hutan Kota Rawa Buaya adalah letaknya yang
berada pada jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT). Ruang terbuka hijau yang
berada pada jalur di bawah tegangan ini harus memiliki sebuah perencanaan dan
perancangan yang berfokus pada keamanan bagi pengguna dan keberlangsungan
makhluk hidup yang berada di sekitarnya. Berdasarkan Badan Standarisasi
Nasional mengenai Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum pada SUTT dan
SUTET, ruang bebas pada SUTT/SUTET sebaiknya tidak boleh ada benda di
dalamnya yang dapat mengancam keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda
lainnya serta keamanan operasi SUTT/SUTET.

Aksesibilitas dan Sirkulasi


Dalam perencanaan hutan kota ini memiliki 2 pintu masuk yang digunakan
sebagai akses keluar masuk tapak, yaitu pintu di sebelah Utara dan Barat. Pintu
masuk utama berada di di sebelah Barat, yaitu melalui Puri Orchard. Pintu masuk
sebelah Barat saat ini tidak sering digunakan, pintu ini dibuka jika ada keperluan.
Akses masuk utama yang melalui kawasan apartemen Puri Orchard memiliki lebar
jalan 10 m dan bisa dilalui kendaraan beroda empat. Di sepanjang jalan menuju
Hutan Kota Rawa Buaya, terdapat pedestrian bagi pejalan kaki, sehingga akses
menuju lokasi dapat dijangkau dengan mudah (Gambar 24).

Gambar 24 Jalan di lingkungan apartemen Puri Orchard

Sistem sirkulasi Hutan Kota Rawa Buaya adalah sistem sirkulasi loop yang
memiliki lebar jalur pejalan kaki sebesar 2.5 m. Jalur sirkulasi pada hutan kota ini
menggunakan material berupa conblock dengan pola herringbone. Berdasarkan
Dinas Bina Marga, standar lebar jalur pejalan kaki minimum untuk dua orang
adalah 1.5 m. Hal tersebut membuktikan bahwa lebar jalur ini sesuai dengan standar
dan memungkinkan pengguna tapak berjalan dan berpapasan dengan leluasa.
Hutan Kota Rawa Buaya memiliki 3 buah jembatan yang saling
menghubungkan antar sirkulasi. Kondisi ketiga jembatan tersebut kurang baik
karena jembatan tergenang oleh air saat hujan turun (Gambar 25). Genangan air
menyebabkan sistem sirkulasi dalam tapak terganggu dan lapisan permukaan
jembatan menjadi rusak dan ditumbuhi lumut. Jembatan yang memiliki fungsi
sebagai penghubung sirkulasi menjadi tidak berfungsi secara maksimal. Genangan
air ini timbul karena tidak adanya drainase pada jembatan dan material perkerasan
30

yang tidak dapat menyerap air. Drainase pada jembatan dan pemilihan material
perlu diperbaiki agar air tidak menggenangi jembatan. Analisis sirkulasi lebih lanjut
dapat diperjelas pada Gambar 26.

Gambar 25 Genangan air pada jembatan setelah hujan

Gambar 26 Peta analisis sirkulasi


31

Kondisi conblock pada tapak banyak ditumbuhi oleh gulma. Tumbuhnya


gulma di sela-sela conblock dapat mengurangi estetika tapak dan menyebabkan
pergeseran atau kerusakan pada paving block. Jenis gulma yang ada pada tapak
sangat beragam dan tersebar hampir di seluruh jalur pejalan kaki. Terdapat satu
jenis gulma berduri yang mengganggu kenyamanan pada tapak, gulma tersebut
adalah Cenchrus longispinus atau sandburs. Duri pada biji gulma ini berperan
dalam penyebaran gulma karena duri tersebut bisa menempel pada sepatu dan
pakaian pengunjung (Gambar 27).
Robbin dan Klingman (1973) dalam Lontoh dan Utomo (1991) menyatakan
bahwa gulma merupakan salah satu permasalahan pada area perkerasan yang dapat
mengganggu keindahan suatu taman, membatasi pertumbuhan dan perkembangan
dari tanaman, menjadi inang hama dan penyakit, dan dapat membatasi aktivitas
manusia dalam budidaya pertanaman.

Gambar 27 Gulma pada conblock

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada tapak, penyebab dari


tumbuhnya gulma pada sela-sela conblock adalah lebar celah antar paving (joint)
dan sifat conblock yang dapat menyerap air. Menurut Boonen et al (2012) lebar
joint di antara perkerasan menjadi parameter teknis yang penting sehubungan
dengan pertumbuhan gulma. Lebar joint dengan rentang 5 mm atau lebih dapat
menjadi ruang tumbuh untuk gulma dan mengandung banyak air dan nutrisi. Selain
itu, jenis material penutup antar celah (joint sealing) juga mempengaruhi
pertumbuhan gulma. Material penutup yang bercampur dengan tanah dapat
memberikan nutrisi bagi gulma untuk tumbuh dan terus berkembang.
Sifat conblock yang menyerap air dapat mendukung tumbuhnya gulma
karena air yang masuk dalam tanah dapat mematahkan dormansi biji gulma. Hal
tersebut juga sesuai dengan pendapat Aldrich (1984) yang menyatakan bahwa air
dapat menjadi faktor penggerak yang dapat meningkatkan jumlah biji gulma,
sehingga biji gulma akan tumbuh dan kemudian mucul ke atas permukaan conblock.
Berdasarkan hasil penelitian Rochmat (1994), faktor cahaya juga dapat
membantu perkembangan gulma. Conblock yang berada di tempat yang ternaungi
memiliki jumlah gulma yang sedikit dibandingkan dengan gulma yang berada pada
conblock di tempat terbuka. Hal ini disebabkan karena pada conblock yang
ternaungi jumlah intensitas cahaya yang diterima sedikit, sehingga suhu menjadi
lebih rendah dan akan memperlambat proses fotosintesis gulma.
32

Faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan gulma hendaknya menjadi


acuan dalam merancang jalur sirkulasi. Lebar joint di antara conblock harus kurang
dari 5 mm agar gulma tidak mudah tumbuh. Material penutup juga sebaiknya bebas
dari campuran tanah dan ditutup dengan material halus dan padat. Pemilihan jenis
vegetasi untuk menaungi conblok dipilih sebagai cara untuk menghambat
pertumbuhan gulma.

Tanah dan Topografi


Hasil analisis contoh tanah menyatakan presentase liat yang tinggi. Tanah
dengan tekstur liat tidak mudah menyerap air sehingga memerlukan penambahan
bahan organik untuk mendapatkan tekstur tanah yang remah. Hasil pengukuran pH
menunjukkan bahwa tanah memiliki pH yang rendah. Penambahan kapur pertanian
diperlukan untuk membuat pH tanah menjadi netral agar kandungan unsur hara
tetap tersedia.
Jenis tanah yang berada pada Hutan Kota Rawa Buaya adalah jenis tanah
latosol. Menurut Hardjowigeno (1995), tanah latosol memiliki tekstur liat,
warnanya merah, coklat, sampai kekuningan dengan kandungan bahan organik
berkisar 3% sampai 9% dan pH agak masam. Kandungan bahan organik yang
rendah pada tanah latosol juga membuat kandungan unsur hara tanah menjadi
rendah. Kandungan unsur hara sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang
tanaman. Berdasarkan hal tersebut, maka tanah latosol memerlukan pemupukan N,
P, K, Ca, Mg dan beberapa unsur mikro tertentu.
Menurut Booth (1983), bentukan tapak dapat mempengaruhi persepsi
seseorang mengenai batasan dan perasaan ruang luar. Area yang berlokasi pada
daerah berlereng dapat dengan mudah menampilkan elemen di atasnya saat dilihat
dari tempat yang lebih rendah. Selain itu bentukan-bentukan tertentu pada suatu
tapak dapat mempengaruhi pergerakan. Bentukan yang berlereng cenderung
membuat manusia bergerak lebih lambat (Gambar 28). Bentukan tapak dengan
ketinggian yang berbeda dapat memberikan kesan alami dan pengalaman yang
berbeda. Oleh karena itu, bentukan tapak perlu dipertahankan dan elemen-elemen
pada tapak ditata kembali untuk memperkuat keharmonisan. Analisis topografi
lebih lanjut dapat diperjelas pada Gambar 29.

a) b)

Gambar 28 Pengaruh bentukan tapak pada (a) pandangan manusia dan


(b) pergerakan manusia
Sumber : Booth (1983)
33

Gambar 29 Peta analisis topografi


34

Iklim
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) tahun
2012, Jakarta Barat memiliki suhu udara rata-rata 28 oC dengan kelembaban relatif
rata-rata 74%. Sementara berdasarkan pengamatan langsung, suhu udara rata-rata
sebesar 32 oC dan kelembaban relatif rata-rata 67%. Hasil pengukuran suhu dan
kelembaban antara iklim makro dan mikro menunjukkan data yang berbeda.
Menurut Frick (2007), iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara dekat
permukaan bumi (tinggi ± 2.0 m). Gerak udara akan lebih kecil karena permukaan
bumi yang kasar dan perbedaan suhu lebih besar. Keadaan tanaman atau perkerasan
dapat mengakibatkan perlawanan yang besar pada ruang sempit.
Menurut Laurie (1986), suhu udara yang nyaman bagi manusia adalah 27 °C
sampai 28 °C. Sedangkan kelembaban udara yang nyaman untuk manusia adalah
40% sampai 75%. Untuk mengukur tingkat kenyamanan di Hutan Kota Rawa
Buaya, digunakan rumus Temperature Humidity Index (THI), THI = 0.8T + (RH x
T/500). T adalah suhu rata-rata dan RH adalah kelembaban udara. THI dengan nilai
21-27 tegolong dalam tingkat nyaman, sedangkan nilai THI > 27 tergolong dalam
tingkat tidak nyaman.
Tabel 4 Nilai THI pada Hutan Kota Rawa Buaya
o
Area Suhu ( C) Kelembaban (%) THI
Tanpa naungan 34.5 62.4 31.9
Naungan dengan perkerasan 32.0 66.5 29.9
Naungan tanpa perkerasan 30.3 74.1 28.7

Hasil perhitungan THI menunjukkan bahwa secara keseluruhan area Hutan


Kota Rawa Buaya tergolong tidak nyaman bagi pengunjung karena nilai THI lebih
dari 27 (Tabel 4). Hal ini dapat dipengaruhi oleh keadaan tapak yang cenderung
terbuka dan vegetasi yang ditanam terlalu rapat. Salah satu cara untuk
menanggulangi permasalahan ini adalah mengatur iklim mikro dengan melakukan
penambahan jumlah vegetasi untuk menurunkan suhu dan memilih vegetasi yang
tidak terlalu rapat/masif untuk mengatur kelembaban.
Suhu udara pada area naungan tanpa perkerasan lebih rendah karena
kemampuan tajuk pohon yang efektif dalam menyerap panas. Radiasi matahari
akan terhalang oleh tajuk pohon karena sebagian radiasi matahari diteruskan,
dibelokkan, dan dipantulkan kembali oleh tajuk pohon. Suhu udara pada area
terbuka memiliki suhu udara rata-rata yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan pada
area terbuka terkena radiasi matahari secara langsung. Radiasi matahari langsung
akan memanaskan permukaan perkerasan dan selanjutnya memanaskan suhu udara
di atasnya (Gambar 30).

Gambar 30 Pantulan sinar matahari pada rumput, pohon dan perkerasan


Sumber : Motloch (2001)
35

Hidrologi
Hutan Kota Rawa Buaya tidak memiliki drainase. Tapak ini memanfaatkan
sumur resapan dan danau buatan. Danau buatan tersebut berfungsi untuk
menampung air hujan agar tidak meluap ke lingkungan. Saat hujan turun, terlihat
genangan air yang tersebar di beberapa tempat (Gambar 31). Genangan air yang
paling banyak berada pada jembatan. Genangan ini menutupi hampir setengah dari
panjang jembatan.

Gambar 31 Sebaran genangan air

Genangan air yang terdapat pada tapak membuktikan bahwa fungsi sumur
resapan dan danau buatan masih belum berfungsi secara maksimal. Pembuatan
drainase di dalam tapak sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Pembuatan
drainase tertutup pada tapak merupakan hal yang baik, karena dengan adanya
drainase tertutup dapat mencegah tindakan pengunjung untuk membuang sampah
ke dalam drainase.

Visual
Kondisi topografi Hutan Kota Rawa Buaya yang berbukit-bukit membuat
visual sekitar tapak menjadi bervariasi dan terlihat menarik. Daya tarik utama dari
tapak ini adalah adanya danau buatan yang berada di tengah-tengah tapak.
Pemandangan di sekeliling danau memiliki view yang baik, selain itu danau pada
tapak berperan sebagai reflektor bagi elemen-elemen yang berada di sekitarnya. Hal
ini menjadi potensi yang baik bagi visual di Hutan Kota Rawa Buaya.
Pemandangan di luar tapak yang berupa hamparan sawah, tempat tinggal
masyarakat dan gedung tinggi membuat kesan visual yang kontras. Adanya gedung
tinggi yang terlihat bersama hamparan sawah membuat kesan alami hamparan
sawah menjadi berkurang. Untuk meminimalkan kesan kontras tersebut, maka
diperlukan suatu pembatas visual berupa pemilihan vegetasi. Analisis visual lebih
lanjut dapat diperjelas pada Gambar 32.
36

Gambar 32 Peta analisis visual

Fasilitas dan utilitas


Kondisi fasilitas dan utilitas pada Hutan Kota Rawa Buaya sudah cukup
baik. Ada beberapa fasilitas di dalam tapak yang kondisinya masih belum sempurna,
yaitu jembatan, shelter dan ramp. Jembatan yang memiliki fungsi sebagai fasilitas
penyebrangan kondisinya masih belum baik karena tidak adanya drainase pada
jembatan yang menyebabkan jembatan digenangi air. Kondisi shelter yang terdapat
di dekat danau kondisinya belum sempurna, karena tidak ada tangga yang tersedia
untuk dapat naik ke shelter. Ramp pada tapak memiliki lebar 1 m dengan tepi
pengamannya (kanstin). Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Republik Indonesia, lebar minimum ramp adalah 95 cm tanpa kanstin dan 120 cm
dengan kanstin. Hal ini membuktikan bahwa ramp pada hutan kota ini belum
memenuhi standar. Analisis fasilitas lebih lanjut dapat diperjelas pada Gambar 33.
Fasilitas yang masih belum ada di dalam tapak pada saat ini adalah bangku
taman dan papan interpretasi. Gerbang masuk utama pada tapak masih dalam proses
pembangunan. Fasilitas-fasilitas tersebut umumnya sangat penting berada di dalam
sebuah ruang terbuka hijau karena sangat dibutuhkan oleh pengunjung. Perbaikan
dan penambahan fasilitas pada tapak diperlukan agar meningkatkan rasa nyaman
bagi pengunjung.
37

Gambar 33 Peta analisis fasilitas

Vegetasi dan Satwa


Jenis vegetasi yang terdapat pada Hutan Kota Rawa Buaya sangat beragam.
Pada hutan kota ini ditanami beberapa pohon yang tergolong langka. Berdasarkan
SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2359/1987 tentang Tanaman yang Dilindungi,
tanaman langka yang ada pada hutan kota ini adalah bisbol (Diospyros philipensis),
gandaria (Buoea macrophila), gowok (Syzygium polychepalum), jamblang
(Eugenia cuminii), nam-nam (Cynometro cauliflora) dan sawo kecik (Manilkara
kauki). Keberadaan tanaman langka tersebar di semua blok dan penanamannya
bercampur dengan jenis tanaman lain. Tanaman langka tersebut sebaiknya
dijadikan dalam satu blok dan dibuat suatu area konservasi bagi tanaman langka
khas Jakarta.
Sebagian besar vegetasi yang ada di Hutan Kota Rawa Buaya didominasi
oleh jenis perdu tinggi sampai pohon tinggi. Tanaman perdu tinggi adalah perdu
yang tingginya lebih dari 2 m. Tanaman pohon tinggi adalah pohon yang tingginya
38

lebih dari 15 m. Keberadaan hutan kota yang ada di bawah lintasan Saluran Udara
Tegangan tinggi (SUTT) menjadikan tinggi tanaman sebagai hal yang perlu
dipertimbangkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor: 01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) untuk Penyaluran
Tenaga Listrik, hutan kota ini termasuk di dalam daerah dengan keadaan tertentu.
Daerah dengan keadaan tertentu adalah daerah di dalam kota atau di luar kota yang
secara permanen atau sementara dipergunakan untuk sarana pelayanan umum
maupun khusus yang memerlukan ruang dengan tinggi dan kegiatan dengan
jangkauan di atas permukaan tanah yang tingginya lebih dari tiga meter, seperti
daerah perumahan, industri/pabrik, pertokoan, pasar, terminal bus, perkantoran,
gudang, pepohonan, hutan, perkebunan, dan sebagainya.
Kondisi topografi Hutan Kota Rawa Buaya yang ditinggikan dan berkontur
juga berpengaruh dalam pemilihan jenis tanaman yang tepat untuk area di bawah
lintasan SUTT. Persyaratan khusus ruang bebas pada area yang berada di bawah
lintasan SUTT dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Ruang bebas adalah ruang
yang dibatasi oleh bidang vertikal dan horizontal di sekeliling dan di sepanjang
konduktor SUTT/SUTET di mana tidak boleh ada benda di dalamnya demi
keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya serta keamanan operasi
SUTT/SUTET (Gambar 33). Jarak bebas minimum vertikal adalah jarak terpendek
secara vertikal antara konduktor SUTT/SUTET dengan permukaan bumi atau
benda di atas permukaan bumi yang tidak boleh kurang dari jarak yang telah
ditetapkan demi keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya serta
keamanan operasi SUTT/SUTET. Jarak bebas minimum horizontal adalah jarak
terpendek secara horizontal dari sumbu vertikal menara/tiang ke bidang vertikal
ruang bebas; bidang vertikal tersebut sejajar dengan sumbu vertikal menara/tiang
dan konduktor (Gambar 34).
Tabel 5 Jarak bebas minimum vertikal dari konduktor (C)
SUTT
No. Lokasi 66 kV 150 kV
(m) (m)
1 a 8.5
Lapangan terbuka atau daerah terbuka 7.5
2 Daerah dengan keadaan tertentu 4.5 5.0
3 b
Bangunan, jembatan , tanaman/tumbuhan, 4.5 5.0
hutan
4 b
Perkebunan 8.0 9.0
5 a
Jalan/jalan raya/rel kereta api 12.5 13.5
Catatan :
a
Jarak bebas minimum vertikal dihitung dari permukaan bumi atau
permukaan jalan/rel
b
Jarak bebas minimum vertikal dihitung sampai titik tertinggi/
terdekatnya
Sumber :SNI 04-6918-2002 (2002)
39

Tabel 6 Jarak bebas minimum horizontal dari sumbu vertikal menara/tiang


Jarak bebas minimum horizontal
No. Saluran Udara
(m)
1 SUTT 66 kV tiang baja 4.00
2 SUTT 66kV tiang beton 4.00
3 SUTT 66 kV menara 7.00
4 SUTT 150 kV tiang baja 6.00
5 SUTT 150 kV tiang beton 5.00
6 SUTT 150 kV menara 10.00
Sumber :SNI 04-6918-2002 (2002)

Gambar 34 Penampang melintang ruang bebas


Sumber :SNI 04-6918-2002 (2002)

Gambar 35 Penampang melintang: (a) jarak bebas minimum vertikal dan


horizontal, (b) jarak bebas minimum pada daerah yang terdapat
pohon
40

Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang berada di bawah jalur lintasan


Saluran Udara Tegangan tinggi (SUTT), jenis pohon pada Hutan Kota Rawa Buaya
masih belum memenuhi persyaratan khusus yang disebutkan dalam Standar
Nasional Indonesia mengenai ruang bebas dan jarak bebas minimum pada Saluran
Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET). Jenis pohon yang berada pada jalur SUTT ini adalah pohon dengan
ketinggian rata-rata lebih dari 15 meter. Hal ini akan membahayakan dan membuat
pengelolaan menjadi sulit karena pohon harus dipangkas secara rutin agar tinggi
tidak melebihi batas dari ruang bebas SUTT. Pemilihan jenis tanaman pada hutan
kota ini perlu ditata kembali agar sesuai dengan standar dan meningkatkan
kenyamanan. Analisis vegetasi lebih lanjut dapat diperjelas pada Gambar 36.
Keberadaan satwa yang beragam pada tapak memiliki potensi tersendiri.
Keragaman satwa yang ada pada tapak terlihat dengan adanya berbagai macam
jenis burung. Keberagaman jenis burung tersebut hendaknya diiringi dengan
penyediaan habitat berupa pohon yang mengundang burung. Pohon yang memiliki
buah, biji dan bunga yang menghasilkan nektar merupakan ciri-ciri pohon yang
disukai oleh burung. Menurut Hernowo dan Prasetyo (1989) burung perlu
dilestarikan karena mempunyai manfaat, yaitu:
1. membantu mengendalikan hama,
2. membantu proses penyerbukan bunga,
3. mempunyai nilai ekonomi yang lumayan tinggi
4. burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang
menyenangkan,
5. burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi dan rekreasi,
6. sebagai sumber plasma nutfah, dan
7. objek untuk pendidikan dan penelitan

Aspek Sosial
Pemahaman sebagian besar responden mengenai manfaat hutan kota adalah
sebagai tempat untuk mengurangi polusi, memperbaiki dan menjaga iklim, tempat
meresapkan air, dan menciptakan lingkungan yang indah bagi kota. Sebagian besar
responden menyatakan bahwa kondisi hutan kota yang berada di Jakarta pada saat
ini tergolong kurang baik dan semua responden setuju dengan adanya perluasan
hutan kota di Jakarta. Responden juga mengharapkan suasana hutan kota yang
didominansi oleh vegetasi yang berperan untuk menyerap polusi, pelindung dan
estetik. Hal ini menunjukan bahwa responden membutuhkan suatu penghijauan
yang lebih banyak lagi untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan meningkatkan
kenyamanan lingkungan.
Sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung saat berada di
hutan kota adalah jalan-jalan, olahraga, dan duduk-duduk. Aktivitas tersebut
menunjukan bahwa fasilitas pendukung seperti bangku taman dan sarana untuk
berolahraga perlu ditingkatkan. Aktivitas pengunjung Hutan Kota Rawa Buaya saat
digunakan sebagai tempat pengungsian banjir terpusat di sekitar musholla. Hal ini
dikarenakan tempat tersebut berada di dekat fasilitas dan utilitas. Pengunjung dapat
dengan mudah mendapatkan sumber air bersih dari musholla. Fasilitas lain seperti
papan interpretasi, toilet, tempat sampah dan papan nama kawasan hutan kota perlu
disediakan guna menambah kenyamanan pengunjung. Selain itu, fasilitas
penerangan pada malam hari juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan
41

kenyamanan dan menghindari tindak kriminalitas pada tapak. Pada proses


perancangan selain mempertimbangkan aspek estetika, fungsi, kenyamanan, juga
mempertimbangkan aspek keselamatan yang terimplementasi dalam desain
sirkulasi, desain fasilitas, dan penataan lingkungan.
Hutan Kota Rawa Buaya yang dikelola oleh Kepala Suku Dinas Pertanian
dan Kehutanan Jakarta Barat mengusulkan agar lahan milik Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta seluas 5.1 Ha bisa menjadi bagian dari kawasan hutan kota dalam
upaya penambahan ruang terbuka hijau. Berdasarkan rencana lahan tersebut juga
diperuntukkan bagi pembangunan rusun. Penyediaan fasilitas seperti gerbang
masuk utama dan penerangan di dalam tapak diharapkan untuk ditingkatkan.
Penambahan jenis vegetasi berupa vegetasi pelindung juga diharapkan untuk
ditingkatkan jumlahnya.

Gambar 36 Analisis vegetasi


42

Konsep

Konsep Dasar
Konsep dasar dari Hutan Kota Rawa Buaya adalah ‘Green Fusion’. Menurut
kamus bahasa inggris Oxford, kata ‘fusion’ memiliki arti proses atau hasil dari
gabungan dua atau lebih hal secara bersama-sama untuk membentuk satu kesatuan.
Konsep ‘Green Fusion’ yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kawasan
ruang terbuka hijau dengan menggabungkan berbagai macam fungsi di dalamnya.
Melalui konsep ini Hutan Kota Rawa Buaya diharapkan menjadi tempat yang
memiliki bermacam-macam fungsi yang memiliki tingkat biodiversitas tinggi
dengan menonjolkan sifat alami dari hutan kota tersebut.
Tujuan dari konsep ‘Green Fusion’ ini adalah menjadikan Hutan Kota Rawa
Buaya sebagai tempat untuk edukasi dan rekreasi bagi masyarakat, tempat untuk
konservasi bagi tanaman langka yang ada di Jakarta, tempat mitigasi banjir bagi
warga di sekitar Al-Barkah, serta menjadikan perancangan Hutan Kota Rawa Buaya
sebagai acuan untuk merancang hutan kota lainnya.

Konsep Desain
Konsep desain dari Hutan Kota Rawa Buaya adalah lambang infinity (∞).
Konsep desain ini diambil berdasarkan dari budaya betawi yang sangat beragam
dan tak terbatas. Betawi merupakan penduduk asli Jakarta dengan campuran
berbagai ras dan etnis seperti Jawa, Cina, India, Arab dan Belanda. Berbagai elemen
seni tari, musik dan bahasa juga terbentuk dari adanya keanekaragaman tersebut.
Bentukan dari lambang tersebut akan diterapkan pada pola-pola elemen
lunak taman dan elemen keras taman. Beberapa gambar referensi pola elemen lunak
taman dan elemen keras taman dengan menggunakan desain lambang tersebut dapat
dilihat pada Gambar 37.

Gambar 37 Ilustrasi konsep desain


43

Pengembangan Konsep

Konsep Ruang dan Aktivitas


Berdasarkan rencana Kepala Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta
Barat mengenai penambahan luas Hutan Kota Rawa Buaya, penambahan luas hutan
kota akan menggunakan lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berada
di belakang Hutan Kota Rawa Buaya. Luas penggunaan lahan yang digunakan
untuk perluasan hutan kota tersebut adalah 1.1 Ha. Gambar area perluasan pada
tapak dapat dilihat pada Gambar 38.

Gambar 38 Area perluasan hutan kota

Pengembangan konsep ruang hutan kota ini dibagi menjadi tiga ruang utama
yaitu ruang penerimaan, ruang rekreasi, ruang pelayanan dan konservasi, serta
ruang konservasi. Ruang penerimaan merupakan area masuk dan penghubung
utama ruang-ruang yang ada pada tapak serta penghubung tapak dengan ruang luar.
Lokasi ruang penerimaan ditentukan berdasarkan rencana pengembangan dari
Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Barat. Ruang rekreasi dibagi atas 3 sub
ruang, yaitu rekreasi danau, rekreasi alam, dan sosial. Ruang rekreasi ini merupakan
ruang yang dimanfaatkan untuk aktifitas rekreasi aktif dan pasif para pengunjung.
Ruang pelayanan dan mitigasi merupakan ruang yang difungsikan sebagai tempat
mitigasi disaat banjir bagi warga sekitar Rawa Buaya serta tempat pengunjung
memperoleh pelayanan berupa informasi dan fasilitas pendukung untuk menunjang
aktivitas seperti mushola, toilet dan rumah jaga. Ruang konservasi merupakan area
yang dimanfaatkan untuk konservasi tanaman langka khas Jakarta dan sarana untuk
belajar mengenai lingkungan bagi pengunjung. Konsep ruang, aktivitas dan fasilitas
dijelaskan lebih rinci pada Tabel 7. Gambaran pengembangan konsep dapat dilihat
pada Gambar 39.
44

Tabel 7 Konsep ruang dan aktivitas


Ruang Sub Ruang Aktivitas
Penerimaan Keluar masuk tapak
Rekeasi Rekreasi danau Memancing, menikmati pemandangan,
duduk-duduk
Rekreasi alam Berjalan, duduk-duduk, menikmati
pemandangan
Sosial Bermain, piknik, diskusi, olah raga

Pelayanan dan Beribadah, istirahat, membersihkan diri


Mitigasi
Konservasi Berjalan, mengenal jenis tanaman langka,
menikmati pemandangan

Gambar 39 Konsep ruang


45

Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi yang digunakan sama seperti konsep sirkulasi sebelumnya,
yaitu sistem sirkulasi loop. Sistem sirkulasi loop merupakan sirkulasi yang
membentuk putaran dan memiliki satu jalan keluar. Pola sirkulasi di dalam tapak
dibuat mengikuti pola organik sehingga menimbulkan kesan yang mengalir dan
pengunjung merasa santai saat melakukan aktivitas di dalam tapak. Sirkulasi
dikategorikan atas dua jalur, yaitu sirkulasi umum dan sirkulasi pada jalur
konservasi. Lebar jalan untuk sirkulasi umum adalah 2.5 m dengan material berupa
conblock. Lebar jalan untuk sirkulasi pada jalur konservasi adalah 1.5 m dengan
material berupa stamped concrete (Gambar 41). Gambar ilustrasi sirkulasi di dalam
tapak dapat dilihat pada gambar 40.

Gambar 40 Ilustrasi sirkulasi dalam tapak dan sirkulasi pada jalur konservasi

Gambar 41 Stamped concrete pada jalur konservasi


46

Konsep Vegetasi
Konsep vegetasi yang digunakan berdasarkan pada fungsi arsitektural dan
konservasi. Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi pembatas, vegetasi peneduh,
vegetasi pengontrol lingkungan, dan vegetasi display. Vegetasi pembatas
digunakan untuk pembatas antar ruang. Vegetasi peneduh digunakan untuk
menurunkan suhu yang berada di dalam tapak agar pengunjung merasa lebih
nyaman. Vegetasi pengontrol lingkungan digunakan untuk mengontrol polusi,
cahaya dan pembatas visual. Vegetasi display digunakan untuk menambah kualitas
visual di dalam tapak. Jenis vegetasi dalam hutan kota ini menggunakan vegetasi
eksisting dan beberapa vegetasi langka di Jakarta. Vegetasi langka digunakan
sebagai sarana edukasi bagi pengunjung dan meningkatkan biodiversitas di dalam
tapak (Tabel 8). Pola penanaman vegetasi dilakukan dengan mengombinasikan
ukuran vegetasi pada area tertentu (Gambar 42). Hal ini juga disesuaikan dengan
kondisi tapak yang berada pada lintasan SUTT.

Tabel 8 Jenis vegetasi langka


No Nama Gambar No Nama Gambar
1 Kemang 12 Duku Condet
(Mangifera caesia ) (Lansium
domesticum )

2 Gandaria 13 Asam Jawa


(Bouea macrophylla) (Tamarindus indica )

3 Kecapi 14 Kenari
(Sandoricum kucape ) (Canarium commune)

4 Menteng 15 Kwini
(Baccaurea (Mangifera odorata )
racemosa )

5 Durian sitokong 16 Cemapaka


(Durio zibethinus ) (Michelium
champaca)

6 Jambu Cincalo 17 Bungur


Gondrong (Lagerstroemia
(Syzygium speciosa)
samarangense )
7 Salak condet 18 Ketapang
(Salacca edulis ) (Terminalis cattapa)
47

8 Rambutan Rapiah 19 Johar


(Nephelium (Cassia siamea)
lappaceum )

9 Nam nam 20 Kenanga


(Cynometra (Cananga odorata)
cauliflora )

10 Belimbing 21 Bintaro
(Averrhoa (Cerbera manghas)
carambola )

11 Jambu 22 Sawo Alkesa


(Psidium guajava ) (Lucuma nervosa )

Gambar 42 Konsep vegetasi


48

Konsep Fasilitas
Konsep fasilitas dibagi ke dalam beberapa kategori yang disesuaikan
dengan konsep ruang. Pembagian fasilitas di dalam tapak dapat dilihat pada Tabel
9
Tabel 9 Konsep Fasilitas
Ruang Sub Ruang Fasilitas Gambar
Penerimaan Gerbang utama

Peta kawasan

Papan nama kawasan

Rekreasi Rekreasi danau Shelter/deck

Rekreasi alam Gazebo

Signage

Sosial Picnic lawn

Jogging track

Pelayanan Mushola
dan mitigasi

Toilet
49

Konservasi Jalur tracking

Papan interpretasi

Block Plan
Block plan merupakan hasil overlay dari peta pengembangan konsep yang
terdiri dari konsep ruang dan aktivitas, konsep sirkulasi, konsep vegetasi dan
konsep fasilitas. Hasil overlay pada desain Hutan Kota Rawa Buaya dapat dilihat
pada Gambar 43.

Gambar 43 Block plan


50

Perancangan

Site Plan
Hutan Kota Rawa Buaya di Jakarta Barat dirancang pada tapak seluas 5.1
Ha dengan penambahan luas sebesar 1.1 Ha. Terdapat empat ruang utama, yaitu
ruang penerimaan, ruang pelayanan, ruang rekreasi dan ruang konservasi. Ruang
rekreasi dibagi menjadi tiga sub-ruang, yaitu rekreasi danau, rekreasi sosial, dan
rekreasi alam. Di setiap ruang dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang menunjang
fungsinya masing-masing. Elemen hardscape yang dirancang di tapak diantaranya
gerbang utama, papan nama kawasan, papan interpretasi, signage, deck, pavement,
bangku taman, gazebo dan lampu taman. Elemen softscape yang dirancang di tapak
diantaranya memiliki fungsi sebagai pembatas, pengarah, peneduh, estetik,
konservasi dan produksi. Hasil perancangan dapa dilihat pada Gambar 49.

Perancangan Ruang Penerimaan


Ruang penerimaan merupakan area yang difungsikan sebagai tempat
penerimaan dan penyambutan pengunjung. Fasilitas yang ada pada area ini adalah
gerbang utama, papan peta kawasan, bangku taman dan signage. Elemen softscape
yang ada di area ini memiliki fungsi sebagai pembatas dan display. Ilustrasi ruang
penerimaan dapat dilihat pada gambar 44.

Gambar 44 Ilustrasi ruang penerimaan

Perancangan Ruang Pelayanan


Ruang pelayanan merupakan area yang difungsikan sebagai tempat
pengunjung memperoleh pelayanan berupa informasi dan fasilitas pendukung
untuk menunjang aktivitas. Ruang pelayanan juga berfungsi sebagai area mitigasi
banjir bagi warga sekitar Rawa Buaya. Fasilitas yang ada pada area ini adalah
rumah jaga, mushola dan toilet. Ilustrasi rung pelayanan dapat dilihat pada gambar
45.
51

Gambar 45 Ilustrasi ruang pelayanan


Perancangan Ruang Rekreasi
Ruang rekreasi dibagi atas 3 sub ruang, yaitu rekreasi danau, rekreasi alam,
dan sosial. Ruang rekreasi ini merupakan ruang yang dimanfaatkan untuk aktifitas
rekreasi aktif dan pasif para pengunjung. Rekreasi danau difokuskan pada danau
buatan yang berada di dalam hutan kota. Pengunjung dapat memberi makan ikan
atau pun bersantai menikmati pemandangan di sekitar danau buatan. Fasilitas yang
ada pada area ini antara lain deck, jembatan penyebrangan, bangku taman, dan
tempat sampah.
Ruang rekreasi sosial merupakan area rekreasi yang difungsikan sebagai
tempat berkumpulnya pengujung untuk melakukan interaksi sosial seperti piknik,
diskusi, dan olahraga. Fasilitas pada ruang ini antara lain adalah picnic lawn,
amphitheater, jogging track dan bangku taman. Elemen softscape yang ada di area
ini memiliki fungsi sebagai peneduh, pengarah dan pembatas.
Ruang rekreasi alam merupakan ruang yang difungsikan sebagai tempat
pengunjung untuk menikmati suasana alam di hutan kota. Faslitas penunjang yang
disediakan pada ruang ini adalah gazebo, bangku taman dan signage. Elemen
softscape yang ada di area ini memiliki fungsi sebagai peneduh, pembatas, pengarah
dan produksi. Ilustrasi ruang rekreasi dapat dilihat pada Gambar 46 dan Gambar 47.

Gambar 46 Ilustrasi picnic lawn, gazebo dan amphiteater


52

Gambar 47 Ilustrasi rekreasi danau

Perancangan Ruang Konservasi


Ruang konservasi merupakan area yang dimanfaatkan untuk konservasi
tanaman langka khas Jakarta dan sarana untuk belajar mengenai lingkungan bagi
pengunjung. Fasilitas pendukung yang ada pada area ini adalah jalur tacking dengan
perkerasan berupa stamped concrete motif daun, papan nama kawasan, papan
keterangan jenis tanaman, rumah pembibitan dan bangku taman. Jenis tanaman
yang ada pada area ini dikhususkan untuk tanaman langka yang ada di Jakarta.
Fungsi dari tanaman ini sebagian besar berupa tanaman produksi dan tanaman
peneduh. Ilustrasi ruang konservasi dapat dilihat pada Gambar 48.

Gambar 48 Ilustrasi area konservasi dan rumah pembibitan


53

Gambar 49 Site plan


54

Gambar 50 Perspektif Keseluruhan


Gambar 51 Potongan tampak
55
56

Gambar 52 Planting plan 1


57

Gambar 53 Planting plan 2


58

Gambar 54 Planting plan 3


59

Gambar 55 Detil Signage


60

Gambar 56 Detil gerbang utama


61

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Hutan Kota Rawa Buaya merupakan taman yang khusus dirancang sebagai
tempat untuk edukasi dan rekreasi bagi masyarakat, tempat untuk konservasi bagi
tanaman langka yang ada di Jakarta dan tempat mitigasi banjir bagi warga di sekitar
Rawa Buaya. Berdasarkan aspek fisik, biofisik, sosial dan legal, Hutan Kota Rawa
Buaya juga dinilai sesuai dan memiliki potensi apabila dikembangkan sebagai
kawasan konservasi dan rekreasi bagi penduduk sekitar Jakarta
Perancangan Hutan Kota Rawa Buaya Jakarta Barat ini dilakukan
penambahan luas pada lahan milik pemerintah sebesar 1.1 Ha yang berada di
belakang hutan kota. Konsep dasar dari hutan kota ini adalah Green Fusion’ yang
menjadikan Hutan Kota Rawa Buaya sebagai tempat untuk edukasi dan rekreasi
bagi masyarakat, tempat untuk konservasi bagi tanaman langka Jakarta, tempat
mitigasi banjr, serta menjadikan perancangan Hutan Kota Rawa Buaya sebagai
acuan untuk merancang hutan kota lainnya. Konsep ini mendasari pengembangan
konsep, seperti konsep ruang dan aktivitas, konsep sirkulasi, konsep vegetasi dan
konsep fasilitas.
Konsep perancangan Hutan Kota Rawa Buaya adalah adalah lambang
infinity (∞). Konsep desain ini diambil berdasarkan dari budaya betawi yang sangat
beragam, dimana Betawi merupakan penduduk campuran berbagai ras dan etnis.
Berbagai elemen seni tari, musik dan bahasa juga terbentuk dari adanya
keanekaragaman tersebut. Pada Hutan Kota Rawa Buaya terdapat enam ruang
utama, yaitu ruang penerimaan, ruang pelayanan, ruang konservasi. ruang rekreasi
danau, rekreasi alam, dan sosial.

Saran
Pembangunan dan perluasan hutan kota sebagai salah satu bentuk ruang
terbuka hijau sangat diperlukan guna mengurangi dampak negatif yang disebabkan
oleh pembangunan di daerah perkotaan. Fungsi hutan kota sebagai sarana rekreasi
dan konservasi disarankan di dalam perancangan hutan kota, agar masyarakat
perkotaan memiliki tempat rekreasi yang memadai dan tanaman langka yang ada di
kota tersebut dapat dilestarikan keberadaannya. Dalam merancang hutan kota yang
berada di bawah jalur SUTET diperlukan suatu pertimbangan mengenai aspek
keselamatan. Hal ini guna mencegah dan meminimalisir dampak negatif dari
adanya jalur listrik tersebut yang akan terjadi dikemudian hari. Selain itu, dengan
mempertimbangankan desain hutan kota di bawah jalur SUTET akan
mempermudah pengelolaan hutan kota, seperti pemangkasan pohon agar tidak
mengenai jalur listrik.
62

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich RJ. 1984. Weed-Crop Ecology. Principles In Weed Management. Columbia


(US): University of Missouri.
Boonen E, Beeldens A, Fagot M, De Cauwer B, Reheul D, Bulcke R, 2012.
Preventive Weed Control on Pavements: Trying to Reduce The Use of
Herbicides – Part 1: A Field Survey Study. Proceedings of 10th International
Conference on Concrete Block Paving (ICCBP 2012) [Internet]; November
2012; Shanghai, China. United Kingdom (GB): SEPT; [diunduh 2015 Mei 18].
Tersedia pada: http://www.sept.org/techpapers/Beeldens-Weed-Control-Part-
1.pdf.
Booth NK. 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. New York
(US): Waveland Press, Inc..
Frick H, Suskiyatno B. 2007. Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akamedia Pressindo.
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan. Jakarta (ID): Menteri Dalam Negeri.
Irwan, ZDI. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta (ID):
Bumi Aksara.
Laurie M. 1986. An Introduction to Landscape Architecture. New York (US):
American Elsevier Publishing Comp, Inc. New York.
Lontoh AP, Utomo IH. 1991. Gulma pada Taman dan Penanggulangannya.
Pelatihan Penghijauan dan Pertamanan Kota. Kerjasama LPM IPB dengan
Faperta. Bogor (ID): IPB
Miller, RW. 1988. Urban Forestry Planning and Managing Urban Greenspaces.
New Jersey (US): University of Wincosin.
Motloch JL. 2001. Introduction to Landscape Design. Second Edition. Canada
(US): John Wiley and Sons, Inc..
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta (ID): Menteri Dalam Negeri.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.71/Menhut-II/2009
tentang Pedoman Penyelengaraan Hutan Kota. Jakarta (ID): Menteri
Kehutanan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Jakarta (ID): Menteri Pekerjaan Umum.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan
Kota. Jakarta (ID): Sekertariat Negara.
Rochmat NA. 1994. Identifikasi gulma pada dua tipe perkerasan tanaman (konblok
dan grasblok) dan alternatif pengendaliannya [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataaan
Ruang. Jakarta (ID): Sekertariat Negara.
Simonds JO. 1983. Landscape Architecture: A Manual Site Planning dan Design.
New York (US): McGraw-Hill Book Co., Inc. New York.
Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor: 2359/1987 tentang Tanaman yang
Dilindungi
63

Van Zuidam RA. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and


Geomorphological Mapping. Netherland (NL): International Institute for
Aerospace Survey and Earth Sciences.
64

LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan dalam penyusunan skripsi mengenai


PERANCANGAN PENGEMBANGAN LANSKAP HUTAN KOTA RAWA
BUAYA SEBAGAI BENTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI JAKARTA
BARAT

Oleh: Megisterina

Departemen Arsitektur Lanskap


Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Informasi yangditerima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk kepentingan akademis

I. Identitas Responden
− Nama :
− Jenis Kelamin :L/P
− Usia :
− Domisili :

PETUNJUK PENGISIAN:
Beri tanda (X) pada jawaban yang anda pilih, pada pertanyaan yang sifatnya terbuka
tuliskan jawaban anda secara singkat dan jelas pada tempat yang telah disediakan.

II. Persepsi Umum

1. Apa yang anda ketahui tentang hutan kota?


______________________________________________________________
______________________________________________________________

2. Pernahkah anda mengunjungi hutan kota Jakarta di bawah ini? (boleh lebih
dari 1 jawaban)
a. Kampus UI Depok j. Bumi Perkemahan Cibubur
b. Kelurahan Srengseng Sawah k. Arboretum Cibubur
c. Kebun Binatang Ragunan l. Situ Rawa Dongkal
d. Pondok Indah m. Fly over Kampung
e. Kampus ISTN Rambutan
f. Kali Pesanggrahan n. Museum Purnabakti, TMII
g. TMP Kalibata o. Kawasan Pulomas
h. GOR Ragunan p. Gelora Bung Karno
i. Hutan Kota Jagakarsa q. Masjid Istiqlal
65

r. Manggala Wana Bhakti w. Waduk Pluit


s. Cempaka Mas x. Danau Sunter
t. LPA. Srengseng y. Kuburan Belanda, Ancol
u. Rawa Buaya z. Kemayoran
v. Kembangan Utara

3. Aktivitas apa saja yang biasa anda lakukan di hutan kota? (boleh lebih dari 1
jawaban)
a. Jalan-jalan
b. Olah raga
c. Duduk-duduk
d. Penelitian
e. Lain-lain, ________________________

4. Menurut anda, bagaimana kondisi hutan kota yang ada di Jakarta saat ini?
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup
d. Kurang baikSangat kurang baik

5. Menurut anda, apa sajakah manfaat hutan kota? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Memperbaiki dan menjaga iklim
b. Meresapkan air
c. Pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan satwa
d. Menciptakan lingkungan yang indah bagi kota
e. Mengurangi polusi
f. Tempat berkumpul/berinteraksi bagi masyarakat
g. Lain-lain, _________________________

6. Apakah anda setuju dengan adanya perluasan hutan kota untuk meningkatkan
kebutuhan ruang terbuka hijau di Jakarta?
a. Ya, karena
_____________________________________________________
b. Tidak, karena
_____________________________________________________

7. Jenis vegetasi/tanaman apakah yang menurut anda perlu ada di hutan kota?
(boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Estetik (pohon berbunga, banyak daun, bentuk percabangan pohon)
b. Produksi (menghasilkan kayu, biji dan buah)
c. Pelindung (melindungi dari sinar matahari dan terpaan angin, meredam
bising)
d. Penyerap polusi
e. Pengundang satwa
f. Meningkatkan persediaan air tanah
g. Lain-lain, ___________________________
66

8. Fasilitas apa saja yang menurut anda perlu ada di dalam suatu hutan kota?
(boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Gerbang h. Musholla
b. Papan nama kawasan hutan i. Jogging track
kota j. Pusat informasi
c. Papan interpretasi/informasi k. Area bermain anak
d. Tempat duduk l. Area outbond
e. Tempat sampah m. Lain-lain,
f. Toilet _________________
g. Tempat parkir

9. Apakah anda tahu adanya Hutan Kota Rawa Buaya di Jakarta Barat?
a. Ya (Lanjut pertanyaan nomor 10)
b. Tidak

10. Bagaimana pendapat anda tentang Hutan Kota Rawa Buaya?


_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
67

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Pardomuan Silaban dan Ibu Eny Widajati. Lahir di Bogor pada tanggal 26 Mei
1992. Pada tahun 1996 penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-kanak di TK
Tunas Sejahtera. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar
di SD Budi Mulia, kemudian penulis juga melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di sekolah yang sama pada tahun
2004 dan 2007. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan jenjang perguruan tinggi di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negri (SNMPTN) dan diterima di program studi mayor Arsitektur Lanskap. Penulis
juga memilih beberapa supporting course sebagai penunjang kegiatan Pendidikan.
Selama masa kuliah, penulis aktif di organisasi Persekutuan Mahasiswa
Kristen Institut Pertanian Bogor (PMK IPB) pada bidang Komisi Literatur dan
berada di dalam divisi desain tahun 2011 sampai 2013. Penulis pernah menjadi
asisten mata kuliah Teori Desain Lanskap di Departemen Arsitektur Lanskap pada
tahun ajaran 2013/2014. Pada tahun 2014, penulis mengikuti program pertukaran
pelajar ASEAN International Mobility for Student (AIMS) di Tokyo University of
Agricultural and Technology, Jepang.

Anda mungkin juga menyukai