MEGISTERINA
Megisterina
NIM A44100088
ABSTRAK
MEGISTERINA. Perancangan Pengembangan Lanskap Hutan Kota Rawa Buaya
Sebagai Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Barat. Dibimbing oleh DEWI
REZALINI ANWAR
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau
menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
MEGISTERINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang senantiasa
memberikan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Perancangan
Pengembangan Lanskap Hutan Kota Rawa Buaya Sebagai Bentuk Ruang Terbuka
Hijau di Jakarta Barat dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penyelesaian karya ilmiah ini, Penulis tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Namun dalam prosesnya, Penulis juga menyadari bahwa
terdapat banyak kekurangan dalam diri Penulis serta kesalahan-kesalahan Penulis
terutama kepada pihak-pihak yang secara langsung terkait dalam penyelesaian
karya ilmiah ini. Untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih sekaligus
menyampaikan permohonan maaf kepada:
1. Ibu Dewi Rezalini Anwar, SP. M.A.Des selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima kasih atas kesabaran Ibu dalam memberikan bimbingan, motivasi, dan
ilmu kepada Penulis sampai pada akhirnya Penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini. Mohon maaf apabila selama penyelesaian skripsi ini, Penulis sering
tidak memberi kabar, jarang melakukan konsultasi dan kurang menjalin
komunikasi yang baik dengan Ibu.
2. Bapak Dr Akhmad Arifin Hadi, SP, MALA selaku dosen pembimbing skripsi,
dosen pembahas seminar, dan dosen penguji yang telah memberikan saran dan
pengarahan selama kegiatan penyusunan usulan dan pelaksanaan penelitian.
3. Ibu Dr Syartinilia Wijaya, SP. MSi selaku pembimbing akademik atas masukan,
nsihat, dan dukungannya
4. Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Barat dan pengelola Hutan Kota Rawa
Buaya atas bantuan dan kemudahan pengambilan data serta kritik dan saran
yang telah diberikan kepada penulis terkait penelitian yang dilakukan.
5. Kedua orang tua Bapak Victor dan Ibu Eny Widajati, serta keluarga dan kerabat
yang telah memberikan doa dan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Mohon maaf yang sebesar-
besarnya atas kesalahan Penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi yang
cukup lama sehingga merepotkan dan membuat khawatir semua pihak.
6. Teman-teman ARL 47 dan keluarga besar Arsitektur Lanskap IPB. Terima
kasih atas motivasi, pengalaman berharga dan kebersamaannya. Mohon maaf
atas kurangnya komunikasi Penulis dengan teman-teman
7. Jared atas waktu, doa, semangat, kasih sayang dan perhatian yang telah
diberikan kepada Penulis
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah berkontribusi
dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini.
Penulis juga menyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan dalam
karya ilmiah ini karena keterbatasan Penulis dan kendala lainnya. Semoga hasil
karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
di bidang Arsitektur Lanskap.
Megisterina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat 2
Kerangka Pikir 2
TINJAUAN PUSTAKA 4
Ruang Terbuka Hijau 4
Ruang Terbuka Hijau Kota 4
Hutan Kota 5
Perancangan Lanskap 7
Perancangan Hutan Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau Kota 8
METODOLOGI 8
Tempat dan Waktu 8
Alat dan Bahan 9
Batasan Penelitian 9
Metode Penelitian 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Kondisi Umum 12
Aspek Fisik dan Biofisik 12
Letak, Luas dan Batas Tapak 12
Aksesibilitas dan Sirkulasi 13
Tanah dan Topografi 14
Iklim 17
Hidrologi 18
Visual 19
Fasilitas dan Utilitas 19
Vegetasi dan Satwa 21
Desain Awal Hutan Kota Rawa Buaya 24
Aspek Sosial 26
Persepsi dan Preferensi Masyarakat 26
Pengelola 28
Analisis dan Sintesis 28
Aspek Fisik dan Biofisik 28
Letak, Luas dan Batas Tapak 28
Aksesibilitas dan Sirkulasi 29
Tanah dan Topografi 32
Iklim 34
Hidrologi 35
Visual 35
Fasilitas dan Utilitas 36
Vegetasi dan Satwa 37
Aspek Sosial 40
Konsep 42
Konsep Dasar 42
Konsep Desain 42
Pengembangan Konsep 43
Konsep Ruang dan Aktivitas 43
Konsep Sirkulasi 43
Konsep Vegetasi 46
Konsep Fasilitas 48
Block Plan 49
Perancangan 50
Site Plan 50
Perancangan Ruang Penerimaan 50
Perancangan Ruang Pelayanan dan Mitigasi 50
Perancangan Ruang Rekreasi 51
Perancangan Ruang Konservasi 52
SIMPULAN DAN SARAN 61
Simpulan 61
Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 64
RIWAYAT HIDUP 67
DAFTAR TABEL
1 Bentuk dan jenis data 10
2 Klasifikasi kemiringan lahan berdasarkan USSSM 15
3 Jenis vegetasi 21
4 Nilai THI pada Hutan Kota Rawa Buaya 34
5 Jarak bebas minimum vertikal dari konduktor 38
6 Jarak bebas minimum horizontal dari sumbu vertikal menara/tiang 39
7 Konsep ruang dan aktivitas 44
8 Jenis vegetasi langka 46
9 Konsep fasilitas 48
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 3
2 Pola tanam hutan kota berstrata dua 5
3 Pola tanam hutan kota berstrata banyak 6
4 Peta lokasi penelitian 8
5 Orientasi dan batas tapak 12
6 Aksesibilitas menuju tapak 13
7 Kondisi jalan masuk ke tapak 13
8 Peta sirkulasi tapak 14
9 Peta topografi 15
10 Potongan topografi 16
11 Hasil pengamatan suhu dan kelembaban berdasarkan tempat 17
12 Hasil pengamatan suhu dan kelembaban berdasarkan waktu 17
13 Peta sumur resapan 18
14 Danau buatan dan pintu air 19
15 Peta visual tapak 20
16 Peta inventarisasi fasilitas 21
17 Peta sebaran vegetasi 24
18 Peta inventarisasi 25
19 Persentase kunjungan hutan kota di Jakarta 26
20 Aktivitas responden selama berada di hutan kota 26
21 Preferensi responden terhadap kualitas hutan kota di Jakarta 27
22 Preferensi responden terhadap jenis vegetasi yang diharapkan 27
23 Preferensi responden terhadap fasilitas hutan kota yang diharapkan 28
24 Jalan di lingkungan apartemen Puri Orchard 29
25 Genangan air pada jembatan setelah hujan 30
26 Peta analisis sirkulasi 30
27 Gulma pada conblock 31
28 Pengaruh bentukan tapak pandangan manusia dan pergerakan manusia 32
29 Peta analisis topografi 33
30 Pantulan sinar matahari pada rumput, pohon dan perkerasan 34
31 Sebaran genangan air 35
32 Peta analisis visual 36
33 Peta analisis fasilitas 37
34 Penampang melintang ruang bebas 39
35 Penampang melintang jarak bebas minimum vertikal dan horizontal,
jarak bebas minimum pada daerah yang terdapat pohon 39
36 Analisis vegetasi 41
37 Ilustrasi konsep desain 42
38 Area perluasan hutan kota 43
39 Konsep ruang 44
40 Ilustrasi sirkulasi dalam tapak dan sirkulasi pada jalur konservasi 45
41 Stamped concrete pada jalur konservasi 45
42 Konsep vegetasi 47
43 Block plan 49
44 Ilustrasi ruang penerimaan 50
45 Ilustrasi ruang pelayanan dan area mitigasi 51
46 Ilustrasi picnic lawn, gazebo dan amphiteater 51
47 Ilustrasi rekreasi danau 52
48 Ilustrasi area konservasi dan rumah pembibitan 53
49 Site plan 54
50 Perspektif keseluruhan 54
51 Potongan tampak 55
52 Planting plan 1 56
53 Planting plan 2 57
54 Planting plan 3 58
55 Detil signage 59
56 Detil gerbang utama 60
PENDAHULUAN
Latar Belakang
kota Rawa Buaya juga dimanfaatkan sebagai tempat mitigasi bencana banjir oleh
masyarakat setempat. Saat ini kondisi Hutan Kota Rawa Buaya masih masih dalam
proses pengembangan. Perluasan hutan kota juga direncanakan pada lahan milik
pemerintah setempat agar luas ruang terbuka hijau di Jakarta Barat bisa memenuhi
standar luas yang sesuai dengan peraturan.
Oleh karena kondisi tersebut, maka dibutuhkan suatu perancangan
pengembangan untuk memaksimalkan fungsi dari hutan kota. Pengembangan hutan
kota dilakukan dengan mengidentifikasi aspek fisik dan biofisik, aspek sosial dan
budaya serta aspek legal. Dari hasil analisis potensi dan kendala kemudian
diperoleh sebuah sintesis untuk merancang pengembangan lanskap hutan kota yang
disesuaikan dengan kebutuhan ruang dan perhitungan daya dukung.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan desain Hutan Kota Rawa
Buaya yang fungsional dan estetik sebagai salah satu bentuk ruang terbuka hijau
dengan mempertimbangkan aspek fisik, aspek biofisik, aspek sosial, dan aspek
legal, serta mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang ada.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi masukan bagi pemerintah kota
administratif Jakarta Barat dalam pembangunan dan pengelolaan Hutan Kota Rawa
Buaya.
Kerangka Pikir
Analisis
Potensi Kendala
Sintesis
TINJAUAN PUSTAKA
Ruang terbuka hijau kota merupakan ruang terbuka di dalam kota berupa
area dengan pemanfaatan ruang seperti pengisian hijau tanaman atau tumbuhan
secara alamiah ataupun budidaya tanaman (pertanian, perkebunan dan sejenisnya).
Ruang terbuka hijau berguna untuk menjaga keserasian dan keseimbangan
ekosistem lingkungan perkotaan dan mewujudkan kesimbangan antara lingkungan
alam dan lingkungan buatan di perkotaan serta meningkatkan kualitas lingkungan
perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Ruang terbuka hijau kota memiliki
manfaat lain yang bernilai sosial, seperti sebagai sarana rekreasi aktif dan pasif serta
interkasi sosial atau sebagai sarana aktivitas sosial masyarakat setempat.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan (RTHKP) terdiri atas RTHKP publik dan RTHKP privat.
RTHKP publik adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi
tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan RTHKP privat merupakan
RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab
pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui
izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI
Jakarta oleh Pemerintah Provinsi. Berdasarkan peraturan ini jenis RTHKP meliputi
taman kota, taman wisata alam, taman rekreasi, taman lingkungan perumahan dan
permukiman, taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial, taman hutan
5
raya, hutan kota, hutan lindung, alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah,
cagar alam, kebun raya, kebun binatang, pemakaman umum, lapangan olah raga,
lapangan upacara, parkir terbuka, lahan pertanian perkotaan, jalur di bawah
tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan
rawa, jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian,
kawasan dan jalur hijau, daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara, dan taman
atap (roof garden).
Hutan Kota
udara, menurunkan suhu dan meningkatkan kelembapan kota, sebagai ruang hidup
satwa, perlindungan terhadap erosi, mengurangi polusi udara, meredam kebisingan,
tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator, dan menyuburkan tanah. Fungsi
estetika berkaitan dengan kualitas visual yang akan ditampilkan.
Perancangan Lanskap
METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Kota Rawa Buaya yang terletak di Jl.
Albarkah II RT 02/03, Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta
Barat (Gambar 4). Luas kawasan hutan kota Rawa Buaya adalah 1,09 Ha yang
berbatasan langsung dengan Jl. Albarkah II RW 03 di sebelah Utara, area
persawahan di sebelah Selatan dan Timur, area pengembangan apartemen dan jalan
tol lingkar luar Barat Penjaringan ke Kembangan (JORR W1) di sebelah Barat.
Penelitian ini dilaksanakan mulai April 2014.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, notebook, alat
gambar (pensil, drawing pen, penggaris, pewarna, dan lainnya), GPS (Global
Positioning System), meteran, hygro-thermometer, dan komputer beserta software
(AutoCAD 2010, Google SketchUp 8 Pro, dan Adobe Photoshop CS5). Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bahan pustaka, peta Hutan Kota Rawa Buaya,
dan kuisioner.
Batasan Penelitian
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tahap yang mengacu pada Booth (1983),
yaitu project acceptance, research/analysis, design, construction drawing,
implementation, post-contraction evaluation, dan maintenance. Namun dalam
penelitian ini tahapan tersebut dimodifikasi menjadi empat tahap, yaitu:
1. Project Acceptance
Tahap awal sebelum memulai perancangan adalah dengan melakukan
persiapan yang dimulai dengan pembuatan proposal yang akan ditujukan
kepada pihak terkait dengan lokasi penelitian. Penulisan proposal ini
dimaksudkan untuk memperoleh persetujuan oleh pihak terkait.
2. Research / Analysis
Tahap research/analysis dilakukan dengan mempersiapkan semua jenis
data yang berhubungan dengan lokasi penelitian. Data-data tersebut diperoleh
dari berbagai macam sumber yang dapat dilihat pada Tabel 1. Inventarisasi
tapak dilakukan untuk melihat langsung kondisi tapak dan melakukan analisis
dari beberapa aspek yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian. Pada
tahap ini, memperoleh informasi dengan melakukan wawancara dengan pihak-
pihak terkait juga menjadi hal yang penting dalam merancang suatu tapak.
Setelah proses analisis dan wawancara, kemudian didapatkan suatu bentuk
sintesis yang akan dijadikan acuan dalam merancang.
Pada tahap analisis dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan
kuantitatif. Metode ini dilakukan dengan analisis langsung pada tapak, analisis
studi pustaka, dan analisis perhitungan dengan menggunakan rumus. Analisis
kuantitatif dilakukan pada analisis topografi dan iklim mikro. Analisis pada
topografi dilakukan dengan menggunakan rumus S = (h / D) x 100%.
Kemiringan lereng (S) dinyatakan dalam satuan persen, perbedaan kemiringan
(h) dinyatakan dalam satuan meter dan jarak titik tertinggi dengan terendah
(D) dinyatakan dalam satuan meter (Van Djuidam, 1988). Analisis terhadap
iklim mikro dilakukan melalui perhitungan Temperature Humanity Indeks
(THI) dengan rumus THI = 0.8 T + (RH x T) / 500. T adalah suhu udara (°C)
dan RH adalah kelembaban nisbi udara (%). Hasil perhitungan tersebut
digunakan untuk menentukan indeks kenyamanan, dimana THI dengan nilai 21
10
sampai 27 termasuk nyaman dan THI dengan nilai lebih dari 27 temasuk tidak
nyaman (Laurie, 1986).
Analisis aspek sosial dilakukan dengan melihat sudut pandang dari masyarakat dan
pengelola. Analisis ini akan berpengaruh dalam penataan fasilitas yang ada pada
tapak. Analisis terhadap peraturan dan kebijakan dilakukan karena status tapak
yang merupakan ruang terbuka hijau publik. Analisis dilakukan dengan melihat
kesesuaian tapak dengan peraturan yang berlaku. Hasil dari analisis ini akan
menjadi pertimbangan dalam perancangan dan pengembangan tapak.
3. Design
Pada tahap ini, mulai masuk ke dalam proses perancangan. Proses
perancangan dimulai dengan pembuatan konsep dasar, konsep desain dan
pengembangan konsep. Pembuatan konsep dasar dilakukan dengan menentukan
konsep yang memberikan gambaran secara umum mengenai fungsi yang akan
diterapkan dalam tapak. Konsep desain dilakukan dengan menentukan sebuah
ide yang akan menjadikan ide tersebut sebuah bentukan yang akan diterapkan
di dalam tapak. Pengembangan konsep dilakukan dengan mengembangkan
berbagai macam aspek yang berhubungan dengan ruang, vegetasi, sirkulasi dan
fasilitas. Hasil pengembangan konsep ini kemudian akan membentuk suatu
rencana blok yang kemudian akan dikembangkan menjadi sebuah gambar
rencana tapak (site plan).
4. Construction Drawing
Gambar konstruksi merupakan gambar yang dibuat sebagai sarana untuk
kominikasi tentang bagaimana hasil akhir perancangan pada tapak. Pada tahap
ini dilakukan pembuatan gambar perspektif, gambar potongan, gambar rencana
penanaman dan gambar detil.
12
Iklim
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG),
Kecamatan Cengkareng memiliki suhu udara rata-rata 28.13 oC dengan kelembaban
relatif rata-rata 76.92% pada tahun 2013. Diketahui bahwa suhu terendah terjadi
pada bulan Agustus sebesar 24.9 oC dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober
sebesar 34.7 oC. Berdasarkan data dari BMKG pada tahun 2013, diketahui bahwa
jumlah curah hujan rata-rata di Jakarta Barat adalah 131 mm/hari dan jumlah hari
hujan setahun adalah 185 hari hujan.
Pada Hutan Kota Rawa Buaya dilakukan pengamatan suhu dan kelembaban
untuk mengetahui iklim mikro. Pengamatan dilakukan pada area tanpa naungan
dengan perkerasan (A), area naungan dengan perkerasan (B), dan area naungan
tanpa perkerasan (C). Pengamatan dilakukan di pagi hari, siang hari, dan sore hari.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3 hari, suhu tertinggi berada
pada area A sebesar 34.5 oC dan suhu terendah berada pada area C sebesar 30.3 oC.
Kelembaban tertinggi berada pada area C sebesar 74.1% dan terendah pada area A
sebesar 62.4% (Gambar 11). Berdasarkan hasil pengamatan berdasarkan waktu,
didapatkan suhu terendah terjadi pada sore hari sebesar 31.2 oC dan suhu tertinggi
terjadi pada siang hari sebesar 34.3 oC. Sedangkan besar persentase pada
kelembaban relatif sama, yaitu sebesar 67% (Gambar 12).
80 74,1
70 66,5
62,4
60
50
40 34,5 32,0 30,3 (oC)
Suhu (oC)
30 Kelembaban (%)
20
10
0
A B C
80
67,6 67,7 67,6
70
60
50
40 34,0 (oC)
Suhu (oC)
32 31.2
30 Kelembaban (%)
20
10
0
Pagi Siang Sore
Hidrologi
Berdasarkan data dari BMKG pada tahun 2012, diketahui bahwa jumlah
curah hujan rata-rata di Jakarta Barat adalah 131 mm/hari. Sumber air pada tapak
berasal dari air dalam tanah yang dipompa oleh mesin pompa yang tersebar di
beberapa rumah pompa. Air ini dimanfaatkan untuk menyiram tanaman pada area
hutan kota. Berdasarkan hasil pengamatan, Hutan Kota Rawa Buaya tidak memiliki
sistem drainase. Sistem drainase hanya dapat ditemukan di lingkungan luar tapak,
yaitu berupa drainase terbuka dengan lebar 30 cm. Hutan kota ini memanfaatkan 30
sumur resapan sebagai sarana untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke
dalam tanah (Gambar 13). Sumur resapan memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai
pengendali banjir, melindungi dan memperbaiki (konservasi) air tanah, serta
menekan laju erosi.
Pada hutan kota ini juga terdapat sebuah danau buatan yang berfungsi
sebagai tempat berkembangnya biota air, estetika, dan sebagai reservoir. Danau
buatan yang digunakan sebagai reservoir ini dibuat untuk menampung air hujan
agar tidak meluap ke lingkungan. Fungsi reservoir dalam aspek hidrologi adalah
sebagai tampat untuk menampung air limpasan, mencegah banjir dan menjaga
ketersediaan air tanah. Pintu air di sebelah Barat dan Timur dibuat untuk mengatur
banyaknya air dalam danau buatan tersebut (Gambar 14).
Visual
Pemandangan di luar Hutan Kota Rawa Buaya terdiri atas hamparan sawah,
rumah penduduk, dan gedung-gedung tinggi. Hal ini memberikan kesan kontras
terhadap pemandangan di luar tapak. Hamparan sawah yang berada di sebelah
Timur dan Selatan memberikan kesan yang alami, sedangkan pemandangan
terhadap rumah penduduk dan bangunan tinggi di sebelah Utara dan Barat
memberikan kesan yang kaku.
Pemandangan di dalam tapak yang menjadi pusat perhatian adalah
pemandangan yang berada di sekitar danau buatan. Pemandangan di sekitar danau
buatan memiliki kesan estetika yang tinggi, karena danau buatan tersebut
memantulkan bayangan dari elemen-elemen yang berada di sekitar tapak dan
memberikan suasana tenang dengan pergerakan air yang tenang (Gambar 15). Air
merupakan elemen lanskap yang cukup unik dan disenangi oleh manusia.
Karakteristik berupa plastisitas, pergerakan, suara dan refleksivitas menjadi daya
tarik yang menjadi ciri khas elemen air (Booth 1983).
Kondisi topografi yang berbukit-bukit memberikan daya tarik visual yang
bervariasi pada tapak dan tidak terkesan monoton. Selain itu, tegakan-tegakan
pohon dan rimbunnya daun yang berada pada tapak membuat suatu batas pandang
terhadap kondisi visual di sekitarnya dan menimbulkan kesan ruangan yang sempit.
Jaringan utilitas pada tapak yaitu, jaringan listrik dan jaringan air. Jaringan
listrik berfungsi sebagai sumber energi untuk penerangan dan mesin pompa air.
Jaringan air berfungsi sebagai sumber pengairan untuk vegetasi yang ada pada
tapak. Ada beberapa sprinkler yang tersebar di tapak, namun kondisi sprinkler saat
ini sudah rusak sehingga penyiraman dilakukan dengan menggunakan selang air
yang dihubungkan ke keran air.
Aquilaria
1 Gaharu Peneduh, kontrol cahaya
malaccensis
Bouea
2 Gandaria Peneduh, kontrol cahaya
macrophylla
22
Cynometra
4 Nam Nam Peneduh
cauliflora
Garcinia
6 Manggis Peneduh
mangostana
Pengarah, pembatas,
11 Mimusops elengi Tanjung peneduh, kontrol cahaya,
kontrol visual
Nephelium
12 Rambutan Peneduh
lappaceum
Strychnos
15 Bidara Laut Peneduh
ligustrina
Pembatas, peneduh,
Swietenia kontrol angin, kontrol
16 Mahoni
mahagoni bunyi, kontrol cahaya,
kontrol visual
Syzigium
18 Gowok Peneduh
polycephalum
Satwa yang terdapat pada hutan kota ini adalah kupu-kupu, kadal, angsa
(Cygnus olor), burung kutilang (Pycnonotus aurigaster), burung kuntul, burung
perkutut (Geopelia striata), burung tekukur (Streptopelia chinensis), burung ayam-
ayaman (Gallicrex cinerea), ikan mujair (Opheochromis musambicus), ikan nila
(Orheochromis niloticus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan koi (Cyprinus
carpio). Ikan yang berada di danau buatan menjadi daya tarik bagi tapak ini karena
pengunjung dapat memberi makan ikan.
24
Konsep pemilihan jenis tanaman pada hutan kota ini dilakukan dengan
beberapa pertimbangan. Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang indah,
mengikat air, memiliki tajuk besar, tanaman langka dan tanaman yang mengundang
hewan. Tanaman yang indah dipilih berdasarkan bentuk tajuknya dan memiliki
bunga sehingga memenuhi fungsi estetika, contohnya adalah bidara laut (Strychnos
ligustrina). Tanaman yang mengikat air dipilih dengan maksud untuk membantu
penyerapan air pada tapak, contohnya adalah mahoni (Swietenia mahagoni).
Tanaman yang memiliki tajuk besar dipilih sebagai tanaman peneduh, contohnya
adalah trembesi (Samanea saman). Tanaman langka dapat menjadi sarana untuk
edukasi dan membuat area konservasi, contohnya adalah gowok (Syzigium
polycephalum). Tanaman yang mengundang hewan dipilih agar terbentuk suatu
ekosistem yang baik, contohnya adalah jamblang (Syzigium cumini).
Aspek Sosial
Kampus UI Depok
Kebun Binatang Ragunan
16%
27% Gelora Bung Karno
Masjid Istiqlal
14%
Bumi Perkemahan Cibubur
5%
5% 14% TMP Kalibata
9% Museum Purnabakti TMII
10%
Lainnya
30 28
25
20 17
15 12
10
5 3
1
0
Jalan-jalan Olahraga Duduk-duduk Penelitian Lainnya
7% 10%
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
43% 40% Kurang Baik
Sangat Kurang Baik
Estetik
12%
18%
Produksi
6%
Pelindung
8%
Penyerap polusi
29%
Pengundang satwa
27%
Meningkatkan persediaan
air tanah
30 27
24 23 24 24
25
21
20 17 17
15 12 11
9
10
4 3
5
Pengelola
Hutan Kota Rawa Buaya dikelola oleh Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan
Jakarta Barat. Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyiraman, pemupukan,
pemangkasan, penyulaman, pendangiran atau penyiangan gulma dan penyapuan.
Pemeliharaan tersebut dilakukan oleh dua orang pekerja. Pemangkasan pohon
dilaksanakan jika tinggi pohon sudah hampir mencapai batas lintasan kabel SUTT.
Pemangkasan ini dilakukan agar pohon tidak mengenai lintasan kabel yang akan
membahayakan lingkungan. Pembersihan gulma dilakukan pada daerah sekitar
pohon dan paving block. Gulma yang tumbuh di sekitar pohon yang baru ditanam
akan mengganggu sistem penyerapan nutrisi, sehingga dilakukan pembersihan.
Gulma yang tumbuh di sela-sela paving block juga dibersihkan agar tidak
mengganggu estetika lingkungan.
Kepala Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Barat mengusulkan
agar lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berada di belakang Hutan
Kota Rawa Buaya seluas 5.1 Ha bisa menjadi bagian dari kawasan hutan kota dalam
upaya penambahan ruang terbuka hijau. Lahan seluas 5.1 Ha tersebut juga
direncanakan untuk pembangunan rusun bagi warga sekitar. Kondisi lahan tersebut
pada saat ini diokupasi oleh warga untuk mendirikan tempat tinggal dan usaha.
Aspek fisik dan biofisik yang dianalisis dalam perancangan lanskap Hutan
Kota Rawa Buaya di Jakarta Barat, yaitu:
dekat jalan tol lingkar luar Barat Penjaringan ke Kembangan (JORR W1) dan dekat
dengan Stasiun Rawa Buaya. Hutan kota ini memiliki luas 1.09 hektar. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota pasal 8, luas hutan
kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0.25 (dua puluh lima per
seratus) hektar. Jika mengacu pada peraturan ini, maka luas Hutan Kota Rawa
Buaya sudah memenuhi standar.
Permasalahan utama dari Hutan Kota Rawa Buaya adalah letaknya yang
berada pada jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT). Ruang terbuka hijau yang
berada pada jalur di bawah tegangan ini harus memiliki sebuah perencanaan dan
perancangan yang berfokus pada keamanan bagi pengguna dan keberlangsungan
makhluk hidup yang berada di sekitarnya. Berdasarkan Badan Standarisasi
Nasional mengenai Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum pada SUTT dan
SUTET, ruang bebas pada SUTT/SUTET sebaiknya tidak boleh ada benda di
dalamnya yang dapat mengancam keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda
lainnya serta keamanan operasi SUTT/SUTET.
Sistem sirkulasi Hutan Kota Rawa Buaya adalah sistem sirkulasi loop yang
memiliki lebar jalur pejalan kaki sebesar 2.5 m. Jalur sirkulasi pada hutan kota ini
menggunakan material berupa conblock dengan pola herringbone. Berdasarkan
Dinas Bina Marga, standar lebar jalur pejalan kaki minimum untuk dua orang
adalah 1.5 m. Hal tersebut membuktikan bahwa lebar jalur ini sesuai dengan standar
dan memungkinkan pengguna tapak berjalan dan berpapasan dengan leluasa.
Hutan Kota Rawa Buaya memiliki 3 buah jembatan yang saling
menghubungkan antar sirkulasi. Kondisi ketiga jembatan tersebut kurang baik
karena jembatan tergenang oleh air saat hujan turun (Gambar 25). Genangan air
menyebabkan sistem sirkulasi dalam tapak terganggu dan lapisan permukaan
jembatan menjadi rusak dan ditumbuhi lumut. Jembatan yang memiliki fungsi
sebagai penghubung sirkulasi menjadi tidak berfungsi secara maksimal. Genangan
air ini timbul karena tidak adanya drainase pada jembatan dan material perkerasan
30
yang tidak dapat menyerap air. Drainase pada jembatan dan pemilihan material
perlu diperbaiki agar air tidak menggenangi jembatan. Analisis sirkulasi lebih lanjut
dapat diperjelas pada Gambar 26.
a) b)
Iklim
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) tahun
2012, Jakarta Barat memiliki suhu udara rata-rata 28 oC dengan kelembaban relatif
rata-rata 74%. Sementara berdasarkan pengamatan langsung, suhu udara rata-rata
sebesar 32 oC dan kelembaban relatif rata-rata 67%. Hasil pengukuran suhu dan
kelembaban antara iklim makro dan mikro menunjukkan data yang berbeda.
Menurut Frick (2007), iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara dekat
permukaan bumi (tinggi ± 2.0 m). Gerak udara akan lebih kecil karena permukaan
bumi yang kasar dan perbedaan suhu lebih besar. Keadaan tanaman atau perkerasan
dapat mengakibatkan perlawanan yang besar pada ruang sempit.
Menurut Laurie (1986), suhu udara yang nyaman bagi manusia adalah 27 °C
sampai 28 °C. Sedangkan kelembaban udara yang nyaman untuk manusia adalah
40% sampai 75%. Untuk mengukur tingkat kenyamanan di Hutan Kota Rawa
Buaya, digunakan rumus Temperature Humidity Index (THI), THI = 0.8T + (RH x
T/500). T adalah suhu rata-rata dan RH adalah kelembaban udara. THI dengan nilai
21-27 tegolong dalam tingkat nyaman, sedangkan nilai THI > 27 tergolong dalam
tingkat tidak nyaman.
Tabel 4 Nilai THI pada Hutan Kota Rawa Buaya
o
Area Suhu ( C) Kelembaban (%) THI
Tanpa naungan 34.5 62.4 31.9
Naungan dengan perkerasan 32.0 66.5 29.9
Naungan tanpa perkerasan 30.3 74.1 28.7
Hidrologi
Hutan Kota Rawa Buaya tidak memiliki drainase. Tapak ini memanfaatkan
sumur resapan dan danau buatan. Danau buatan tersebut berfungsi untuk
menampung air hujan agar tidak meluap ke lingkungan. Saat hujan turun, terlihat
genangan air yang tersebar di beberapa tempat (Gambar 31). Genangan air yang
paling banyak berada pada jembatan. Genangan ini menutupi hampir setengah dari
panjang jembatan.
Genangan air yang terdapat pada tapak membuktikan bahwa fungsi sumur
resapan dan danau buatan masih belum berfungsi secara maksimal. Pembuatan
drainase di dalam tapak sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Pembuatan
drainase tertutup pada tapak merupakan hal yang baik, karena dengan adanya
drainase tertutup dapat mencegah tindakan pengunjung untuk membuang sampah
ke dalam drainase.
Visual
Kondisi topografi Hutan Kota Rawa Buaya yang berbukit-bukit membuat
visual sekitar tapak menjadi bervariasi dan terlihat menarik. Daya tarik utama dari
tapak ini adalah adanya danau buatan yang berada di tengah-tengah tapak.
Pemandangan di sekeliling danau memiliki view yang baik, selain itu danau pada
tapak berperan sebagai reflektor bagi elemen-elemen yang berada di sekitarnya. Hal
ini menjadi potensi yang baik bagi visual di Hutan Kota Rawa Buaya.
Pemandangan di luar tapak yang berupa hamparan sawah, tempat tinggal
masyarakat dan gedung tinggi membuat kesan visual yang kontras. Adanya gedung
tinggi yang terlihat bersama hamparan sawah membuat kesan alami hamparan
sawah menjadi berkurang. Untuk meminimalkan kesan kontras tersebut, maka
diperlukan suatu pembatas visual berupa pemilihan vegetasi. Analisis visual lebih
lanjut dapat diperjelas pada Gambar 32.
36
lebih dari 15 m. Keberadaan hutan kota yang ada di bawah lintasan Saluran Udara
Tegangan tinggi (SUTT) menjadikan tinggi tanaman sebagai hal yang perlu
dipertimbangkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor: 01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) untuk Penyaluran
Tenaga Listrik, hutan kota ini termasuk di dalam daerah dengan keadaan tertentu.
Daerah dengan keadaan tertentu adalah daerah di dalam kota atau di luar kota yang
secara permanen atau sementara dipergunakan untuk sarana pelayanan umum
maupun khusus yang memerlukan ruang dengan tinggi dan kegiatan dengan
jangkauan di atas permukaan tanah yang tingginya lebih dari tiga meter, seperti
daerah perumahan, industri/pabrik, pertokoan, pasar, terminal bus, perkantoran,
gudang, pepohonan, hutan, perkebunan, dan sebagainya.
Kondisi topografi Hutan Kota Rawa Buaya yang ditinggikan dan berkontur
juga berpengaruh dalam pemilihan jenis tanaman yang tepat untuk area di bawah
lintasan SUTT. Persyaratan khusus ruang bebas pada area yang berada di bawah
lintasan SUTT dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Ruang bebas adalah ruang
yang dibatasi oleh bidang vertikal dan horizontal di sekeliling dan di sepanjang
konduktor SUTT/SUTET di mana tidak boleh ada benda di dalamnya demi
keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya serta keamanan operasi
SUTT/SUTET (Gambar 33). Jarak bebas minimum vertikal adalah jarak terpendek
secara vertikal antara konduktor SUTT/SUTET dengan permukaan bumi atau
benda di atas permukaan bumi yang tidak boleh kurang dari jarak yang telah
ditetapkan demi keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya serta
keamanan operasi SUTT/SUTET. Jarak bebas minimum horizontal adalah jarak
terpendek secara horizontal dari sumbu vertikal menara/tiang ke bidang vertikal
ruang bebas; bidang vertikal tersebut sejajar dengan sumbu vertikal menara/tiang
dan konduktor (Gambar 34).
Tabel 5 Jarak bebas minimum vertikal dari konduktor (C)
SUTT
No. Lokasi 66 kV 150 kV
(m) (m)
1 a 8.5
Lapangan terbuka atau daerah terbuka 7.5
2 Daerah dengan keadaan tertentu 4.5 5.0
3 b
Bangunan, jembatan , tanaman/tumbuhan, 4.5 5.0
hutan
4 b
Perkebunan 8.0 9.0
5 a
Jalan/jalan raya/rel kereta api 12.5 13.5
Catatan :
a
Jarak bebas minimum vertikal dihitung dari permukaan bumi atau
permukaan jalan/rel
b
Jarak bebas minimum vertikal dihitung sampai titik tertinggi/
terdekatnya
Sumber :SNI 04-6918-2002 (2002)
39
Aspek Sosial
Pemahaman sebagian besar responden mengenai manfaat hutan kota adalah
sebagai tempat untuk mengurangi polusi, memperbaiki dan menjaga iklim, tempat
meresapkan air, dan menciptakan lingkungan yang indah bagi kota. Sebagian besar
responden menyatakan bahwa kondisi hutan kota yang berada di Jakarta pada saat
ini tergolong kurang baik dan semua responden setuju dengan adanya perluasan
hutan kota di Jakarta. Responden juga mengharapkan suasana hutan kota yang
didominansi oleh vegetasi yang berperan untuk menyerap polusi, pelindung dan
estetik. Hal ini menunjukan bahwa responden membutuhkan suatu penghijauan
yang lebih banyak lagi untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan meningkatkan
kenyamanan lingkungan.
Sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung saat berada di
hutan kota adalah jalan-jalan, olahraga, dan duduk-duduk. Aktivitas tersebut
menunjukan bahwa fasilitas pendukung seperti bangku taman dan sarana untuk
berolahraga perlu ditingkatkan. Aktivitas pengunjung Hutan Kota Rawa Buaya saat
digunakan sebagai tempat pengungsian banjir terpusat di sekitar musholla. Hal ini
dikarenakan tempat tersebut berada di dekat fasilitas dan utilitas. Pengunjung dapat
dengan mudah mendapatkan sumber air bersih dari musholla. Fasilitas lain seperti
papan interpretasi, toilet, tempat sampah dan papan nama kawasan hutan kota perlu
disediakan guna menambah kenyamanan pengunjung. Selain itu, fasilitas
penerangan pada malam hari juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan
41
Konsep
Konsep Dasar
Konsep dasar dari Hutan Kota Rawa Buaya adalah ‘Green Fusion’. Menurut
kamus bahasa inggris Oxford, kata ‘fusion’ memiliki arti proses atau hasil dari
gabungan dua atau lebih hal secara bersama-sama untuk membentuk satu kesatuan.
Konsep ‘Green Fusion’ yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kawasan
ruang terbuka hijau dengan menggabungkan berbagai macam fungsi di dalamnya.
Melalui konsep ini Hutan Kota Rawa Buaya diharapkan menjadi tempat yang
memiliki bermacam-macam fungsi yang memiliki tingkat biodiversitas tinggi
dengan menonjolkan sifat alami dari hutan kota tersebut.
Tujuan dari konsep ‘Green Fusion’ ini adalah menjadikan Hutan Kota Rawa
Buaya sebagai tempat untuk edukasi dan rekreasi bagi masyarakat, tempat untuk
konservasi bagi tanaman langka yang ada di Jakarta, tempat mitigasi banjir bagi
warga di sekitar Al-Barkah, serta menjadikan perancangan Hutan Kota Rawa Buaya
sebagai acuan untuk merancang hutan kota lainnya.
Konsep Desain
Konsep desain dari Hutan Kota Rawa Buaya adalah lambang infinity (∞).
Konsep desain ini diambil berdasarkan dari budaya betawi yang sangat beragam
dan tak terbatas. Betawi merupakan penduduk asli Jakarta dengan campuran
berbagai ras dan etnis seperti Jawa, Cina, India, Arab dan Belanda. Berbagai elemen
seni tari, musik dan bahasa juga terbentuk dari adanya keanekaragaman tersebut.
Bentukan dari lambang tersebut akan diterapkan pada pola-pola elemen
lunak taman dan elemen keras taman. Beberapa gambar referensi pola elemen lunak
taman dan elemen keras taman dengan menggunakan desain lambang tersebut dapat
dilihat pada Gambar 37.
Pengembangan Konsep
Pengembangan konsep ruang hutan kota ini dibagi menjadi tiga ruang utama
yaitu ruang penerimaan, ruang rekreasi, ruang pelayanan dan konservasi, serta
ruang konservasi. Ruang penerimaan merupakan area masuk dan penghubung
utama ruang-ruang yang ada pada tapak serta penghubung tapak dengan ruang luar.
Lokasi ruang penerimaan ditentukan berdasarkan rencana pengembangan dari
Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Barat. Ruang rekreasi dibagi atas 3 sub
ruang, yaitu rekreasi danau, rekreasi alam, dan sosial. Ruang rekreasi ini merupakan
ruang yang dimanfaatkan untuk aktifitas rekreasi aktif dan pasif para pengunjung.
Ruang pelayanan dan mitigasi merupakan ruang yang difungsikan sebagai tempat
mitigasi disaat banjir bagi warga sekitar Rawa Buaya serta tempat pengunjung
memperoleh pelayanan berupa informasi dan fasilitas pendukung untuk menunjang
aktivitas seperti mushola, toilet dan rumah jaga. Ruang konservasi merupakan area
yang dimanfaatkan untuk konservasi tanaman langka khas Jakarta dan sarana untuk
belajar mengenai lingkungan bagi pengunjung. Konsep ruang, aktivitas dan fasilitas
dijelaskan lebih rinci pada Tabel 7. Gambaran pengembangan konsep dapat dilihat
pada Gambar 39.
44
Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi yang digunakan sama seperti konsep sirkulasi sebelumnya,
yaitu sistem sirkulasi loop. Sistem sirkulasi loop merupakan sirkulasi yang
membentuk putaran dan memiliki satu jalan keluar. Pola sirkulasi di dalam tapak
dibuat mengikuti pola organik sehingga menimbulkan kesan yang mengalir dan
pengunjung merasa santai saat melakukan aktivitas di dalam tapak. Sirkulasi
dikategorikan atas dua jalur, yaitu sirkulasi umum dan sirkulasi pada jalur
konservasi. Lebar jalan untuk sirkulasi umum adalah 2.5 m dengan material berupa
conblock. Lebar jalan untuk sirkulasi pada jalur konservasi adalah 1.5 m dengan
material berupa stamped concrete (Gambar 41). Gambar ilustrasi sirkulasi di dalam
tapak dapat dilihat pada gambar 40.
Gambar 40 Ilustrasi sirkulasi dalam tapak dan sirkulasi pada jalur konservasi
Konsep Vegetasi
Konsep vegetasi yang digunakan berdasarkan pada fungsi arsitektural dan
konservasi. Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi pembatas, vegetasi peneduh,
vegetasi pengontrol lingkungan, dan vegetasi display. Vegetasi pembatas
digunakan untuk pembatas antar ruang. Vegetasi peneduh digunakan untuk
menurunkan suhu yang berada di dalam tapak agar pengunjung merasa lebih
nyaman. Vegetasi pengontrol lingkungan digunakan untuk mengontrol polusi,
cahaya dan pembatas visual. Vegetasi display digunakan untuk menambah kualitas
visual di dalam tapak. Jenis vegetasi dalam hutan kota ini menggunakan vegetasi
eksisting dan beberapa vegetasi langka di Jakarta. Vegetasi langka digunakan
sebagai sarana edukasi bagi pengunjung dan meningkatkan biodiversitas di dalam
tapak (Tabel 8). Pola penanaman vegetasi dilakukan dengan mengombinasikan
ukuran vegetasi pada area tertentu (Gambar 42). Hal ini juga disesuaikan dengan
kondisi tapak yang berada pada lintasan SUTT.
3 Kecapi 14 Kenari
(Sandoricum kucape ) (Canarium commune)
4 Menteng 15 Kwini
(Baccaurea (Mangifera odorata )
racemosa )
10 Belimbing 21 Bintaro
(Averrhoa (Cerbera manghas)
carambola )
Konsep Fasilitas
Konsep fasilitas dibagi ke dalam beberapa kategori yang disesuaikan
dengan konsep ruang. Pembagian fasilitas di dalam tapak dapat dilihat pada Tabel
9
Tabel 9 Konsep Fasilitas
Ruang Sub Ruang Fasilitas Gambar
Penerimaan Gerbang utama
Peta kawasan
Signage
Jogging track
Pelayanan Mushola
dan mitigasi
Toilet
49
Papan interpretasi
Block Plan
Block plan merupakan hasil overlay dari peta pengembangan konsep yang
terdiri dari konsep ruang dan aktivitas, konsep sirkulasi, konsep vegetasi dan
konsep fasilitas. Hasil overlay pada desain Hutan Kota Rawa Buaya dapat dilihat
pada Gambar 43.
Perancangan
Site Plan
Hutan Kota Rawa Buaya di Jakarta Barat dirancang pada tapak seluas 5.1
Ha dengan penambahan luas sebesar 1.1 Ha. Terdapat empat ruang utama, yaitu
ruang penerimaan, ruang pelayanan, ruang rekreasi dan ruang konservasi. Ruang
rekreasi dibagi menjadi tiga sub-ruang, yaitu rekreasi danau, rekreasi sosial, dan
rekreasi alam. Di setiap ruang dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang menunjang
fungsinya masing-masing. Elemen hardscape yang dirancang di tapak diantaranya
gerbang utama, papan nama kawasan, papan interpretasi, signage, deck, pavement,
bangku taman, gazebo dan lampu taman. Elemen softscape yang dirancang di tapak
diantaranya memiliki fungsi sebagai pembatas, pengarah, peneduh, estetik,
konservasi dan produksi. Hasil perancangan dapa dilihat pada Gambar 49.
Hutan Kota Rawa Buaya merupakan taman yang khusus dirancang sebagai
tempat untuk edukasi dan rekreasi bagi masyarakat, tempat untuk konservasi bagi
tanaman langka yang ada di Jakarta dan tempat mitigasi banjir bagi warga di sekitar
Rawa Buaya. Berdasarkan aspek fisik, biofisik, sosial dan legal, Hutan Kota Rawa
Buaya juga dinilai sesuai dan memiliki potensi apabila dikembangkan sebagai
kawasan konservasi dan rekreasi bagi penduduk sekitar Jakarta
Perancangan Hutan Kota Rawa Buaya Jakarta Barat ini dilakukan
penambahan luas pada lahan milik pemerintah sebesar 1.1 Ha yang berada di
belakang hutan kota. Konsep dasar dari hutan kota ini adalah Green Fusion’ yang
menjadikan Hutan Kota Rawa Buaya sebagai tempat untuk edukasi dan rekreasi
bagi masyarakat, tempat untuk konservasi bagi tanaman langka Jakarta, tempat
mitigasi banjr, serta menjadikan perancangan Hutan Kota Rawa Buaya sebagai
acuan untuk merancang hutan kota lainnya. Konsep ini mendasari pengembangan
konsep, seperti konsep ruang dan aktivitas, konsep sirkulasi, konsep vegetasi dan
konsep fasilitas.
Konsep perancangan Hutan Kota Rawa Buaya adalah adalah lambang
infinity (∞). Konsep desain ini diambil berdasarkan dari budaya betawi yang sangat
beragam, dimana Betawi merupakan penduduk campuran berbagai ras dan etnis.
Berbagai elemen seni tari, musik dan bahasa juga terbentuk dari adanya
keanekaragaman tersebut. Pada Hutan Kota Rawa Buaya terdapat enam ruang
utama, yaitu ruang penerimaan, ruang pelayanan, ruang konservasi. ruang rekreasi
danau, rekreasi alam, dan sosial.
Saran
Pembangunan dan perluasan hutan kota sebagai salah satu bentuk ruang
terbuka hijau sangat diperlukan guna mengurangi dampak negatif yang disebabkan
oleh pembangunan di daerah perkotaan. Fungsi hutan kota sebagai sarana rekreasi
dan konservasi disarankan di dalam perancangan hutan kota, agar masyarakat
perkotaan memiliki tempat rekreasi yang memadai dan tanaman langka yang ada di
kota tersebut dapat dilestarikan keberadaannya. Dalam merancang hutan kota yang
berada di bawah jalur SUTET diperlukan suatu pertimbangan mengenai aspek
keselamatan. Hal ini guna mencegah dan meminimalisir dampak negatif dari
adanya jalur listrik tersebut yang akan terjadi dikemudian hari. Selain itu, dengan
mempertimbangankan desain hutan kota di bawah jalur SUTET akan
mempermudah pengelolaan hutan kota, seperti pemangkasan pohon agar tidak
mengenai jalur listrik.
62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
Oleh: Megisterina
Informasi yangditerima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk kepentingan akademis
I. Identitas Responden
− Nama :
− Jenis Kelamin :L/P
− Usia :
− Domisili :
PETUNJUK PENGISIAN:
Beri tanda (X) pada jawaban yang anda pilih, pada pertanyaan yang sifatnya terbuka
tuliskan jawaban anda secara singkat dan jelas pada tempat yang telah disediakan.
2. Pernahkah anda mengunjungi hutan kota Jakarta di bawah ini? (boleh lebih
dari 1 jawaban)
a. Kampus UI Depok j. Bumi Perkemahan Cibubur
b. Kelurahan Srengseng Sawah k. Arboretum Cibubur
c. Kebun Binatang Ragunan l. Situ Rawa Dongkal
d. Pondok Indah m. Fly over Kampung
e. Kampus ISTN Rambutan
f. Kali Pesanggrahan n. Museum Purnabakti, TMII
g. TMP Kalibata o. Kawasan Pulomas
h. GOR Ragunan p. Gelora Bung Karno
i. Hutan Kota Jagakarsa q. Masjid Istiqlal
65
3. Aktivitas apa saja yang biasa anda lakukan di hutan kota? (boleh lebih dari 1
jawaban)
a. Jalan-jalan
b. Olah raga
c. Duduk-duduk
d. Penelitian
e. Lain-lain, ________________________
4. Menurut anda, bagaimana kondisi hutan kota yang ada di Jakarta saat ini?
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup
d. Kurang baikSangat kurang baik
5. Menurut anda, apa sajakah manfaat hutan kota? (boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Memperbaiki dan menjaga iklim
b. Meresapkan air
c. Pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan satwa
d. Menciptakan lingkungan yang indah bagi kota
e. Mengurangi polusi
f. Tempat berkumpul/berinteraksi bagi masyarakat
g. Lain-lain, _________________________
6. Apakah anda setuju dengan adanya perluasan hutan kota untuk meningkatkan
kebutuhan ruang terbuka hijau di Jakarta?
a. Ya, karena
_____________________________________________________
b. Tidak, karena
_____________________________________________________
7. Jenis vegetasi/tanaman apakah yang menurut anda perlu ada di hutan kota?
(boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Estetik (pohon berbunga, banyak daun, bentuk percabangan pohon)
b. Produksi (menghasilkan kayu, biji dan buah)
c. Pelindung (melindungi dari sinar matahari dan terpaan angin, meredam
bising)
d. Penyerap polusi
e. Pengundang satwa
f. Meningkatkan persediaan air tanah
g. Lain-lain, ___________________________
66
8. Fasilitas apa saja yang menurut anda perlu ada di dalam suatu hutan kota?
(boleh lebih dari 1 jawaban)
a. Gerbang h. Musholla
b. Papan nama kawasan hutan i. Jogging track
kota j. Pusat informasi
c. Papan interpretasi/informasi k. Area bermain anak
d. Tempat duduk l. Area outbond
e. Tempat sampah m. Lain-lain,
f. Toilet _________________
g. Tempat parkir
9. Apakah anda tahu adanya Hutan Kota Rawa Buaya di Jakarta Barat?
a. Ya (Lanjut pertanyaan nomor 10)
b. Tidak
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Pardomuan Silaban dan Ibu Eny Widajati. Lahir di Bogor pada tanggal 26 Mei
1992. Pada tahun 1996 penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-kanak di TK
Tunas Sejahtera. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar
di SD Budi Mulia, kemudian penulis juga melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di sekolah yang sama pada tahun
2004 dan 2007. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan jenjang perguruan tinggi di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negri (SNMPTN) dan diterima di program studi mayor Arsitektur Lanskap. Penulis
juga memilih beberapa supporting course sebagai penunjang kegiatan Pendidikan.
Selama masa kuliah, penulis aktif di organisasi Persekutuan Mahasiswa
Kristen Institut Pertanian Bogor (PMK IPB) pada bidang Komisi Literatur dan
berada di dalam divisi desain tahun 2011 sampai 2013. Penulis pernah menjadi
asisten mata kuliah Teori Desain Lanskap di Departemen Arsitektur Lanskap pada
tahun ajaran 2013/2014. Pada tahun 2014, penulis mengikuti program pertukaran
pelajar ASEAN International Mobility for Student (AIMS) di Tokyo University of
Agricultural and Technology, Jepang.