Anda di halaman 1dari 68

Volume 48 Nomor 1 Oktober 2013 ISSN : 0025-4436

VOLUME NOMOR HAL. BANDUNG ISSN


MASALAH BANGUNAN
48 1 1 - 61 OKTOBER 2013 0025-4436
MASALAH BANGUNAN
Volume 48 Nomor 1 Oktober 2013 ISSN : 0025-4436

EDITORIAL
Berkaitan dengan edisi yang lalu, kami
mengetengahkan kembali bahasan mengenai
Lic No. 0988/SK/DIR.PP/SIT/1970
green building sebagai wujud kepedulian terhadap
perlindungan lingkungan hidup dan mekanisme
PELINDUNG : pembangunan berkelanjutan. Pusat Litbang
Kepala Pusat Litbang Permukiman Permukiman membangun model bangunan
PEMIMPIN REDAKSI :
berkonsep green building tersebut dengan nama
Kepala Bidang Sumber Daya Kelitbangan
Grha Wiksa Praniti (GRANITI). Pendekatan
perancangan bangunan ini mempertimbangkan
DEWAN PENELAAH NASKAH kriteria rancangan arsitektur bioklimatik dengan
1. Andriati Amir Husin, MSi. rekayasa optimasi disain pasif dan aplikasi teknologi-
(Bidang Bahan Bangunan) teknologi permukiman.
2. Ir. Nurhasanah Sutjahyo, M.M.
(Bidang Teknologi dan Manajemen Lingkungan) Dibahas pula dalam terbitan ini mengenai ruang
3. Prof. (R) Dr. Ir. Anita Firmanti E.S., M.T. publik yang sudah banyak mengalami perubahan
(Bidang Bahan Bangunan) fungsi dimana pemanfaatannya berubah menjadi
4. Drs. Achmad Hidajat Effendi kepemilikan pribadi atau beberapa orang.
(Bidang Bahan Bangunan)
Sedangkan paparan mengenai pola permukiman di
5. Ir. Silvia F. Herina, M.T.
pesisir cenderung mengarah ke zona atas air dan
(Bidang Teknik Sipil)
mulai terjadi perubahan pola hidup masyarakatnya
6. Ir. Arief Sabaruddin, CES.
(Bidang Perumahan dan Permukiman) dari nelayan menjadi pedagang. Adapun analisa
7. Dra. Sri Astuti, MSA. struktur dengan metode numerik mengenai
(Bidang Bangunan Tapak) kehandalan struktur dapat dijadikan acuan
8. Prof. (R) Dr. Andreas Wibowo, S.T., M.T. khususnya kestabilan perilaku sistem struktur
(Bidang Struktur dan Konstruksi) bangunan tradisional terhadap gempa. Keandalan
9. Sarbidi, S.T., M.T. bangunan terutama pada aspek kemudahan tidak
(Bidang Teknologi dan Manajemen Lingkungan) boleh diabaikan dikarenakan adanya kesamaan
10. Lia Yulia Iriani, S.H. hak bagi setiap orang untuk memanfaatkan dan
(Bidang Kebijakan Ilmu dan Teknologi)
melakukan kegiatan di dalam bangunan, tidak
terkecuali penyandang cacat, orang tua, wanita hamil,
REDAKSI PELAKSANA :
orang yang sedang sakit maupun dalam kondisi
Drs. Rudy Ridwan Effendy, M.T.
lemah. Sebagai penutup, penetapan harga rumah
Dra. Roosdharmawati yang terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan
Drs. Arif Sugiarto, M.M. rendah dalam rumusan kebijakan dan program
Nitnit Anitya, S.S. pembangunannya dilakukan pendekatan teknik
Rindo Herdianto, S.IIP. perhitungan harga dan kelompok sasarannya.

Foto Sampul : Bangunan Hijau Grha Wiksa Praniti, Pusat Litbang Permukiman, 2013

Masalah Bangunan diterbitkan satu (1) kali dalam satu tahun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman,
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dengan lingkup materi tulisan meliputi tata ruang
bangunan dan kawasan, bahan bangunan, struktur dan konstruksi bangunan, lingkungan permukiman, dan sains
bangunan.
MASALAH BANGUNAN
Volume 48 Nomor 1 Oktober 2013 ISSN : 0025-4436

Daftar Isi Hal


Bangunan Hijau Grha Wiksa Praniti (GRANITI) Pusat Litbang Permukiman ....................................... 1 - 11
The Grha Wiksa Praniti Green Building Research Institute for Human Settlements
Yuri Hermawan

Ragam Pemanfaatan Ruang Publik oleh Masyarakat ............................................................................... 12 - 16


Variety of the Utilization of Public Space by Communities
Titi Utami E. R.

Lingkungan Permukiman Kawasan Pesisir Kota Ternate ........................................................................... 17 - 24


Environment Settlement of Coastal Area in Ternate City
Darul Amin, Ratna Juwita

Kehandalan Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional Batak Toba ............................................... 25 - 37


The Reliability of Structure and Batak Toba Traditional Building Construction
Dian Taviana

Inspeksi Keandalan Bangunan Gedung pada Aspek Kemudahan ............................................................ 38 - 47


Inspection of ReliabilityToward Convenience Aspect of Building
Ade Erma Setyowati

Model Perhitungan Kesesuaian Harga Rumah dan Kelompok Sasaran .................................................... 48 - 55


Conformity Calculation Models of House Prices and Target Group
Budiono Sundaru

Katalog dan Abstrak ................................................................................................................................... 56 - 59

Indeks Subjek .............................................................................................................................................. 60

Indeks Pengarang ........................................................................................................................................ 61

ii
BANGUNAN HIJAU GRHA WIKSA PRANITI (GRANITI)
PUSAT LITBANG PERMUKIMAN
The Grha Wiksa Praniti Green Building Research Institute for Human Settlements

Yuri Hermawan
Loka Teknologi Permukiman Medan
Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum
Jl. Danau Tempe No. 6 Km. 18 Binjai - Medan 20725
E-mail : siyourie@yahoo.com

Abstrak

Ekosistem perkotaan dipengaruhi oleh arsitektur terutama arsitekturalnya yang berhubungan dengan bumi. Arsitektur juga
dapat menjadi solusi dengan melalui perencanaan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip berkelanjutan dan ekologikal,
pengembangan dan pemanfaatan teknologi dan material yang green, serta mewujudkan bangunan dengan performa yang
tinggi.

Kata Kunci : Arsitektur, ekosistem, perubahan iklim, berkelanjutan, bangunan hijau

Abstract

Urban ecosytems are influenced by the architecture especially on its architectural artifacts that relate to the earth. Architecture
can also be the solution through the design of which is based on the principles of sustainable and ecological, development and
utilization of technology and green materials, as well as the realization oh high performance buildings.

Keywords : Architecture, ecosystems, climate change, sustainable, green building

Permasalahan Kerusakan Lingkungan

Perubahan iklim telah dianggap sebagai tantangan


paling serius yang dihadapi penduduk dunia
pada abad ke-21. Dampak pemanasan global
yang nyata adalah meningkatnya suhu bumi
sebesar 0,74° C selama abad 20 dan proyeksi dari
IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change)
menunjukkan suhu permukaan global yang mungkin
akan naik lagi 1,1-6,4° C (2,0-11,5° F) selama dua
puluh abad pertama. Fakta memperlihatkan bahwa
masalah pemanasan global dalam 50 tahun terakhir
ini justru diakibatkan ulah manusia. Berbagai upaya
ditempuh untuk mengurangi dampak pemanasan Sumber: NASA/Goddard Institute for Space Studies (GISS).
global. Di sektor properti, para pakar dan praktisi Gambar 1. Anomali Suhu Global Rata-rata Relatif
sepakat memulai kampanye tentang arti penting terhadap Suhu Rata-rata pada Tahun 1950-1981
penerapan bangunan hijau (green building) di kota-
kota besar. Berdasarkan data yang dikumpulkan Pemanasan global telah menyebabkan terjadinya
NASA, secara global temperatur rata-rata permukaan perubahan iklim yang memicu terjadinya fenomena
bumi meningkat dari tahun ke tahun (Gambar1). alam seperti perubahan cuaca ekstrem dan naiknya
permukaan air laut yang berakibat pada ancaman bagi
kehidupan manusia. Industri bangunan gedung adalah

Bangunan Hijau... (Yuri Hermawan) 1


salah satu penyumbang terbesar bagi pemanasan mengurangi dampak kerusakan lingkungan dari
global dan perusakan lingkungan. Menurut IPCC, material yang digunakan dalam siklus hidup sebuah
bangunan gedung berkontribusi dalam mengemisi bangunan. Hal ini dapat dicapai melalui penempatan
sebesar 8,6 milyar ton CO2 pada tahun 2004 dan bangunan yang lebih baik, desain, pemilihan
akan menjadi dua kalinya pada tahun 2030, yang material, konstruksi, operasional, pemeliharaan,
diperkirakan akan menjadi 15,6 milyar ton CO2 pembongkaran, dan menggunakan material reuse
atau dimanfaatkan kembali.
Menurut Energi Information Administration data
tahun 2006, bangunan komersial dan bangunan Implementasi kaidah bangunan hijau yang hemat
hunian mengkomsumsi energi sebesar 48%, energi, air, lahan, material, terpeliharanya kesehatan
konsumsi energi listrik sebesar 76%, dan konsumsi udara dalam ruangan serta pengelolaan lingkungan
total energi untuk air bersih sebesar 15%. Bangunan secara bijak diyakini akan memberikan kontribusi
juga menggunakan material baku sebesar 50%, nyata pada keberlanjutan kota. Prinsip utama
yang mana sebagian tidak dapat diperbaharui dan bangunan hijau adalah sederhana yakni efisiensi,
menghasilkan 36% dari sampah dunia. proteksi dan inovasi berbasis lingkungan dan
pemeliharaan yang berkelanjutan (environmental
Arsitektur mempunyai tanggung jawab langsung sustainable development/ESD).
terhadap ekosistem khususnya di perkotaan karena
setiap artifak arsitektural, baik besar atau kecil Memahami dari beberapa pengertian di atas maka
selalu berhubungan dengan bumi, tergantung oleh konsep green building/bangunan hijau dapat diartikan
alam untuk sumberdaya, menyebabkan perubahan sebagai bangunan dimana di dalam perencanaan,
iklim dan berdampak pada kehidupan manusia dan pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya
mahluk hidup lain. Karena menjadi bagian dari memperhatikan aspek–aspek dalam melindungi,
penyebab kerusakan lingkungan, arsitektur juga harus menghemat, mengurangi pengunaan sumber daya
dapat menjadi solusi melalui perancangan berdasar alam, menjaga mutu baik bangunan maupun
prinsip-prinsip berkelanjutan dan ekologikal, mutu dari kualitas udara di dalam ruangan, dan
pengembangan dan pemanfaatan teknologi dan memperhatikan kesehatan dan kenyamanan
material yang “green”, serta mewujudkan bangunan penghuninya yang semuanya berdasarkan kaidah
dengan performa yang tinggi. Tanggung jawab utama pembangunan berkelanjutan.
arsitektur bukan memilih solusi mana yang terbaik
tetapi menggabungkan beberapa pilihan solusi yang Bangunan gedung apabila dilihat dari sebuah proses
dapat diterapkan karena tidak ada solusi tunggal. daur hidup dimulai dari perencanaan, perancangan,
Lingkungan binaan termasuk arsitektur adalah konstruksi, operasional dan pemeliharaan dan
rekam jejak pencapaian manusia. Rekam jejak penghancuran. Konstruksi bangunan membutuhkan
tersebut berkaitan erat dengan permasalahan sosial proses yang panjang dengan berbagai tahapan
maupun lingkungan. Pemerintah Indonesia sendiri dimulai dari penambangan material, industrial,
telah mengatur ketentuan yang terkait dengan transportasi material, teknologi, konstruksi
bangunan hijau dalam Undang-Undang Bangunan bangunan, pemeliharaan, penghancuran, dan daur
Gedung No. 28 Tahun 2002, bab 2 pasal 2 berkaitan ulang material (Gambar 2).
dengan azas, tujuan dan lingkup, dinyatakan bahwa
“Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan
asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta
keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya”.

Pengertian green building atau bangunan hijau


adalah sebuah properti yang mempunyai kinerja
tinggi yang mempertimbangkan dan mengurangi Gambar 2. Proses Daur Hidup Bangunan
dampak kerusakan lingkungan dan kesehatan
manusia. Sebuah bangunan hijau dirancang untuk Setiap tahapan dari proses di atas memberikan
menggunakan lebih sedikit energi dan air serta dampak terhadap lingkungan, seperti; meluasnya

2 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


perambahan hutan, mengganggu habitat tumbuhan Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan
dan binatang, menyebabkan polusi udara, Umum ikut berperan memberikan kontribusi lewat
mengeluarkan gas emissi CO2, menghasilkan aplikasi hasil-hasil penelitian melalui pembangunan
sampah, menyebabkan erosi tanah, menyebabkan model bangunan hijau. Pendekatan perancangan
kontaminasi zat kimia dan lain sebagainya. bangunan mempertimbangkan kriteria-kriteria
rancangan arsitektur bioklimatik melalui rekayasa
Dengan demikian, sangatlah penting mewujudkan optimasi desain pasif dan aplikasi aplikasi beberapa
konsep bangunan hijau dalam sektor bangunan teknologi permukiman. Model bangunan hijau
gedung, dengan memulainya dari tahap perancangan Pusat Litbang Permukiman diberi nama Grha Wiksa
yang baik mengingat pada tahapan desain akan Praniti yang disingkat “GRANITI”. Fungsi bangunan
menentukan proses selanjutnya. Untuk memperoleh gedung GRANITI sebagai gedung pertemuan dan
desain yang optimal perlu melihat beberapa pameran yang berlokasi di Jl. Turanggga No 5 – 7
opsional untuk memenuhi kriteria umum bangunan Bandung. Gedung GRANITI dibangun pada tahun
bangunan hijau yaitu, berkelanjutan, ekologis dan 2011 dan dilanjutkan pembangunannya pada
kinerja yang baik. Kriteria tersebut perlu melekat tahun 2012 untuk kelengkapan utilitas, mekanikal
dan diterjemahkan lebih lanjut melalui unsur-unsur elektrikal dan lansekap.
pembentuk green building yaitu terdiri dari tata guna
lahan, energi, material, teknologi, kualitas ruang, GRANITI adalah bangunan gedung yang dijadikan
tata guna air dan manajemen operasional. sebagai model green building/bangunan hijau Pusat
Litbang Permukiman yang berfungsi untuk aplikasi
Negara-negara di dunia seolah berlomba menerbitkan hasil teknologi permukiman dan untuk obyek kajian
berbagai sistem peringkat penilaian untuk bangunan gedung atau lebih tepatnya disebut sebagai
menetapkan apakah suatu bangunan tergolong laboratorium hidup Pusat Litbang Permukiman.
dalam kategori green building. Tindakan tersebut Gedung GRANITI yang dibangun dengan konsep
merupakan bentuk kepedulian terhadap berbagai bioklimatik dirancang mampu beradaptasi dengan
kesepakatan internasional mengenai perlindungan iklim sekitarnya melalui strategi pasif. Diharapkan
lingkungan hidup dan mekanisme pembangunan melalui laboratorium gedung GRANITI dapat
berkelanjutan dari perspektif bangunan gedung. dihasilkan produk-produk teknologi permukiman
berupa NSPM (Norma, Standard, Pedoman, Manual)
Dalam merespon isu permasalahan lingkungan yang atau model yang aplikatif untuk bangunan hijau.
terkait dengan bangunan gedung, Pusat Litbang

Gambar 3. Gedung GRANITI sebagai Laboratorium Hidup

Bangunan Hijau... (Yuri Hermawan) 3


Gambar 4. Gedung Grha Wiksa Praniti “GRANITI“

Konsep Rancangan Gedung GRANITI untuk perkerasan hardspace yang digunakan untuk
jalan, plaza menempati area seluas 28%. Perkerasan
Penataan Lansekap dan Penghijauan (hardspace) yang digunakan adalah paving block dan
Penataan lansekap dimaksudkan untuk memberikan grassblock yang mana masih memungkinkan untuk
dampak yang kecil terhadap kerusakan lingkungan mengembalikan air hujan ke dalam tanah.
dari mulai bangunan itu didirikan maupun pada saat
bangunan itu dioperasikan. Kelestarian lingkungan Penghijauan dengan penananam pohon-pohon dan
yang paling nampak adalah perbandingan atara berbagai tanaman hias di dalam lansekap atau di luar
softspace dengan hardspace. Softspace adalah area bangunan merupakan upaya untuk menurunkan
berupa vegetasi yang bebas dari struktur bangunan temperatur iklim makro. Iklim mikro di dalam site
sedangkan hardspace adalah area yang terdapat struktur sangat berpengaruh terhadap kenyamanan termal di
bangunan sederhana. Koefisien dasar bangunan dalam bangunan. Penataan lansekap selain untuk
pada site gedung GRANITI termasuk rencana penghijauan ditujukan untuk menahan selama
bangunan gedung Pusat Informasi PU mempunyai lamanya air limpasan hujan di dalam site sehingga
besaran KDB adalah 30% sedangkan ketentuan tidak menjadi beban drainase kota. Air hujan yang
maksimal 60%, sehingga site mampu menyediakan jatuh di area hardspace di teruskan ke dalam tanah,
ruang terbuka setengah lebih luas dari persyaratan sedangkan yang jatuh ke atap bangunan ditampung
peraturan di Kota Bandung. Untuk area dasar hijau ke dalam reservoir yang kemudian dimanfaatkan
(softspace) dialokasikan lahan sebesar 20% yang untuk flushing toilet, penyiraman tanaman dan juga
berfungsi untuk menyerap radiasi matahari sehingga dapat digunakan sebagai air baku untuk air bersih
dapat menurunkan suhu lingkungan. Sedangkan atau air minum.

4 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Gambar 5. Site Plan Gedung GRANITI

Pada gedung GRANITI juga diaplikasi green fasade green wall diletakkan pada bidang bukaan di tangga
dan greenwall sebagai upaya menambah luas area dan di lobby serta dinding masif.
hijau secara vertikal. Penanaman green fasade dan

Gambar 6. Green Fasade dan Green Wall

Di dalam lansekap dirancang ruang terbuka/plaza 70% dari seluruh energi listrik yang digunakan,
yang berfungsi sebagai ruang transisi antara jalan sedangkan pencahayaan mengonsumsi 10-25%, dan
utama dengan bangunan. Pada pagar terdapat elevator hanya 2-10%. Pemakaian energi dalam suatu
bukaan yang mundur ke dalam site bangunan yang bangunan perkantoran di daerah tropis sekitar 60%
difungsikan sebagai tempat drop off atau tempat untuk pengkondisian udara.
penurunan penumpang dari transportasi umum. Hal
tersebut adalah salah satu upaya untuk mendorong Melihat hal tersebut model bangunan hijau
masyarakat untuk memanfaatkan tranportasi umum GRANITI mencoba mengurangi konsumsi listrik
sehinggga dapat mengurangi pemakaian kendaraan tanpa mengurangi fungsi bangunan. Gedung
pribadi. Plaza juga digunakan sebagai sarana semi GRANITI tidak menggunakan air conditioner/
publik sehingga masyarakat bisa memanfaatkan area pengkondisian udara melainkan memanfaatkan
ini untuk berinteraksi dan lebih bisa mendekatkan sirkulasi alami angin/wind flow untuk pendinginan
masyarakat dengan bangunan. atau perpindahan kalor dari dalam bangunan ke luar

Bangunan Hijau... (Yuri Hermawan) 5


Sumber : Sindu 2011
Gambar 7. Plaza dan Area Drop Off Efisiensi Energi (Listrik)

Beberapa penilaian peringkat bangunan hijau bangunan melalui proses konveksi. Menciptakan
menyatakan bahwa penggunaan energi menjadi kenyamanan termal dengan memanfaatkan sirkulasi
indikator penting. Pada bangunan gedung energi alami yang dilewatkan melalui lubang ventilasi
yang banyak digunakan adalah energi listrik. jendela. Lubang jalusi untuk ventilasi jendela
Pembangkit listrik di Indonesia masih dominan diletakan pada bagian atas dan bawah. Orientasi
menggunakan energi dari hasil pembakaran fosil lubang inlet dan outlet diposisikan pada arah barat
atau pembakaran minyak bumi. Hasil penelitian dan timur untuk optimasi pergerakan angin.
yang dilakukan oleh ASEAN USAID pada tahun
1987 yang laporannya baru dikeluarkan pada tahun
1992 menyatakan bahwa IKE (Indeks Konsumsi
Energi) untuk perkantoran (komersial) adalah 240
kWh/m2 per tahun, IKE tersebut berubah sesuai
dengan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan
energi, seperti halnya negara Singapura yang
telah menetapkan IKE listrik untuk perkantoran
sebesar 210 kWh/m2 per tahun. Di Indonesia, IKE
maksimum menurut Lomba Gedung Hemat Energi Gambar 8. Pola Sirkulasi Ventilasi Alami
2006 untuk kantor adalah 200 kWh/m2/tahun.
Berdasarkan tata cara perancangan sistem ventilasi dan
Masyarakat Indonesia tergolong konsumen yang pengkondisian udara pada bangunan gedung, untuk
paling boros dalam penggunaan energi listrik, jika mempertahankan kondisi nyaman, kecepatan udara
dibandingkan dengan negara lain. Hasil survei yang yang jatuh diatas kepala tidak boleh lebih besar dari
dilakukan oleh IAFBI (Ikatan Ahli Fisika Bangunan 0,25 m/detik dan sebaiknya antara 0,1-0,15 m/detik.
Indonesia) pada tahun 2000 menyebutkan bahwa Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kecepatan
bangunan gedung perkantoran dan bangunan angin di dalam ruang masih memungkinkan terjadinya
komersial di kota besar adalah yang paling banyak pergantian udara namun masih kurang dari 0,1 m/
dalam penggunaan energi listrik. Sekitar 90% energi detik. Pada saat mengukuran tersebut kondisi bukaan
listrik digunakan adalah untuk mesin pengkondisian jendela adalah tertutup sehingga ventilasi udara hanya
udara/AC dan penerangan. Dari distribusi melewati jalusi ventilasi. Untuk mencapai kenyamanan
penggunaan energi dalam suatu gedung dapat dilihat maka pada saat temperatur tinggi bukaan jendela
bahwa komponen pemakaian energi terbesar adalah masih dapat dioperasionalkan untuk menambah
sistem pendingin. Air conditioner yang mencapai 50- kecepatan pergerakan angin. Melalui strategi pasif

6 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


tersebut maka energi untuk pengkondisian udara
dapat ditiadakan atau dikurangi.

Penggunaan energi selain untuk pengkondisian


udara juga digunakan untuk penerangan. Fungsi
bangunan pada saat operasional diperkirakan antara
pagi jam 08.00 sampai dengan malam jam 21.00.
Penerangan ruang pada siang hari menggunakan
penerangan alami, namun apabila penerangan
alami tidak optimal sesuai dengan standar lux maka
ditambah dengan penerangan buatan, sedangkan
untuk malam hari penerangan buatan digunakan
pada saat bangunan difungsikan untuk pertemuan
atau pameran. Pada saat bangunan tidak digunakan
untuk acara maka penerangan mengggunakan energi Gambar 11. Lampu LED
yang diperoleh dari solar cell atau proses photovoltaic
yang khususnya digunakan untuk menerangi fasade/ Energi Pijakan Kaki untuk Lampu Darurat Tangga
selubung bangunan dan koridor. Dalam upaya pemanfaatan energi yang terbarukan.
di dalam Gedung GRANITI diterapkan lampu
penerangan tangga saat kondisi darurat dengan
mengggunakan energi dari pijakan kaki penghuni
saat naik tangga. Energi dari beban pijakan kaki saat
naik dan turun tangga disimpan di dalam battery
kemudian digunakan untuk penerangan tangga saat
kondisi mati lampu atau darurat.

Efisiensi dan Konservasi Air


Air bersih adalah kebutuhan pokok yang harus
Gambar 9. Optimasi Pencahayaan Alami dapat terpenuhi dalam suatu bangunan. Kebutuhan
air bersih per jiwa dapat dipenuhi dari beberapa
sumber yaitu PDAM (perusaaan air minum) dan air
tanah. Permintaan air bersih diperkotaan semakin
lama semakin besar sedangkan persediaan air bersih
terbatas. Bangunan hijau adalah bangunan yang
bisa mengefisienkan penggunaan air bersih tanpa
mengurangi dari fungsi suatu bangunan. Rata-rata
kebutuhan air bersih per jiwa menurut SNI 03-7065-
2005 adalah 50 liter/jiwa untuk bangunan fungsi
perkantoran. Apabila penggunaan air dapat kita
Gambar 10. Solar Cell (Photovoltaic) efisienkan maka kebutuhan rata-rata per jiwa bisa
dikurangi. Setiap pengurangan konsumsi air bersih
Penerangan buatan dalam bangunan sebagian tanpa mengurangi dari fungsi adalah poin dari
menggunakan jenis lampu LED yang di klaim bangunan hijau.
mengkonsumsi energi listrik lebih sedikit. Penggunaan
lampu LED secara jangka panjang lebih hemat Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, selain
energi sehingga hemat biaya. Menurut beberapa cara pemasangan instalasi yang menjamin tidak
data perbandingan, penghematan penggunaan ada kebocoran. Ada cara yang efektif yaitu
lampu LED dibanding TL sangat signifikan yaitu pengunaan peralatan fixtures sanitary yang hemat air.
sebesar 48% dan umur lampu lebih panjang sehingga Perkembangan teknologi telah banyak menciptakan
menurunkan biaya pemeliharaan. fixtures sanitary yang hemat pemakaian air, terutama

Bangunan Hijau... (Yuri Hermawan) 7


peralatan pada bagian outlet seperti kran, shower, Maka daripada itu Gedung GRANITI menerapkan
urinoir, closet. Selain peralatan yang tidak kalah pengelolaan dan memanfaatkan air hujan dengan
penting adalah perilaku penghuni atau pemakainya baik.
yang memang telah ditanamkan budaya hemat air.
Penggunaan sensor pada peralatan sanitari akan dapat Air hujan dari limpasan atap melalui talang vertikal
mengingatkan pengguna untuk berperilaku hemat. dan saluran drainase bangunan ditampung di

Gambar 12. Water Fixture yang Hemat Air

Disamping sangat dibutuhkan oleh kehidupan reservoir. Air hujan digunakan untuk beberapa fungsi
manusia air juga sangat dihindari apabila dalam di dalam bangunan dan lansekap. Untuk kebutuhan
kondisi berlebihan seperti banjir atau genangan di utilitas bangunan air hujan dimanfaatkan untuk
halaman. Banjir dapat datang dari air hujan yang flushing closet/urinoir dengan memisahkan instalasi
jatuh ke dalam site atau run off dari lingkungan sekitar. dengan instalasi air bersih. Air hujan juga digunakan
Kemampuan bangunan dan site untuk menahan untuk irigasi atau penyiraman tanaman baik taman
selama mungkin air hujan untuk keluar ke drainase yang vertikal (vertikal garden) maupun tanaman yang
kota akan lebih baik karena tidak memberikan terdapat di lansekap dengan menggunakan timer/
beban masalah lingkungan di kawasan tersebut. pengatur waktu sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 13. Pemanfaatan Air Hujan

8 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Semua konsumsi air baik air bersih, air hujan dan
air limbah di dalam bangunan dan di luar bangunan
dapat terukur dengan menggunakan meter air
sehingga dapat diketahui besaran konsumsi air dan
berapa persen air dapat di daur ulang.

Pengolahan Air Limbah


Pengelolaan air limbah di gedung GRANITI
menggunakan pengolahan limbah tangki biofil yang
ramah lingkungan. Limpasan dari tangki biofil di
buang ke kolam sanita. Keberadaan kolam sanita
selain digunakan untuk pengolahan limbah juga
berfungsi sebagai unsur estetika di taman terbuka
antar masa bangunan. Air limpasan dari kolam Gambar 14. Bukaan Ventilasi Jalusi Jendela
sanita dibuang ke sumur resapan yang kemudian
diresapkan ke dalam tanah dalam kondisi air yang Atap adalah komponen struktur bangunan yang
tidak tercemar. berfungsi untuk melindungi bangunan dari iklim
(pengaruh hujan dan panas). Gedung GRANITI
Mengembalikan Limpasan Air Hujan Ke Dalam mempunyai bentuk atap kombinasi pelana dan
Tanah (Zerro Run Off) limasan yang mempunyai kemiringan 400, hampir
Run off/genangan air hujan yang dihalaman menutupi semua bangunan disamping terdapat
diresapkan kembali ke dalam tanah melalui atap plat beton di sekelilingnya. Kemiringan atap
perkerasan paving block dan grass block, sehingga dimaksudkan untuk kemudahan aliran air hujan
limpasannya tidak mengalir ke drainase kota atau yang jatuh di atap dan diperoleh volume ruang yang
keluar dari site bangunan (zerro run off). besar yang mendukung fungsi ruang dibawahnya
sebagai ruang pertemuan. Atap berfungsi melindungi
Pengolahan Fasade Bangunan panas atau insulasi panas yang dipancarkan dari
Memanfaatkan cahaya langit seoptimal mungkin radiasi matahari langsung yang mengenai bidang
untuk pencahayaan alami dengan bukaan bukaan atap. Rambatan panas yang masuk melaui material
jendela kaca dan minimalkan cahaya matahari atap tertahan oleh insulasi plafon. Bentuk plafon
langsung ke dalam bangunan dengan membuat yang bersegmen berfungsi selain sebagai insulasi
shading/pembayangan berupa plat leuvel dan koridor. panas juga sebagai akustik ruang.
Bukaan ventilasi dirancang untuk memperoleh
kenyamanan termal terkait dengan upaya efisiensi
energi dengan tidak menggunakan pengkondisian
udara di dalam bangunan. Lubang ventilasi yang
terdapat di fasade sebelah barat dan timur berupa
dua jalusi yang diletakkan di atas lantai setinggi 40
cm dan diatas dengan ketinggian 240 cm dari lantai.
Dengan terdapatnya dua lubang ventilasi atas dan
bawah jendela menyebabkan aliran udara dapat
menyilang dengan baik.

Gambar 15 . Fungsi Atap dan Plafon

Bangunan Hijau... (Yuri Hermawan) 9


Pemilihan tekstur dan warna pada dinding luar yang ringan material ini tidak membebani struktur
dapat berpegaruh terhadap kondisi termal di dalam sehingga dapat menghemat material komponen
bangunan. Fasade gedung GRANITI memunyai struktural lainnya. Karena komposisinya terdapat
warna cerah yaitu putih dengan aksen warna hijau material semen maka papan partikel semen ini bisa
sehingga tidak menyerap panas. untuk bahan eksterior atau berhubungan langsung
dengan lingkungan luar.
Pemanfaatan Material Ramah Lingkungan Dapat
Terbarukan (Renewable Materials)
Material yang dapat diperbaruhi yang digunakan
untuk gedung GRANITI adalah material organik
yang berasal dari vegetasi yang dapat ditumbuhkan.
Dengan pengolahan melalui industri pabrik dengan
berbahan dasar kayu cepat tumbuh material kayu
LVL digunakan untuk komponen non struktural.
Material berbentuk LVL (laminate vineer lumber) atau
kayu laminasi yang dibuat dari kayu tanaman industri
seperti sengon dan karet. Material ini digunakan
untuk daun pintu. Material playwood atau kayu lapis
juga digunakan untuk lapisan penutup atap, plafon
dan alas penutup atap bitumen. Material ini secara
karakteristik bisa menjadi insulasi panas karena
mempunyai nilai konduktivitas rendah.

Gambar 16 . Daun Pintu Laminate Vineer Lumber

Material Hasil Daur Ulang


Material hasil daur ulang yang digunakan sebagai Gambar 17. Cement Bonded Particle
komponen non struktural yaitu partisi dinding.
Komponen yang digunakan berupa papan partikel Material Ekolabel
semen/Cement Bonded Particle yang merupakan Produk ekolabel adalah produk material bangunan
komposisi antara semen dan kayu chip atau serpihan yang dalam daur hidupnya mulai dari pengadaan
kayu yang sudah tidak terpakai. Papan partikel bahan baku, proses produksi, pendistribusian,
semen secara kekuatan sudah memenuhi persyaratan penggunaan, dan pembuangan setelah penggunaan,
sebagai dinding partisi. Menurut hasil pengujian memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil
Pusat Litbang Permukiman adalah nilai MOE 39.568 dibandingkan produk lain yang sejenis. Kriteria
kgf/cm2 (standar Bison 30.000 kgf/cm2) untuk nilai ekolabel lain adalah juga memperhatikan kemampuan
MOR 77,27 kgf/cm2 (standar 100 kgf/cm2) serta produk tersebut didaur ulang proses pengolahan
mempunyai kuat tekan 4,0 kgf/cm2 (standar 1,5 kgf/ limbahnya. Material ekolabel yang digunakan untuk
cm2). Papan partisi dipasang dengan menggunakan komponen di dalam gedung GRANITI adalah atap
rangka metal stud atau alumunium. Dengan berat dan pelapis untuk dinding interior.

10 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Upaya mengurangi dampak kerusakan lingkungan
melalui sektor bangunan gedung harus terus
menerus perlu dikampanyekan. Salah satu upaya
Pusat Litbang Permukiman yang sudah dilakukan
adalah dengan memperkenalkan model bangunan
hijau yang dapat dijadikan sarana komunikasi ke
masyarakat dengan mudah. Respon dari dunia
usaha melalui produk-produk material yang ekolabel
semakin berkembang seiring dengan permintaan
pasar yang sudah meningkat kesadaran terhadap
kelestarian lingkungan. Green building atau bangunan
Gambar 18. HPL (High Pressure Laminate) hijau bukan sesuatu yang baru lagi dan masyarakat
dapat menerapkan dari hal-hal yan sederhana yaitu
dengan berperilaku hijau.

Gambar 19. Asphalt Shingles (Bitumen)

Bangunan Hijau... (Yuri Hermawan) 11


RAGAM PEMANFAATAN RUANG PUBLIK OLEH MASYARAKAT
Variety of the Utilization of Public Space by Communities

Titi Utami E.R.


Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum
Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung 40393
E-mail: titirachlan@yahoo.com, titirachlan@puskim.co.id

Abstrak

Keberadaan ruang publik sangat diperlukan terlebih di perkotaan. Ruang publik dapat berupa taman, tanah lapang atau
bahkan jalur untuk pejalan kaki dan berbagai tempat yang tidak dimiliki oleh seseorang secara pribadi. Ruang publik
diperuntukkan dan dapat dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat, tanpa membedakan usia, pendidikan, status sosial,
jenis kelamin dan lain sebagainya. Ruang publik dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, sebagai tempat pejalan
kaki, sebagai tempat beristirahat sejenak, sebagai “meeting point” dan kepentingan lainnya, namun demikian ; ruang publik
yang disediakan oleh pemerintah kemudian mengalami perubahan fungsi, menjadi “kepemilikan pribadi atau beberapa
orang” yang berakibat pada, berkurangnya area publik yang dapat digunakan oleh umum dan kalaupun masih tersisa,
tetap menyulitkan bagi penggunanya. Perubahan ruang publik dilatarbelakangi kebutuhan ekonomi, menjadi lahan sebagai
tempat berjualan secara temporer maupun secara permanen. Bahkan untuk ruang publik dikawasan pertokoan, dijadikan
tempat penimbunan barang, tempat parkir kendaraan bermotor bahkan lebih ekstrim menjadi tempat pembuangan sampah.

Kata kunci : Ruang publik, pemerintah, masyarakat, penguasaan sepihak

Abstract

The presence of public space is needed especially in urban areas. Public space can be park, field or even pedestrian and a
variety of places that are not owned by one person. Public space reserved and can be used by all levels of society, regardless of
age, education, social status, gender and so forth. Public space can be used for various purposes, as a pedestrian, as a place
to rest for a moment, as a “meeting point” and other interests, however; public space which made by the government later
changed the function, a “private property or persons“ that result in, reduced public areas that used by the public and if they
remain, still difficult for users. Changes in public space against the backdrop of economic necessity, to sell the land as a place
of temporary or permanent basis. Even for public space region shops, used dump goods, motor vehicle parking space even more
extreme into landfills.

Keywords : Public space, government, community, unilateral domination

PENDAHULUAN wilayah yang dimanfaatkan oleh berbagai kalangan.


Ruang publik memang merupakan wilayah yang dapat
Ruang publik di kota, umumnya menjadi sasaran dan didatangi oleh berbagai kalangan, tidak memilah
dimanfaatkan oleh berbagai kalangan. Ruang publik antara wanita atau pria, orang berpenghasilan tinggi
menurut Paulus Hariyono, .3(2007:133) adalah suatu atau rendah, orang berpakaian rapi atau tidak, semua
tempat yang dapat menunjukkan perletakan sebuah dapat menuju wilayah tersebut.
objek. Tempat ini dapat diakses secara fisik maupun
visual oleh masyarakat umum; dengan demikian, Pada kenyataannya, ruang publik kemudian
ruang publik dapat berupa jalan, trotoar, taman mengalami perubahan fungsi; yaitu menjadi ruang
kota, lapangan dan lain-lain dapat digunakan sebagai yang “dimiliki” oleh beberapa orang atau sekelompok
tempat berjalan kaki, parkir kendaraan, pemasangan orang. Hal ini dapat dilihat dibeberapa lokasi
iklan, sekedar duduk-duduk atau bahkan untuk diseputaran permukiman di wilayah Kelurahan
kegiatan perekonomian. Ruang publik menjadi Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan.

12 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Pemanfaatan Ruang Publik oleh Masyarakat : mengembalikan pada peruntukkannya, yaitu sebagai
hunian dan agar pejalan kaki dapat kembali nyaman
berjalan dipinggir jalan, tetapi ternyata upaya ini
tidak membuahkan hasil karena penolakan yang
disampaikan oleh para pedagang. Mereka menolak
dipindahkan ke pasar “Cihaurgeulis” dengan
alasan, lokasi yang sulit dijangkau oleh pelanggan
dan arena mereka diberi lapak berjualan ditingkat
dua, mereka merasa kesulitan untuk menaikkan
barang jualannya, seperti yang diungkapkan oleh
Deni, seorang pedagang barang bekas. “Pembiaran”
yang seolah-olah dilakukan oleh pemerintah kota,
kemudian menyebabkan semakin meluasnya
kawasan “pasar loak” bahkan saat ini seolah-olah
Sumber : Komunitas Aleut - Forum National Geographic Indonesia. masing-masing wilayah memiliki “ciri masing-
masing”. Untuk memudahkan penguraian, penulis
Penguraian perubahan pemanfaatan ruang publik membaginya menjadi empat lorong yaitu : lorong
disini, dimulai dari penggalan Jalan Cihapit. Jalan pertama, penggalan Jalan Cihapit. Lorong kedua,
Cihapit terpenggal menjadi dua, oleh Jalan Riau/ seputaran taman Cibeunying dan lorong ketiga
LLRE. Martadinata. Penggalan pertama, telah ruang terbuka hijau yang diapit Jalan Cibeunying
dikenal sebagai wilayah pasar dan pertokoan. Utara dan Cibeunying Selatan, lorong keempat
Wilayah pasar ini merupakan “daerah perumahan adalah Jalan Cibeunying Utara.
kecil” yang ditata dan dirancang, dilengkapi dengan
“Buurt Passer” (pasar lingkungan), Pertokoan,
Park (Taman) dan Plein (lapangan) sedangkan
penggalan kedua, merupakan wilayah permukiman.
Adapun tentang Pasar Cihapit sendiri, merupakan
pasar yang telah berdiri sejak tahun 1945, setelah
sebelumnya dikawasan itu merupakan sebuah
tangsi pengungsian pada zaman penjajahan bangsa
Jepang. “Forum National Geographic Indonesia",
menjelaskan bahwa pada bulan Agustus 1943, saat
penjajahan Jepang, di bagian barat dari kawasan ini
didirikan kamp baru yang disebut “Bloemenkamp”,
yaitu kamp konsentrasi bagi orang Eropa yang
ditahan dan dikumpulkan. Merupakan salah satu
lokasi interniran terbesar di Bandung. Dikenal juga
sebagai kamp Bunsho II, Kamp Tjihapit ditujukan
untuk menampung tawanan wanita, orang-orang
tua dan anak-anak Belanda. Sedangkan penggalan Lorong pertama sepanjang penggalan Jalan
Jalan Cihapit lainnya, yang memang diperuntukkan Cihapit pada awalnya dimanfaatkan oleh pedagang
sebagai perumahan meliputi wilayah utara, dibatasi barang bekas, seperti pakaian bekas, suku cadang/
oleh Jalan Cibeunying Selatan. Jalan inilah kelengkapan sepeda, tukang arloji, sepatu dan
kemudian dikenal dengan sebutan “pasar loak sebagainya kemudian meluas hingga trotoar Jalan
Cihapit”. Pada tahun antara tahun 60-an hingga Cibeunying Utara. Lorong ke-2 adalah pedagang
70-an, kawasan ini amat dikenal karena banyaknya audio kendaraan. Keberadaan mereka lebih mapan
jenis barang loak yang dijual, pakaian, kaset-kaset karena sudah memiki kios dan rak-rak khusus yang
lagu dan berbagai kebutuhan rumah tangga dapat saling bersambungan dan sulit untuk dibongkar.
ditemukan disini. Sejalan dengan perkembangan Rak-rak ini digunakan untuk menyimpan barang
waktu, diupayakan penataan kawasan dengan tujuan dagangan mereka.

Ragam Pemanfaatan Ruang... (Titi Utami E.R.) 13


leluasa memilih, mengambil dan mengembalikan
lagi tanpa ragu-ragu, jika memang barangnya tidak
seperti yang diinginkan. Suasana orang lalu lalang,
melakukan tawar menawar ataupun hanya sekedar
melihat-lihat, memberikan kontribusi sendiri pada
perubahan ruang publik ini. Bagi pejalan kaki
yang tidak memiliki kepentingan dengan semua
transaksi ini, akan merasa sangat terganggu karena
kenyamanan berjalan di trotoar menjadi terganggu.
Seseorang yang sedang terburu-buru atau menghargai
Fotografer - Ema Nur Arifah - detikcom waktu, tentu akan berupaya menghindari kawasan ini
bahkan mungkin sama sekali tidak tertarik dengan
Lorong ketiga, disepanjang Jalan Cibeunying keadaan ini. Baginya lebih baik memilih berbelanja
Utara, digunakan oleh pedagang barang bekas di toko, atau pasar yang sudah jelas menjual
berupa peralatan elektronik, alat-alat tulis, barang- komoditas tertentu. Keuntungan yang didapatkan
barang kuningan, peralatan dapur dan sebagainya selain mendapatkan barang yang dibutuhkan juga
bahkan diujung jalan, berdekatan dengan tempat akan menghemat waktu berbelanja, sehingga dengan
pembuangan sampah sementara (TPS) dikuasai oleh sisa waktu yang ada dapat dimanfaatkan untuk
pedagang barang-barang kayu, berupa lemari, kursi, kegiatan yang lainnya.
meja bahkan pintu rumah yang semuanya adalah
barang bekas pakai. Ruang publik yang sedianya dapat digunakan oleh
seluruh lapisan warga kota untuk berjalan dengan
Sedangkan lorong ke-4 yaitu sepanjang Taman nyaman dan aman, karena tidak perlu berjalan kaki
Cibeunying dijadikan tempat penjualan tanaman. dijalan raya, tempat orang dapat bersantai melihat-
Kawasan penjualan tanaman ini bahkan sudah lihat perumahan atau mengamati pohon-pohon
diresmikan sebagai Taman PKK. Walaupun saat yang ada disekitar trotoar, menjadi terganggu.
ini, keberadaan para pedagang tanaman di “taman Penyebab terjadinya hal ini, salah satunya adalah sifat
PKK” dipindahkan menempati lahan sepanjang komunal. Masyarakat Indonesia, sejak kecil terbiasa
sungai di Jalan Cilaki dan sepanjang trotoar di Jalan dengan kehidupan komunal. Tidak selalu dalam arti
Cilaki - Cisangkuy sudah mulai digunakan oleh para tinggal dalam keluarga besar tetapi dengan hidup
pedagang barang bekas yang jumlahnya semakin hari secara bersama dalam kelompok, menunjukkan
semakin bertambah. Pasar loak ini dapat dikatakan bahwa sifat komunal masih sangat tinggi. Gaya
sebagai pasar harian karena memang mereka hidup beraktivitas secara komunal ini kemudian
berjualan setiap hari, mulai pukul 07.00 hingga diterapkan kedalam “ajang transaksi”, sehingga
12.00. Para pembeli juga terlihat beragam, dari warga menimbulkan berbagai masalah, seperti kemacetan
kota yang semula hanya berolahraga di taman lansia lalu lintas karena kendaraan yang diparkir dimana
hingga pembeli yang memang sengaja datang untuk saja. Jika kita berada dikawasan “pasar kaget”
mencari barang-barang yang tidak bisa didapatkan ini, akan terasa nuansa yang lain, yaitu suasana
ditoko. Kesibukan para pedagang dan pembeli, hiruk pikuk, saling menyapa atau menawarkan
memperlihatkan adanya gaya tersendiri karena, dagangannya, tidak nampak suasana terburu-buru.
umumnya pembeli barjalan-jalan hanya melihat- Seperti yang dikemukakan oleh Paulus Hariyono,
lihat, setelah menemukan barang yang dibutuhkan, dalam bukunya (2007:142) bahwa “masyarakat
baru terjadi transaksi. Para penjual akan memasarkan yang bersifat komunal seolah-olah beranggapan
barang-barang dagangan diatas hamparan plastik bahwa ruang publik atau tempat umum itu menjadi
atau alas lain, dan diletakkan seadanya, tersebar agar miliknya sendiri, tanpa memperhatikan hak orang
mudah dilihat oleh calon pembeli. Cara berjualan lain, yang sebenarnya mempunyai hak yang sama;
demikian nyaris sama dengan cara berjualan dipasar- sehingga orang lain yang ingin menggunakan ruang
pasar tradisional yang kemudian dikenal sebagai yang sama harus juga dihargai dan diperhatikan
“pasar kaget” karena penjual meletakkan begitu haknya”. Disisi lain, lingkungan “pasar kaget”
saja barang dagangannya dan pembeli dapat dengan dengan segala karakteristiknya ini berdampingan

14 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


dengan tempat tinggal kalangan masyarakat berbau tidak sedap, terkadang meluap. Kondisi
menengah keatas. Sebagai kalangan menengah ini memperlihatkan masalah yang ada dikalangan
keatas, memiliki gaya hidup yang lain. Umumnya masyarakat luas, terutama masyarakat kalangan
dengan gaya hidup tersendiri. Golongan menengah ekonomi menengah kebawah yaitu dari aspek sosial
keatas akan bergabung atau berkelompok juga ekonomi. Kebutuhan yang meningkat tidak dibarengi
tetapi “tertutup” bagi orang lain, seolah-olah mereka dengan penghasilan yang memadai, disatu sisi ada
memiliki “kelas tersendiri” ; mereka mempunyai warga yang membutuhkan barang, tidak mampu
gaya berkumpul sendiri, rekreasi dan aktivitas membeli barang dengan harga prima memilih untuk
dilakukan hanya oleh dan untuk kalangan mereka mencari dikawasan ‘pasar loak’ itu, tempat dimana
sendiri, memilih resto atau café untuk berkumpul lapisan masyarakat menengah kebawah merasa
dengan teman, berbelanja di kawasan pertokoan terpenuhi kebutuhannya. Adapun masyarakat yang
atau mall dan seolah-olah takut tidak mendapat termasuk kedalam kategori menengah keatas dan
pengakuan dari “kelompoknya” jika tidak dapat kebetulan menghuni dikawasan itu, harus menerima
mengikuti mode. Perbedaan ini memperlihatkan keadaan ini, mereka termasuk lapisan masyarakat
adanya dua hal yang berlainan satu sama lain, yang berpenghasilan tinggi, mungkin juga berlebih,
Nampak gejala bahwa para warga kota yang termasuk tentu tidak berminat dengan “pasar loak” ini,
kedalam kelompok menengah kebawah, cenderung tetapi dari sikap yang diperlihatkan, bahwa mereka
memanfaatkan ruang publik untuk berkumpul. tidak mengusik keberadaan pedagang dipasar
Mereka memanfaatkan bagian lahan publik sebagai kaget ini, menunjukkan adanya sikap toleran yang
tempat untuk beraktivitas, lengkap dengan gaya tinggi. Mereka sudah memaklumi dengan kondisi
hidup mereka yang seolah-olah memikili kawasan ketidaknyamanan yang terjadi, jalan yang ramai,
tersebut sehingga cenderung untuk bertindak kemacetan yang ditimbulkan bahkan sampah yang
seadanya, seolah semua mengalir dengan sendirinya. berserakan, pada akhirnya diperhitungkan sebagai
Cara berjualan apa adanya, ditebarkan dikaki lima, aspek yang harus dilalui karena sebuah transaksi
pengunjung yang seenaknya pula memarkirkan yang sedang berlangsung.
kendaraan, bahkan kadang pembeli juga berdesakkan
hingga kejalan raya, semuanya dianggap sebagai hal Saling pengertian ini, juga membuat pedagang
biasa karena sedang terjadi transaksi. Disatu sisi, jika disekitar kawasan itu, untuk menjaga dan berpandai-
dilihat dari kacamata penghuni kawasan, mereka pandai membawa diri. Sebagai bagian dari sebuah
menganggap keberadaan "pasar kaget" mengganggu kawasan yang apik, mereka melengkapi kelompok
kenyamanan tinggal karena kebisingan, kemacetan dengan berbagai aturan yang hanya berlaku bagi
dan bahkan tidak jarang, sampah-sampah terlihat para pedagang. Terkait hal ini, mereka sepakat
tercecer sepanjang jalan. Selain penggunaan ruang untuk tidak menampung barang hasil kejahatan
publik sebagai “pasar kaget” juga disepenggal jalan sepeti pencurian. Hubungan satu sama lain relatif
antara Jalan Cimanuk dan Diponegoro, terdapat “guyub” yang dimaknai sebagai rasa kekeluargaan,
Taman Cilaki/taman lansia yang secara fungsinya sebagai komunitas pedagang pasar loak, individu-
digunakan sebagai tempat berolahraga, rekreasi, individu pedagang ini merasa satu keluarga dan
namun kondisinya lebih sering digunakan oleh membentuk satu kesatuan yang utuh, mereka terikat
tunawisma untuk tempat tinggal. Karena lokasi dalam bentuk jaringan, dampak dari kesamaan rasa
RTH cukup strategis kemudian dijadikan lokasi dan interaksi yang terjalin diantara mereka. Mereka
usaha (lokasi PKL berada diluar pagar taman kota, dapat menghadapi lingkungan pekerjaan yang tidak
tidak mengurangi luas lahan taman kota namun menentu, kemungkinan barang jualan yang tidak laku
menimbulkan kemacetan saat pengunjung PKL atau mendapatkan kemudahan pinjaman barang pada
yang parkir sembarangan, mengambil lahan jalan saat dibutuhkan. Mereka juga menunjuk seseorang
sebagai tempat parkir). Padahal telah terdapat tanda yang dituakan untuk menjadi pemimpin dan mewakili
yang tidak memperbolehkan PKL berjualan di area para pedagang, pada saat dibutuhkan menghadapi
tersebut namun hal ini tidak diindahkan oleh para sebuah masalah. Solidaritas yang tinggi dikalangan
PKL. Selain itu para pedagang kaki lima sering kali mereka, memungkinkan adanya pedagang baru yang
membuang limbah yang dihasilkannya di saluran berjualan disekitarnya, asalkan tidak menempati
drainase, hal ini membuat saluran drainase menjadi “lapak” yang sudah digunakan oleh penjual lain.

Ragam Pemanfaatan Ruang... (Titi Utami E.R.) 15


Jaringan hubungan yang terbentuk memberikan yang memberikan kebebasan kepada mereka
pemahaman tentang “pedoman berperilaku” antara untuk berjualan, kalaupun disediakan, lahannya
sesama pedagang, antara pedagang dengan pembeli berada dilokasi yang menurut para pedagang tidak
terutama dengan pelanggan. layak, tidak strategis, sehingga dikhawatirkan tidak
mendapatkan pelanggan baru tetapi menjauhkan
dari pelanggan. Warga masyarakat kelas menengah
KESIMPULAN kebawah memang masih perlu mendapatkan
perhatian, diberikan haknya untuk menjadi bagian
Keberadaan pasar loak sampai saat ini masih dari kota dan sesungguhnya, mereka mampu
diperlukan sebagai wadah bagi masyarakat kecil “mengurusi diri mereka sendiri” seandainya diberi
menggerakkan roda perekonomian mereka. Modal wadah yang sesuai.
yang relatif kecil dapat berputar dan menghidupi
masyarakat golongan menengah ke bawah untuk DAFTAR PUSTAKA
bertahan. Ada sisi-sisi lain dari pola hubungan yang
terjalin di pasar-pasar kaki lima yang tidak dimiliki Hariyono, Paulus, 2007. Sosiologi Kota untuk
supermarket dan mall. Interaksi yang intensif antara Arsitek, Bumi Aksara, Jakarta.
penjual dan pembeli melalui tawar-menawar justru Kunto, Haryoto, 1984. Wajah Bandoeng Tempo
mempererat hubungan di antara mereka. Umumnya Doeloe, PT. Granesia, Bandung.
penjual dan pembeli sudah saling mengenal terlebih Laurens, Joyce Marcella, 2004. Arsitektur dan
dahulu, sehingga jalinan interaksi di antara mereka Perilaku Manusia, Grasindo, Jakarta.
bertambah kuat. Kuatnya interaksi antara penjual Pratt F., Henry, et.al., 1977. Dictionary of Sociology
dan pembeli inilah yang jarang ditemukan seperti and Related Sciences, Littefield, Adams & Co.
supermarket atau mall. New Jersey.
h t t p : / / i d . s h vo o n g . c o m / s o c i et y - a n d - n e w s /
Adapun perubahan ruang publik, terjadi karena n e w s - i t e m s / 2 0 0 4 7 31 - m a c a m - m a c a m -
sejauh ini tidak tersedianya tempat-tempat khusus pasar/#ixzz1dvxSOuT8.

16 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


LINGKUNGAN PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR KOTA TERNATE
Environment Settlement of Coastal Area in Ternate City

Darul Amin, Ratna Juwita


Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Makassar
Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum
Jl. Urip Sumoharjo No. 22 Komp. PDAM Panaikang - Makassar
E-mail : amin.darul@yahoo.co.id

Abstrak

Kota Ternate Propinsi Maluku Utara memiliki aset wilayah pesisir dengan area laut 5.547,55 Km2, lebih luas dibandingkan
datarannya yang hanya seluas 250,85 Km2. Pemerintah kota telah mencanangkan konsep waterfront city yang berusaha
mengintegrasikan kawasan laut dan darat dalam perencanaannya. Penelitian bertujuan memberikan rekomendasi model
pola permukiman yang tepat berdasarkan pada kearifan lokal di kawasan pesisir. Metode kualitatif yang diterapkan adalah
observasi, wawancara, telaah dokumen, pengukuran loonhouse, bangunan dan prasarana. Metode analisis yang diterapkan
adalah kualitatif deskriptif. Metode kualitatif menggunakan apa yang disebut teknik triangulasi, yaitu pengecekan informasi
dengan melakukan identifikasi terhadap data-data yang diperoleh apakah bersifat tetap atau menunjukkan perubahan/
variasi pada kondisi dan situasi yang berbeda. Hasil penelitian menunjukan perumahan yang ada di pesisir Ternate lebih
mengarah ke vernacular architecture/arsitektur rakyat daripada ke arsitektur tradisional. Budaya bermukim dan tata cara
pembangunan rumah orang Ternate banyak dipengaruhi oleh budaya Islam. Pola permukiman pesisir cenderung mengarah
ke zona atas air. Mulai terjadi perubahan pola hidup masyarakat dari nelayan menjadi pedagang. Kajian yang diperlukan
untuk mendukung upaya penataan kawasan adalah : penataan kawasan hunian dengan lingkungan (tanpa reklamasi);
pemanfaatan teknologi dan bahan bangunan lokal; penggalian arsitektur lokal sebagai ikon pemerintah daerah.

Kata kunci : Penataan kawasan, berwawasan lingkungan, kearifan lokal tepi air

Abstract

North Maluku city of Ternate have assets with a coastal marine area 5,547.55 Km2, broader than just plain covering an
area of 250.85 Km2. That city government has launched the concept of a waterfront city that seeks to integrate marine
and terrestrial areas of planing. The research aims to provide recommendations appropriate settlement pattern models based
on local wisdom in coastal areas. Qualitative methods applied are observation, interviews, document review, measurement
loonhouse, buildings and infrastructure. Analysis method applied is a qualitative descriptive qualitative method uses what is
called a triangulation technique, which checks the identifying information of the data obtained indicates whether permanent
or changes/variations in different conditions and situations. Research results showed that housing in coastal Ternate leads
to vernacular architecture/folk architecture than to traditional architecture. Living and cultural housing ordinance Ternate
heavily influenced by the islamic culture. Coastal settlement patterns likely to lead to a zone above the water. Began to change
the lifestyle of fisherman to merchants. Studies are needed to support the efforts of regional arrangement are: Structuring
the residential area with the environment (without reclamation); utilization of local building materials and technologies;
excavation as the local architects icon local governments.

Keywords : Spatial planning, environmental, local wisdom the edge of water

Pendahuluan Ternate tidak berada di zona atas air, melainkan di


zona darat. Suku Bajo adalah perintis pembukaan
Kawasan pesisir Kota Ternate sejak dahulu kala telah pemukiman di zona atas air dengan tipikal khas
dijadikan sebagai pemukiman bagi penduduk baik rumah Suku Bajo berupa rumah panggung.
pendatang maupun pribumi. Permukiman di pesisir Keberadaan Suku Bajo kemudian tergantikan

Lingkungan Permukiman... (Darul Amin, Ratna Juwita) 17


dengan suku-suku pendatang lainnya seperti suku metodologi
Bugis-Makassar disamping etnis pribumi sendiri.
Akibatnya, bentuk pemukiman yang ada lebih Metodologi Lokasi Penelitian
merupakan hasil akulturasi dari berbagai budaya. Jenis penelitian yang dilakukan adalah kualitatif-
Pesisir Kota Ternate kaya akan keanekaragaman deskriptif. Pada paradigma kualitatif ini lebih
hayati laut, dengan memiliki ekosistem pesisir seperti mengutamakan kualitas data daripada banyaknya
terumbu karang, ikan yang berlimpah dan mangrove. (kuantitas) data. Metodologi kualitatif sebagai
Hanya saja, kondisi ini sudah mulai mengalami prosedur penelitian yang menghasilkan data
perubahan dengan timbulnya masalah persampahan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
yang melanda kawasan pesisir Ternate. Masalah ini orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
menjadi lebih kompleks lagi dengan adanya proyek (Metodologi Penelitian Kualitatif, Lexy J. Moleong,
reklamasi pantai untuk pembuatan jalan lingkar 2007), di mana dilakukan studi pustaka dengan
telah menempatkan kawasan pesisir Kota Ternate mengambil dokumen-dokumen tertulis mengenai
terekspos. budaya masyarakat Ternate, rumah-rumah
tradisional, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Adanya berbagai masalah diatas membuat kawasan Provinsi dan Kota Ternate dan studi lapangan.
pesisir Kota Ternate kurang tertata. Kondisi a. Jenis Data
pemukiman yang kumuh, sanitasi dan drainase yang Survei dilakukan untuk memperoleh data-data
buruk serta pola permukiman dan peletakan rumah primer dan sekunder
yang tidak teratur mengakibatkan kawasan tersebut - Data primer : data lapangan (hasil observasi
menjadi tidak layak huni ini menjadi permasalahan dan wawancara) berupa keadaan permukiman,
utama yang terjadi Kelurahan Makassar Timur rekaman wawancara, catatan hasil Forum Group
dan Kelurahan Soa - Sio. Selain berdampak pada Discussion (FGD).
kesehatan penduduk, permukiman yang belum - Data sekunder : literatur mengenai Ternate dan
tertata dengan baik akan berakibat pada buruknya permukiman, RTRW Kota Tertnate, Rencana
pencitraan kota dimana kedua kelurahan ini terletak Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota
di pusat Kota Ternate dan merupakan bagian fasade Ternate.
kota. Terbatasnya lahan daratan serta ketergantungan b. Teknik Pengumpulan Data
penduduk akan aktivitas ekonomi yang berhubungan Pengumpulan data melalui studi lapangan terkait
dengan laut menjadikan perlunya perencanaan yang dengan situasi alamiah untuk menafsirkan
tidak mengesampingkan kepentingan dan aspirasi (fenomena) yang ada dengan menggunakan
masyarakat penghuni kawasan tersebut. Perencanaan beberapa metode (wawancara, pengamatan).
penataan pemukiman kawasan pesisir berdasarkan Pengambilan data dilakukan dengan konsep
pemetaan yang partisipatif akan dapat menjadi salah pemetaan partisipasi dengan cara :
satu alternatif dalam menggali kembali nilai-nilai - Studi pustaka data sekunder
kearifan lokal yang memudar agar dapat diterapkan - Observasi/survei lapangan/participatory mapping
kedalam perencanaan dan pengelolaan tata ruang - Perekaman data (foto, gambar)
kawasan pesisir. Dengan pelibatan masyarakat - Wawancara mendalam
dalam pengambilan kebijakan diharapkan dapat - FGD (Forum Group Discussion)
mengakomodir secara optimal berbagai kepentingan
dan aspirasi masyarakatnya yang multikultural. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di lingkungan Kelurahan
Makassar Timur, Kecamatan Ternate Tengah
Kota Ternate, bentuk rumah masyarakat, pola
permukiman dalam kawasan, jenis bahan bangunan,
keadaan infrastruktur (sanitasi, drainase, jalan) di
kawasan tersebut, orientasi bangunan.

18 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


PETA LOKASI SEBARAN PENELUSURAN SAMPEL

ZONA DARAT ZONA LAUT

Lingkungan Permukiman... (Darul Amin, Ratna Juwita) 19


Populasi dan Sampel Survei dilakukan terlebih dulu fokus pada
Populasi dalam penelitian ini adalah warga pelaksanaan observasi dengan item-item observasi
Kelurahan Makassar Timur dengan menggunakan yang telah dituliskan pada panduan observasi.
metode snowball, dimana teknik pengambilan Observasi dilakukan terlebih dulu agar para
sampel dari populasi yang tidak jelas keberadaaan surveyor dapat sekaligus mencari orang-orang
anggotanya dan tidak pasti jumlahnya dengan cara yang akan dijadikan responden dengan ketentuan
menemukan satu sampel, untuk kemudian dari responden yang telah disepakati. Setelah
sampel tersebut dicari (digali) keterangan mengenai pelaksanaan observasi selesai baru kemudian
keberadaan sampel (sampel-sampel) lain, demikian dilakukan wawancara mendalam dengan para
secara berantai. Karena populasi orang-orang yang responden yang telah diperoleh pada observasi.
mengetahui mengenai rumah tradisional tidak jelas,
sehingga ditentukan secara menyebar dari beberapa Jenis Data
titik secara bersamaan orang-orang yang dianggap Survei dilakukan untuk memperoleh data-data
mengetahui informasi mengenai rumah tradisional primer dan sekunder
dan Kampung Makassar. - Data primer : data lapangan (hasil observasi
dan wawancara) berupa keadaan permukiman,
Sedangkan yang menjadi kriteria responden adalah rekaman wawancara, catatan hasil Forum Group
tokoh masyarakat, para ahli pembuat rumah, warga Discussion
yang tinggal di wilayah studi lebih dari 5 tahun dan - Data sekunder : literatur mengenai Ternate dan
pemerintah daerah Kota Ternate. permukiman, RTRW Kota Tertnate, RTBL Kota
- Pelaksanaan Survei (observasi dan wawancara) Ternate
Dalam pelaksanaan survei, peneliti dibagi kedalam
dua kelompok besar, yaitu pesisir zona darat dan
pesisir di atas air. Di setiap kelompok besar, dibagi Hasil dan Pembahasan
kelompok-kelompok kecil lagi. Untuk zona atas air
dibagi menjadi 11 area, sedangkan untuk zona atas Hasil dari penelitian ini merupakan hasil data base
air hanya 4 area, hal ini karena tingkat kepadatan dalam hal pendataan pola pemukiman pesisir Kota
di zona atas air yang lebih tinggi dibanding zona Ternate dan beberapa hasil berikut :
darat.

20 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Karakteristik Permukiman
Gambaran Umum • Batas wilayah • Sejarah Kampung • Kondisi Wilayah
Kawasan Studi (kampung - Utara : Soa – Sio Makassar Terbagi menjadi 2 zona :
Makassar) - Timur : Laut Halmahera - Versi 1 : pemberian 1. Zona darat
- Selatan : Gamalama Sultan Ternate 2. Zona atas air
- Barat : Makassar Barat - Versi 2 : pendatang dari - Daerah pasang – surut
Makassar - Heterogen/multikultur
POLA PERMUKIMAN
Secara umum
(zona darat & laut) ZONA DARAT ZONA ATAS AIR
adalah pola grid

1. Proses pembentukan Secara teknis Spontan & sporadis


(proses pembentukannya cenderung organis)`
2. Mata Pencaharian Pemerintahan Terjadi pergeseran dari nelayan menjadi bidang
jasa & perdagangan
3. Pola Pertumbuhan Teratur & cenderung statis Dinamis, tidak teratur & tidak merata
4. Kondisi fisik bangunan - Umumnya permanen & terbuat dari - Umumnya semi permanen dan terbuat dari kayu
- Permanen : 15 Unit semen - Jarak antar rumah sangat padat
- Semi permanen : 292 - Jarak antar rumah sedang & rumah- - Tidak terdapat RTH
Unit rumah masih memiliki halaman
- Emporer : 23 Unit - RTH kurang

Lingkungan Permukiman... (Darul Amin, Ratna Juwita) 21


SARANA & PRASARANA LINGKUNGAN
JARINGAN AIR
JALAN DAN DRAINASE LISTRIK & KOMUNIKASI
BERSIH
- PDAM & sumur (air ZONA DARAT ZONA ATAS AIR - Sumber penerangan dari
tanah) yg disambungkan PLN
- Jalan aspal selebar 3–4 m - Jembatan kayu dan portal
dengan pompa - Sudah terdapat jaringan
- Pembuangan limbah cair beton
- Air PAM untuk minum komunikasi/saluran telepon
terdapat saluran air/got - Tidak terdapat saluran
& memasak, air sumur - Sistem penyebaran infomasi
- Septik tank per-rumah pembuangan (limbah cair
untuk mandi & cuci melalui pengumuman mesjid
- Tempat sampah masih langsung dibuang di atas
- Sistem perpipaan di & RT melalui megaphone atau
sangat kurang dan air)
zona darat tertanam di penyampaian dari rumah ke
ditempatkan di trotoar - WC “cemplung” & septik
sepanjang jalur jalan, rumah
dan diangkut oleh mobil tank komunal untuk
zona atas air berada
sampah (sering terjadi maksimal : 10 rumah
dibawah portal beton
penumpukan sampah - Sampah langsung dibuang
atau berseliweran dalam
karena kurangnya ke kali mati dan langsung
air disamping ataupun di
ketersediaan tempat di buang ke air di bawah
bawah rumah penduduk
sampah) kolong rumah.

Arsitektur Tradisional Ternate


TIPOLOGI BANGUNAN
ZONA ATAS AIR ZONA DARAT
(Rumah Panggung) (Landed House)
––Bentuk bangunan pada umumnya persegi. Persegi ––Bentuk bangunan umumnya persegi dan memanjang
memanjang umumnya terdapat pada rumah kost- ke belakang.
kostan. Badan bangunan tidak terlalu tinggi. ––Atap berbentuk atap pelana dan atap perisai dari
––Atap (Katu) berbentuk atap pelana dan atap bahan seng, dan katu (rumbia). Kemiringan atap
perisai atau perpaduan keduanya dengan bervariasi dari 15 derajat hingga 45 derajat.
menggunakan seng sebagai penutupnya. Pada ––Selubung bangunan atau dinding (Beno)
umumnya memiliki atap tambahan atau overstek menggunakan material kayu, gaba-gaba, dinding
(Jara Bastal) menaungi ruang tambahan di berplester. Bagunan lama yang ada di kawasan ini
depan, samping, atau belakang. Ruang tambahan menggunakan material gaba-gaba, atau perpaduan
itu berupa teras, selasar, atau dapur. Kemiringan antara gaba-gaba dan kayu.
atap bervariasi dari 15 derajat hingga 40 derajat. ––Lantai (Kaha Manyeku) bangunan dari tanah,
––Selubung bangunan atau dinding (Beno) plesteran semen, dan keramik.
menggunakan berbagai jenis material diantaranya; ––Fasade bangunan bervariasi. Di kawasan ini masih
papan atau kayu, seng, gaba-gaba (pelepah daun ditemukan beberapa bangunan tua. Bangunan lama
sagu), batako (tela) non plester dan plester, dan tersebut selalu dicirikan dengan bentuknya yang
batu karang plester dan non plester. simetris,
––Lantai (kaha manyeku) bangunan menggunakan ––Pintu (Ngara) ditengah dengan diapit dua jendela
kayu dan beton dengan keramik. (Jangela). Sementara fasade bangunan baru. Pintu
––Tiang penyangga bangunan dari kayu dan beton. dan jendela rumah pada bangunan lama berukuran
Tinggi bangunan kurang lebih 2 meter dari dasar. besar dan simetris perletakannya.
––Bentuk pintu (Ngara) dan jendela (Jangela) ––Bangunan lama memiliki teras yang luas, seukuran
berbeda-beda dengan material yang berbeda lebar badan bangunan. Di depan teras terdapat
pula sesuai dengan keinginan dan kemampuan empat tiang. Selain berfungsi sebagai struktur
pemilik. Jenis pintu; satu daun, dua daun. bangunan, tiang tersebut juga menjadi ornamen
––Jenis jendela; tolak keluar, buka samping. bangunan.
––Teras rumah di kawasan ini umumnya kecil ––Ornamen teras berupa railing (Beno Tola) dari
karena keterbatasan lahan. kayu atau besi pada bagian bawah dan atas teras.
Teras pada bangunan baru, tidak seluas teras pada
bangunan lama. Bahkan ada juga yang tidak berteras.

22 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Rekomendasi - Pasca kebakaran dengan kondisi wilayah yang
masih kosong, dimungkinkan untuk dilakukan
Lokasi terpilih untuk rekomendasi penataan kawasan pengerukan/pembersihan lahan pada zona di atas
dengan konsep Community Based Development di air, agar menjadi lebih bersih.
pesisir Kota Ternate yaitu :
- Kecamatan Ternate Tengah, Kelurahan Makassar
Timur. Dalam RDTR Kota Ternate, wilayah ini
termasuk kedalam BWK I, dengan luas 12,5 Ha. Pemanfaatan untuk
tempat bermain
Zona atas air yang bersih
pemanfaatan untuk
- Kelurahan Makassar Timur merupakan wilayah penanaman bakau

yang multikultur dan tingkat kepadatan penduduk


yang cukup besar.
- Wilayah Kelurahan Makassar Timur masuk
kedalam rencana pengembangan waterfront city
Kota Ternate.
- Rekomendasi konsep penataan kawasan di Zona atas air yang
bersih dapat dijadikan
tempat lewat kapal
kawasan pesisir Kota Ternate berdasarkan
kondisi eksisting, yaitu dengan kondisi cuaca di
Ternate yang cenderung panas (temperatur antara - Penertiban trotoar sesuai dengan fungsi utamanya
23,30C-31,50C, kelembaban mencapai 83,58%) untuk pejalan kaki dan bukan untuk berdagang.
perlu adanya penambahan ruang terbuka hijau Kalaupun akan digunakan untuk berdagang,
berupa taman-taman yang dilengkapi dengan porsi untuk pejalan kaki harus lebih besar untuk
sistem sanita. menjamin keamanan dan kenyamanan pejalan
- Wilayah Makassar Timur yang tidak terlalu kaki.
besar dengan pemandangan yang menarik, - Penataan kawasan di zona perbatasan antara zona
memungkinkan untuk mencapai satu tempat ke darat dan zona atas air perlu dilakukan mengingat
tempat lainnya dengan berjalan kaki perlu dibuat zona ini merupakan zona rawan banjir, karena
trotoar yang cukup lebar untuk kenyamanan para posisi jalan yang direklamasi melebihi ketinggian
pejalan kaki yang dilengkapi pula dengan tempat asli permukiman awal.
pembuangan sampah setiap 5 meter terutama - Perbaikan sistem drainase dan sanitasi daerah
untuk zona di atas air. pesisir.
- Banyaknya limbah yang berasal dari pasar dan
limbah-limbah domestik serta tingginya tingkat
Penyediaan tempat sampah dan
pemisahan jenis sampah
sedimentasi yang masuk ke dalam wilayah
pesisir, sehingga perlu dilakukan pengendalian
pencemaran limbah dan pengaturan pengelolaan
- Perbaikan jalan penghubung baik yang Daerah Aliran Sungai (DAS).
menggunakan beton ataupun dengan kayu - Penggunaan bangunan rumah panggung pada
daerah di pesisir agar lebih ramah lingkungan
untuk menghindari reklamasi. Sekiranya
pembangunan reklamasi dianggap perlu, maka
sebaiknya menghindari adanya bangunan tinggi
yang dapat menutup aliran udara bagi kawasan
permukiman yang ada dibelakangnya.
Kondisi jalan penghubung dari
kayu dengan perawatan yang baik

Lingkungan Permukiman... (Darul Amin, Ratna Juwita) 23


Setiap orang dapat membangun rumah sesuai
Kemudahan publik hilang dan aliran dengan keinginannya masing-masing, asalkan sesuai
udara terhalangi oleh bangunan yang
lebih tinggi didepannya dengan persyaratan yang lebih bersifat non teknis
atau filosofinya.
- Budaya bermukim dan tata cara pembangunan
rumah orang Ternate banyak dipengaruhi oleh
budaya Islam.
- Pola permukiman pesisir cenderung mengarah ke
Kemudahan publik dan aliran
udara terjaga zona atas air.
- Mulai terjadi perubahan pola hidup masyarakat
dari nelayan menjadi pedagangan.

- Perlu adanya pendampingan dan pemberdayaan DafTAR PUSTAKA


masyarakat dalam meningkatkan peran serta
masyarakat dalam penataan kawasannya dan De Clercq, F.S.A., 1890. The Residency and Its
mendukung pelaksanaan waterfront city oleh Sultanate (Bijdragen tot de kennis der Residentie
pemerintah daerah. Ternate)
- Alternatif teknologi yang direkomendasikan dalam Kirmanto, Djoko. Departemen Pekerjaan Umum,
mendukung konsep community base development Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi
untuk mendukung terwujudnya WFC. Pantai
- Teknologi yang direkomendasikan yaitu sistem Ridwan, Muh. Buku Ajar Mata Kuliah Perencanaan
pengolahan limbah rumah tangga berupa tangki Wilayah
septik, biofilter, taman sanita dan MCK. Sedangkan Tarigan, Robinson. Perencanaan Pembangunan
untuk sarana lainnya yaitu pembuatan drainase Wilayah, Edisi Revisi
dan penerapan konsep 3R dalam pengelolaan Sistem Ikon Peta Hijau, www.greenmap.or.id
sampah kawasan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26
- Selain menggunakan tempat sampah, dapat juga Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
digunakan cara-cara lokal berupa jaring-jaring Undang-undang Nomor 6 Tahun1996 tentang
untuk menahan sampah agar tidak masuk kekolong Perairan Indonesia
rumah. http://www.swarakita-manado.com/v3/index.php/
berita-utama/6450-perumahan-rakyat.
SWARA KITA, Perumahan Rakyat, Sabtu, 21
Kesimpulan Februari 2009 12:08
http://tatangmanguny’s blog, Arifin M. Tatang,
Perumahan yang ada di pesisir Ternate lebih Sampel, sampling dan populasi penelitian
mengarah ke vernacular architecture/arsitektur rakyat (bagian II teknik sampling), Selasa 1 Desember
daripada ke arsitektur tradisional. Hal ini karena 2009 11.10.
baik pola permukiman dan rumah tidak memiliki
”pakem-pakem” atau aturan yang mengikat dalam
hal ukuran, bentuk dan hal-hal lain yang bersifat
teknis.

24 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


KEHANDALAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI
BANGUNAN TRADISIONAL BATAK TOBA
The Reliability of Structure and Batak Toba Traditional Building Construction

Dian Taviana
Loka Teknologi Permukiman Medan
Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum
Jl. Danau Tempe No. 6 Km. 18 Binjai – Medan 20735
E-mail : diantaviana@ymail.com

Abstrak

Rumah tradisional Batak Toba sebagai bagian dari kebudayaan bangsa yang memiliki nilai dan kekhasan tersendiri. Setiap
bagian rumah dari atap sampai pondasi mengandung nilai-nilai luhur dan dalam pembangunannya menggunakan norma-
norma tertentu. Kekhasan rumah tradisional Batak Toba terletak pada struktur rumah yang hanya menggunakan teknologi
sederhana berupa jenis sambungan kayu tradisional pada sambungannya tanpa menggunakan paku maupun baut baja dan
masih memiliki nilai arsitektur yang tinggi. Namun seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan perubahan tuntutan
kebutuhan terjadi pergeseran terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam arsitektur rumah tradisional tersebut. Tujuan
penelitian untuk melakukan pengkajian kehandalan struktur rumah tradisional etnis Batak Toba, dengan mengidentifikasi
model struktur melalui pengukuran geometrik rumah, pengujian bahan bangunan terpasang untuk mengetahui properti
bahannya dan analisa struktur dengan metode numerik menggunakan perangkat lunak, yang biasa digunakan oleh praktisi,
sehingga diperoleh kehandalan struktur bangunannya. Hasilnya adalah analisa struktur dengan metode numerik mengenai
kehandalan struktur rumah tradisional Batak Toba dan diharapkan dapat menjadi acuan atau sumber data pada penelitian
selanjutnya, khususnya perilaku sistem struktur bangunan tradisional dalam stabilitasnya terhadap beban gempa.

Kata kunci : Batak Toba, rumah tradisional, tahan gempa

Abstract

House of Batak Toba traditional as part from culture nation that has value and special characteristics. Every part of roof
to foundation contain ancestors value and of creating area use certain norm. Special characteristics house of Batak Toba
traditional be located on structure the house that just use simple technology have the shape of extension traditional wood on
continuation without using nail as well as steel and still have value high architecture. However along with a period, technology
and change of demand need happen transfer about contain value on house traditional archictecture. Purpose of research
in order to inspect mainstay of sturcture traditional house Batak Toba ethnic with identify structure modal by geometric
measuring, examiner material for building install for find out material of property and structure analyst with numeric method
make use of software usual by practically, until get mainstay of building stucture. The result is the analyst structure with
numerik method about structure mainstay house of Batak Toba traditional and can be hint or source data. On research
furthermore, special treatment structure system traditional building deep stability about earthquake.

Keywords : Batak Toba, traditional house, earthquake resistant

PENDAHULUAN teknologi yang lebih modern. Hal ini didukung


pula oleh keinginan atau hasrat manusia untuk
Kemajuan teknologi dan informasi yang saat ini memiliki sesuatu yang lebih baik dan bagus
semakin pesat, berdampak pada keserupaan gaya daripada sebelumnya tanpa memikirkan akibat dari
hidup secara global. Kemajuan teknologi ini tidak pada perubahan-perubahan tersebut. Salah satu
hanya melibatkan negara-negara maju tetapi juga perubahan terjadi pada bangunan rumah sebagai
negara-negara yang sedang berkembang. Dimana- tempat tinggal manusia.
mana terjadi pembangunan yang mengikuti

Kehandalan Struktur dan Konstruksi... (Dian Taviana) 25


Suku Batak Toba yang terdapat di Provinsi Sumatera kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan (Penjelasan
Utara merupakan salah satu suku yang memiliki Undang-Undang No. 28 pasal 16).
rumah tradisional yang sangat unik. Setiap rumah
tradisional terbuat dari kayu dan mempunyai Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi
karakteristik tertentu, selain menampilkan bentuk persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk
arsitektur yang menarik juga tatanan ruang dalam mendukung beban muatan, serta kemampuan
maupun luar yang spesifik dengan segala nilai luhur bangunan gedung untuk mendukung beban
yang terkandung didalamnya. Pembangunan rumah muatannya merupakan kemampuan struktur
tradisional ini, dengan kemajuan teknologi tersebut, bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam
telah banyak dilupakan oleh orang-orang suku Batak mendukung beban muatan. Persyaratan kemampuan
Toba itu sendiri. Banyak yang beralih ke bangunan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh
rumah yang menggunakan pasangan batu. Hal ini dalam mendukung beban muatan, merupakan
dianggap lebih sederhana, baik dari segi penampilan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil
dan juga pengerjaannya. Selain itu, bahan baku kayu dan kukuh sampai dengan kondisi pembebanan
untuk konstruksi tersebut semakin lama semakin maksimum dalam mendukung beban muatan hidup
susah untuk diperoleh dan harganya juga relatif dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona
tinggi. tertentu kemampuan untuk mendukung beban
muatan yang timbul akibat perilaku alam. Persyaratan
Permasalahannya adalah bagaimanakah kehandalan kemampuan mendukung beban muatan selain beban
sistem struktur dan konstruksi bangunan rumah berat sendiri, beban manusia dan beban barang
tradisional Batak Toba. Tujuan penelitian ini juga untuk mendukung beban yang timbul akibat
dilakukan untuk mengkaji kehandalan struktur perilaku alam seperti gempa (tektonik/vulkanik)
dan konstruksi bangunan Rumah Tradisional Batak dan angin ribut/badai, menurunnya kekuatan
Toba yang hanya menggunakan pasak dengan material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi,
membuat model simulasi. Objek penelitian adalah kelelahan dan perbedaan panas, serta kemungkinan
rumah tradisional etnis Batak Toba yang dipilih di tanah longsor, banjir dan bahaya kerusakan akibat
kecamatan Kabupaten Samosir, karena di daerah ini serangga perusak dan jamur (Undang-Undang No. 28
masih banyak ditemukan perkampungan tradisional Tahun 2002 & Penjelasan pasal 17&18).
dan rumah tradisional yang masih utuh dan sampai
sekarang masih ditempati. Pedoman Pembebanan Rumah dan Gedung
Pedoman Perencanaan tahun 1989 menyebutkan
METODOLOGI bahwa beban yang diterima oleh bangunan terdiri
dari beban mati, beban hidup, beban angin, beban
Metode yang akan digunakan adalah metode deskriptif gempa dan beban khusus.
dan eksploratif dengan pendekatan antara kondisi a. Beban mati
nyata dengan model simulasi yang akan dibuat. Adalah berat dari semua bagian dari suatu
gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur
Pengumpulan data yang dilakukan wawancara tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-
dengan penduduk atau masyarakat dan melakukan mesin serta peralatan tetap yang merupakan
pengukuran serta mencatat semua dimensi konstruksi bagian tak terpisahkan dari gedung itu.
dari rumah yang dijadikan objek penelitian. Untuk b. Beban hidup
analisis diperlukan data properti bahan kayu yang Adalah semua beban yang terjadi akibat
digunakan dan beban gempa yang ada. penghunian atau penggunaan suatu gedung
dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada
TINJAUAN PUSTAKA lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat
berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang
Yang dimaksud dengan kehandalan bangunan gedung tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
adalah keadaan bangunan gedung yang memenuhi gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari
persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan
dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.

26 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


c. Beban angin Arsitektur Rumah Tradisional Batak Toba
Adalah semua beban yang bekerja pada gedung 1. Pondasi Rumah
atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih Pondasi bangunan tradisional Batak Toba
dalam tekanan udara. merupakan pondasi umpak. Pondasi ini disebut
d. Beban gempa juga dengan pondasi langsung, yaitu pondasi
Adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja yang diletakkan langsung di permukaan tanah
pada gedung atau bagian gedung yang menirukan keras yang tidak dalam letaknya. Pondasi seperti
pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. ini juga sering disebut dengan pondasi dangkal.
Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung 2. Tiang Rumah
ditentukan berdasarkan suatu analisis dinamik, Bangunan tradisional yang berbentuk rumah
maka yang diartikan dengan beban gempa disini panggung berdiri diatas atau ditopang oleh tiang-
adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang tiang yang merupakan struktur utama bangunan.
terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu. Pada bangunan tradisional ini terdapat 28 tiang,
e. Beban khusus tetapi hanya 16 tiang yang berfungsi sebagai
Adalah semua beban yang bekerja pada gedung struktur utama (pemikul beban) sedangkan 12
atau bagian gedung yang terjadi akibat selisih tiang lainnya hanya berfungsi sebagai penopang
suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan balok lantai. Tiang merupakan suatu konstruksi
pondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal memanjang dan berdiri vertikal yang digunakan
dari beban hidup seperti gaya rem yang berasal sebagai pendukung bagian konstruksi lain atau
dari keran, gaya sentrifugal dan gaya dinamis sebagai ornamen dalam suatu bangunan.
yang berasal dari mesin-mesin, serta pengaruh- 3. Dinding Rumah
pengaruh khusus lainnya. Dinding berfungsi sebagai pembatas ruang. Pada
rumah tradisional Batak Toba dijumpai 3 (tiga)
Pengertian Bangunan Tahan Gempa jenis dinding yaitu :
Filosofi bangunan tahan gempa adalah sebagai a. Dinding Depan
berikut : b. Dinding Samping
a. Bila terjadi gempa ringan, bangunan tidak boleh c. Dinding Belakang
mengalami kerusakan baik pada komponen non- 4. Atap Rumah
struktural (dinding retak, genting dan langit-langit Pada bangunan tradisional Batak Toba, balok
jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen atap ini berfungsi sebagai tempat bertumpunya
strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi konstruksi atap bangunan. Konstruksi atap,
amblas dsb). terutama urur diikat dan disandarkan pada balok
b. Bila terjadi gempa sedang, bangunan boleh ini serta diperkuat dan ditahan oleh tali rotan
mengalami kerusakan pada komponen non- dan tali ijuk. Fungsi lain dari atap ini adalah
strukturalnya akan tetapi komponen struktural sebagai pengikat tiang-tiang bangunan terutama
tidak boleh rusak. pada bagian atas tiang dengan memakai sistem
c. Bila terjadi gempa besar, bangunan boleh sambungan pasak dan juga berfungsi sebagai
mengalami kerusakan baik pada komponen non- penyalur beban, khususnya beban atap.
struktural maupun komponen strukturalnya, akan 5. Tangga
tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, Tangga merupakan sarana sirkulasi untuk turun
artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup dan naik dari dan ke bangunan rumah. Pada
waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/ rumah posisi tangga terletak di bawah bangunan.
mengungsi ke tempat aman. Jumlah anak tangga pada umumnya ganjil,
biasanya berjumlah 5 atau 7 anak tangga.
Sambungan dengan Pasak
Yang disebut pasak ialah alat penyambung yang Arsitektur lainya dari rumah adat Batak
dimasukkan ke dalam takikan-takikan di dalam kayu merupakan bentuk nyata dari filosofi kehidupan
dan yang dibebani tekanan dan geseran. Pasak hanya orang Batak, antara lain :
boleh dibuat dari kayu keras, besi atau baja (Peraturan a. Di bagian depan sebelah atas yang merupakan
Konstruksi Kayu Indonesia (PPKI), NI-5, 1961) tempat untuk merajut ada yang menahan

Kehandalan Struktur dan Konstruksi... (Dian Taviana) 27


atap supaya tetap kokoh yaitu songsong boltok. hasil penggambaran ulangnya yang terletak di Desa
Yang bermakna, seandainya ada tindakan Simarmata, Samosir.
dan pelayanan yang kurang berkenan di hati
termasuk dalam hal sajian makanan kepada
tamu harus dipendam dalam hati.
b. Di sebelah kanan dan kiri dan membentang
dari belakang ke depan ada ombis-ombis. Yang
berfungsi sebagai pemersatu kekuatan bagi
urur yang menahan atap yang terbuat dari ijuk
sehingga tetap dalam keadaan utuh. Dalam
pengertian orang Batak ombis-ombis ini dapat
menyimbolkan bahwa dalam kehidupan
manusia tidak ada yang sempurna dan tidak
luput dari keterbatasan kemampuan, karena Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011
itu perlu untuk mendapat nasehat dan saran Gambar 1. Rumah yang Dikaji
dari sesama manusia. (Hutajulu, Johnson R.,
1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tipologi Struktur Bangunan


Struktur bangunan rumah tradisional Batak Toba
sangat sederhana sekali. Terdiri dari beberapa tiang
utama dan tiang-tiang penyangga dan pengaku
lainnya. Tiang utama berdiri tegak dari pondasi
sampai dinding rumah. Di bagian bawah (kolong)
terdapat tiang-tiang pengaku rumah tersebut. Jika
dilihat dengan kasat mata, kolong ini berfungsi
sebagai tempat ternak namun di balik itu ada makna
tersendiri dari tiang-tiang pengaku tersebut yaitu
untuk meredam goyangan yang ditimbulkan jika
seandainya terjadi gempa. Dinding rumah tradisional Gambar 2. Denah Tiang
Batak Toba ini terbuat dari 1 batang kayu yang utuh
yang diukir mirip sebuah perahu dan dipasang pada
dinding sebelah kanan dan kiri rumah.

Gambar Model Sampel Bangunan


Lokasi rumah tradisional Batak Toba yang dikaji
terletak di Huta Lumban Toruan, Desa Simarmata,
Kecamatan Simanindo. Rumah ini merupakan salah
satu rumah yang ditemui masih mempertahankan
bentuk aslinya, namun dengan perubahan letak pada
bagian dalam rumah. Rumah ini membelakangi
tepi Danau Toba dan dipisahkan oleh lahan sawah.
Kondisi rumah ini masih terlihat sangat bagus,
baik dari luar maupun dari dalam. Atapnya sudah
menggunakan seng dan tiang serta kayu pada rumah
masih utuh kecuali beberapa papan pada bagian
belakang rumah yang diganti dengan triplek. Gambar Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011
1 – 7 menunjukkan gambar rumah yang dikaji dan Gambar 3. Denah Ruangan

28 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011
Gambar 4. Tampak Depan Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011
Gambar 7. Potongan Melintang

Bahan Bangunan
Bahan-bahan bangunan yang digunakan untuk
struktur bangunan tradisional Batak Toba adalah
sebagai berikut :
a. Tiang kolom utama rumah tradisional Batak Toba
merupakan tiang pokok dari rumah tersebut.
Tiang ini berfungsi sebagai tiang pondasi sekaligus
juga tiang penahan dinding dan penahan rangka
atap rumah. Tiang ini biasanya dibuat dari pohon
jior. Tiang ini biasanya dibuat dari kayu yang
sangat kuat dan tahan terhadap serangan hama
seperti rayap dan kumbang pohon. Biasanya
pada bagian rumah tradisional Batak Toba tiang
ini jarang mengalami kerusakan karena karena
Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011 merupakan tiang utama. Dimensi untuk tiang ini
Gambar 5. Tampak Samping berkisar antara 20 – 22 cm.
b. Dinding rumah tradisional Batak Toba biasanya
terbuat dari pohon yang berdiameter sangat
besar karena dinding ini merupakan satu bidang
yang utuh dan tidak disambung atau ditempel.
Dinding ini berbentuk seperti perahu yang dilihat
dari samping dan kayu yang digunakan biasanya
adalah kayu ingul.
c. Bagian lantai dari rumah tradisional Batak Toba
merupakan papan-papan yang berukuran besar
yang terbuat dari kayu sampinur atau ingul. Kayu
ini diletakkan diatas tiang-tiang pondasi dengan
sistem sambungan pasaknya.

Struktur Atas Bangunan


Struktur atap rumah tradisional Batak Toba
Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011 merupakan konstruksi yang sangat sederhana yang
Gambar 6. Potongan Memanjang mayoritas terbuat dari ijuk. Ijuk-ijuk ini diikatkan

Kehandalan Struktur dan Konstruksi... (Dian Taviana) 29


pada kayu reng yang terbuat dari kayu simartolu yang Struktur Tengah Bangunan
ringan dan ramping. Struktur tengah bangunan tradisional Batak Toba
merupakan struktur yang dapat dibilang unik karena
Struktur atap ditopang dari bagian tengah rumah hanya terdiri dari 4 bagian dinding di setiap sisinya
tradisional (alo angin) untuk menghindari runtuhnya dan diikat pada tiang-tiang pondasinya. Pada bagian
atap. Hal ini dilakukan dengan ikatan-ikatan pada struktur tengah bangunan inilah terdapat pengikatan
bagian ujung kayu yang saling bertemu (joint). Ikatan- antara pondasi, dinding dan atap. Tiang pondasi
ikatan ini dipintal secara kuat dan rapi dari ijuk atau yang menerus menahan balok penahan (bukkulan),
rotan dan berfungsi sebagai tali disebut tali samsam. yang berfungsi juga sebagai ring balok, kemudian
ring balok ini mengikat antara dinding dan alo angin.
Bagian atap rumah tradisional Batak Toba memiliki Ikatan antara bukkulan dan dinding rumah yang
desain seperti gambar tersebut karena dipercaya jika miring dibuat dari rotan dan disebut dengan tali
terjadi bencana angin topan atap rumah tersebut retret.
tidak akan terangkat dan terbang melainkan akan
semakin menekan atap ke bawah tanpa merusak
rumah tersebut. Namun pada rumah yang ditinjau
atap telah mengalami perubahan bahan yaitu seng.
Hal ini justru disebut masyarakat sebagai kekurangan
karena tidak seperti ijuk, seng akan terbang jika
terjadi bencana angin topan.

Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011


Gambar 10. Ikatan Balok Atap

Tiang seperti gambar berikut berfungsi sebagai


penahan bukkulan yang membentang sepanjang
rumah tersebut bahkan lebih. Tiang ini merupakan
tiang terusan dari tiang pondasi yang berukuran
Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011 panjang berkisar 3 – 3,5 m.
Gambar 8. Bagian Belakang Rumah

Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011 Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011
Gambar 9. Struktur Atap Rumah Gambar 11. Kolom Penyokong Balok Atas

30 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Struktur Bawah Bangunan yang terjadi di dasar tiang penyangga. Dan sistem
Struktur bawah bangunan ini terdiri dari tiang-tiang sambungan yang merupakan sistem sambungan semi
pondasi yang berdiri diatas batu pondasi atau umpak rigit pada arah tertentu. Dan pada rumah tradisional
yang disebut juga batu ojahan. Struktur pondasi Batak Toba terdapat kontrol seismik berupa pengaku
memiliki sistem pasak yang disebut dengan rangsang, horizontal.
yang berfungsi untuk menghubungkan semua tiang-
tiang satu sama lainnya sehingga menjadi kuat Sistem Pondasi
dan kokoh dan dikunci oleh solong-solong sebagai Sistem pondasi yang terdapat pada rumah tradisional
pengganti paku. Batak Toba adalah pondasi umpak. Pondasi umpak
adalah pondasi dimana kayu penyangga (tiang)
diletakkan begitu saja diatas batu lempeng dan batu
juga diletakkan begitu saja di atas tanah. Sehingga
gaya yang bekerja pada pondasi umpak adalah
gaya gesek batu dengan tiang kayu (µ = 0,4), gaya
gesek batu dengan tanah (µ = 0,7). Gaya gesek ini
dipengaruhi oleh koefisien gesek antar dua material
berbeda dan gaya vertikal tegak lurus terhadap arah
gaya gesek bekerja (berat bangunan).

Pemodelan umpak dilakukan dengan menggunakan


link element berupa Multilinier Elastic Kinematik.
Model friksi Coulomb dan hubungan antara gaya
gesek dan perpindahannya (U).

Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011 Untuk pemodelan gesekan antara batu dengan tanah
Gambar 12. Kolom yang Diletakkan Diatas Batu tidak dilakukan karena nilai koefisien gesekan 0,7.
Karena koefisien gesekan antara 0,5 sampai dengan
0,7 relatif tidak berpengaruh pada respon struktur.

Perbandingan Tapak
Secara umum rumah tradisional Batak Toba
memiliki perbandingan tapak yang simetris antara
arah melintang dan memanjang. Berikut adalah
data dari rumah hasil observasi perbandingan tapak
antara arah memanjang dan arah melintang.

Tabel 1. Perbandingan Tapak


Arah Batak Toba
Sumber : Desa Simarmata, Samosir, Juli 2011 Memanjang 3
Gambar 13. Sistem Pasak pada Balok Melintang Melintang 1
dan Memanjang Sumber : Survey Lapangan, Juli 2011

Modelisasi Kontrol Seismik Sistem Sambungan


Tulisan ini difokuskan pada modelisasi sistem Sambungan dimodelkan sebagai reduksi dari
kontrol seismik. Sistem kontrol seismik di modelkan kapasitas penampang sesuai gaya yang tereduksi
pada sistem berat bangunan, sistem sambungan, akibat hilangnya inersia penampang. Nilai yang
sistem pondasi dan sistem struktur pengaku. Karena tereduksi adalah momen22 ( arah Y), momen33
faktor utama yang dapat mengontrol respon seismik (arah X), geser22 (arah Y), geser33 (arah X) dan torsi
bangunan secara signifikan adalah gaya gesekan

Kehandalan Struktur dan Konstruksi... (Dian Taviana) 31


Sistem Struktur Pengaku kapasitas penampang sesuai gaya yang tereduksi
Pengaku horizontal terdapat pada rumah Batak Toba, akibat hilangnya inersia penampang. Nilai tereduksi
berupa balok-balok besar dengan pasak yang besar. adalah momen22 (arah Y), momen33 (arah X),
Pengaku jenis ini dimodelkan sebagai balok dengan geser22 (arah Y), geser33 (arah X) dan torsi.
nilai yang telah direduksi kapasitas penampang
sesuai gaya yang tereduksi akibat hilangnya inersia Komponen orthotropic kayu, dengan nilai properties
penampang. sebagai berikut :
Berat Jenis : 400 kg/m3
Propertis Material Modulus Elastisitas : 8,11132 GPa
Material yang digunakan pada rumah tradisional = 8,11132 x 103 MPa
Batak Toba ini dapat dilihat pada tabel berikut : = 81113,2 kg/cm2
Tegangan Lentur Sejajar Serat (σlt//) : 81113,2 kg/cm2
Tabel 2. Penggunaan Material pada Rumah Tegangan Tekan dan Tarik (σtk//; σtr//) : 39,9771 MPa
Tradisional = 399,771 kg/cm2
Penutup Tegangan Geser Sejajar Serat (τtk⊥) : 8,33747 MPa =
Rumah Kolom Balok Lantai Dinding
Atap 83,375 kg/cm2
Rumah Batak Papan/ Papan/
Kayu Kayu Seng
Toba Kayu Kayu
Pemodelan Lantai, Dinding dan Atap
Sumber : Survey Lapangan, Juli 2011 Pemodelan lantai, dinding dan atap dimodelkan
sebagai beban. Untuk lantai dengan dinding
Material utama dari rumah tradisional Batak Toba merupakan komponen orthotropic kayu kelas empat.
adalah kayu, rata-rata merupakan kayu yang bagus
dan kuat sehingga dapat diasumsikan kelas kayu I Pembebanan
tetapi karena usianya sudah cukup lama maka untuk Kombinasi pembebanan berdasarkan SNI- Tata Cara
keperluan analisis dimodelkan sebagai kayu dengan Perencanaan Konstruksi Kayu, pasal 6.2.2 dengan
kelas kuat IV. Dalam perbandingan nilai propertis kombinasi yang diambil adalah beban hidup, beban
material digunakan peraturan kayu PKKI 1961. mati, beban gempa :
1. 1,2 DL+0,5LL+1E
Modelisasi Struktur Rumah Batak Toba 2. 0,9DL+1,0E
Geometri dari rumah Batak Toba dimodelkan
dengan analisa ruang tiga dimensi berupa sistem Tabel 3. Beban Sendiri
elemen portal untuk balok, tiang dimodelkan
Beban Sendiri
sebagai batang pendel dan untuk balok yang saling
bertumpuk dimodelkan sebagai kolom dengan Lantai (kg) Dinding (kg/cm) Atap (kg)
reduksi sebab di dalam balok terdapat pasak besar. Batak 30,42 (kg/cm)/
0,81 12
Toba 50,68 (kg)
Pondasi rumah Batak Toba adalah berupa sistem
umpak. Pondasi umpak adalah pondasi dimana Tabel 4. Beban Hidup
kayu (tiang) penyangga diletakkan begitu saja diatas Luasan
batu lempeng dan batu juga diletakkan begitu saja
di atas tanah. Sehingga gaya yang bekerja pada Lantai Atap (cm²)
pondasi umpak adalah gaya gesek batu dengan Batak Toba 115 3000
tiang kayu (µ = 0,4), gaya gesek batu dengan tanah Beban Hidup = 0,025 Kg/cm²
(µ = 0,7). Gaya gesek ini dipengaruhi oleh koefisien
Lantai
gesek antar dua material berbeda dan gaya vertikal
tegak lurus terhadap arah gaya gesek bekerja (berat Beban Mati = 2,875
bangunan). Untuk keperluan analisis pondasi umpak
dimodelkan sebagai perletakan sendi. Beban gempa digunakan analisis time history dengan
percepatan tanah akibat gempa El Centro North-
Sambungan dimodelkan sebagai reduksi dari South Component, 18 Mei 1940, yang merupakan

32 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


catatan yang bisa dibilang universal digunakan Tabel 5. Tahanan Terkoreksi untuk Mutu E13
di dunia. Dalam penelitian ini percepatan tanah Kuat Kuat
Modulus Kuat
puncak diskalakan pada 0,2g (µ = 0,2g) dengan durasi Elastisitas
Kuat Tarik Tekan Kuat
Tekan
Kode Lentur Sejajar Sejajar Geser
30 detik. Percepatan tanah ini dikerjakan dalam arah Mutu
S Lentur
Fb Serat Serat Fv
Lurus
Ew Serat
melintang dan memanjang rumah tradisional. (kg/cm²)
(kg/cm²) Ft Fc (kg/cm²)
(kg/cm²)
(kg/cm²) (kg/cm²)
E13 120000 270 250 280 48 110
Tegangan Izin Menurut SNI Tata Cara Perencanaan
Konstruksi Kayu Indonesia
Komponen Struktur Tekan
Berikut merupakan perhitungan tegangan izin
Komponen struktur tekan harus direncanakan
menurut SNI Tata Cara Perencanaan Konstruksi
sedemikian sehingga :
Kayu Indonesia. Kasus batang pendel digunakan
analisa komponen struktur tekan (pasal 9.1.2).
kasus balok, kolom dan komponen struktur rangka
Dimana :
digunakan analisa komponen struktur pada lentur
Pu = Gaya tekan terfaktor
dua arah serta dalam kombinasi lentur dan tekan
λ = Faktor waktu,
aksial (pasal 11.3.1).
= 1, (Pasal 6.3.5) untuk kombinasi
Kadar air, m % (m < 30)
pembebanan :
Ditentukan m % = 10%
1,2 DL + 0,5 LL +1E
Hitung berat jenis pada m % (Gm)
1DL + 0,3LL
Ρ = 1000 kg/m²
Øc = 0,90 faktor tekan sejajar serat (pasal 6.3.5)

P’ = Tahanan tekan terkoreksi
= Fc x
= 280 x 0,67 x 1 x 1,11 x 1,05
= 218,647 kg/cm²
Hitung berat jenis dasar (Gb)
Komponen Struktur pada Lentur Dua Arah serta
Dalam Kombinasi Lentur dan Tekan Aksial
Pada komponen struktur prismatis yang dibebani
lentur dua arah atau yang dibebani gaya tekan aksial
dan lentur satu atau kedua sumbu utamanya, harus
memenuhi ketentuan berikut :

Hitung berat jenis kadar air 15 % (G15)


Dimana :
Pu = Gaya tekan terfaktor
λ = Faktor waktu,
= 1, (Pasal 6.3.5) untuk kombinasi
Hitung kuat acuan berdasarkan atas berat jenis pada
pembebanan :
kadar air 15 % untuk kayu berserat lurus tanpa cacat
1,2 DL + 0,5 LL +1E
kayu
1DL +0,3LL
P’ = Tahanan tekan terkoreksi
= Fc x CM x Ct x Cu x Cst
= 280 x 0,67 x 1 x 1,11 x 1,05
Hitung nilai kuat acuan dengan rasio tahanan mutu
= 218,647 kg/cm²
kayu kelas A
Øc = 0,90 faktor tekan sejajar serat
(pasal 6.3.5)
Øb = 1,0

Kehandalan Struktur dan Konstruksi... (Dian Taviana) 33


M’x, M’y = Tahanan lentur terkoreksi, terhadap dapat menahan gaya yang bekerja pada arah sumbu X
sumbu kuat dan sumbu lemah, dan sumbu Y, maka pada program pondasi dianggap
= Fb x CM x Ct x Cu x Cst merupakan perletakkan sendi.
= 270 x 0,67 x 1 x 1,11 x 1,05
= 210,839 kg/cm²
Mmx, Mmy = Momen terfaktor, termasuk pengaruh
orde ke dua, masing-masing terhadap
sumbu kuat dan sumbu lemah.

Tambahan lendutan dan momen akibat efek P-Delta


pada analisa orde ke-2 pada umumnya kecil untuk
tipe bangunan umum, kira-kira 5% dari hasil analisa
orde pertama. Akan tetapi, jika strukturnya fleksibel
(kolomnya langsing) dan beban aksial yang dipikul
besar (bangunan bertingkat banyak) efek P-Delta
tidak dapat diabaikan dalam desain.

Elemen frame pada SAP 2000 telah memasukkan Gambar 14. Tampilan 3-D SAP
formulasi untuk analisa P-Delta. Jika diaktifkan,
program akan memperhitungkan pengaruh beban
aksial yang besar terhadap perilaku momen lentur
transversal. Gaya aksial tekan akan mengurangi
kekakuan lentur, sedangkan gaya aksial tarik
memperkaku. Meskipun termasuk analisa non-linier
geometri, tetapi analisa P-Delta dengan program SAP
2000 belum memperhitungkan efek lendutan yang
besar. Jadi, asumsi bahwa geometri struktur sesudah
dan sebelum dibebani dianggap masih sama (tidak
ada perubahan geometri). Jadi faktor pembesaran
momen tidak diperhitungkan.

Pembahasan Analisa Struktur


Analisa struktur pada model rumah tradisional Sumber : Simulasi SAP, Nov. 2011
dilakukan dengan analisa 3 dimensi pada Program Gambar 15. Kombinasi Beban (Gempa)
SAP (Structure Analysis Programme) dimana model
tersebut dibuat sebagai portal rangka ruang (lihat Kombinasi beban dapat dilihat pada gambar 2
gambar 1). Model struktur dianalisa dengan yang menunjukkan bahwa kombinasi terdiri dari 5
pembebanan gempa El Centro yang diperoleh dari kombinasi beban hidup dan beban mati ditambah
data, yang dikeluarkan oleh USGS dan sudah dipakai beban gempa El Centro. Kombinasi beban tersebut
secara umum di dunia. Dalam proses pemodelan dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :
struktur, pendefinisian perilaku struktur dan perilaku
pembebanan yang terjadi sangat perlu. Hal tersebut Tabel 6. Kombinasi Beban pada Program SAP
dimaksudkan untuk memperoleh hasil simulasi No. Nama Kombinasi
yang mendekati perilaku riil struktur tersebut.
Namun pada perletakkan pondasi umpak yang ada 1. Combo 1 1,2DL + 1,6LLA
di lapangan tidak bisa 100% diaplikasikan ke dalam 2. Combo 2 1,2DL + 1,6LLB
program karena program hanya mengetahui 3 jenis 3. Combo 3 0,9DL
perletakkan yaitu jepit, sendi dan rol dan pondasi
umpak bukan merupakan salah satu dari ketiga jenis 4. Combo 4 1,2DL + 0,5LLA + 1,0E
perletakkan tersebut. Pada dasarnya, pondasi umpak 5. Combo 5 1,2DL + 0,5LLB + 1,0E

34 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Berdasarkan hasil analisa struktur tersebut diperoleh
gaya momen maksimum terjadi pada elemen
kuda-kuda yang mencapai 111285,62 kg/cm2 yang
diakibatkan oleh kombinasi beban hidup, beban
mati dan beban gempa. Gaya lentur maksimum
terjadi pada elemen yang sama mencapai 1582,73
kg/cm2. Gaya geser maksimum terjadi pada elemen
yang sama dengan gaya geser mencapai 18,27 kg/cm2.
Untuk gaya aksial maksimum terjadi pada elemen
kolom yang mencapai 3.340 kg yang diakibatkan
oleh beban hidup dan beban mati. Gambar 16. Extrude Diagram

Tabel 7. Tegangan pada Elemen Struktur Rumah Batak Toba Akibat Gempa (Lentur)

Tabel 8. Tegangan pada Elemen Struktur Rumah Batak Toba Akibat Gempa (Geser)

Kombinasi diatas menunjukkan bahwa struktur atas


bangunan rumah tradisional Batak Toba memperoleh
dampak yang dominan dibanding dengan struktur
bawah maupun struktur tengah bangunan. Hal ini
dapat dilihat dari gambar 21 –25 dibawah ini. Mulai
dari gaya aksial, gaya momen 22, gaya momen 33, gaya
geser 22 dan gaya geser 33. Semua hasil perhitungan
gaya-gaya dalam struktur rumah tradisional tersebut
menunjukkan bahwa struktur atas bangunan
sangat riskan untuk mengalami kerusakan terhadap
pembebanan yang terjadi pada rumah tersebut.
Sumber : Simulasi SAP, Nov. 2011
Gambar 17. Axial Force

Kehandalan Struktur dan Konstruksi... (Dian Taviana) 35


Gambar 18. Moment-22
Sumber : Simulasi SAP, Nov. 2011
Gambar 21. Shear-33)

KESIMPULAN

Dari analisa gempa Statik Ekivalen dengan percepatan


tanah puncak diskalakan pada 0,2 g (µ=0,2 g) pada
zona gempa 4 berdasarkan SNI Gempa 2002 [5]
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Desain dan konstruksi rumah tradisional Batak
Toba telah menggunakan sistem kontrol seismik
yang berlapis. Sistem kontrol seismik ini sangat
efektif untuk melindungi bangunan terhadap
kerusakan dan keruntuhan akibat gempa besar.
Sumber : Simulasi SAP, Nov. 2011
2. Kontrol seismik terdapat pada sistem berat
sendiri, sistem sambungan, sistem pondasi umpak
Gambar 19. Moment-33
dan sistem struktur pengaku. Faktor utama yang
dapat mengontrol respon seismik bangunan
secara signifikan adalah gaya gesekan yang terjadi
di dasar tiang penyangga. Sistem sambungan yang
merupakan sistem sambungan semi rigit pada
arah tertentu, pengaku diagonal dan horizontal.
3. Hasil analisa menunjukkan bahwa kondisi linier
tidak menguntungkan karena akan semakin
memperbesar deformasi.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal


Cipta Karya, 1961. Peraturan Konstruksi Kayu
Indonesia, NI-5.
Hutajulu, Johnson R., 1996. Arsitektur Vernakuler
Gambar 20. Shear-22
Batak Toba Telaah Struktur dan Ornamen - Laporan
Seminar Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil &
Perencanaan Institut Teknologi Medan, Medan.

36 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Kementerian Pekerjaan Umum, 2010. Peta Hazard SNI 03-1726-2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Indonesia 2010. Gempa untuk Bangunan Gedung.
Mursid, Haris, 2009. Arsitektur Batak Toba, Asal Usul SNI NI-5, 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi
Batak Toba, Sesi 1. Ada di http://insinyurdullah. Kayu Indonesia.
blogspot.com/2009/11/arsitektur-batak-toba. SNI 03-1727-1989. Pembebanan untuk Rumah dan
html (diakses 24 Maret 2011). Gedung, Pedoman Perencanaan.
Mursid, Haris, 2009. Arsitektur Batak Toba, Asal Usul Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 & Penjelasan,
Batak Toba, Sesi 2. Ada di http://insinyurdullah. pasal 17 & 18.
blogspot.com/2009/11/arsitektur-batak-toba- http://pu.go.id diakses pada tgl. 24 Maret 2011.
sesion-2.html (diakses 24 Maret 2011).
Penjelasan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002,
pasal 16.

Kehandalan Struktur dan Konstruksi... (Dian Taviana) 37


INSPEKSI KEANDALAN BANGUNAN GEDUNG PADA ASPEK KEMUDAHAN
Inspection of Reliability Toward Convinience Aspect of Building

Ade Erma Setyowati


Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum
Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung 40393
E-mail : dermasty@yahoo.com ; ade.e@puskim.pu.go.id

Abstrak

Setiap bangunan setelah selesai dibangun, sebelum dimanfaatkan, harus memenuhi persyaratan kelaikan fungsi bangunan
yang dinyatakan dengan sertifikat laik fungsi (SLF) bangunan, dimana sertifikat tersebut sebagai bukti bahwa bangunan
tersebut terjamin keandalannya. Keandalan bangunan, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung meliputi empat aspek, yaitu: keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Diantara keempat aspek tersebut, kemudahan merupakan aspek yang dipertimbangkan paling akhir, namun begitu, aspek
ini tidak dapat diabaikan mengingat semua orang memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan dan melakukan kegiatan
didalam bangunan, tidak terkecuali bagi penyandang cacat, orang tua, wanita hamil, orang yang sedang sakit maupun
mereka yang dalam kondisi lemah. Tulisan ini diawali dengan kajian aturan terkait keandalan bangunan, dengan merujuk
pada Undang-undang, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan standar. Langkah kedua adalah mengeliminir bagian
dari aspek kemudahan yang beririsan dengan aspek lain dan yang beririsan dengan lingkup yang ada dalam Izin Mendirikan
Bangunan (IMB). Langkah ketiga adalah melakukan kajian rinci aspek kemudahan, melalui identifikasi elemen yang
akan diamati atau diukur, acuan yang dirujuk serta usulan pembobotan. Langkah terakhir adalah penjelasan metoda
pelaksanaan inspeksi, yang terdiri dari penyiapan dokumen pendukung, alat yang diperlukan, pemberian notasi, penentuan
sampel dan pelaksanannya inspeksi.

Kata Kunci : Keandalan bangunan, sertifikasi laik fungsi, aspek kemudahan, inspeksi

Abstract

Building after construction, before used, must meet the eligibility requirement set forth by the certificate of worthy function
of the building (SLF), where the certificate as proof that the building is assured reliability. Reliability buildings, as stated in
Law No. 28 of 2002 on building includes four aspects : safety, health, comfort and convenience. Among the fourth aspect, the
convenience is the lowest priority to be considered, but so, this aspect can not be ignored since all people have equal rights in
the use of and do their activity within the building, not the exception for the disabled, the elderly, pregnant women, people who
are sick and those who are in a weakened condition. This paper begins with the study of the rules relating to the reliability of
the building, with reference to the act, the minister policy, the ministerial decree and standards. The second step is to eliminate
part of the convenience aspect which overlaps with other aspects and with the existing scope of the building permit (IMB).
The third step is to conduct a detailed study of aspects of convenience, through the identification of the elements that will
be observed or measured, the references to be cited and proposed weighting. The final step is the description of the method of
implementation of inspection, which consists of the preparation of supporting documents, necessary tools, giving notation,
sampling and implementation of inspection

Keywords : Reliability of building, worthy function of building certificate, convenience aspect, inspection

PENDAHULUAN Gedung, adalah sertifikat yang diterbitkan oleh


pemerintah daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi
Latar Belakang suatu bangunan gedung baik secara administratif
Sertifikasi laik fungsi (SLF), menurut Peraturan maupun teknis sebelum pemanfaatannya. Tujuan
Menteri Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007 dari penerbitan SLF adalah untuk menjamin
tentang Pedoman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan bangunan gedung yang selalu andal dan memenuhi

38 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan Maksud dan Tujuan
fungsinya. Tujuan dari tulisan ini adalah menyusun metoda
inspeksi keandalan bangunan gedung untuk
Sementera keandalan teknis bangunan dalam Undang- aspek kemudahan. Sementara maksudnya adalah
undang Bangunan Gedung (UUBG), meliputi empat mendukung pelaksanaan sertifikasi laik fungsi untuk
aspek, yaitu : keselamatan, kesehatan, kenyamanan menjamin keandalan bangunan gedung.
dan kemudahan. Dalam tulisan ini, menekankan
bahasan mengenai aspek kemudahan, dimana aspek ASPEK KEMUDAHAN
kemudahan adalah aspek yang dipertimbangkan
paling akhir dan dianggap paling rendah tingkat Aspek kemudahan mengacu pada Undang-undang
kepentingannya dibanding dengan aspek-aspek No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
yang lain. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil terdiri dari kemudahan hubungan ke, dari, dan di
penelitian pada tahun 2011 yang dilakukan Pusat dalam bangunan gedung dan kelengkapan prasarana
Litbang Permukiman, dengan metoda Analytical dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.
Hierarchy Process (AHP), dimana aspek kemudahan
menempati prioritas terakhir. Terpenuhinya aspek Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam
kemudahan dalam bangunan seolah-olah hanya bangunan gedung meliputi tersedianya fasilitas
akan dirasakan manfaatnya oleh penyandang cacat dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman
dan orang tua, padahal pada kenyataannya tidak termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
menutup kemungkinan mereka yang semula normal/
dapat bergerak bebas bisa sewaktu-waktu mengalami Pada penjelasan undang-undang yang dimaksud
sakit, kecelakaan, kehamilan atau kondisi–kondisi dengan mudah, antara lain kejelasan dalam mencapai
lain yang mengganggu kemudahan mereka dalam ke lokasi, diberi keterangan dan menghindari risiko
beraktivitas baik permanen maupun temporer. terjebak; nyaman, antara lain melalui ukuran dan
syarat yang memadai; aman, antara lain terpisah
Aspek kemudahan hakikatnya didasari oleh rasa dengan jalan ke luar untuk kebakaran, kemiringan
keadilan, bahwa setiap orang memiliki hak yang permukaan lantai, serta tangga dan bordes yang
sama untuk melakukan aktivitas sesuai dengan mempunyai pegangan atau pengaman.
kebutuhannya, tanpa kecuali.
Sementara terkait kelengkapan prasarana dan sarana
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka dalam pemanfaatan bangunan gedung : meliputi
penulis menyumbangkan usulan dan buah pikiran penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah,
yang berguna dalam pelaksanaan inspeksi keandalan ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir,
bangunan gedung dalam rangka penerbitan sertifikat tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan
laik fungsi. informasi.

Rumusan Masalah Beberapa hal dalam aspek kemudahan beririsan


Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan dengan aspek lain, yaitu dengan aspek keselamatan
yang dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana pada kemudahan akses evakuasi; dan dengan aspek
melakukan inspeksi keandalan bangunan untuk kesehatan pada perencanaan toilet. Selain itu, terkait
aspek kemudahan dalam rangka penerbitan sertifikat perencanaan aspek kemudahan juga beririsan dengan
laik fungsi. persyaratan dalam persyaratan izin mendirikan
bangunan (IMB).
Batas Masalah
Pembahasan dalam tulisan ini dibatasi hanya Rujukan atau acuan dalam pengukuran dan
pada inspeksi keandalan bangunan untuk aspek pengamatan pada aspek kemudahan adalah berupa
kemudahan. Standar Nasional Indonesia (SNI), Peraturan
Menteri, Keputusan Menteri atau jika belum tersedia
aturan yang terkait maka menggunakan hasil kajian
atau penelitian.

Inspeksi Keandalan Bangunan... (Ade Erma Setyowati) 39


METODA PENELITIAN Pemilahan selanjutnya adalah dengan Peraturan
Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang
Kajian Aturan pelaksanaan Undang-undang Bangunan Gedung,
Tulisan ini diawali dengan kajian aturan terkait aspek dimana pada Pasal 30 ayat (4) menyatakan bahwa
kemudahan dalam keandalan bangunan gedung, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung untuk
dari Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang pembangunan bangunan gedung wajib mendapat
Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung
No. 36 Tahun 2005 tentang pelaksanaan Undang- dan dengan mempertimbangkan pendapat publik.
undang Bangunan Gedung serta Peraturan Menteri Pertimbangan teknis yang dimaksud dalam PP
Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007 tentang tersebut adalah merupakan aspek perencanaan.
Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung. Hal ini menjelaskan bahwa hal-hal yang bersifat
perencanaan teknis merupakan ranah Pemerintah
Kajian yang lebih rinci dilakukan dengan mengacu Daerah melalui mekanisme IMB, artinya didalam
pada aturan yang bersifat teknis, yaitu Peraturan SLF aspek perencanaan tidak perlu dikaji ulang
Menteri Pekerjaan Umum; Keputusan Menteri dalam pengukuran, pengamatan maupun penilaian.
Pekerjaan Umum dan Standar Nasional Indonesia
(SNI) yang terkait. Hal tersebut diperkuat dengan aturan yang tertuang
dalam lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Pemilahan No. 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin
Pemilahan atau pengayakan dilakukan untuk Mendirikan Bangunan, bagian II poin D mengenai
menghindari adanya duplikasi penilaian pada bagian- Pemeriksaan Permohonan Izin Mendirikan
bagian dalam aspek kemudahan yang beririsan Bangunan, dimana dalam proses tersebut terdapat
(overlap) dengan bagian pada aspek lain. Jika tidak kegiatan penelitian kelengkapan dan kebenaran
dilakukan pemilahan maka hasil pengukuran, rencana teknis. Dalam lampiran tersebut dinyatakan
pengamatan dan penilaian menjadi berulang, hal dengan jelas bahwa Tim Ahli Bangunan melakukan
ini bisa menguntungkan atau merugikan pemilik kajian yang rinci terhadap aspek perencanaan
bangunan, dan hasil penilaian menjadi tidak reliabel. bangunan.
Berikut ini adalah bagian dari aspek kemudahan yang
terkena proses pemilahan sehingga harus dikeluarkan Pendetilan Aspek Kemudahan
dari pengukuran, pengamatan dan penilaian aspek
kemudahan, yaitu: 1. Kemudahan dari dan ke Bangunan
Bagian pertama dari aspek kemudahan adalah
Tabel 1 Bagian yang Beririsan dengan Aspek Lain kemudahan dari, ke dan didalam bangunan. untuk
No Aspek Bagian yang beririsan lebih mudahnya kemudahan dari dan ke bangunan
1. Keselamatan − Kemudahan akses evakuasi diganti dengan istilah kemudahan diluar bangunan.
− Perlengkapan dan alat
kontrol berupa sistem alarm Kemudahan diluar bangunan mengacu pada
peringatan bahaya kemudahan sirkulasi, yang terdiri sirkulasi jalur
2. Kesehatan − Penerangan pada koridor, kendaraan dan jalur pejalan kaki (pedestrian). Secara
tangga, ram dan lift umum aspek kemudahan dilihat dari dua sisi, yaitu
− Perencanaan toliet sisi perencanaan serta kondisi dan keberfungsian
dari elemen yang diamati.

Tabel 2 Usulan Pengukuran Jalur Kendaraan


Pengukuran Rujukan Satuan Metode/Ket Ket
Lebar jalan searah 400 Cm Kepmen PU No. 10/KPTS/2000
0: tidak memenuhi
Lebar jalan 2 arah 550 Cm RSBI T-14-2004 syarat
Ruang gerak vertikal 250 < Cm Maksimal tinggi mobil pemadam
kebakaran adalah 2.145mm 1: memenuhi syarat

40 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Tabel 3 Usulan Pengamatan Kondisi dan Keberfungsian Jalur Kendaraan
Kriteria Rujukan Keterangan
Kondisi ruas Kondisi baik dan tidak rusak 0: Kondisi rusak
½: Kondisi rusak namun tidak mengganggu sirkulasi
1: Kondisi baik dan tidak terdapat kerusakan

Namun karena terkait perencanaan telah dikaji dalam − kelengkapan lain : rambu, elemen pengarah, dll
penerbitan IMB maka pengukuran, pengamatan − keterpaduan desain dengan penghijauan
dan penilaian bangunan untuk aspek kemudahan − keterpaduan desain dengan area parkir
lebih ditekankan pada kondisi dan keberfungsian
dari elemen-elemen yang akan dinilai. Berikut ini Perencanaan Jalur Pejalan kaki
adalah aspek perencanaan yang telah dikaji pada saat − desain yang menyatu dan tidak saling mengganggu
penerbitan IMB sehingga tidak diamati lagi dalam − keamanan dan keselamatan pejalan kaki
inspeksi SLF : − dimensi/ukuran

Perencanaan Jalur kendaraan Sementara kondisi dan keberfungsian lebih


− keterpaduan desain dengan jalur sirkulasi yang lain mengamati pada hal-hal sebagai berikut :
− kemudahan pencapaian − prosentase kerusakan jika ada
− dimensi − ada tidaknya tanjakan, gundukan, dll
− ada tidaknya elemen yang mengganggu sirkulasi

Tabel 4 Usulan Pengukuran Jalur Pejalan Kaki


Pengukuran Rujukan Satuan Metode/Ket Ket
Lebar jalan searah 120 Cm Permen PU No: 30/
PRT/M/2006 0 : tidak memenuhi syarat
Lebar jalan 2 arah 160 Cm 1 : memenuhi syarat
Kemiringan Maksimal 1:8 Cm
Tingkat pencahayaan 50-150 Lux

Tabel 5 Usulan Pengamatan Kondisi dan Keberfungsian Jalur Pejalan Kaki


Kriteria Rujukan Keterangan
Gangguan lalu Tidak terganggu lalu lintas kendaraan 0: Terganggu lalu lintas kendaraan
lintas kendaraan 1: Tidak terganggu lalu lintas kendaraan

Kondisi Kondisi baik dan tidak rusak 0: Kondisi rusak berat


pedestrian ½: Kondisi rusak namun tidak mengganggu sirkulasi
1: Kondisi baik tidak ada kerusakan

Tekstur Tekstur halus namun tidak licin 0: Licin dan/atau bertekstur kasar
1: Tidak licin dan/atau bertekstur halus
Gangguan Tidak ada gangguan sirkulasi, seperti: tanjakan, 0: Terdapat gangguan
sirkulasi lubang, gundukan, ranting pohon, dll 1: Tidak terdapat gangguan

Meskipun hal-hal terkait perencanaan tidak lagi 2. Kemudahan Didalam Bangunan


diamati dalam inspeksi, untuk yang berkaitan Kemudahan didalam bangunan dibedakan menjadi
dengan dimensi/ukuran tetap dilaksanakan kemudahan hubungan horizontal dan vertikal.
sebagai konfirmasi/bukti bahwa aspek kemudahan Kemudahan hubungan horizontal adalah dengan
terpenuhi secara terukur serta untuk mengantisipasi menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang,
adanya perubahan selama operasional bangunan. sementara kemudahan vertikal adalah melalui
Inspeksi kemudahan diluar bangunan dapat dilihat penyediaan tangga, ram, dan sejenisnya serta lift
pada tabel 2, 3, 4 dan 5. dan/atau tangga berjalan dalam bangunan gedung.

Inspeksi Keandalan Bangunan... (Ade Erma Setyowati) 41


Usulan pengamatan, pengukuran dan penilaian dan 9. Sebagaimana usulan dalam pengamatan dan
kemudahan didalam bangunan untuk yang pengukuran jalur kendaraan, pada jalur pejalan kaki
hubungan horizontal dirangkum dalam tabel 6, 7, 8 juga tetap memasukkan dimensi/ukuran.

Tabel 6 Usulan Pengukuran Pintu


Pengukuran Rujukan Metode/Ket Ket
Daun pintu tunggal SNI 03-0676-1989 0 = tidak sesuai rujukan
− Lebar 80 s/d 120 Cm 1 = sesuai rujukan
− Tinggi 200 s/d 240 Cm
2 daun pintu beda ukuran
− Lebar 120 s/d 150 Cm
− Tinggi 200 s/d 240 Cm
Daun pintu ganda
− Lebar 150 s/d 240 Cm
− Tinggi 200 s/d 240 Cm
Pintu utama
− Lebar Min 90 Cm Permen PU No.
Pintu lain yg tdk penting 30/PRT/M/2006
− Lebar Min 80 Cm

Tabel 7 Usulan Pengamatan Kondisi dan Keberfungsian Pintu


Kriteria Rujukan Keterangan
Mudah dibuka Dapat dibuka hingga lebar tertentu dengan mudah 0 : Tidak dapat dibuka
½: Sulit dibuka
1 : Dapat dibuka dgn mudah
Mudah ditutup Dapat ditutup rapat dengan mudah 0 : Tidak dapat ditutup
½: Sulit ditutup
1 : Dapat ditutup dgn mudah

Tabel 8 Usulan Pengukuran Koridor


Pengukuran Rujukan Metode/Ket Bobot
Lebar Min 180 Cm Permen PU 0 = tidak sesuai rujukan
No. 30/PRT/M/2006 1 = sesuai rujukan
Pencahayaan 100 Lux SNI 03-6575-2001

Tabel 9 Terkait Kondisi dan Keberfungsian Koridor


Kriteria Rujukan BOBOT
Bahan pelapis Tidak licin 0 : Licin
1 : Tidak licin
Gangguan sirkulasi berupa : lubang, Tidak ada pengganggu 0 : Terdapat gangguan sirkulasi
gundukan, pot/bunga dll sirkulasi 1 : Tidak terdapat gangguan sirkulasi

3. Kelengkapan Sarana dan Prasarana sarana pemanfaatan bangunan gedung, meliputi:


Guna memberikan kemudahan bagi pengguna ruang ibadah, ruang ganti, ruang bayi, toilet, tempat
bangunan gedung untuk beraktivitas di dalamnya, parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi
setiap bangunan gedung untuk kepentingan umum dan informasi.
harus menyediakan kelengkapan prasarana dan

42 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Penyediaan prasarana dan sarana tersebut kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium,
disesuaikan dengan fungsi dan luas, serta jumlah dan pelayanan umum.
pengguna bangunan gedung. Fungsi bangunan − Bangunan gedung fungsi khusus yang meliputi
gedung menurut UUBG dibedakan menjadi : bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi
− Bangunan gedung fungsi hunian yang meliputi pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis
bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah yang diputuskan oleh menteri.
tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal
sementara. Tingkat kebutuhan sarana dan prasana aksesibel
− Bangunan gedung fungsi keagamaan yang meliputi untuk setiap fungsi bangunan berbeda antara satu
masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng. dengan yang lain. Satu fungsi dapat memiliki tingkat
− Bangunan gedung fungsi usaha yang meliputi kebutuhan yang rendah sementara fungsi lain
bangunan gedung untuk perkantoran, memiliki tingkat kebutuhan yang tinggi. Untuk itu
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dalam pengamatan dan penilain harus dibedakan.
dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan. Tingkat kebutuhan aksesibilitas berdasarkan fungsi
− Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya yang bangunan dirangkum dalam tabel 10 berikut ini.
meliputi bangunan gedung untuk pendidikan,

Tabel 10 Tingkat Kebutuhan Aksesibilitas pada Masing-masing Fungsi Bangunan


Kriteria Rujukan Keterangan
Hunian Kebutuhan Aksesibel Rendah, disesuaikan dengan 0 : jika poin yang dimaksud tidak ada
kebutuhan penghuni ½ : jika poin yang dimaksud ada namun tidak memadai
1 : jika poin yang dimaksud ada dan memadai
Tempat ibadah Kebutuhan Aksesibel Tinggi, aksesibel pada area parkir,
pedestrian, toilet, telepon umum, rambu-rambu
Kebutuhan aksesibel rendah minimal memiliki sarana
Perkantoran, Kebutuhan Aksesibel Sedang/Tinggi. Sedang, jika tidak & prasarana aksesibel pada :
ada unsur pelayanan umum. Tinggi jika ada unsur − Pedestrian
pelayanan umum − Pintu
Perdagangan, Kebutuhan Aksesibel Tinggi, aksesibel pada area parkir, − Tangga
pedestrian, toilet, telepon umum, rambu-rambu
Kebutuhan aksesibel sedang minimal memiliki sarana &
Perindustrian, Kebutuhan Aksesibel Rendah, kecuali jika terdapat banyak prasarana aksesibel pada :
karyawan industri yang cacat − Pedestrian
Perhotelan, Kebutuhan Aksesibel Tinggi. Aksesibel pada area parkir, − Toilet
pedestrian, toilet, telepon umum, rambu-rambu − Parkir
− Perabot
Wisata dan Kebutuhan Aksesibel Tinggi. Aksesibel pada area parkir, − Pintu
rekreasi, pedestrian, toilet, telepon umum, rambu-rambu − Tangga
Terminal, Kebutuhan Aksesibel Tinggi. Aksesibel pada area parkir, − Ram
pedestrian, toilet, telepon umum, rambu-rambu − Rambu dan marka
Penyimpanan Kebutuhan Aksesibel Rendah.
Kebutuhan aksesibel tinggi harus memiliki sarana &
(pergudangan) Kecuali jika terdapat karyawan pergudangan yang cacat
prasarana aksesibel pada :
Pendidikan, Kebutuhan Aksesibel Tinggi. − Pedestrian
Mengemban amanat pendidikan adalah hak semua warga − Jalur pemandu
negara. Aksesibel pada: pedestrian, toilet, telepon umum, − Lift bagi penyandang cacat dan lanjut usia
− Toilet
Kebudayaan, Kebutuhan Aksesibel Tinggi.
− Wastafel
Aksesibel pada area parkir, pedestrian, toilet, telepon
− Pancuran
umum, rambu-rambu
− Parkir
Pelayanan Kebutuhan Aksesibel Tinggi. − Perabot
kesehatan, Aksesibel pada area parkir, pedestrian, toilet, telepon − Pintu
umum, rambu-rambu − Tangga
Laboratorium, Kebutuhan Aksesibel Rendah. − Ram
Kecuali jika terdapat karyawan laboratorium yang cacat − Rambu dan marka
− Telepon umum
Pelayanan Kebutuhan Aksesibel Tinggi. − Perlengkapan dan peralatan kontrol
umum Aksesibel pada area parkir, pedestrian, toilet, telepon
umum, rambu-rambu

Inspeksi Keandalan Bangunan... (Ade Erma Setyowati) 43


Untuk penyediaan sarana penunjang berupa ruang perekaman, pemberian bobot sesuai dengan kondisi
ganti, ruang bayi dan ruang ibadah juga disesuaikan elemen yang diukur/diamati dan pembuatan laporan
dengan fungsi bangunan tersebut. Pertimbangan inspeksi.
penyediaan sarana adalah berupa jenis bangunan,
pengguna bangunan dan durasi/waktu operasional Dokumen Pendukung
bangunan dalam satu hari. Dokumen pendukung dalam inspeksi aspek

Tabel 11 Jenis Bangunan dan Kebutuhan Sarana Pendukung


Ruang Ruang Ruang
Fungsi BG Jenis Bangunan Pengguna Waktu/Durasi
Ibadah Bayi Ganti
Fungsi hunian Rumah tinggal Pemilik atau penyewa 24 jam - - -
tunggal, rumah tinggal
deret, rumah susun,
dan rumah tinggal
sementara
Fungsi Masjid, gereja, pura, Masyarakat umum dari segala Waktu tertentu - - -
keagamaan wihara, dan kelenteng umur dan kondisi
Fungsi usaha Perkantoran Karyawan dan masyarakat Jam kerja dan hari √ - -
yang berkepentingan kerja
Perdagangan Karyawan dan masyarakat Dari jam 10 pagi √ √ √
umum dari segala umur dan hingga jam 10 mlm
kondisi (rata-rata 12 jam)
Perindustrian Karyawan, barang dan mesin Jam kerja namun √ - √
ada juga yg 24 jam
Perhotelan Karyawan dan penghuni 24 jam √ √ √
(tamu)
Wisata dan rekreasi Masyarakat umum dari segala Jam kerja namun √ √ -
kondisi dan umur ada juga yg 24 jam
Terminal Masyarakat umum dan Jam kerja namun √ √ -
kendaraan ada juga yg 24 jam
Penyimpanan Karyawan, kendaraan dan Jam kerja namun √ - √
(pergudangan) barang ada juga yg 24 jam
Fungsi sosial Pendidikan Guru/dosen, murid/ Jam kerja √ - -
dan budaya mahasiswa
Kebudayaan Masyarakat umum Jam kerja namun √ - -
ada juga yg 24 jam
Pelayanan kesehatan Masyarakat umum dari segala Jam kerja namun √ - √
umur dan kondisi ada juga yg 24 jam
Laboratorium Karyawan, alat dan bahan Jam kerja √ - √
Pelayanan umum Masyarakat umum Jam kerja √ - -

Pelaksanaan Inspeksi kemudahan terdiri dari gambar rencana tapak,


Pelaksanaan inspeksi aspek kemudahan setidaknya denah dan logbook pemeliharaan lift dan/atau tangga
meliputi beberapa langkah, yaitu : diawali dengan berjalan. Dokumen yang dibutuhkan dirangkum
pengumpulan data pendukung, persiapan alat, dalam tabel 12, berikut :
pemberian notasi pada gambar (site plan dan denah),
penentuan sampel, pengamatan, pengukuran,

44 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Tabel 12 Dokumen Pendukung Tabel 13 Contoh Pemberian Notasi
No. Bagian Dokumen Jumlah No. Elemen Keterangan
1 Kemudahan Rencana Minimal 4 1 Jalur Memberi notasi huruf atau angka
diluar tapak (site eksemplar, untuk Kendaraan pada awal, akhir, setiap belokan
bangunan plan) as built inspeksi jalur dan setiap persimpangan, sehingga
drawing kendaraan, pejalan jalur kendaraan terbagi kedalam
kaki, area parkir ruas-ruas jalan. Gunakan spidol
dan rambu-rambu warna yang berbeda dengan warna
untuk notasi elemen lain
2 Kemudahan Denah as built Memenuhi untuk
didalam drawing inspeksi pintu, 2 Jalur Pejalan Memberi notasi huruf atau angka
bangunan koridor, tangga, Kaki pada awal, akhir, setiap belokan
ram, lift dan dan setiap persimpangan, sehingga
tangga berjalan jalur pedestrian terbagi kedalam
ruas-ruas jalan. Gunakan spidol
3 Kelengkapan Rencana Minimal 1 warna yang berbeda dengan warna
sarana dan tapak dan eksemplar site plan untuk notasi elemen lain
prasarana denah as built dan 1 eksemplar 3 Area Parkir Tandai posisi area parkir diluar
drawing denah
bangunan
4 Lift dan/ Logbook Sejumlah lift 4 Rambu- Tandai titik awal, akhir dan
atau tangga pemeliharaan dan/atau tangga rambu persimpangan pada jalur kendaraan
berjalan rutin berjalan yang ada dan jalur pedestrian
5 Pintu Menggunakan singkatan elemen;
Alat Inspeksi posisi lantai; fungsi ruang; posisi
Dalam inspeksi aspek kemudahan alat yang perlu dalam denah.
dipersiapkan terdiri dari : Contoh: P.1.Kj.a
− Clip board (P) pintu, (1) lantai 1, (Kj) ruang
kerja, (a) dalam denah berada di
− Spidol warna posisi a.
− Kamera digital
6 Koridor Memberi notasi huruf atau angka
− Laser distance meter/roll meter pada awal, akhir, setiap belokan
− Kalkulator dan setiap persimpangan, sehingga
− Pensil koridor terbagi kedalam ruas-ruas
jalan.
Pemberian Notasi Menggunakan singkatan elemen;
Terdapat perbedaan dalam pemberian notasi nama ruas; fungsi ruang; posisi
antara kemudahan diluar dan diadalam bangunan dalam denah.
Contoh: K.A-B(B-1) : Koridor pada
dengan kelengkapan sarana dan prasarana. Pada
ruas dari titik A sampai titik B pada
inspeksi kemudahan diluar dan didalam bangunan lantai B-1
notasi diberikan diawal sebelum pengamatan dan 7 Tangga Menggunakan singkatan elemen;
pengukuran dilakukan, notasi dimasudkan untuk posisi lantai bawah dan lantai atas
memberi tanda pada elemen yang akan diamati. yang dihubungkan oleh tangga.
Sementara pada inspeksi kelengkapan sarana dan Contoh: T(1-2)a
prasarana, pemberian notasi dilakukan pada saat tangga yang menghubungkan lantai
pelaksanaan inspeksi, yaitu dengan mengamati 1 dan lantai 2 pada posisi a
ketersediaan (ada tidaknya) sarana dan prasarana 8 Ram Menggunakan singkatan elemen;
yang dimaksud, jadi notasi diberikan jika sarana posisi lantai bawah dan lantai atas
yang dihubungkan oleh ram
yang dimaksud ditemui.
Contoh: R(1-2)a
ram yang menghubungkan lantai 1
dan lantai 2 pada posisi a

Inspeksi Keandalan Bangunan... (Ade Erma Setyowati) 45


No. Elemen Keterangan No. Elemen Keterangan
9 Lift Menggunakan singkatan elemen; 16 Lift bagi Menggunakan singkatan elemen;
notasi angka. Penyandang notasi angka.
Contoh: L.1 Cacat & Contoh: LA. 2
(L) lift, (1) posisi 1 Lanjut Usia (LA) lift aksesibel, (2) posisi 2
10 Tangga Menggunakan singkatan elemen; 17 Toilet Menggunakan singkatan elemen;
Berjalan posisi lantai bawah dan lantai atas notasi angka.
yang dihubungkan oleh tangga Contoh: TA.2.a
berjalan (TA) toilet aksesibel, (2) lantai 2; (a)
Conroh: TB(1-2)a posisi a
Tangga berjalan yang 18 Wastafel Menggunakan singkatan elemen;
menghubungkan lantai 1 dan notasi angka.
lantai 2 pada posisi a Contoh: WA.2.a
11 Ruang Bayi Menggunakan singkatan elemen; (WA) wastafel aksesibel, (2) lantai
posisi lantai; posisi dalam denah. 2; (a) posisi a
Contoh: RB.1.a 19 Pancuran Menggunakan singkatan elemen;
(RB) ruang bayi, (1) lantai 1, (a) notasi angka.
dalam denah berada di posisi a. Contoh: PA.2.a
12 Ruang Ganti Menggunakan singkatan elemen; (PA) pancuran aksesibel, (2) lantai
posisi lantai; posisi dalam denah. 2; (a) posisi a
Contoh: RG.1.a
(RG) ruang ganti, (1) lantai 1, (a) Penentuan Sampel
dalam denah berada di posisi a. Pelaksanaan inspeksi tidak dilakukan pada semua
13 Ruang Menggunakan singkatan elemen; elemen, tetapi hanya pada beberapa sampel.
Ibadah posisi lantai; posisi dalam denah. Pemilihan sampel dilakukan dengan menentukan
Contoh: RI.1.a
lantai tertentu untuk diinspeksi. Diawali dengan
(RI) ruang ibadah, (1) lantai 1, (a)
dalam denah berada di posisi a. mempelajari denah pada setiap lantai, pilih
14 Pedestrian Memberi notasi huruf atau angka
beberapa denah untuk dijadikan sebagai acuan
pada awal, akhir, setiap belokan pengamatan dan pengukuran. Pemilihan denah
dan setiap persimpangan, sehingga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
jalur pedestrian aksesibel terbagi − Jika bangunan terdiri dari 1 lantai maka denah
kedalam ruas-ruas jalan. Dahului harus meliputi semua bagian bangunan
huruf atau angka tersebut dengan − Jika bangunan bertingkat memiliki denah tidak
PA (pedestrian aksesibel). Gunakan tipikal maka semua denah dipilih,
spidol warna yang berbeda dengan
− Jika bangunan bertingkat memiliki denah tipikal,
warna untuk notasi elemen lain
Contoh: PA(A-B) ketentuan sebagai berikut :
(PA) pedestrian aksesibel, (A-B)
ruang dari A ke B Tabel 14 Pemilihan Jumlah Lantai dan Posisinya
15 Jalur Memberi notasi huruf atau angka Jumlah Lantai Jumlah Keterangan
Pemandu pada awal, akhir, setiap belokan Tipikal Sampel
dan setiap persimpangan, sehingga 2 s/d 5 lantai 1 Dipilih acak
jalur pemandu terbagi kedalam 6 s/d 10 lantai 2 Dipilih lantai tipikal
ruas-ruas jalan. Dahului huruf paling bawah dan paling
atau angka tersebut dgn JP (jalur atas
pemandu). Gunakan spidol warna Diatas 10 lantai Min 3 Dipilih lantai tipikal
yang berbeda dengan warna untuk paling bawah, tengah dan
notasi elemen lain paling atas
Contoh: JP(C-D)
(PA) pedestrian aksesibel, (C-D)
Inspeksi
ruang dari C ke D
Langkah selanjutnya adalah inspeksi. Inspeksi
dilakukan dengan membawa rencana tapak dan
denah yang telah diberi notasi serta format isian

46 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


untuk mencatat hasil pengukuran serta kamera DAFTAR PUSTAKA
untuk merekam hasil pengamatan sesuai titik-titik
sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis
Format yang dipersiapkan disusun dalam bentuk Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada
tabel-tabel yang berisi meliputi notasi sampel, Bangunan Gedung dan Lingkungan.
parameter, rujukan, satuan, hasil dan bobot. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pelaksanaan Undang-undang Bangunan
KESIMPULAN Gedung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik
bahwa inspeksi aspek kemudahan hanya mencakup Fungsi Bangunan Gedung.
kondisi dan keberfungsian, tidak mencakup Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/
aspek perencanaan karena aspek tersebut menjadi PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas
ranah pemerintah daerah melalui mekanisme Izin dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan
Mendirikan Bangunan (IMB). Inspeksi pada aspek Lingkungan.
perencanaan hanya mencakup dimensi/ukuran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/
sebagai konfirmasi atau bukti bahwa elemen yang PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan
diinspeksi terukur memenuhi aspek kemudahan. Teknis Bangunan Gedung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/
Setelah dilakukan pengkajian secara rinci beberapa PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
bagian dalam aspek kemudahan beririsan (overlap) Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
dengan aspek lain, yaitu aspek keselamatan dan aspek Lingkungan.
kesehatan. Mengingat kedua aspek tersebut memiliki Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
tingkat kepentingan yang lebih tinggi maka, bagian 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
yang beririsan tersebut dihapus dari kemudahan Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
untuk menjadi bahasan dari aspek yang dimaksud. RSNI T-14-2004 tentang Geometri Jalan Perkotaan.
SNI 03-6575-2001 Tata Cara Perancangan Sistem
Penentuan bobot baik atas hasil pengukuran Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung.
maupun pengamatan mengacu pada undang- SNI 03-0676-1989 tentang Spesifikasi Ukuran Kusen
undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, Pintu Kayu, Kusen Jendela Kayu, Daun Pintu
keputusan menteri atau standar, jika dari sumber- Kayu dan Daun Jendela Kayu untuk Bangunan
sumber legal tersebut belum ada aturan baku maka Rumah dan Gedung.
dapat mengacu pada hasil penelitian atau kajian. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.

Inspeksi Keandalan Bangunan... (Ade Erma Setyowati) 47


MODEL PERHITUNGAN KESESUAIAN
HARGA RUMAH DAN KELOMPOK SASARAN
Conformity Calculation Models of House Prices and Target Group

Budiono Sundaru
Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum
Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung 40393
E-mail : burukimpu@yahoo.co.id

Abstrak

Pendekatan teknik perhitungan harga dan kelompok sasaran dapat digunakan sebagai masukan rumusan kebijakan dan
program pembangunan perumahan, terutama dalam menetapkan harga rumah yang dapat dijangkau oleh masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR). Perhitungan ditentukan oleh kriteria harga pasar setempat, biaya konstruksi dan pembangunan
fisik rumah, pendapatan per kapita atau kepala keluarga, estimasi biaya dan indikasi nilai pasar didasarkan potensi
keuntungan atau potensi pelayanan yang memadai (Depreciated Replacement Cost).

Kata kunci : Perhitungan, harga, rumah, kelompok, sasaran

Abstract

Price and target group calculation technical approach be useful as input for housing development policy and program, especially
should be reached by low income people. The calculation depend on market price criteria, development and construction
cost, income per capita or household, cost estimation, and market price indicator based on optimizing local resources and
facilitation (Depreciated Replacement Cost).

Keywords : Calculation, price, house, group, target

PENDAHULUAN menyeluruh dan terpadu serta mampu menampung


aspirasi kebutuhan pembiayaan bagi masyarakat
Berdasarkan Amandemen UUD RI Tahun 1945 MBR, sejalan dengan Peraturan Presiden RI No. 4
Pasal 28 H bahwa rumah adalah salah satu hak Tahun 2005 tentang Penanggulangan Kemiskinan.
dasar rakyat dan oleh karena itu setiap warga negara Belum terpenuhinya kebutuhan perumahan
berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah,
lingkungan hidup yang sehat. Pada tahun 2000 sangat rendah dan miskin disebabkan rendahnya
pemerintah melakukan reorientasi kebijakan kemampuan daya beli MBR dan komposisi kelompok
perumahan beroríentasi pada pemberdayaan pasar MBR dalam porsi lebih besar dibanding dengan
guna mendapatkan sumber pembiayaan jangka kelompok MBM/MBT.
panjang yang bisa dimobilisasi, mendukung program
bantuan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendahnya kemampuan daya beli perumahan yang
Rendah (MBR) khususnya dan mendukung pasar layak dan terjangkau, disebabkan belum mantapnya
perumahan pada umumnya. kelembagaan penyelenggaraan perumahan,
terbatasnya lahan murah untuk pembangunan
Berdasarkan pengalaman dalam pembiayaan perumahan, belum mantapnya sistem pembiayaan
perumahan oleh pemerintah diketahui tidak semua perumahan, terbatasnya akses MBR, dan komitmen
MBR memanfaatkan Kredit Pemilikan Rumah pemerintah daerah dalam pembangunan perumahan.
(KPR), mengingat persyaratan dari perbankan tidak Menurunnya kualitas lingkungan perumahan
melayani MBR berpenghasilan tidak tetap/informal). disebabkan oleh pelayanan dan penyediaan prasarana
Memperhatikan kondisi tersebut pemerintah dan sarana dasar belum memadai, daya dukung
mengeluarkan kebijakan pembiayaan bersifat lingkungan perumahan menurun, pengembangan

48 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


kawasan perumahan dengan pembangunan HASIL
prasarana dan sarana kawasan belum optimal,
serta lemahnya pengawasan dan pengendalian alih Kriteria harga rumah dan kelompok sasaran sebagai
fungsi lahan terkait pembangunan perumahan dan model supply and demand digunakan sebagai masukan
permukiman. bagi pemangku kepentingan dalam menyusun
kebijakan pembangunan perumahan dengan
Melalui Gerakan Nasional Pembangunan Sejuta memperhatikan efektifitas pembiayaan program
Rumah (GNPSR), komitmen pemerintah untuk sejuta rumah.
membangun perumahan MBR, akan dibangun
Rumah Sehat Sederhana (RSH). Program tersebut Kerangka Pikir Penilaian
membutuhkan kesiapan pemangku kepentingan Dalam menentukan kriteria penilaian harga rumah
(mis.: pengembang, pemerintah daerah, industri RSH dan kesesuaian dengan sasaran kelompok
bahan dan industri konstruksi yang dapat memenuhi (MBR) diperlukan suatu pendekatan dengan
permintaan. pertimbangan kondisi nilai harga pasar dan non
pasar, yaitu dengan membandingkan data pasar,
Rumusan Permasalahan biaya konstruksi dan pendapatan kelompok sasaran
Perhitungan dirumuskan untuk memenuhi (lihat bagan 1).
kebutuhan MBR sesuai dengan tujuan program
GNPSR, perhitungan berorientasi pada tepat harga Bagan 1 Kerangka Pemikiran
dan sasaran dalam penyelenggaraan perumahan.
Melalui program KPR bersubsidi untuk rumah susun
sederhana sewa dan perumahan yang dibangun secara
swadaya. Perhitungan dilakukan dengan menetapkan
kriteria tepat harga dan perkiraan model RSH yang
sesuai dengan kelompok sasaran.

METODOLOGI Bagan 1A Dasar Penilaian

Untuk mendapatkan kriteria penilaian harga dan


sasaran kelompok perlu pendekatan yaitu :
• Faktor ketersediaan, pendapatan dan pembagian
kelompok sasaran;
• Indeks pembangunan manusia (IPM) yaitu:
lamanya hidup, harapan hidup, pendidikan,
kombinasi angka melek huruf dengan rata-rata
lama sekolah (sepertiga);
• Standar hidup layak dengan pengeluaran per
kapita yang disesuaikan dengan GNP;
• Harga satuan lahan/tanah, penyelesaian,
pematangan tanah, pemisahan sertifikat, Bagan 1B Kerangka Pemodelan
perizinan dan biaya lain-lain;
• Pola subsidi KPR dengan pertimbangan suku
bunga per periode (i), jangka waktu (n), transaksi
tunggal di awal jangka waktu analisa (P), nilai
kredit rumah (harga jual dikurangi uang muka);
• Nilai cicilan kredit dapat diketahui melalui
hubungan persamaan sebagai berikut :
A = P {i (1+i)n/((1+i)n –1 )}

Model Perhitungan Kesesuaian... (Budiono Sundaru) 49


Bagan 1C Kelompok Sasaran

Bagan 1D Pembiayaan

TINJAUAN PUSTAKA pengembangan kredit perumahan bersubsidi bagi


masyarakat berpenghasilan rendah berangkat dari
Kondisi Investasi hasil kajian pemerintah atas 2 (dua) aspek penting
Menurut kondisi investasi, sektor perumahan di terkait dengan penyediaan rumah layak huni dan
Indonesia sangat tertinggal, pada tahun 2002, rasio terjangkau bagi MBR.
kredit perumahan terhadap PDB hanya 1,4%; rasio
tertinggi dicapai pada tahun 1997, sebesar 3,2%. Pemerintah melihat bahwa penyediaan jenis rumah
Di tahun yang sama, Malaysia mencapai 27,7% terbatas dalam tipe RS/RSS seringkali menjadi
dan Amerika Serikat 45%. Rendahnya investasi faktor penghambat dalam pemenuhan kebutuhan
perumahan melalui pasar formal ini disebabkan rumah bagi masyarakat. Pada kenyataannya MBR
sebagian masyarakat Indonesia, khususnya MBR cenderung memerlukan fleksibilitas, baik dalam
yang tinggal di perkotaan (2000: 70% atau sekitar hal keputusan untuk menentukan jenis dan ukuran
21,9 juta KK) kurang dari Rp. 1,5 juta per bulan. rumah yang mereka miliki atau cara membangun
Kelompok ini tidak mampu mengikuti mekanisme yang dapat dilakukan secara sendiri (self-help) atau
pasar tanpa fasilitasi pemerintah. berkelompok (community based).

Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (RS/ Fasilitasi Pembiayaan


RSS) Sebagian besar MBR sasaran KPR bersubsidi belum
Pemenuhan kebutuhan melalui industri perumahan terlayani. Hal ini disebabkan oleh :
hanya menjangkau sebagian kecil dari total • Ketidaksesuaian dan keterbatasan pilihan skema
kebutuhan, sekitar 15%, selebihnya masyarakat kredit konvensional yang semata-mata memfasilitasi
memenuhi kebutuhannya secara swadaya. Gagasan pemilikan rumah;

50 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


• Keterbatasan masyarakat sektor informal MBR Desain RSH dengan analisis perhitungan biaya
mengakses lembaga keuangan; konstruksi dan harga lahan/tanah. Mengacu Kepmen
• Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam Kimpraswil No. 403/KPTS/M/2002 terdapat empat
menyediakan kredit perumahan bersubsidi. tipe kontruksi rumah yang dapat dipilih sesuai lokasi,
kebutuhan dan kemampuan masyarakat yaitu :
Kredit Perumahan • Rumah Tembok
Kredit perumahan sedang dikembangkan oleh • Rumah Setengah Tembok
pemerintah secara komprehensif yaitu : • Rumah Kayu Panggung
• Kredit pemilikan rumah bersubsidi bagi MBR yang • Rumah Kayu Tidak Panggung
memiliki kemampuan membayar dan bankable;
• Kredit pembangunan/perbaikan rumah tinggal RSH ditetapkan dengan luas bangunan yang
MBR yang memiliki kemampuan membayar disarankan adalah 36 m2 untuk masing-masing
namun dianggap nonbankable karena alasan model rumah. Namun berdasarkan konsepsi RSH
berpendapatan tidak tetap dan bekerja di sektor perlu disain rumah yang pertumbuhannya diarahkan
informal. Program ini memfasilitasi minat menjadi rumah sehat. Sehingga luas bangunan yang
membangun atau memperbaiki rumah dilakukan diperhitungkan adalah luas bangunan awal (RIT) yaitu
cara mandiri (self help) dan berkelompok (community 21 m2 dengan pertimbangan dapat dikembangkan
based). Skim kredit yang digunakan adalah line menjadi 36 m2. Perhitungan RAB untuk RSH dibuat
of credit. Kredit diberikan secara bertahap sesuai secara terpisah. Dalam analisis perhitungan model
kemajuan pelaksanaan pembangunan atau rumah tersebut dihitung keseluruhan, namun dalam
perbaikan rumahnya. analisis tepat harga hanya dibatasi pada RSH dengan
• Kredit pembangunan perumahan susun sederhana konstruksi tembok.
sewa (rusunawa) bagi investor yang berminat.
Kredit disalurkan melalui skim line of credit yang PROSES PERHITUNGAN
penyaluran dananya dilakukan secara bertahap
sesuai kemajuan pelaksanaan pembangunan. Analisis Harga RSH dan IPM terhadap
Kredit Bersubsidi
Rumah Sederhana Sehat Hasil perhitungan biaya pembangunan RSH dapat
Rumah sederhana sehat (RSH) yaitu rumah diperoleh hubungan antara harga RSH dengan
yang dibangun dengan menggunakan bahan dan kesesuaian daya beli masyarakat di kota yang terpilih
konstruksi sederhana, memenuhi standar kesehatan, serta data analisis harga RSH dan IPM tahun
keamanan dan kenyamanan dengan pertimbangan tertentu.
potensi lokal (mis.: bahan bangunan, geologis, iklim,
serta sosial budaya, arsitektur lokal, dan cara hidup). Analisis kriteria harga dan sasaran kelompok
Konsep ini berdasarkan Kepmen Kimpraswil No. 403 pembangunan RSH di Kota Surabaya dilakukan
Tahun 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan dengan pendekatan asumsi sebagai berikut :
Rumah Sederhana Sehat (RSH). • Besaran uang ditetapkan sebesar 10%, 20% dan
30% dari harga jual RSH;
Dalam pelaksanaan pemenuhan penyediaan RSH • Tingkat suku bunga mengikuti suku bunga pasar,
menghadapi kendala, yaitu rendahnya kemampuan dengan rentang 8% s.d 18%;
masyarakat, mengingat harga rumah belum • Jangka waktu kredit ditetapkan 5, 10, 15 dan 20
terjangkau secara menyeluruh, terutama bagi MBR. tahun;
• Luas tanah diperhitungkan 60 m2 untuk satu unit
Indeks Pembangunan Manusia Dalam RSH dengan luas bangunan bervariasi antara 21
Kriteria MBR s.d. 36 m2;
Tahun 1990 UNDP memperkenalkan Indeks • Kebijakan KPR bersubsidi mengacu pada
Pembangunan Manusia atau IPM (Human Development Permenpera No. 012 Tahun 2006 tentang
Index) yang digunakan sebagai pendekatan dalam Perubahan Atas Permenpera No. 05 Tahun 2005
menetapkan kriteria MBR yang menjadi sasaran tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman
dalam program GNPSR. dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan

Model Perhitungan Kesesuaian... (Budiono Sundaru) 51


Melalui KPR/KPRS Bersubsidi; X(i,j) = Indikator ke-I dari daerah j
• Indikator IPM digunakan indek daya beli sesuai (i = 1,2,3 j = 1,2,3, … n)
penghasilan masyarakat; X(i-min) = Nilai minimum dari Indikator XI
• Cicilan kredit maks. 1/3 dari penghasilan; X(i-max) = Nilai maksimum dari Indikator Xi
• Batasan penghasilan kelompok sasaran.
Tabel 2 Nilai Komponen IPM
Hasil analisis dapat ditampilkan pada gambar dan Komponen Nilai Nilai
Keterangan
tabel dengan pola informasi sebagai berikut : IPM Maksimum Minimum
 Setiap tabel ditujukan untuk konstruksi RSH dan Angka harapan
85 25 Standar UNDP
Tenor KPR yang ditetapkan. hidup
 Data dalam tabel menunjukkan : Angka melek
100 0 Standar UNDP
huruf
 Tingkat kemampuan angsuran KPR dari
masing-masing kelompok sasaran yaitu Rata-rata lama UNDP (combined
15 0
sekolah gross enrolment ratio)
Kelompok Sasaran I (KS I), Kelompok Sasaran
300
II (KS II) dan Kelompok Sasaran III ( KS III); (1996) UNDP (PDB riil
 Tingkat suku bunga sebagai dasar untuk Daya beli 737,72
360
per kapita yang
telah disesuaikan)
perhitungan KPR yang terkait dengan (1999,2002)

kemampuan kelompok sasaran dalam Sumber : BPS; Indek Pembangunan Manusia, 2004
mengangsur KPR;
 Tingkat uang muka mempengaruhi besaran Lokasi yang dipilih sebagai studi kasus adalah Kota
angsuran yang harus dipenuhi untuk suku Surabaya Provinsi Jawa Timur, dengan pertimbangan
bunga yang ditetapkan. bahwa kota tersebut memiliki tingkat kepadatan
fungsi dalam ruang kota dan wilayah selain DKI
Tabel analisis KPR memberikan gambaran pola dan Jakarta.
kemampuan MBR untuk mendapatkan fasilitasi KPR
dan asumsi cicilan kredit KPR RSH (lihat tabel 1). Analisis RSH Kota Studi Kasus
Indikator Indeks Pembangunan Manusia dan kondisi
Tabel 1 Asumsi Cicilan Kredit RSH pemilikan rumah melalui KPR di Kota Surabaya
Sasaran Batasan Asumsi (lihat tabel 3).
Cicilan Kredit
Kelompok Penghasilan Penghasilan
Maks. (Rp.)
(Rp/Bulan) (Rp.) Tabel 3 Indikator IPM Kota Surabaya
1.400.000 KETERANGAN TAHUN
I < Penghasilan 1.700.000 500.000
< 2.000.000 • Angka Harapan Hidup
68,6 (2002)
800.000 (per tahun)
II < Penghasilan 1.100.000 300.000
< 1.400.000 • Angka Melek Huruf (%) 95,9 (2002)
Penghasilan • Rata-rata Lama Sekolah
III 600.000 200.000
< 800.000 9,8 (2002)
(per tahun)
Sumber : Permenpera No. 05 Tahun 2005
Rp.609.500,- (2002) Sns
IPM mengukur pencapaian keseluruhan dalam Rp.616.200,- (2003) Frc
dimensi dasar pembangunan manusia melalui • Daya Beli (Rp.) Rp.622.900,- (2004) Frc
persamaan IPM yaitu : Rp.629.600,- (2005) Frc
Rp.636.300,- (2006) Frc
1/3 (Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3)
X1 = lamanya hidup; • IPM
72,0 (2002) Sns
X2 = tingkat pendidikan; 75,6 (2006) Frc
X3 = tingkat kehidupan Sumber : BPS, Indeks Pembangunan Manusia, 2002.
Sns : Sensus, Frc : Forecasting
Indeks X1, Indeks X2 dan Indeks X3 dihitung dengan
formula :
X(i,j) = (X(i,j) – X(i-min))/(X(i-max) – X(i-min))

52 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Menurut data Provinsi Jawa Timur tahun 2004 F PEKERJAAN RANGKA KAYU
yang memiliki relevansi dengan pembangunan 1 Rangka kuda-kuda kayu 5/10 m3 0,30
perumahan yaitu : 2 Gording 5/10 m3 0,24
• IPM tahun 2004 3 Balok induk 6/12 dan 5/10 m3 -
Angka harapan hidup (tahun) = 66,0 4 Pek. balok lantai m3 -
Angka melek huruf (%) = 83,2 5 Rangka dinding kayu 5/7 dan
Rata-rata lama sekolah (tahun) = 6,5 m2 -
5/12
Daya beli = Rp. 593.800,- 6 Ring balok kayu 5/10 m3 -
• Persentase rumah tangga memiliki rumah KPR G PEKERJAAN KUSEN
dan lama pembayaran untuk daerah perdesaan 1 Kusen kayu kelas awet dan kuat II m3 0,274
dan perkotaan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2 Daun pintu double tripleks bh 4,000
2004 (lihat tabel 4). 3 Daun pintu double tripleks lapis
bh 1,000
alumunium
Tabel 4 Persentase Pemilikan Rumah KPR 4 Rangka daun jendela m2 2,880
Lama Pembayaran KPR 5 Kaca bening 3mm m2 1,200
Lokasi 1-5 6-10 11-15 16-20 Jumlah H PEKERJAAN ATAP
Thn Thn Thn Thn (100%)
1 Penutup atap asbes gelombang m2 54,400
Desa 60,00 20,00 - 20,00 100
2 Bubungan asbes m1 7,00
Kota 12,50 42,20 42,96 2,34 100
I PEKERJAAN PLAFOND
Kota & Desa 14,62 41,21 41,04 3,13 100
1 Rangka plafon m2 34,50
Sumber : BPS, Statistik Perumahan dan Permukiman, 2004.
2 List plank m' 32,00
Uraian pekerjaan, satuan dan volume RSH tipe 36 3 Penutup plafon m2 34,50
m2 konstruksi tembok (lihat tabel 5). K PEKERJAAN SANITASI
1 Bak mandi bh 1,00
Tabel 5 RSH Tipe 36 Konstruksi Tembok 2 Kloset jongkok bh 1,00
No Uraian Pekerjaan Sat Volume 3 Floor drain bh 1,00
A PEKERJAAN PERSIAPAN 4 Sumur pantek unit 1,00
1 Pembersihan site m2 90 5 Septic tank unit 1,00
2 Pengukuran / bouwplank m' 32 6 Pek. pipa air bersih PVC 3/4” m1 3,00
B PEKERJAAN PONDASI 7 Pek. pipa air kotor PVC 4” m1 12,00
1 Galian tanah pondasi m3 4,9 PEKERJAAN KUNCI/
L
PENGGANTUNG
2 Pondasi batu kali setempat m3 1,95
1 Kunci tanam 2 slag bh 5,000
3 Urugan tanah kembali +
m3 7 2 Engsel pintu bh 10,000
peninggian lantai
4 Urugan pasir di bawah lantai m3 1,800 3 Engsel jendela bh 10,000
5 Sloof beton bertulang 15/20 m' 46,000 4 Pek. sloot jendela bh 5,000
C PEKERJAAN BETON 5 Hak angin bh 5,000
1 Kolom praktis 15/15 m' 38,200 PEKERJAAN INSTALASI
M
LISTRIK
2 Ring balk 15/20 m' 38,4
1 Titik lampu ttk 5,00
3 Rangka ampig beton m' 8,00
2 Stop kontak ttk 2,00
D PEKERJAAN DINDING
3 Saklar ttk 4,00
1 Conblok CB 10, pas: 1Pc:5Ps m2 92,000
4 Panel kontrol unit 1,00
2 Nat plesteran m1 1.320
Sumber : Kepmen Kimpraswil N0. 403 Tahun 2002
3 Dinding papan 2/20 m2 -
E PEKERJAAN LANTAI RSH tipe luas bangunan 36 m2 dengan menggunakan
1 Lantai beton tumbuk 1 PC:3Psr m2 36,000 bahan bangunan dan konstruksi tembok terkait
2 Lantai keramik KW 2 m2 - dengan tenor 5 (lima) tahun (lihat bagan 1).

Model Perhitungan Kesesuaian... (Budiono Sundaru) 53


Bagan 1 RSH Tipe 36 Tenor 5 Tahun RSH tipe luas bangunan 36 m2 dengan menggunakan
bahan bangunan dan konstruksi tembok yang terkait
dengan dengan tenor 20 (duapuluh) tahun (lihat
bagan 4).

Bagan 4 RSH Tipe 36 Tenor 20 Tahun

RSH tipe luas bangunan 36 m2 dengan menggunakan


bahan bangunan dan konstruksi tembok yang terkait
dengan tenor 10 (sepuluh) tahun (lihat bagan 2).

Bagan 2 RSH Tipe 36 Tenor 10 Tahun


Berdasarkan perhitungan sesuai tabel-tabel tersebut
di atas, angsuran yang ditetapkan dengan bunga
KPR RSH dengan tenor antara 5 s.d. 20 tahun,
maka mayoritas masyarakat peserta KPR di wilayah
Provinsi Jawa Timur, khususnya di Kota Surabaya
lebih banyak memilih lama pembayarannya selama
antara 6 s.d. 10 tahun.

KESIMPULAN

• Model perhitungan harga rumah sesuai dengan


kondisi fisik geografis adalah RSH tipe 36
konstruksi bahan tembok;
RSH tipe luas bangunan 36 m2 dengan menggunakan • Harga tanah di lokasi studi kasus tidak
bahan bangunan dan konstruksi tembok yang terkait diperhitungkan dalam kajian harga rumah dan
dengan dengan tenor 15 (limabelas) tahun (lihat kesesuaian untuk kelompok sasaran, mengingat
bagan 3). tingginya harga tanah untuk kualifikasi RSH;
• Kriteria penilaian harga rumah dan kelompok
Bagan 3 RSH Tipe 36 Tenor 15 Tahun sasaran mencakup dua faktor pembangun yaitu
faktor teknis-teknologis dan faktor kebijakan;
• Besar uang muka yang direkomendasikan adalah
10%, 20% dan 30% terhadap harga RSH.
Besaran ini disesuaikan dengan pemanfaatan
optimal subsidi uang muka yang disediakan oleh
pemerintah, bagi tiga kelompok sasaran (KS-
I, KS-II dan KS-III), suku bunga yang berlaku
disesuaikan dengan suku bunga pasar menurut
masa tenor KPR RSH adalah 5, 10, 15 dan 20
tahun.
• MBR sebagai kelompok sasaran dengan batasan
pendapatan/penghasilannya dapat disesuaikan
dengan indikator daya beli;

54 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


• Faktor kebijakan yang direkomendasikan adalah Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 4 Tahun 2006 tentang Rencana Strategis
No. 5 Tahun 2005 serta perubahan Permenpera Kementerian Negara Perumahan Rakyat Tahun 2005-
No. 12 Tahun 2006 sebagai salah satu kebijakan 2009.
Pemerintah Pusat perlu menjadi acuan/ Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
rekomendasi teknis; 5 Tahun 2006 tentang Dukungan Asuransi KPR/
• Diperlukan sosialisasi dan pemahaman peraturan KPRS untuk Pembangunan Rumah Sederhana Sehat.
di atas bagi pemerintah daerah, perbankan, Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
pengembang, dan masyarakat pada khususnya. 6 Tahun 2006 tentang Pembangunan Perbaikan
 Perlunya terobosan Peraturan Pemerintah Daerah Perumahan Swadaya melalui Kredit Pembiayaan
yang berkaitan dengan kebijakan penyediaan Mikro dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan.
tanah bagi perumahan dan permukiman; Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
 Regulasi peraturan menyangkut perizinan Nomor 12 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
pengembangan dan pemanfaatan lahan bagi Permenpera Nomor 05 Tahun 2005 tentang
perumahan, khususnya rumah sederhana sehat; Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan
 Kombinasi dari dua faktor di atas dapat Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui
memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat KPR/KPRS Bersubsidi.
berpenghasilan rendah, untuk mendapat fasilitasi Peraturan Menteri Permukiman dan Prasarana
kepemilikan rumah atau pembangunan/perbaikan Wilayah Nomor 403 Tahun 2002 tentang
rumah, sesuai dengan kemampuan masyarakat, Pedoman Teknik Pembangunan Rumah Sederhana
potensi daerah dan kondisi riil ekonomi nasional Sehat (RSH).
yang ikut mempengaruhinya; Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah selaku Ketua Badan Kebijaksanaan
DAFTAR PUSTAKA Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Nasional Nomor 217 Tahun 2002
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan
1 Tahun 2006 tentang Pengadaan Perumahan dan dan Permukiman (KSNPP).
Permukiman dengan Dukungan Fasilitas Subsidi
Perumahan melalui KPR/KPRS Syariah Bersubsidi.

Model Perhitungan Kesesuaian... (Budiono Sundaru) 55


Katalog dan Abstrak

UDC
39.032.0
Her Hermawan, Yuri
b Bangunan hijau Grha Wiksa Praniti (GRANITI) Pusat Litbang Permukiman / Yuri Hermawan. -- Masalah
Bangunan. -- Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. -- Hal. 1-11. --Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Permukiman, 2013.
ii, 61 hlm. : ilus; 30 cm.

Abstrak : hlm. 1
ISSN : 0025-4436

1. ARCHITECTURE – GREEN BUILDING 1. Judul

Upaya yang ditempuh dari sisi properti untuk mengurangi dampak pemanasan global adalah melalui kampanye
mengenai arti penting penerapan bangunan hijau (green building) di kota-kota besar. Pencapaiannya melalui penempatan
bangunan yang lebih baik, disain, pemilihan material, konstruksi, operasional pemeliharaan, pembongkaran, dan
menggunakan material reuse atau dimanfaatkan kembali.

Kata kunci : arsitektur, ekosistem, perubahan iklim, berkelanjutan, bangunan hijau

UDC
303.424
Uta Utami, Titi
r Ragam pemanfaatan ruang publik oleh masyarakat / Titi Utami. -- Masalah Bangunan. -- Vol. 48 No. 1 Oktober
2013. -- Hal. 12-16. -- Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2013.
ii, 61 hlm. : ilus; 30 cm.

Abstrak : hlm. 12
ISSN : 0025-4436

1. PUBLIC – COMMUNITY 1. Judul

Ruang publik mengalami perubahan fungsi, awalnya sebagai meeting point, akhirnya menjadi kepemilikan pribadi atau
beberapa orang. Kegunaan area publik menjadi berkurang bahkan menyulitkan bagi penggunanya.

Kata kunci : perubahan, fungsi, ruang publik

UDC
69.032.2
Ami Amin, Darul
l Lingkungan permukiman kawasan pesisir Kota Ternate / Darul Amin dan Ratna Juwita. -- Masalah Bangunan.
-- Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. -- Hal. 17-24. -- Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2013.
ii, 61 hlm. : ilus; 30 cm.

Abstrak : hlm. 17
ISSN : 0025-4436

1. SPATIAL PLANNING – LOCAL WISDOM THE EDGE OF WATER 1. Juwita, Ratna 2. Judul

Pola permukiman pesisir cenderung mengarah ke zona atas air. Pola perumahan di pesisir Ternate lebih mengarah ke
arsitektur vernakular serta banyak dipengaruhi oleh budaya Islam.

Kata kunci : penataan kawasan, berwawasan lingkungan, kearifan lokal tepi air

56 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


UDC
606.82
Tav Taviana, Dian
k Kehandalan struktur dan konstruksi bangunan tradisional Batak Toba / Dian Taviana -- Masalah Bangunan. --
Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. -- Hal. 25-37. -- Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2013.
ii, 61 hlm. : ilus; 30 cm.

Abstrak : hlm. 25
ISSN : 0025-4436

1. BATAK TOBA – TRADITIONAL HOUSE 1. Judul

Analisa struktur dengan metode numerik terhadap kehandalan struktur rumah tradisional Batak Toba dapat menjadi
acuan terhadap perilaku sistem struktur bangunan tradisional, terutama pada stabilitas terhadap beban gempa.

Kata kunci : Batak Toba, rumah tradisional, tahan gempa

UDC
633.23
Set Setyowati, Ade Erma
i Inspeksi kehandalan bangunan gedung pada aspek kemudahan / Ade Erma Setyowati. -- Masalah Bangunan. --
Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. -- Hal. 38-47. -- Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2013.
ii, 61 hlm. : ilus; 30 cm.

Abstrak : hlm. 38
ISSN : 0025-4436

1. WORTHY FUNCTION OF BUILDING CERTIFICATION 1. Judul

Sebelum dimanfaatkan, bangunan yang telah selesai dibangun harus memenuhi persyaratan kelaikan fungsi
bangunan berupa sertifikat laik fungsi (SLF) bangunan. Sertifikat tersebut sebagai bukti bahwa bangunan telah
terjamin keandalannya.

Kata kunci : keandalan bangunan, sertifikasi laik fungsi, aspek kemudahan, inspeksi

UDC
663.2
Sun Sundaru, Budiono
m Model perhitungan kesesuain harga rumah dan kelompok sasaran / Budiono Sundaru. -- Masalah Bangunan.
-- Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. -- Hal. 48-55. -- Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2013.
ii, 61 hlm. : ilus; 30 cm.

Abstrak : hlm. 48
ISSN : 0025-4436

1. CALCULATION - TARGET 1. Judul

Rumusan kebijakan dan program pembangunan perumahan, terutama untuk menetapkan harga rumah terjangkau
oleh masyarakat berpenghasilan rendah adalah dengan teknik perhitungan harga dan kelompok sasaran.

Kata kunci : perhitungan, harga, rumah, kelompok, sasaran

Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013 57


Catalogue and Abstract

UDC
69.032.2
Her Hermawan, Yuri
b The Grha Wiksa Praniti green building Research Institute for Human Settlements / Yuri Hermawan. -- Masalah
Bangunan. -- Vol. 48 No. 1 October 2013. -- Page.1-11. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements,
2013.
ii, 61 page : ilus; 30 cm

Abstract : page1
ISSN : 0025-4436

1. ARCHITECTURE – GREEN BUILDING 1. Title

Effort which is taken from the side of the property to reduce the impact of global warming is through the campaign
on the importance of the application of green building in big cities. Achievements through the placement of better
building, design, material selection, construction, operation maintenance, disassembly, and use of reused material or
be reutilized.

Keywords : architecture, ecosystems, climate change, sustainable, green building

UDC
303.424
Uta Utami, Titi
v Variety of the utilization of public space by communities / Titi Utami. -- Masalah Bangunan. -- Vol. 48 No. 1
October 2013. -- Page 12-16. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2013.
ii, 61 page : ilus; 30 cm

Abstract : page 12
ISSN : 0025-4436

1. PUBLIC SPACE – COMMUNITY 1. Title

Public space undergoing change function, initially as a ‘meeting point’, eventually became private ownership or
persons. The usefulness of public area be diminished even worry to the user.

Keywords : change, function, public space

UDC
69.032.2
Ami Darul, Amin
e Environment settlement of coastal area in Ternate City / Darul Amin and Ratna Juwita. -- Masalah Bangunan.
-- Vol. 48 No. 1 October 2013. -- Page. 17-24. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2013.
ii, 61 page : ilus; 30 cm

Abstract : page 17
ISSN : 0025-4436

1. SPATIAL PLANNING - LOCAL WISDOM THE EDGE OF WATER 1. Juwita Ratna 2. Title

Coastal settlement patterns likely to lead to azone on the water. Housing patterns in coastal Ternate leads to vernacular
architecture as well as more influenced by Islamic culture.

Keywords : spatial planning, environmental, local wisdom the edge of water

58 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


UDC
690.82
Tav Taviana, Dian
t The reliability of structure and Batak Toba traditional building construction / Dian Taviana . -- Masalah
Bangunan. -- Vol. 48 No. 1 October 2013. -- Page 25-37. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements,
2013.
ii, 61 page : ilus; 30 cm

Abstract : page 25
ISSN : 0025-4436

1. BATAK TOBA – TRADITIONAL HOUSE 1. Title

Structure analysis with numerical methods for structural reliability Batak Toba traditional house can be a reference to
the traditional structure of system behavior, especially in stability against seismic loads.

Keywords : Batak Toba, traditional house, earthquake resistant

UDC
633.23
Set Setyowati, Ade Erma
i Inspection of reliability toward convenience aspect of building / Ade Erma Setyowati. -- Masalah Bangunan. --
Vol. 48 No. 1 October 2013. -- Page 38-47. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2013.
ii, 61 page : ilus; 30 cm

Abstract : page 38
ISSN : 0025-4436

1. WORTHY FUNCTION OF BUILDING CERTIFICATE 1. Title

Before used, the building that has been constructed shall meet the requirements of the building in the form of
certificates of airworthiness functions (SLF) of building. The certificates as evidence of buildings have been guaranteed
reliability.

Keywords : reliability of building, worthy function of building certificate, convenience aspect, inspection

UDC
663. 2
Sun Sundaru, Budiono
c Conformity calculation models of house prices and target group / Budiono Sundaru . -- Masalah Bangunan. --
Vol. 48 No. 1 October 2013. -- Page 48-55. -- Bandung : Research Institute for Human Settlements, 2013.
ii, 61 page : ilus; 30 cm

Abstract : page 48
ISSN : 0025-4436

1. CALCULATION – TARGET 1. Title

Formulation of policy and program development of housing, especially for the price affordable houses by low-income
communities is by the technique of price calculation and target group.

Keywords : calculation, price, house, group, target

Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013 59


Indeks Subyek / Subject Index

A A
Arsitektur = 1, 2. Architecture = 1, 2.
Aspek kemudahan = 37.
B
B Batak Toba = 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 35, 36.
Bangunan hijau = 1, 6.
Batak Toba = 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 35, 36. C
Berkelanjutan = 1, 2. Calculation = 47, 48, 50, 53.
Berwawasan lingkungan = 17. Climate change = 1, 2.
Community = 12, 14, 16.
E Convenience aspect = 37.
Ekosistem = 1.
E
H Earthquake resistant = 24, 26.
Harga = 47, 48, 50, 53. Ecosystems = 1.
Environmental = 17.
I
Inspeksi = 37, 46. G
Government = 12.
K Green building = 1, 6.
Keandalan bangunan = 37, 40. Group = 47, 48, 53.
Kearifan lokal tepi air = 17.
Kelompok = 47, 48, 53. H
House = 47, 48, 50, 53, 54.
M
Masyarakat = 12, 14, 16. I
Inspection = 37, 46.
P
Pemerintahan = 12. L
Penataan kawasan = 17, 18, 22. Local wisdom the edge of water = 17.
Penguasa sepihak = 12.
Perhitungan = 47, 48, 50, 53. P
Perubahan iklim = 1, 2. Price = 47, 48, 50, 53.
Public space = 12, 14, 15.
R Reliability of building = 37, 40.
Ruang publik = 12, 14, 15.
Rumah = 47, 48, 50, 53, 54. S
Rumah tradisional = 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, Spatial planning = 17, 18, 22.
34, 35. Sustainable = 1, 2.

S T
Sasaran = 47, 48. Target = 47, 48.
Sertifikasi laik fungsi = 37, 39, 46. Traditional house = 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 35.

T U
Tahan gempa = 24, 26. Unilateral domination = 12.

W
Worthy function of building certificate = 37, 39, 40.

60 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


Indeks Pengarang

Ade Erma Setyowati. Inspeksi kehandalan bangunan gedung pada aspek kemudahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman.
Masalah Bangunan. Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. Hal. 38-47.

Budiono Sundaru. Model perhitungan kesesuaian harga rumah dan kelompok sasaran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman.
Masalah Bangunan. Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. Hal. 48-55.

Darul Amin. Lingkungan permukiman kawasan pesisir Kota Ternate. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Masalah Bangunan.
Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. Hal. 17-24.

Dian Taviana. Kehandalan struktur dan konstruksi bangunan tradisional Batak Toba. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman.
Masalah Bangunan. Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. Hal. 25-37

Ratna Juwita. Lingkungan permukiman kawasan pesisir Kota Ternate. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Masalah Bangunan.
Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. Hal. 17-24.

Titi Utami. Ragam pemanfaatan ruang publik oleh masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Masalah Bangunan. Vol.
48 No. 1 Oktober 2013. Hal. 12-16.

Yuri Hermawan. Bangunan hijau Grha Wiksa Praniti (GRANITI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Masalah Bangunan.
Vol. 48 No. 1 Oktober 2013. Hal. 1-11.

Authors Index

Ade Erma Setyowati. Inspection of reliability toward convenience aspect of building. Research Institute for Human Settlements. Masalah
Bangunan. Vol. 48 No. 1 October 2013. Page 38-47.

Budiono Sundaru. Conformity calculation models of house prices and target group. Research Institute for Human Settlements. Masalah
Bangunan. Vol. 48 No. 1 October 2013. Page 48-55.

Darul Amin. Environment settlement of coastal area in Ternate City. Research Institute for Human Settlements. Masalah Bangunan. Vol. 48
No. 1 October 2013. Page. 17-24.

Dian Taviana. The reliability of structure and Batak Toba traditional building construction. Research Institute for Human Settlements. Masalah
Bangunan. Vol. 48 No. 1 October 2013. Page 25-37.

Ratna Juwita. Environment settlement of coastal area in Ternate City. Research Institute for Human Settlements. Masalah Bangunan. Vol. 48
No. 1 October 2013. Page. 17-24.

Titi Utami E.R. Variety of the utilization of public space by communities. Research Institute for Human Settlements. Masalah Bangunan. Vol.
48 No. 1 October 2013. Page 12-16.

Yuri Hermawan. The Grha Wiksa Praniti green building Research Institute for Human Settlements. Research Institute for Human Settlements.
Masalah Bangunan. Vol. 48 No. 1 October 2013 Page.1-11.

Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013 61


PEDOMAN UNTUK PENULIS

UMUM
 Redaksi menerima naskah karya ilmiah IPTEK bidang Permukiman, baik dari dalam maupun di luar lingkungan Pusat
Litbang Permukiman
 Naskah belum pernah diterbitkan di media cetak lainnya
 Penulis bertanggung jawab sepenuhnya terhadap isi tulisan
 Naskah disampaikan ke redaksi dalam bentuk naskah tercetak hitam putih sebanyak 3 rangkap
 Penelaah berhak memperbaiki naskah tanpa mengubah isi dan pengertiannya dan akan berkonsultasi dahulu dengan penulis
apabila dipandang perlu untuk mengubah isi naskah
 Jika naskah disetujui untuk diterbitkan, penulis harus segera menyempurnakan dan menyampaikannya kembali ke redaksi
beserta file-nya dengan program MS-Word paling lambat satu minggu setelah tanggal persetujuan
 Naskah yang dimuat menjadi milik Pusat Litbang Permukiman
 Naskah yang tidak dapat dimuat akan diberitahukan kepada penulis dan naskah tidak akan dikembalikan, kecuali ada
permintaan lain dari penulis

NASKAH
Bahasa : Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dilengkapi dengan abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Format : Jumlah halaman naskah maksimum 10 halaman tercetak dalam kertas putih ukuran A4 pada satu permukaan dengan satu
spasi. Naskah yang ditulis terbagi atas 2 kolom yang terpisah oleh jarak tengah 1 cm. Pada semua tepi kertas disisakan ruang kosong
minimal 2 cm. Jenis huruf yang digunakan Goudy Old Style.

Judul (12 pt, Capital, bold) dan Sub Judul (11 pt, bold) : Judul dibuat tidak lebih dari dua baris dan harus mencerminkan isi tulisan. Nama,
instansi dan alamat (instansi dan e-mail) penulis dicantumkan di bawah judul.

Abstrak (11 pt, Italic) : Abstrak dibuat tidak lebih dari 200 kata yang memuat metodologi yang digunakan, temuan-temuan pokok hasil
penelitian, serta mengungkapkan konklusi dan rekomendasi pokok. Abstrak dilengkapi dengan kata kunci.

Isi Naskah (11 pt) : Susunan isi naskah meliputi : Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metoda Penelitian, Hasil, Analisis dan Pembahasan,
Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka.

Tabel : Judul tabel dan keterangan ditulis dengan jelas dan singkat. Tabel harus diberi nomor. Nomor dan judul tabel diletakkan pada
posisi center. Tabel harus diberi nomor. Antara judul tabel dan kalimat sebelumnya dan juga antara tabel dan judul tabel diberi jarak
satu spasi

Gambar dan Foto : Gambar dan foto harus diberi nomor, judul atau keterangan dengan jelas. Ukuran gambar dan foto disesuaikan
dengan besar kolom. Nomor, judul atau keterangan gambar dan foto diletakkan pada posisi center. Gambar dan foto harus mempunyai
ketajaman yang baik, ukurannya dapat diperbesar dan diletakkan ditengah kertas, memotong kolom. Antara gambar/foto dan judul
atau keterangan gambar/foto diberi jarak satu spasi.

Daftar Pustaka : Daftar pustaka ditulis sesuai dengan urutan menurut abjad nama pengarang dengan mencantumkan tahun penerbitan,
judul terbitan, penerbit, dan kota terbit.
 Pustaka berupa judul buku :
Soehartono, Irawan. 2002. Metode penelitian sosial. Bandung: Gajah Mada University Press.

 Pustaka berupa majalah/jurnal ilmiah/prosiding :


Harihanto. 2004. Persepsi masyarakat terhadap air sungai. Lingkungan dan Pembangunan 24. 3:171-186

62 Masalah Bangunan, Vol. 48 No. 1 Oktober 2013


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Anda mungkin juga menyukai